Desain palka kapal pengangkut ikan ditinjau dari aspek teknis, mitigasi risiko dan ketahanan hidup ikan
DESAIN PALKA KAPAL PENGANGKUT IKAN
DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS, MITIGASI RISIKO
DAN KETAHANAN HIDUP IKAN
YOPI NOVITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASINYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Desain Palka Kapal Pengangkut Ikan Ditinjau dari Aspek Teknis, Mitigasi Risiko dan Ketahanan Hidup Ikan adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 2 Februari 2011
Yopi Novita C 461070031
(3)
ABSTRACT
YOPI NOVITA. Fish Hold Design of Live Fish Carrier Based on Technique, Risk Mitigation and Fish Survival Aspects. Supervised by BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, BUDY WIRYAWAN and HARIYANTO.
The continuity of humpback grouper (Cromileptes altivelis) culture activity is influenced by availability of juvenile in lot of number in the right time, right size, and right quality. A certain method and transportation moda is needed due to a long distance between location of hatchery and rearing (growing) location in order to maintain high survival ratio. Nowadays, closed system method is applied for transporting juvenile of hunchback grouper with total length of less than 8 cm. In this method, the juveniles are put into the plastic bag with sea water and oxygen of certain composition before transported by land, sea or air transportation moda. By using this method some limitations appear such as, amount of fish juveniles and time needed for transportation. The objectives of this research are: 1) to determine the risk level of life fish carrier with ‘opened system’ to mortality ratio of fish juvenile with total length (TL) 5 – 7 cm and its risk source, 2) to determine the risk mitigation steps that can reduce level of fish juveniles mortality and 3) to determine the design of life fish carrier that can transport fish juveniles, especially the design related to existence of fish juveniles in the fish hold during transportation.
Literatures review, laboratory experiments simulations, and numerical analysis methods have been applied in this research. An asessment to open system life fish carrier transporting juvenile with 5 – 7 cm TL was carried out. In general, this kind of carrier was used to transport juvenile of minimum 16 cm TL.
Transporting juvenile with 5 – 7 cm TL by using open system carrier indicates high risk. A risk mitigation attempt was done by designing a fish hold equipped with resirculation water system and optimizing the amount of juveniles that could be transported in the fish hold. The result of this mitigation process showed that fish hold with keel damper constructed at the inner wall was able to reduce free surface effect during ship rolling and to maintain the ship stability toward free surface effect occured during rolling. Besides, keel damper gives positive effect in increasing oxygen concentration in the fish hold during rolling event.
Another result showed that the use of combination between recirculation and aeration shows a good perfomance to maintain sea water quality in the fish hold. A certain amount of juveniles that were put in the fish hold model for simulation of the designed system resulted in the stability of seawater quality in the fish hold during the experiment and 100% survival ratio of juvenile at the end of 48 hours experiment. Based on the above result, recomended transportation moda for fish juvenile with 5 – 7 cm TL in large amount with long sailing time and high survival ratio is closed system of life fish carrier equipped with keel damper and combination system of resirculation and aeration in the fish hold with fish juvenile density depend on the oxygen consumption rate for each individual fish juvenile.
Key words: humpback grouper (Cromileptes altivelis) risk assessment, fish hold design, combination system of recirculation and aeration, juvenile density
(4)
RINGKASAN
YOPI NOVITA. Desain Palka Kapal Pengangkut Ikan Ditinjau dari Aspek Teknis, Mitigasi Risiko dan Ketahanan Hidup Ikan. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, BUDY WIRYAWAN dan HARIYANTO.
Keberlanjutan kegiatan budidaya ikan kerapu bebek sangatlah dipengaruhi oleh ketersediaan benihnya dalam jumlah yang banyak, ukuran yang tepat, mutu yang baik serta ketersediaannya dalam waktu yang tepat. Hal ini disebabkan karena lokasi budidaya pembesaran dengan lokasi budidaya pembenihan tidak dekat, maka dibutuhkan metode dan sarana transportasi yang mampu mengangkut benih ikan tersebut dengan tingkat survival ratio yang tinggi hingga tiba ke tujuan. Kondisi saat ini, untuk transportasi benih ikan kerapu bebek berukuran total length (TL) kurang dari 8 cm, umumnya menggunakan cara tertutup (closed hull) yaitu dengan cara menempatkan benih ikan ke dalam kantong plastik yang telah diisi air laut dan oksigen dengan komposisi tertentu. Selanjutnya kantong-kantong plastik berisi benih ikan tersebut diangkut dengan menggunakan moda angkutan darat, udara maupun laut. Cara ini mengakibatkan transportasi tidak dapat dilakukan untuk waktu yang lama dan jumlah benih ikan yang dapat diangkut oleh moda tersebut terbatas, tergantung kepada kapasitas muat di atas moda angkutan yang ditumpanginya. Oleh karena itu, alternatif penggunaan kapal pengangkut ikan hidup sebagai moda angkutan benih ikan perlu diperhitungkan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menentukan tingkat risiko penggunaan kapal pengangkut ikan hidup ‘Opened system’ terhadap tingkat kematian benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) berukuran panjang total (TL/Total
Length) 5 – 7 cm serta sumber risikonya, 2) menentukan dan mengkaji langkah-langkah
mitigasi risiko yang dapat menurunkan tingkat risiko kematian benih ikan kerapu bebek, dan 3) menentukan desain kapal pengangkut ikan hidup yang dapat mengangkut ikan kerapu bebek dalam fase benih, khususnya desain yang berkaitan dengan keberadaan benih ikan selama berada di dalam kapal pengangkut ikan hidup.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa metode yaitu telaah literatur, metode survei, eksperimen dan simulasi. Metode survei dan simulasi dilakukan di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB. Metode eksperimen dilakukan di dua tempat yaitu di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB. Tahapan penelitian diawali dengan mengkaji tingkat risiko Kapal Pengangkut Ikan Hidup (KPIH) ‘Opened hull’ apabila digunakan untuk mengangkut benih ikan yang berukuran TL 5 – 7 cm. Saat ini KPIH tersebut digunakan untuk mengangkut benih ikan kerapu bebek berukuran TL minimal 16 cm. Dari hasil analisis risiko, akan ditetapkan langkah mitigasi risiko untuk menurunkan tingkat risiko apabila dari hasil kajian diketahui bahwa KPIH ‘Opened hull’ memiliki risiko yang tinggi. Adapun tahapan kajian selanjutnya, ditentukan setelah langkah mitigasi risiko ditetapkan dari hasil kajian risiko. Barulah pada tahap akhir, dibuat desain KPIH berdasarkan hasil kajian risiko.
Tingkat risiko pada KPIH ‘Opened hull’ apabila digunakan untuk mengangkut benih ikan kerapu bebek berukuran TL 5 – 7 cm adalah berisiko tinggi. Dengan demikian langkah mitigasi yang disarankan adalah memodifikasi desain palka, mengganti sistem sirkulasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air di dalam palka kapal dengan sistem resirkulasi dan menentukan serta menetapkan densitas benih ikan
(5)
di dalam palka. Dari hasil uji coba menunjukkan bahwa desain palka yang dilengkapi dengan sirip peredam yang dipasang di dinding dalam palka, mampu meredam efek free
surface yang terjadi pada saat terjadinya gerakan rolling. Bahkan keberadaan sirip
peredam mampu menahan penurunan kualitas stabilitas kapal yang disebabkan karena efek free surface yang terjadi saat terjadinya gerakan rolling. Selain itu, keberadaan sirip peredam turut berperan dalam meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut dalam air laut di dalam palka saat terjadinya gerakan rolling.
Penggunaan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air laut di dalam palka, cukup menunjukkan kinerja yang baik dalam mempertahankan kualitas air laut di dalamnya selama kurang lebih 48 jam. Untuk selanjutnya sistem kombinasi resirkulasi-aerasi tersebut diujicoba dengan memasukkan benih ikan kerapu bebek ke dalam model palka, dengan jumlah benih ikan sesuai dengan densitas benih ikan yang telah ditetapkan. Dari hasil uji coba menunjukkan bahwa kondisi parameter fisik air yang terdiri dari konsentrasi oksigen terlarut dan suhu air, serta parameter kimia air yang terdiri dari nilai pH dan NH3 cenderung
menunjukkan kestabilan. Hal ini dibuktikan dengan nilai survival ratio benih ikan di akhir simulasi transportasi (48 jam) yang mencapai 100 %. Oleh karena itu, moda angkutan yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai moda angkutan bagi benih ikan kerapu bebek berukuran TL 5 – 7 cm dalam jumlah banyak, waktu yang cukup lama serta tingkat ketahanan hidup yang tinggi adalah berupa Kapal Pengangkut Ikan Hidup (KPIH) dengan sistem tertutup (closed hull) yang dilengkapi dengan palka bersirip peredam dan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air di dalam palka. Selain itu, densitas benih ikan yang ditempatkan di dalam palka adalah densitas benih ikan berdasarkan kebutuhan konsumsi oksigen tiap individu ikan, yaitu 6 ekor/liter.
Kata kunci: ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis), kajian risiko, desain palka, sistem kombinasi resirkulasi-aerasi, densitas benih ikan.
(6)
Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut kan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(7)
DESAIN PALKA KAPAL PENGANGKUT IKAN
DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS, MITIGASI RISIKO
DAN KETAHANAN HIDUP IKAN
YOPI NOVITA
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(8)
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Moh. Imron, M.Si.
2. Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc.
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Terbuka:
1. Dr. Ir. Tri Haryanto, M.M. 2. Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc.
(9)
Judul Disertasi : Desain Palka Kapal Pengangkut Ikan Ditinjau dari Aspek Teknis, Mitigasi Risiko dan Ketahanan Hidup Ikan Nama Mahasiswa : Yopi Novita
Nomor Pokok : C461070031
Program Studi : Teknologi Perikanan Tangkap
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si. Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc.
Ketua Anggota
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. Dr. Ir. Hariyanto, M.Eng.
Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana,
Teknologi Perikanan Tangkap,
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
(10)
PRAKATA
Keterbatasan moda transportasi bagi benih ikan kerapu bebek (Cromileptes
altivelis) menjadi titik awal permasalahan yang akan dicari solusinya oleh penulis
dalam kajian ilmiah ini, yang berjudul Desain Palka Kapal Pengangkut Ikan Ditinjau dari Aspek Teknis, Mitigasi Risiko dan Ketahanan Hidup Ikan. Penulis berharap, dengan hasil kajian ilmiah ini akan diperoleh suatu moda transportasi yang mampu mengangkut benih ikan kerapu bebek dalam jumlah besar dengan ketahanan hidup yang tinggi. Dalam mewujudkan karya ilmiah ini, Alhamdulillah, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1) Ketua Departemen PSP FPIK IPB Periode 2005/2009: Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. dan Ketua Departemen PSP FPIK IPB Periode 2009/2013: Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. atas ijin melanjutkan studi yang telah diberikan,
2) DIKTI, yang telah memberikan beasiswa BPPS kepada penulis,
3) Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si., Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc., Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. dan Dr. Ir. Hariyanto, M.Eng selaku komisi pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu, pikiran dan perhatian selama penyelesaian karya ilmiah ini,
4) Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc., Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si., Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc., Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si., Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc., Dr. Ir. Tri Haryanto, MM. dan Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc. selaku penguji luar komisi dalam ujian tertutup dan terbuka, atas saran yang telah diberikan, 5) Ir. Irzal Effendi, M.Si. yang telah berbaik hati memfasilitasi penulis selama
melakukan penelitian serta membuka wawasan penulis tentang transportasi benih ikan kerapu bebek saat ini,
6) Keluarga tercinta: Bapak H. Rafni Fachruddin, BE (Alm) dan Ibu Hj. Zustiari Thalib, Bapak H. J. Iskandar dan Ibu Sundari Iskandar, Unita, Ade dan Bang Agus, Fadhil dan Rafi, atas cinta, kasih sayang dan doa yang selalu diberikan hingga saat ini kepada penulis,
7) Suami tercinta dan kedua bintang kecilku, Zalfa dan Zahran, atas pengorbanan, cinta dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis,
8) Teman Sejawat di Departemen PSP pada umumnya dan Bagian KTP pada
khususnya, atas semangat dan dukungan yang selalu diberikan,
9) Teman seperjuangan TPT/SPT 2007: Rusmilyansari, Albert, Danial, Syahrir, Karnan dan Joyce, atas kebersamaannya selama menyelesaikan studi di Pascasarjana IPB,
10) Tim sukses yang terdiri dari: Da Wazir, Adi, Fis, Bobi, Komar, Dini Kuching, Ibnu, Eko, Ima, Vita, Shinta, Bram, Dama, Noer, Yosep, Dian, Anja, Haryo, Golek dan Ika, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan selama ini,
11) Tim penyemangat, PSP 42: Novel, Leo dan ABY 42 pada khususnya: Ojan, Golek, Nisa dan Arif, yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis,
(11)
Akhir kata, penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak serta memberikan inspirasi bagi para peneliti di bidang perikanan, khususnya di bidang kapal perikanan.
Bogor, 2 April 2011
(12)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 September 1971 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan H. Rafni Fachruddin, B.E. (Alm) dan Hj. Zustiari Thalib. Penulis menikah dengan Dr. Ir. H. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si dan telah dikaruniai seorang putri bernama Annisa Zalfa Putri Hascaryo serta seorang putra bernama Nauval Zahran Putra Hascaryo.
Pendidikan formal penulis diawali di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Mekarsari di Jakarta pada tahun 1978-1984. Sepanjang tahun 1984-1987, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 74 di Jakarta. Pada tahun 1987, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 21 di Jakarta dan lulus pada tahun 1990. Selanjutnya pada tahun 1990, melalui jalur Undangan Siswa Masuk IPB (USMI), penulis diterima sebagai mahasiswi Strata 1 di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis menyelesaikan pendidikan di Strata 1 IPB pada tahun 1994. Kemudian pada tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan ke Strata 2 di Program Studi Teknologi Kelautan, Pascasarjana IPB dengan dibiayai oleh beasiswa URGE-DIKTI BATCH III.
Pada tahun 1999, penulis diterima sebagai staf pengajar di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB. Hingga akhirnya pada tahun 2007, dengan dibiayai oleh BPPS DIKTI, penulis melanjutkan studi ke Strata 3 Pascasarjana IPB, Mayor Teknologi Perikanan Tangkap. Selama menyelesaikan studi di Strata 3 Pascasarjana IPB, penulis telah menghasilkan tiga karya ilmiah yang berjudul: 1) Keragaan Free Surface Pada Model Palka Berbentuk Kotak dan Silinder, 2) Konsumsi Oksigen Benih Ikan Kerapu Bebek
(Cromileptes altivelis) Ukuran Panjang 5 – 7 cm dan3) Pengukuran Konsumsi Oksigen
Benih Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dengan Closed Respirometer
Sederhana. Dua karya ilmiah pertama dipublikasi di ‘MARINE FISHERIES’ Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut, masing-maing di Vol. 1, No. 2 Edisi November 2010 dan Vol. 2, No. 1 Edisi Mei 2010 (in press). Adapun karya ilmiah ketiga dipublikasi di Jurnal Ilmu Perikanan Tropis; Vol. 13, No. 1, Oktober 2010.
(13)
! " #
(14)
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangIkan kerapu merupakan salah satu produk perikanan laut yang memiliki nilai jual yang tinggi, terlebih jika dijual dalam keadaan hidup. Ekspor ikan kerapu mulai mengalami peningkatan pada tahun 2000, sebagaimana ditulis oleh Satyono dalam Majalah Trobos (2006). Peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 yaitu sekitar 2.398 ton atau senilai US $ 7,6 juta, volume ekspor ini lebih besar dibandingkan dengan volume ekspor tahun 2004 yang hanya sekitar 1.552 ton atau senilai US $ 4,4 juta. Lebih lanjut Kompas.com (2009) mennginformasikan bahwa pada tahun 2008, Bali mengirim ikan kerapu hidup sebanyak 22.841 ekor dengan nilai US $ 787.052. Oleh karena itu, untuk memenuhi target ekspor, budidaya kerapu merupakan alternatif yang dapat menjamin ketersediaan stok kerapu di Indonesia, dibandingkan dengan hasil tangkapan dari alam.
Keberlanjutan dan keberhasilan usaha budidaya ikan kerapu sangat ditentukan oleh ketersediaan benih ikan kerapu itu sendiri secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat harga. Oleh karena itu, membuka akses kepada benih hatchery
merupakan solusi.
Letak panti benih dengan lokasi pembesaran biasanya sangat jauh sehingga dibutuhkan teknik pengiriman yang tepat agar benih dapat hidup sehat sampai tempat tujuan dan pasca transportasi. Saat ini pengiriman benih khususnya benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang memiliki ukuran panjang badan total (Total Length,
TL) kurang dari 8 cm per ekor umumnya dilakukan dengan menggunakan sistem tertutup. Transportasi sistem tertutup adalah transportasi dengan cara memasukkan benih-benih ikan ke dalam kantong plastik yang telah diisi dengan air laut dan oksigen dengan komposisi tertentu. Selanjutnya kantong-kantong berisi benih ikan tersebut dimasukkan ke dalam kotak stearofoam, dan selanjutnya kotak-kotak tersebut diangkut dengan menggunakan moda angkutan darat, udara dan laut.
Penerapan sistem tertutup dalam transportasi benih ikan tersebut mengakibatkan jumlah benih ikan yang dapat diangkut dalam sekali perjalanan sangat terbatas. Tidak saja dikarenakan sistem kemasan pengangkutannya saja yang terbatas dari segi ukuran, akan tetapi juga memiliki keterbatasan daya muat di moda yang ditumpanginya.
(15)
Lamanya waktu transportasi benih ikan dengan sistem tertutup tersebut, biasanya tidak lebih dari 6 jam.
Walaupun sistem transportasi yang umum dilakukan untuk mengangkut benih ikan adalah dengan sistem tertutup, akan tetapi ada juga yang telah menggunakan sistem terbuka untuk mengangkut benih ikan kerapu. Pengangkutan benih ikan kerapu dengan sistem terbuka dilakukan dengan menggunakan kapal pengangkut ikan hidup (KPIH). KPIH tersebut dilengkapi dengan palka yang digunakan untuk menampung benih ikan selama perjalanan. Untuk menjaga kualitas air laut di dalam palka, maka di bagian bawah kapal dilengkapi dengan lubang untuk memasukkan air laut ke dalam palka
(inlet) dan lubang untuk mengeluarkan air laut ke luar palka (outlet). Proses masuk dan
keluarnya air laut ke dalam dan keluar kapal terjadi pada saat kapal melaju, sehingga sistem pemeliharaan kualitas air laut di dalam palka adalah sistem sirkulasi. Dalam pembahasan selanjutnya, KPIH tersebut disebut dengan KPIH ‘Opened hull’. Pengistilahan ini dikarenakan adanya lubang inlet dan outlet yang mengakibatkan adanya bagian kasko kapal yang terbuka. Sebenarnya, penggunaan KPIH ‘Opened hull’ sebagai moda transportasi ikan hidup telah umum dilakukan, yaitu untuk mengangkut ikan-ikan berukuran konsumsi (berkisar antara 450 – 1.000 gram per ekor untuk ikan kerapu). Walaupun penggunakan KPIH tersebut lebih umum digunakan untuk mengangkut ikan berukuran konsumsi, akan tetapi ada juga yang menggunakan KPIH
‘Opened hull’ untuk mengangkut benih ikan, seperti yang dilakukan oleh pemilik
Keramba Jaring Apung (KJA) di Kepulauan Natuna. Benih ikan yang diangkut dengan menggunakan KPIH ‘Opened hull’ tersebut adalah benih ikan yang berukuran minimal 16 cm (TL) per ekor dengan berat benih ikan sebesar 50 gram per ekor. Pengangkutan benih ikan tersebut dengan menggunakan KPIH ‘Opened hull’ terkadang hanya menghasilkan nilai survival ratio sebesar 80 % saat menempuh perjalanan dari Batam ke Kepulauan Natuna. Bahkan adapula pemilik KJA di Batam yang berani mengangkut benih ikan kerapu berukuran TL kurang dari 8 cm dengan menggunakan KPIH, dimana benih tersebut diangkut dari balai pembenihan ikan kerapu di Situbondo dan dibawa ke Batam. Akan tetapi data survival ratio benih ikan dalam transportasi tersebut tidak dapat diperoleh. Kuat dugaan bahwa transportasi benih ikan berukuran TL 8 cm yang diangkut dengan KPIH ‘Opened hull’ memiliki tingkat survival ratio yang rendah. Dugaan ini mengacu pada FishVet.Inc (2000) yang menyebutkan bahwa benih ikan sangat rentan terhadap penyakit, terlebih jika benih berukuran semakin kecil. Penyakit
(16)
dapat muncul apabila kualitas air laut di habitat ikan buruk. Sistem sirkulasi yang diterapkan sebagai sistem pemeliharaan kualitas air laut di dalam palka KPIH ‘Opened hull’ mengakibatkan kualitas air laut di dalam palka seringkali berubah sesuai dengan kualitas air laut yang dilalui oleh kapal selama bergerak. Seringnya perubahan kualitas air laut yang masuk ke dalam palka mengakibatkan ikan yang terdapat di dalam palka tersebut harus seringkali melakukan adaptasi terhadap perubahan tersebut. Seringnya ikan melakukan adaptasi akan mengakibatkan ikan mengalami ‘exhausted’. Kondisi inilah yang dijadikan alasan untuk menduga rendahnya tingkat survival ratio benih ikan kerapu berukuran TL 8 cm yang diangkut dengan KPIH ‘Opened hull’.
Pada kenyataannya, bagi petani budidaya pembesaran, pembelian benih ikan yang berukuran kecil lebih menguntungkan. Hal ini disebabkan karena harga satu ekor benih ikan kerapu ditetapkan berdasar panjang benih ikan itu sendiri. Biasanya harga beli benih ikan adalah berkisar antara Rp. 1.200 – Rp. 1.500 per cm. Pada umumnya, pemilik KJA lebih mengutamakan membeli benih ikan berukuran kurang dari 8 cm (TL) per ekor. Sehingga diperkirakan harga beli benih ikan yang berukuran 7 cm berkisar antara Rp. 8.400 – Rp. 10.500 per ekor benih ikan. Harga ini jauh lebih murah jika mereka membeli benih ikan berukuran 16 cm per ekor, yaitu berkisar antara Rp. 19.200 – Rp. 24.000 per ekor benih.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu diadakan moda transportasi untuk mengangkut benih ikan yang berukuran kecil dalam jumlah yang banyak dengan tingkat
survival ratio yang tinggi. Moda transportasi yang memungkinkan untuk mengangkut
benih ikan dalam jumlah banyak dan jangkauan transportasi yang luas adalah dengan menggunakan KPIH.
Guna mewujudkan KPIH yang sesuai untuk mengangkut benih ikan kerapu yang berukuran kecil, maka tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan desain KPIH berdasarkan kajian risiko operasional yang berkaitan dengan tujuan transportasi benih ikan, yaitu mempertahankan nilai survival ratio benih ikan yang diangkutnya hingga 100 %.
Pewujudan KPIH yang dapat mengangkut benih ikan kerapu bebek berukuran kecil tersebut, selain diharapkan dapat mengangkut benih ikan kerapu bebek dalam jumlah besar dan dengan tingkat survival ratio yang tinggi, juga diharapkan dapat mencapai lokasi budidaya pembesaran yang terdapat di pulau-pulau kecil di Indonesia.
(17)
Hal ini sesuai dengan Rumusan RAKORNAS Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2007 yang menetapkan beberapa kebijakan dalam pengelolaan perikanan dan kelautan di Indonesia yaitu pemberdayaan pulau-pulau kecil di Indonesia terutama pulau-pulau kecil di perbatasan Indonesia dengan negara lain.
Penelitian tentang kapal perikanan telah banyak dilakukan. Akan tetapi penelitian yang dilakukan terhadap kapal perikanan didominasi oleh penelitian yang hanya mengkaji aspek teknis. Demikian pula saat pembangunan kapal, penentuan desain kapal lebih difokuskan pada kelaiklautan kapal ditinjau dari aspek teknis. Adapun penelitian tentang transportasi ikan hidup, didominasi oleh penelitian tentang metode transportasi dan tidak menyinggung moda transportasi. Dalam penelitian ini, akan dikaji moda transportasi berupa kapal pengangkut ikan hidup yang laiklaut secara teknis dan dengan mempertimbangkan aspek biologis yang berupa kebutuhan benih ikan selama transportasi.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Menentukan tingkat risiko penggunaan KPIH ‘Opened hull’ terhadap survival
ratio benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) berukuran antara 5–7 cm
TL dan sumber risikonya
2) Menentukan dan mengkaji langkah-langkah mitigasi risiko yang dapat meningkatkan survival ratio benih ikan kerapu bebek.
3) Menentukan desain rancangan umum KPIH yang dapat mengangkut benih ikan
kerapu bebek, khususnya desain yang berkaitan dengan ketahanan hidup benih ikan selama berada di dalam palka KPIH.
(18)
1.3 Perumusan Masalah
Tingginya permintaan akan ikan kerapu bebek dalam kondisi hidup mengakibatkan terjadinya pengalihan pengadaan ikan kerapu bebek dari alam ke upaya budidaya ikan kerapu bebek. Kegiatan budidaya ikan kerapu bebek terdiri dari dua kegiatan yaitu budidaya pembenihan ikan dan budidaya pembesaran ikan yang biasanya berada pada lokasi yang terpisah dan berjauhan. Sebagai contoh, saat ini lokasi budidaya pembenihan ikan kerapu terdapat di tiga lokasi yaitu di Lampung, Situbondo dan Bali. Adapun lokasi budidaya pembesaran ikan kerapu di antaranya adalah di Kepulauan Seribu, Kepulauan Natuna, Nusa Tenggara Barat dan sebagainya. Lokasi yang berjauhan tersebut mengakibatkan perlu adanya mekanisme yang tepat dalam mendistribusikan benih-benih ikan tersebut dari lokasi budidaya pembenihan ke lokasi budidaya pembesaran. Akan tetapi media transportasi yang khusus untuk mengangkut benih ikan kerapu, khususnya benih ikan kerapu bebek berukuran antara 5 – 7 cm (TL), dalam jumlah besar dan dengan risiko kematian yang rendah belum tersedia.
Dalam FAO Corporate Document Repository, penyebab kematian ikan dalam transportasi adalah disebabkan karena kurangnya konsentrasi oksigen terlarut, dan tingginya konsentrasi amoniak di dalam air. Selain itu, perubahan suhu air yang ekstrim dan terjadinya stres ikan akibat perubahan kondisi lingkungan dan keterbatasan ruang gerak ikan juga menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kematian ikan dalam transportasi. Oleh karena itu, permasalahan transportasi benih ikan yang harus dicarikan solusinya, khususnya apabila transportasi benih ikan dilakukan dengan menggunakan KPIH adalah:
1) Bagaimana cara menyediakan dan mempertahankan kualitas air laut yang sesuai dengan kebutuhan benih ikan selama transportasi. Kualitas air laut yang dimaksud adalah air laut dengan konsentrasi oksigen terlarut yang sesuai dengan kebutuhan benih ikan, suhu air yang tidak berfluktuasi dan kadar amoniak yang rendah.
2) Menyediakan ruang gerak yang optimal bagi benih ikan untuk menghindari terjadinya stres pada ikan, dan
3) Menyediakan palka yang mampu meredam efek free surface dari muatan yang terdapat di dalam palka KPIH. Free surface akan terjadi pada muatan yang
(19)
berupa liquid. Jenis muatan KPIH adalah muatan liquid. Hal ini disebabkan karena muatan KPIH terdiri dari ikan yang dimasukkan ke dalam air laut, sehingga sifat muatannya akan didominasi oleh sifat muatan liquid. Efek free
surface akan memperburuk kualitas stabilitas kapal terlebih saat terjadi gerakan
rolling. Selain itu, efek free surface diduga akan mengakibatkan benih ikan stres
pada saat terjadinya pergerakan air laut saat kapal melakukan gerakan rolling.
Apabila ketiga permasalahan tersebut dapat dicarikan solusinya, maka penggunaan KPIH sebagai moda angkutan benih ikan yang berukuran kecil dapat digunakan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan alternatif moda angkutan ikan hidup dengan kapasitas angkut yang besar dan tingkat risiko kematian ikan yang kecil. Pada akhirnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas budidaya kerapu di Indonesia. Terlebih jika lokasi budidaya pembesaran ikan kerapu bebek tersebut berada di pulau-pulau kecil di Indonesia.
1.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan transportasi sebagaimana telah dipaparkan dalam sub bab perumusan masalah, maka terdapat beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1) Penggunaan sistem sirkulasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air laut pada KPIH akan menurunkan survival ratio ikan selama transportasi,
2) Penetapan densitas benih ikan berdasarkan kebutuhan oksigen ikan akan meningkatkan survival ratio benihikan selama transportasi, dan
3) Pembuatan desain palka yang mampu meredam efek free surface akan meningkatkan survival ratio benih ikan selama transportasi dan mencegah menurunnya kualitas stabilitas kapal.
(20)
1.6 Kerangka Pemikiran
Kapal pengangkut benih ikan kerapu merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan benih ikan di lokasi budidaya pembesaran ikan kerapu yang tersebar luas di wilayah Indonesia, terutama yang berada di pulau-pulau kecil yang sulit diakses melalui jalur darat maupun udara. Penggunaan kapal pengangkut khusus tersebut diharapkan dapat mengangkut benih ikan kerapu dalam jumlah yang besar dan dengan tingkat survival ratio yang tinggi.
KPIH ‘Opened hull’ diduga dapat dijadikan sebagai moda angkutan benih ikan kerapu yang berukuran kecil. Akan tetapi dengan rendahnya tingkat survival ratio
benih ikan yang diangkut dengan menggunakan KPIH ‘Opened hull’, maka perlu dilakukan modifikasi terhadap KPIH ‘Opened hull’. Sebelum modifikasi dilakukan terhadap KPIH ‘Opened hull’, maka dalam penelitian ini akan dilakukan kajian risiko terhadap KPIH ‘Opened hull’. Risiko yang akan dikaji adalah jenis risiko operasional yang terkait dengan tujuan transportasi ikan yaitu mempertahankan kualitas hidup ikan selama transportasi. Oleh karena itu, risiko yang akan dikaji adalah risiko yang berkaitan dengan risiko operasional sistem pemeliharaan benih ikan di dalam kapal.
Hasil kajian risiko tersebut diharapkan dapat menentukan tingkat risiko KPIH
‘Opened hull’ apabila digunakan sebagai moda transportasi benih ikan kerapu
berukuran kecil (TL kurang dari 7 cm). Setelah tingkat risiko diketahui, maka diharapkan langkah mitigasi risiko dapat ditetapkan berdasarkan jenis dampak dan probabilitas yang mengakibatkan tingginya risiko pada KPIH ‘Opened hull’. Agar langkah mitigasi risiko benar-benar dapat diterapkan sebagai acuan dalam memodifikasi KPIH ‘Opened hull’, maka perlu dilakukan kajian dan ujicoba terhadap setiap langkah mitigasi yang telah ditetapkan. Barulah kemudian desain KPIH yang sesuai untuk mengangkut benih ikan kerapu berukuran kecil dapat diwujudkan.
Secara sistematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
(21)
Gambar1 Kerangka pemikiran.
Solusi bagi permasalahan KPIH ‘Opened hull’: Kebutuhan benih ikan kerapu dalam jumlah banyak, ukuran
dan waktu yang tepat serta biaya yang murah
Permasalahan yang terkait dengan transportasi benih ikan kerapu bebek berukuran kecil:
Moda transportasi benih ikan untuk jumlah besar, jarak jangkauan yang luas dan risiko kematian benih ikan yang rendah belum ada
Lokasi budidaya pembenihan dan pembesaran ikan kerapu berjauhan
Moda angkutan ikan ukuran konsumsi dalam jumlah yang besar adalah: KPIH ‘Opened hull’
Memodifikasi KPIH ‘Opened hull’ berdasarkan langkah mitigasi risiko
Permasalahan KPIH ‘Opened hull’: rendahnya survival ratio ikan selama transportasi. Diduga disebabkan karena:
1) Sistem sirkulasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air laut belum sesuai dengan kebutuhan benih ikan,
2) Ketersediaan ruang gerak benih ikan belum optimal dikarenakan densitas benih ikan yang optimal belum ditetapkan
3) Desain palka yang ada belum mampu meredam efek free surface yang akan terjadi pada saat kapal melakukan gerakan rolling
Mulai
Selesai
Rancangan umum KPIH khusus benih ikan
Kajian risiko terhadap KPIH ‘Opened hull’
Penilaian tingkat risiko Risiko tinggi ? Menentukan langkah mitigasi Kajian mitigasi risiko Ya Tidak Penilaian ulang tingkat risiko Risiko tinggi ? Ya Tidak
(22)
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangIkan kerapu merupakan salah satu produk perikanan laut yang memiliki nilai jual yang tinggi, terlebih jika dijual dalam keadaan hidup. Ekspor ikan kerapu mulai mengalami peningkatan pada tahun 2000, sebagaimana ditulis oleh Satyono dalam Majalah Trobos (2006). Peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 yaitu sekitar 2.398 ton atau senilai US $ 7,6 juta, volume ekspor ini lebih besar dibandingkan dengan volume ekspor tahun 2004 yang hanya sekitar 1.552 ton atau senilai US $ 4,4 juta. Lebih lanjut Kompas.com (2009) mennginformasikan bahwa pada tahun 2008, Bali mengirim ikan kerapu hidup sebanyak 22.841 ekor dengan nilai US $ 787.052. Oleh karena itu, untuk memenuhi target ekspor, budidaya kerapu merupakan alternatif yang dapat menjamin ketersediaan stok kerapu di Indonesia, dibandingkan dengan hasil tangkapan dari alam.
Keberlanjutan dan keberhasilan usaha budidaya ikan kerapu sangat ditentukan oleh ketersediaan benih ikan kerapu itu sendiri secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat harga. Oleh karena itu, membuka akses kepada benih hatchery
merupakan solusi.
Letak panti benih dengan lokasi pembesaran biasanya sangat jauh sehingga dibutuhkan teknik pengiriman yang tepat agar benih dapat hidup sehat sampai tempat tujuan dan pasca transportasi. Saat ini pengiriman benih khususnya benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang memiliki ukuran panjang badan total (Total Length,
TL) kurang dari 8 cm per ekor umumnya dilakukan dengan menggunakan sistem tertutup. Transportasi sistem tertutup adalah transportasi dengan cara memasukkan benih-benih ikan ke dalam kantong plastik yang telah diisi dengan air laut dan oksigen dengan komposisi tertentu. Selanjutnya kantong-kantong berisi benih ikan tersebut dimasukkan ke dalam kotak stearofoam, dan selanjutnya kotak-kotak tersebut diangkut dengan menggunakan moda angkutan darat, udara dan laut.
Penerapan sistem tertutup dalam transportasi benih ikan tersebut mengakibatkan jumlah benih ikan yang dapat diangkut dalam sekali perjalanan sangat terbatas. Tidak saja dikarenakan sistem kemasan pengangkutannya saja yang terbatas dari segi ukuran, akan tetapi juga memiliki keterbatasan daya muat di moda yang ditumpanginya.
(23)
Lamanya waktu transportasi benih ikan dengan sistem tertutup tersebut, biasanya tidak lebih dari 6 jam.
Walaupun sistem transportasi yang umum dilakukan untuk mengangkut benih ikan adalah dengan sistem tertutup, akan tetapi ada juga yang telah menggunakan sistem terbuka untuk mengangkut benih ikan kerapu. Pengangkutan benih ikan kerapu dengan sistem terbuka dilakukan dengan menggunakan kapal pengangkut ikan hidup (KPIH). KPIH tersebut dilengkapi dengan palka yang digunakan untuk menampung benih ikan selama perjalanan. Untuk menjaga kualitas air laut di dalam palka, maka di bagian bawah kapal dilengkapi dengan lubang untuk memasukkan air laut ke dalam palka
(inlet) dan lubang untuk mengeluarkan air laut ke luar palka (outlet). Proses masuk dan
keluarnya air laut ke dalam dan keluar kapal terjadi pada saat kapal melaju, sehingga sistem pemeliharaan kualitas air laut di dalam palka adalah sistem sirkulasi. Dalam pembahasan selanjutnya, KPIH tersebut disebut dengan KPIH ‘Opened hull’. Pengistilahan ini dikarenakan adanya lubang inlet dan outlet yang mengakibatkan adanya bagian kasko kapal yang terbuka. Sebenarnya, penggunaan KPIH ‘Opened hull’ sebagai moda transportasi ikan hidup telah umum dilakukan, yaitu untuk mengangkut ikan-ikan berukuran konsumsi (berkisar antara 450 – 1.000 gram per ekor untuk ikan kerapu). Walaupun penggunakan KPIH tersebut lebih umum digunakan untuk mengangkut ikan berukuran konsumsi, akan tetapi ada juga yang menggunakan KPIH
‘Opened hull’ untuk mengangkut benih ikan, seperti yang dilakukan oleh pemilik
Keramba Jaring Apung (KJA) di Kepulauan Natuna. Benih ikan yang diangkut dengan menggunakan KPIH ‘Opened hull’ tersebut adalah benih ikan yang berukuran minimal 16 cm (TL) per ekor dengan berat benih ikan sebesar 50 gram per ekor. Pengangkutan benih ikan tersebut dengan menggunakan KPIH ‘Opened hull’ terkadang hanya menghasilkan nilai survival ratio sebesar 80 % saat menempuh perjalanan dari Batam ke Kepulauan Natuna. Bahkan adapula pemilik KJA di Batam yang berani mengangkut benih ikan kerapu berukuran TL kurang dari 8 cm dengan menggunakan KPIH, dimana benih tersebut diangkut dari balai pembenihan ikan kerapu di Situbondo dan dibawa ke Batam. Akan tetapi data survival ratio benih ikan dalam transportasi tersebut tidak dapat diperoleh. Kuat dugaan bahwa transportasi benih ikan berukuran TL 8 cm yang diangkut dengan KPIH ‘Opened hull’ memiliki tingkat survival ratio yang rendah. Dugaan ini mengacu pada FishVet.Inc (2000) yang menyebutkan bahwa benih ikan sangat rentan terhadap penyakit, terlebih jika benih berukuran semakin kecil. Penyakit
(24)
dapat muncul apabila kualitas air laut di habitat ikan buruk. Sistem sirkulasi yang diterapkan sebagai sistem pemeliharaan kualitas air laut di dalam palka KPIH ‘Opened hull’ mengakibatkan kualitas air laut di dalam palka seringkali berubah sesuai dengan kualitas air laut yang dilalui oleh kapal selama bergerak. Seringnya perubahan kualitas air laut yang masuk ke dalam palka mengakibatkan ikan yang terdapat di dalam palka tersebut harus seringkali melakukan adaptasi terhadap perubahan tersebut. Seringnya ikan melakukan adaptasi akan mengakibatkan ikan mengalami ‘exhausted’. Kondisi inilah yang dijadikan alasan untuk menduga rendahnya tingkat survival ratio benih ikan kerapu berukuran TL 8 cm yang diangkut dengan KPIH ‘Opened hull’.
Pada kenyataannya, bagi petani budidaya pembesaran, pembelian benih ikan yang berukuran kecil lebih menguntungkan. Hal ini disebabkan karena harga satu ekor benih ikan kerapu ditetapkan berdasar panjang benih ikan itu sendiri. Biasanya harga beli benih ikan adalah berkisar antara Rp. 1.200 – Rp. 1.500 per cm. Pada umumnya, pemilik KJA lebih mengutamakan membeli benih ikan berukuran kurang dari 8 cm (TL) per ekor. Sehingga diperkirakan harga beli benih ikan yang berukuran 7 cm berkisar antara Rp. 8.400 – Rp. 10.500 per ekor benih ikan. Harga ini jauh lebih murah jika mereka membeli benih ikan berukuran 16 cm per ekor, yaitu berkisar antara Rp. 19.200 – Rp. 24.000 per ekor benih.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu diadakan moda transportasi untuk mengangkut benih ikan yang berukuran kecil dalam jumlah yang banyak dengan tingkat
survival ratio yang tinggi. Moda transportasi yang memungkinkan untuk mengangkut
benih ikan dalam jumlah banyak dan jangkauan transportasi yang luas adalah dengan menggunakan KPIH.
Guna mewujudkan KPIH yang sesuai untuk mengangkut benih ikan kerapu yang berukuran kecil, maka tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan desain KPIH berdasarkan kajian risiko operasional yang berkaitan dengan tujuan transportasi benih ikan, yaitu mempertahankan nilai survival ratio benih ikan yang diangkutnya hingga 100 %.
Pewujudan KPIH yang dapat mengangkut benih ikan kerapu bebek berukuran kecil tersebut, selain diharapkan dapat mengangkut benih ikan kerapu bebek dalam jumlah besar dan dengan tingkat survival ratio yang tinggi, juga diharapkan dapat mencapai lokasi budidaya pembesaran yang terdapat di pulau-pulau kecil di Indonesia.
(25)
Hal ini sesuai dengan Rumusan RAKORNAS Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2007 yang menetapkan beberapa kebijakan dalam pengelolaan perikanan dan kelautan di Indonesia yaitu pemberdayaan pulau-pulau kecil di Indonesia terutama pulau-pulau kecil di perbatasan Indonesia dengan negara lain.
Penelitian tentang kapal perikanan telah banyak dilakukan. Akan tetapi penelitian yang dilakukan terhadap kapal perikanan didominasi oleh penelitian yang hanya mengkaji aspek teknis. Demikian pula saat pembangunan kapal, penentuan desain kapal lebih difokuskan pada kelaiklautan kapal ditinjau dari aspek teknis. Adapun penelitian tentang transportasi ikan hidup, didominasi oleh penelitian tentang metode transportasi dan tidak menyinggung moda transportasi. Dalam penelitian ini, akan dikaji moda transportasi berupa kapal pengangkut ikan hidup yang laiklaut secara teknis dan dengan mempertimbangkan aspek biologis yang berupa kebutuhan benih ikan selama transportasi.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
4) Menentukan tingkat risiko penggunaan KPIH ‘Opened hull’ terhadap survival
ratio benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) berukuran antara 5–7 cm
TL dan sumber risikonya
5) Menentukan dan mengkaji langkah-langkah mitigasi risiko yang dapat meningkatkan survival ratio benih ikan kerapu bebek.
6) Menentukan desain rancangan umum KPIH yang dapat mengangkut benih ikan
kerapu bebek, khususnya desain yang berkaitan dengan ketahanan hidup benih ikan selama berada di dalam palka KPIH.
(26)
1.3 Perumusan Masalah
Tingginya permintaan akan ikan kerapu bebek dalam kondisi hidup mengakibatkan terjadinya pengalihan pengadaan ikan kerapu bebek dari alam ke upaya budidaya ikan kerapu bebek. Kegiatan budidaya ikan kerapu bebek terdiri dari dua kegiatan yaitu budidaya pembenihan ikan dan budidaya pembesaran ikan yang biasanya berada pada lokasi yang terpisah dan berjauhan. Sebagai contoh, saat ini lokasi budidaya pembenihan ikan kerapu terdapat di tiga lokasi yaitu di Lampung, Situbondo dan Bali. Adapun lokasi budidaya pembesaran ikan kerapu di antaranya adalah di Kepulauan Seribu, Kepulauan Natuna, Nusa Tenggara Barat dan sebagainya. Lokasi yang berjauhan tersebut mengakibatkan perlu adanya mekanisme yang tepat dalam mendistribusikan benih-benih ikan tersebut dari lokasi budidaya pembenihan ke lokasi budidaya pembesaran. Akan tetapi media transportasi yang khusus untuk mengangkut benih ikan kerapu, khususnya benih ikan kerapu bebek berukuran antara 5 – 7 cm (TL), dalam jumlah besar dan dengan risiko kematian yang rendah belum tersedia.
Dalam FAO Corporate Document Repository, penyebab kematian ikan dalam transportasi adalah disebabkan karena kurangnya konsentrasi oksigen terlarut, dan tingginya konsentrasi amoniak di dalam air. Selain itu, perubahan suhu air yang ekstrim dan terjadinya stres ikan akibat perubahan kondisi lingkungan dan keterbatasan ruang gerak ikan juga menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kematian ikan dalam transportasi. Oleh karena itu, permasalahan transportasi benih ikan yang harus dicarikan solusinya, khususnya apabila transportasi benih ikan dilakukan dengan menggunakan KPIH adalah:
2) Bagaimana cara menyediakan dan mempertahankan kualitas air laut yang sesuai dengan kebutuhan benih ikan selama transportasi. Kualitas air laut yang dimaksud adalah air laut dengan konsentrasi oksigen terlarut yang sesuai dengan kebutuhan benih ikan, suhu air yang tidak berfluktuasi dan kadar amoniak yang rendah.
2) Menyediakan ruang gerak yang optimal bagi benih ikan untuk menghindari terjadinya stres pada ikan, dan
3) Menyediakan palka yang mampu meredam efek free surface dari muatan yang terdapat di dalam palka KPIH. Free surface akan terjadi pada muatan yang
(27)
berupa liquid. Jenis muatan KPIH adalah muatan liquid. Hal ini disebabkan karena muatan KPIH terdiri dari ikan yang dimasukkan ke dalam air laut, sehingga sifat muatannya akan didominasi oleh sifat muatan liquid. Efek free
surface akan memperburuk kualitas stabilitas kapal terlebih saat terjadi gerakan
rolling. Selain itu, efek free surface diduga akan mengakibatkan benih ikan stres
pada saat terjadinya pergerakan air laut saat kapal melakukan gerakan rolling.
Apabila ketiga permasalahan tersebut dapat dicarikan solusinya, maka penggunaan KPIH sebagai moda angkutan benih ikan yang berukuran kecil dapat digunakan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan alternatif moda angkutan ikan hidup dengan kapasitas angkut yang besar dan tingkat risiko kematian ikan yang kecil. Pada akhirnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas budidaya kerapu di Indonesia. Terlebih jika lokasi budidaya pembesaran ikan kerapu bebek tersebut berada di pulau-pulau kecil di Indonesia.
1.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan transportasi sebagaimana telah dipaparkan dalam sub bab perumusan masalah, maka terdapat beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
4) Penggunaan sistem sirkulasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air laut pada KPIH akan menurunkan survival ratio ikan selama transportasi,
5) Penetapan densitas benih ikan berdasarkan kebutuhan oksigen ikan akan meningkatkan survival ratio benihikan selama transportasi, dan
6) Pembuatan desain palka yang mampu meredam efek free surface akan meningkatkan survival ratio benih ikan selama transportasi dan mencegah menurunnya kualitas stabilitas kapal.
(28)
1.6 Kerangka Pemikiran
Kapal pengangkut benih ikan kerapu merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan benih ikan di lokasi budidaya pembesaran ikan kerapu yang tersebar luas di wilayah Indonesia, terutama yang berada di pulau-pulau kecil yang sulit diakses melalui jalur darat maupun udara. Penggunaan kapal pengangkut khusus tersebut diharapkan dapat mengangkut benih ikan kerapu dalam jumlah yang besar dan dengan tingkat survival ratio yang tinggi.
KPIH ‘Opened hull’ diduga dapat dijadikan sebagai moda angkutan benih ikan kerapu yang berukuran kecil. Akan tetapi dengan rendahnya tingkat survival ratio
benih ikan yang diangkut dengan menggunakan KPIH ‘Opened hull’, maka perlu dilakukan modifikasi terhadap KPIH ‘Opened hull’. Sebelum modifikasi dilakukan terhadap KPIH ‘Opened hull’, maka dalam penelitian ini akan dilakukan kajian risiko terhadap KPIH ‘Opened hull’. Risiko yang akan dikaji adalah jenis risiko operasional yang terkait dengan tujuan transportasi ikan yaitu mempertahankan kualitas hidup ikan selama transportasi. Oleh karena itu, risiko yang akan dikaji adalah risiko yang berkaitan dengan risiko operasional sistem pemeliharaan benih ikan di dalam kapal.
Hasil kajian risiko tersebut diharapkan dapat menentukan tingkat risiko KPIH
‘Opened hull’ apabila digunakan sebagai moda transportasi benih ikan kerapu
berukuran kecil (TL kurang dari 7 cm). Setelah tingkat risiko diketahui, maka diharapkan langkah mitigasi risiko dapat ditetapkan berdasarkan jenis dampak dan probabilitas yang mengakibatkan tingginya risiko pada KPIH ‘Opened hull’. Agar langkah mitigasi risiko benar-benar dapat diterapkan sebagai acuan dalam memodifikasi KPIH ‘Opened hull’, maka perlu dilakukan kajian dan ujicoba terhadap setiap langkah mitigasi yang telah ditetapkan. Barulah kemudian desain KPIH yang sesuai untuk mengangkut benih ikan kerapu berukuran kecil dapat diwujudkan.
Secara sistematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
(29)
Gambar1 Kerangka pemikiran.
Solusi bagi permasalahan KPIH ‘Opened hull’: Kebutuhan benih ikan kerapu dalam jumlah banyak, ukuran
dan waktu yang tepat serta biaya yang murah
Permasalahan yang terkait dengan transportasi benih ikan kerapu bebek berukuran kecil:
Moda transportasi benih ikan untuk jumlah besar, jarak jangkauan yang luas dan risiko kematian benih ikan yang rendah belum ada
Lokasi budidaya pembenihan dan pembesaran ikan kerapu berjauhan
Moda angkutan ikan ukuran konsumsi dalam jumlah yang besar adalah: KPIH ‘Opened hull’
Memodifikasi KPIH ‘Opened hull’ berdasarkan langkah mitigasi risiko
Permasalahan KPIH ‘Opened hull’: rendahnya survival ratio ikan selama transportasi. Diduga disebabkan karena:
4) Sistem sirkulasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air laut belum sesuai dengan kebutuhan benih ikan,
5) Ketersediaan ruang gerak benih ikan belum optimal dikarenakan densitas benih ikan yang optimal belum ditetapkan
6) Desain palka yang ada belum mampu meredam efek free surface yang akan terjadi pada saat kapal melakukan gerakan rolling
Mulai
Selesai
Rancangan umum KPIH khusus benih ikan
Kajian risiko terhadap KPIH ‘Opened hull’
Penilaian tingkat risiko Risiko tinggi ? Menentukan langkah mitigasi Kajian mitigasi risiko Ya Tidak Penilaian ulang tingkat risiko Risiko tinggi ? Ya Tidak
(30)
3
METODE PENELITIAN
3.1 Tahapan, Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Tahapan penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap sebagaimana terlihat pada Gambar 11. Pada Gambar 11 terlihat bahwa penelitian diawali dengan mengkaji tingkat risiko transportasi benih ikan sistem terbuka dengan menggunakan kapal pengangkut ikan hidup (KPIH) yang ada saat ini, yaitu KPIH ‘Opened hull’ apabila digunakan sebagai kapal pengangkut benih ikan berukuran kecil yaitu antara 5 – 7 cm (TL). Dalam pembahasan selanjutnya, untuk mempersingkat penulisan, maka istilah benih ikan kerapu bebek berukuran kecil yaitu antara 5 – 7 cm (TL) hanya disebut dengan istilah ‘benih ikan’. KPIH ‘Opened hull’ menerapkan sistem sirkulasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air di dalam palka. Kondisi ini mengakibatkan pada bagian bawah badan kapal terdapat lubang inlet untuk memasukkan air laut dari luar badan kapal ke dalam kapal dan lubang outlet untuk mengeluarkan air laut dari dalam kapal ke luar badan kapal. Apabila dari hasil kajian tingkat risiko menunjukkan bahwa KPIH
‘Opened hull’ memiliki risiko yang tinggi terhadap kematian benih ikan, maka untuk
selanjutnya akan ditetapkan langkah mitigasi untuk mengurangi tingkat risiko kematian benih ikan. Tahap berikutnya adalah tahap kajian terhadap setiap langkah mitigasi yang disarankan. Setelah kajian langkah mitigasi, untuk selanjutnya kembali dilakukan kajian ulang risiko terhadap setiap hasil kajian langkah mitigasi tersebut. Apabila dari hasil kajian ulang tingkat risiko menunjukkan terjadinya penurunan tingkat risiko hingga tingkat risiko rendah, maka barulah untuk selanjutnya dibuat desain KPIH khusus untuk mengangkut benih ikan.
(31)
Gambar 11 Tahapan penelitian.
3.1.2 Waktu dan tempat penelitian
Keseluruhan tahap penelitian sebagaimana dipaparkan dalam sub bab 3.1.1, dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu mulai bulan Oktober 2009 hingga Juli 2010.
Mulai
Kajian risiko kapal pengangkut ikan hidup (KPIH) ‘Opened Hull’
Risiko tinggi ?
Selesai Menentukan langkah
mitigasi risiko
Kajian mitigasi risiko
Risiko tinggi ?
Pembuatan rancangan umum KPIH hasil mitigasi risiko Ya
Ya
Tidak Tidak
Penilaian ulang tingkat risiko Penilaian tingkat risiko
(32)
Adapun tempat penelitian dilakukan di beberapa tempat berdasarkan kebutuhan dalam pelaksanaan tahap penelitian. Tempat penelitian tersebut adalah:
1) PPP Muara Angke dan Stasiun Kelautan IPB-Ancol di Jakarta dan PPN Palabuhanratu di Sukabumi untuk tempat melaksanakan survei lapang guna mendapatkan informasi tentang transportasi benih ikan kerapu bebek dan ikan kerapu bebek ukuran konsumsi,
2) Laboratorium Desain dan Dinamika Kapal, Bagian Kapal dan Transportasi Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB untuk tempat melaksanakan wawancara jarak jauh dengan para pelaku transportasi benih ikan kerapu bebek dan budidaya ikan kerapu bebek, eksperimen dan simulasi, serta
3) Laboratorium Sistem dan Teknologi, Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB untuk tempat melaksanakan uji coba ketahanan hidup benih ikan kerapu bebek.
Selanjutnya paparan tentang alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, jenis dan metode pengumpulan data serta pengolahan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, dipaparkan berdasarkan tahap penelitian sebagaimana terlihat pada Gambar 11.
3.2 Kajian Risiko KPIH ‘Opened Hull’ dan Kajian Ulang Hasil Mitigasi Risiko KPIH ‘Opened Hull’
3.2.1 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan terdiri dari: alat tulis, tape recorder dan
personal computer (PC). Adapun bahan yang digunakan adalah berupa lembar
kuesioner yang dibutuhkan saat melakukan wawancara.
3.2.2 Jenis dan metode pengumpulan data
Jenisdata yang dibutuhkan adalah:
1) Sumber risiko KPIH ‘Opened hull’ terhadap survival ratio benih ikan kerapu bebek,
(33)
2) Jenis dan kriteria dampak terhadap risiko pengoperasian KPIH ‘Opened hull’ dan hasil kajian mitigasi KPIH ‘Opened hull’,
3) Jenis dan kriteria probabilitas terhadap risiko pengoperasian KPIH ‘Opened hull’ dan hasil kajian mitigasi KPIH ‘Opened hull’
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi literatur. Wawancara dilakukan terhadap para pelaku yang berkaitan dengan masalah transportasi ikan hidup jenis kerapu bebek (Cromileptes altivelis) baik yang menggunakan KPIH
‘Opened hull’ maupun tidak. Adapun studi literatur dilakukan melalui internet dan
perpustakaan.
3.2.3 Pengolahan dan analisis data
Data-data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi. Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah secara deskriptif.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis risiko dengan tahapan sebagaimana disajikan pada Gambar 12.
Penilaian dampak dan probabilitas dilakukan secara kualitatif (Ramli, 2010). Penilaian secara kualitatif dapat dilakukan jika ketidakpastian tinggi serta data-data yang tersedia terbatas atau tidak lengkap. Dalam pengkajian tingkat risiko pada KPIH
‘Opened hull’ sebagai moda transportasi ikan hidup dalam phase benih, data-data
belum tersedia. Hal ini dikarenakan data tentang kematian benih ikan selama transportasi tidak pernah dibukukan. Dalam penentuan nilai dampak secara kualitatif, penilaian dilakukan dalam bentuk kata, yaitu dampak ringan (nilai 1), sedang (nilai 2) dan besar (nilai 3). Adapun penilaian probabilitas secara kualitatif dilakukan dalam bentuk kata jarang terjadi (nilai 1), kadang terjadi (nilai 2) dan sering terjadi (nilai 3).
Penilaian risiko adalah dengan menggunakan tabel analisis risiko sebagaimana tertera pada Gambar 13.
(34)
Gambar 12 Tahapan analisis risiko pada kajian risiko KPIH ‘Opened hull’.
Identifikasi sumber risiko
Identifikasi jenis dan kriteria dampak yang menyebabkan tingginya tingkat risiko
Penilaian dampak dan probabilitas penyebab tingginya tingkat risiko
Penilaian tingkat risiko (R): R = dampak × probabilitas
Identifikasi jenis dan kriteria probabilitas yang menyebabkan tingginya tingkat risiko
Risiko tinggi? Mulai
Selesai
Penentuan langkah mitigasi risiko
Tidak dilakukan langkah mitigasi risiko
Ya
(35)
Gambar 13 Tabel analisis risiko.
Padat Gambar 13 terlihat bahwa untuk nilai risiko antara 1 – 2 adalah risiko sedang (Rr), nilai risiko antara 3 – 4 adalah risiko sedang (Rs) dan nilai risiko antara 6 – 9 adalah risiko tinggi (Rt).
3.3 Kajian Mitigasi Risiko (Berdasarkan Sumber Risiko) 3.3.1 Sumber risiko: desain palka
Kajian terhadap desain palka akan dilakukan secara bertahap, yaitu: (1) Kajian desain palka tahap pertama:
Pengujian terhadap dua model palka yang berbeda bentuk, yaitu bentuk kotak dan silinder (Gambar 14a dan 14b). Kedua bentuk palka tersebut adalah merupakan bentuk umum bak pemeliharaan benih ikan yang biasa digunakan dalam budidaya pembenihan. Tahapan pertama ini dilakukan untuk mengkaji efek free surface pada kedua bentuk palka yang berbeda tersebut. Keluaran yang diharapkan adalah menentukan bentuk palka dengan efek free surface yang paling rendah.
(2) Kajian desain palka tahap kedua:
Pengujian terhadap dua model palka yang memiliki bentuk yang sama, yaitu bentuk model palka yang dianggap memiliki efek free surface terkecil berdasarkan hasil kajian tahap pertama. Berdasarkan hasil kajian pertama, bentuk model palka dengan efek free surface terkecil adalah model palka berbentuk kotak. Sehingga pada tahap kedua ini, efek free surface akan dikaji lebih lanjut pada model palka berbentuk kotak. Akan tetapi pada salah satu model palka kotak dilengkapi dengan sirip peredam (Gambar 14). Tahap kedua ini dilakukan untuk mengkaji efek free surface pada kedua
1 2 3
1 1 2 3
2 2 4 6
3 3 6 9
Keterangan:
Risiko rendah (Rr) Risiko sedang (Rs) Risiko tinggi (Rt)
Probabilitas
D
am
p
ak
(36)
model palka yang tidak dilengkapi dengan sirip peredam maupun yang dilengkapi dengan sirip peredam. Keluaran yang diharapkan adalah untuk mengetahui pengaruh pemasangan sirip peredam terhadap efek free surface yang terjadi.
(1) Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada kedua tahap penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Alat dan bahan kajian desain palka
No Jenis alat yang digunakan Tahap penelitian
pertama kedua
1. Satu buah model palka berbentuk silinder, dengan ukuran diameter 25 cm dan tinggi 30 cm (Gambar 14a)
√ -
2. Satu buah model palka berbentuk kotak, dengan ukuran
p × l × t = (25 × 25 × 25) cm3 (Gambar 14b)
√ √
3. Satu buah model palka berbentuk kotak, dengan ukuran
p × l × t = (25 × 25 × 25) cm3 yang dilengkapi dengan sirip peredam yang dipasang di sekeliling dinding dalam model palka. Lebar sirip peredam sebesar 2 cm (Gambar 15)
- √
4. Peranti jungkat-jungkit untuk memberikan dampak
gerakan rolling kapal (Gambar 16)
√ √
5. Video camera √ √
6. Stopwatch √ √
Bahan yang digunakan dalam kedua tahap penelitian tersebut adalah: air laut dan zat perwarna merah. Pemberian warna pada air yang dimasukkan ke dalam model palka adalah agar lebih jelas profil permukaan air saat model palka digerakkan.
(37)
(a) (b)
Gambar 14 Model palka silinder dan kotak tanpa sirip peredam.
Sirip peredam
Gambar 15 Model palka kotak dengan sirip peredam.
(a) Tampak samping atas (b) Tampak depan
Gambar 16 Piranti jungkat-jungkit.
25 cm
25 cm
25 cm 30 cm
25 cm
25 cm 25 cm
25 cm 15 cm
(38)
(2) Jenis dan metode pengumpulan data
Jenis data yang dikumpulkan dalam kedua tahap penelitian terdiri dari:
1) Profil permukaan air saat terjadi rolling,
2) Profil permukaan air selama ± 1,0 detik mulai saat kapal kembali tegak setelah terjadi gerakan rolling,
3) Waktu redam, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh permukaan air untuk kembali tenang yang dihitung mulai saat palka kembali tegak setelah terjadi gerakan
rolling.
Pengumpulan data dalam kedua tahap penelitian dilakukan dengan cara eksperimen. Selanjutnya pelaksanaan eksperimen pada kedua tahap kajian adalah sama. Pada langkah awal, ke dalam model palka yang akan dikaji dimasukkan air laut yang telah diberi warna merah. Ketinggian air pada model palka kotak adalah 15 cm. Ketinggian air tersebut ditetapkan berdasarkan batas maksimal air akan keluar saat model palka diolengkan hingga sudut 10º berdasarkan hasil pra-eksperimen. Khusus untuk model palka silinder, ketinggian air tergantung pada volume air yang dimasukkan. Dimana volume air yang dimasukkan adalah sebanyak volume air laut yang terdapat di dalam model palka kotak, yaitu sebanyak 9,04 liter. Selanjutnya kedua palka yang akan diuji diletakkan di atas piranti jungkat-jungkit. Peletakkan model palka pada piranti jungkat-jungkit adalah sesuai dengan tahap kajian, dimana pada kajian desain palka tahap pertama, model palka yang diletakkan di atas jungkat-jungkit adalah model palka kotak tanpa sirip peredam dan model palka silinder. Adapun pada kajian desain palka tahap kedua, model palka yang diletakkan di atas jungkat-jungkit adalah model palka kotak tanpa sirip peredam dan model palka kotak yang telah dipasang sirip peredam. Posisi penempatan kedua model palka yang akan dikaji, disajikan pada Gambar 17a dan 17b. Kemudian, untuk selanjutnya piranti jungkat-jungkit tersebut dimiringkan ke kanan dan ke kiri selayaknya gerakan rolling yang terjadi pada kapal. Kemiringan jungkat-jungkit ± 10º ke kiri dan kanan dengan periode rolling 2 detik. Pengambilan data dilakukan dengan 10 kali ulangan. Khusus untuk model palka kotak yang dilengkapi dengan sirip peredam, sirip peredam dipasang tepat pada ketinggian 15 cm, sehingga posisi sirip peredam adalah tepat di permukaan air laut yang akan dimasukkan ke dalam model palka.
(39)
(a) Tahap pertama
(b) Tahap kedua
Gambar 17 Posisi kedua palka di atas piranti jungkat-jungkit saat eksperimen berdasarkan tahap kajian
(3) Pengolahan dan analisis data
Pengolahan data dilakukan secara numerik, dengan terlebih dahulu merubah garis air yang terdapat pada dinding model palka dalam format foto menjadi grafik garis air. Contoh ilustrasi garis pada profil permukaan air di dalam model palka serta penempatan garis profil tersebut pada grafik, disajikan pada Gambar 18. Selanjutnya akan dihasilkan profil kemiringan permukaan air dan profil permukaan air setelah terjadi rolling dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diukur sudut kemiringan permukaan air (º) dan ketinggian riak yang timbul di permukaan air (mm).
Analisis data dilakukan secara komparatif dan uji statistik. Perbandingan dilakukan antara profil kemiringan permukaan air dan profil permukaan air setelah terjadi rolling baik pada model palka kotak dengan model palka silinder dan model palka kotak tanpa sirip peredam dengan model palka kotak yang dilengkapi dengan sirip peredam.
Tanpa sirip peredam
Dengan sirip peredam
Sirip peredam Model palka
kotak
Model palka silinder
(40)
Keterangan: a = garis air pada model palka tanpa sirdam b = garis air pada model palka dengan sirdam
Gambar 18 Ilustrasi pembuatan profil permukaan garis air.
Pengujian secara statistik dilakukan dengan terlebih dahulu data ulangan dari setiap perlakuan diuji kenormalannya dengan menggunakan uji satu-contoh Kolmogorov-Smirnov. Perlakuan yang diuji adalah perbedaan desain model palka, yaitu antara model palka kotak dengan model palka silinder dan antara model palka kotak yang tidak dilengkapi sirip peredam dengan model palka yang dilengkapi sirip peredam. Apabila dari hasil uji kenormalan data, menunjukkan data menyebar normal, maka dilakukan uji anova dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel and Torrie, 1995).
3.3.2 Sumber risiko: sistem pemeliharaan kualitas air
Kajian ini dilakukan secara eksperimen dengan jenis perlakuan adalah sistem pemeliharaan kualitas air yang terdiri dari: sistem aerasi, sistem resirkulasi dan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi. Dalam pelaksanaan eksperimen, ke dalam tiap model palka dimasukkan air laut sebanyak 9,04 liter dari sumber yang sama. Bentuk model palka yang digunakan adalah model palka kotak yang dilengkapi dengan sirip peredam. Penggunaan desain palka tersebut adalah berdasarkan hasil kajian pada tahap sebelumnya, yaitu kajian sumber risiko yang berasal dari desain palka. Dalam eksperimen ini, ke dalam model palka belum dimasukkan benih ikan, jadi hanya berisi air laut saja.
(41)
(1) Alat dan bahan
Alat yang dibutuhkan dalam tahap penelitian ini adalah:
1) Model palka berbentuk kotak yang dilengkapi dengan sirip peredam, dengan ukuran p × l × t = (25 × 25 × 25) cm3 (Gambar 15). Model palka yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sama dengan model palka yang digunakan dalam kajian mitigasi dengan sumber risiko adalah desain palka.
2) Video camera
3) DO meter
4) Refraktometer
5) pH meter
6) termometer air (water thermometer)
7) Instalasi sistem pemeliharaan kualitas air, yang terdiri dari:
- aerator
- Air stone dan selang instalasi udara
- sistem filter (karbon aktif, gravel dan dacron) (Gambar 19)
(42)
Keterangan: arah aliran air di dalam bak filter
Gambar 19 Bak filter dan arah aliran air di dalamnya.
Filter yang digunakan terdiri dari filter fisik yaitu dacron dan filter kimia yaitu karang (gravel) dan arang karbon.
(2) Jenis dan metode pengumpulan data
Jenis data yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan kajian adalah:
1) Jumlah oksigen terlarut pada setiap perlakuan (sistem aerasi, sistem resirkulasi dan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi) (mg O2/liter)
2) Suhu air laut pada setiap perlakuan (sistem aerasi, sistem resirkulasi dan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi) (ºC)
3) Nilai ph air laut pada setiap perlakuan (sistem aerasi, sistem resirkulasi dan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi)
4) Konsentrasi NH3 un-ionized dalam air laut pada setiap perlakuan (sistem aerasi,
sistem resirkulasi dan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi) (mg/liter)
Berdasarkan kajian pustaka (FishVet.Inc, 2000), oksigen terlarut dan suhu air adalah merupakan faktor fisik lingkungan yang dapat mengakibatkan ikan terkena dampak stres. Adapun nilai pH dan NH3un-ionized adalah merupakan faktor kimia lingkungan
yang dapat mengakibatkan ikan terkena dampak stres. Sebenarnya selain keempat faktor yang diukur dalam eksperimen ini, masih terdapat faktor-faktor lainnya yang dapat mengakibatkan ikan terkena dampak stres. Akan tetapi, berdasarkan faktor
ke model palka
dari model palka karang dacron
arang karbon
pompa air
(43)
penyebab kematian ikan dalam transportasi sebagaimana yang tertera dalam Delince et al (1987), hanya keempat faktor itu saja yang menjadi faktor penyebab kematian ikan dalam transportasi.
Selain suhu air laut, pengukuran suhu juga dilakukan terhadap suhu ruangan. Pengukuran faktor fisik dan kimia air laut (kecuali konsentrasi NH3 un-ionized) di
dalam model palka dan suhu ruang dilakukan setiap empat jam sekali selama 24 jam. Pengukuran selama 24 jam ini dimaksudkan untuk melihat kondisi kestabilan ketiga parameter yang diukur. Khusus untuk pengukuran NH3 un-ionized, diperoleh melalui
pengambilan contoh air dari masing-masing model palka setiap 8 jam sekali selama 24 jam pengamatan, yaitu di awal, tengah dan akhir pengamatan.
Desain percobaan dengan sistem pemeliharaan kualitas air sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 20 - Gambar 22.
(a) Tampak samping (b) Tampak atas
Gambar 20 Model palka yang dilengkapi dengan sistem aerasi. aerator aerator
air stone
aerator
(44)
(a) Tampak samping
(b) Tampak atas
Gambar 21 Model palka yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi. Model palka Bak filter
Pipa inlet
Pipa outlet
Model palka Bak filter
Pipa outlet
(45)
(a) Tampak samping
(b) Tampak atas
Gambar 22 Model palka yang dilengkapi dengan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi.
Model palka Bak filter
Pipa inlet
Pipa outlet
aerator
Air stone
Model palka Bak filter
Pipa outlet
Pipa inlet
Model palka
(46)
(3) Pengolahan dan analisis data
Data konsentrasi oksigen terlarut, pH, suhu air, NH3 un-ionized dan suhu ruang
selama 24 jam atau 1 hari pengamatan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Selanjutnya data-data tersebut diolah secara matematis untuk mendapatkan nilai kisaran dan rata-rata.
Analisis data dilakukan secara komparatif dan uji statistik. Perbandingan dilakukan antara hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut, pH, suhu air pada ketiga sistem pemeliharaan kualitas air yang dikaji. Untuk uji statistik, terlebih dahulu data ulangan dari setiap perlakuan diuji kenormalannya dengan menggunakan uji satu-contoh Kolmogorov-Smirnov. Perlakuan yang diuji adalah sistem aerasi, sistem resirkulasi dan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi. Apabila dari hasil data menyebar normal, maka dilakukan uji anova dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun untuk menentukan sistem pemeliharaan yang lebih baik di antara ketiga sistem tersebut, digunakan uji Tukey (Beda Nyata Jujur) (Steel and Torrie, 1995).
3.3.3 Sumber risiko: densitas benih ikan
Kajian yang dilakukan untuk menentukan densitas benih ikan dilakukan dengan menggunakan persamaan matematik. Prinsip penentuan densitas benih ikan adalah berdasarkan kebutuhan konsumsi oksigen per individu ikan serta ketersediaan oksigen terlarut di dalam air. Oleh karena itu, sebelum ditentukan densitas benih ikan dalam suatu volume air, maka terlebih dahulu dilakukan eksperimen untuk mendapatkan tingkat konsumsi benih ikan kerapu bebek. Benih ikan kerapu bebek yang diukur tingkat konsumsi oksigennya adalah benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) berukuran panjang badan total (Total Length/TL) antara 5 – 7 cm.
Sistem pengukuran konsumsi oksigen benih ikan adalah dengan mengukur konsentrasi oksigen terlarut dalam tabung respirometer. Perlakuan yang dilakukan adalah berupa perbedaan kondisi pengukuran, yaitu:
Kondisi 1: pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada tabung respirometer yang tidak berisi benih ikan (Kondisi kosong, Kk)
(47)
Kondisi 2: pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada tabung respirometer yang berisi 1 ekor benih ikan (individu ikan= Ii), dan
Kondisi 3: pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada tabung respirometer yang berisi 3 ekor benih ikan (Ikan berkelompok= Ik)
Sebelum dilakukan pengukuran, sebanyak 80 ekor benih ikan kerapu bebek dimasukkan ke dalam akuarium yang berukuran p × l × t = (60 × 30 × 30) cm3 yang diisi air laut hingga ketinggian 20 cm. Salinitas dan suhu air laut yang terukur adalah sebesar 30 ‰ (1,022 ton/m3) dan ± 28 ºC. Pengkondisian benih ikan kerapu di dalam akuarium tersebut dilakukan selama satu minggu.
Pengukuran kondisi kosongdimaksudkan sebagai koreksi terhadap pengurangan konsentrasi oksigen terlarut yang diakibatkan oleh respirasi ikan dan bukan organisme hidup lainnya yang mungkin saja terdapat di dalam tabung respirometer tersebut. Adapun penggunaan tiga ekor benih ikan pada pengukuran kondisi 3 (yaitu kondisi ikan kelompok = Ik) adalah mengacu pada kepadatan benih ikan kerapu saat pengkondisian
di akuarium penampungan sebelum eksperimen dilakukan, yaitu sebesar 1,67 ekor/liter.
Pengukuran konsumsi oksigen ikan pada perlakuan Ii dan Ik dilakukan
masing-masing sebanyak tiga kali ulangan. Lamanya waktu setiap pengukuran konsumsi oksigen benih ikan adalah 2 jam, dengan setiap 5 menit sekali dilakukan pengambilan data yang terdiri dari DO, suhu air laut, pH dan suhu ruang. Setiap benih ikan yang akan dimasukkan ke dalam tabung respirometer, dipuasakan terlebih dahulu minimal selama 24 jam. Pemuasaan ini dimaksudkan untuk mengosongkan usus benih ikan, sehingga selama pengukuran tidak ada muntahan makanan yang akan mencemari air laut di dalam tabung respirometer. Pemuasaan ini juga dilakukan pada proses transportasi benih ikan yang ada saat ini. Dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian Yamin dan Palinggi (2007), bahwa jumlah muntahan ikan paling banyak terjadi saat ikan setelah 9 jam makan. Selanjutnya jumlah muntahan cenderung menurun seiring dengan semakin lama waktu setelah pemberian pakan. Bahkan sampai 24 jam setelah makan masih ditemukan ikan yang muntah walaupun volume muntahannya tidak sebanyak waktu-waktu sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa sampai 24 jam setelah makan, pada lambung ikan masih terdapat sejumlah sisa pakan dan belum seluruhnya dicerna dalam usus.
(48)
(1) Alat dan bahan
Alat yang digunakan terdiri atas: 1 unit respirometer (closed hull) (Gambar 23), yang terdiri dari:
- dua buah tabung kaca yang masing-masing tabung berukuran 2,04 liter, yang selanjutnya ke dalam kedua tabung tersebut diisi penuh dengan air laut
- DO meter, merk Lutron: tipe YK-2001PH (1 unit)
- Waterpump dengan kekuatan: 400 liter/jam (water flow) (1 unit)
- Aerator (1 unit)
- Selang dengan ukuran diamater sebesar 5 mm
- 1 unit video recorder
Bahan yang digunakan terdiri dari air laut dan benih ikan kerapu bebek berukuran antara 5 – 7 cm (TL) (Gambar 24). Benih ikan yang digunakan dalam setiap pengukuran konsentrasi oksigen terlarut diambil secara acak dari dalam aquarium yang berisi 80 ekor benih ikan kerapu bebek berukuran antara 5 – 7 cm (TL). Pada setiap pengukuran konsentrasi oksigen terlarut menggunakan benih ikan yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar kondisi awal setiap benih ikan yang diukur adalah sama.
Keterangan: arah aliran air
Gambar 23 Respirometer (closed hull) Tutup
tabung
Tabung respirometer
(49)
Gambar 24 Benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis).
Klasifikasi kerapu bebek (Cromileptes altivelis) (Valenciennes, 1828 dalam Froese and Pauly, 2000):
Kingdom: Animalia Phylum: Chordata
Class: Actinopterygii Ordo: Perciformes
Family: Serranidae Genus: Cromileptes
Species: Cromileptes altivelis
(2) Jenis dan metode pengumpulan data
Data yang dikumpulkan berasal dari hasil pengukuran konsumsi oksigen benih ikan kerapu bebek saat sendirian (Ii) dan tidak sendirian (Ik) selama pengukuran. Data
tersebut adalah:
1) Konsentrasi oksigen terlarut (DO) dalam air (mg O2/liter)
2) Kandungan NH3un-ionized (mg/liter) dalam air saat awal dan akhir pengukuran
3) Suhu air laut dalam respirometer (ºC)
4) Nilai pH
(1)
Lampiran 6 Uji statistik terhadap nilai DO sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling
(a) DO Tidak ada Ikan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sesudah Sebelum
N 10 10
Normal Parametersa,,b Mean 6.4500 6.7200 Std. Deviation .37491 .33928 Most Extreme
Differences
Absolute .155 .176
Positive .125 .127
Negative -.155 -.176
Kolmogorov-Smirnov Z .492 .558
Asymp. Sig. (2-tailed) .969 .914
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Paired Samples Test
Paired Differences
t t-tab df
Sig. (2-tailed) Mean
Std. Deviatio
n
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair
1
Sebelum -
Sesudah
.2700 0
.20028 .06333 .1267 3
.41327 4.26 3
2.26 2
9 .002
Karena nilai sig (2-tailed)<0,05 atau thit >ttab,maka ada perbedaan nyata pada nilai DO sebelum dan sesudah simulasi rolling.
(2)
Lampiran 6 (Lanjutan)
(b) DO ada ikan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sesudah Sebelum
N 10 10
Normal Parametersa,,b Mean 6.4500 6.7200 Std. Deviation .37491 .33928 Most Extreme
Differences
Absolute .155 .176
Positive .125 .127
Negative -.155 -.176
Kolmogorov-Smirnov Z .492 .558
Asymp. Sig. (2-tailed) .969 .914
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Paired Samples Test
Paired Differences
t t-tab df
Sig. (2-tailed) Mean
Std. Deviati
on
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1 Sebelum
-
Sesudah
-.04000 .16733 .07483 -.24777 .16777 -.535 2.77 6
4 .621
Karena nilai sig (2-tailed)>0,05 atau thit <ttab,maka tidak ada perbedaan nyata pada nilai DO sebelum dan sesudah simulasi rolling.
(3)
Lampiran 7 Simulasi kondisi muatan KPIH ‘Closed hull’
(1) Analisis muatan: Kondisi 'Full FS'
Item Name
Quantity
Weight (Ton)
Long. arm (m)
Vert. arm (m)
Trans. Arm
(m)
Kasko 1 18 0,041 0,7 0
Mesin 1 1 -4 0,5 0
P1 80% 3 -2,834 1,155 -0,834
P2 80% 3 -2,834 1,155 0,834
P3 80% 3,384 -0,745 1,119 -0,878
P4 80% 3,384 -0,745 1,119 0,878
P5 80% 3,385 1,344 1,117 -0,875
P6 80% 3,385 1,344 1,117 0,875
P7 80% 2,724 3,331 1,135 -0,822
P8 80% 2,724 3,331 1,135 0,822
Tandon 80% 2,001 5,267 1,155 -0,571
Filter 100% 1,893 5,26 0,799 0,571
BBM kanan 100% 0,944 -5,483 1,056 0,623
BBM Kiri 100% 0,944 -5,483 1,056 -0,623
Total
Weight= 49,77 LCG=0,243 VCG=0,948
TCG=-0,000 (2) Analisis muatan: Kondisi 'FS-Sirdam'
Item Name
Quantity
Weight (Ton)
Long. arm (m)
Vert. arm (m)
Trans. Arm
(m)
Kasko 1 18 0,041 0,7 0
Mesin 1 1 -4 0,5 0
P1 80% 3,002 -2,834 1,155 -0,834
P2 80% 3,002 -2,834 1,155 0,834
P3 100% 3,279 1,342 0,767 -0,837
P4 100% 3,279 1,342 0,767 0,837
P5 80% 3,386 -0,745 1,118 -0,878
P6 80% 3,386 -0,745 1,118 0,878
P7 80% 2,727 3,331 1,135 -0,822
P8 80% 2,727 3,331 1,135 0,822
Tandon 100% 1,893 5,26 0,799 0,571
Filter 80% 2,002 5,267 1,155 -0,571
BBM kanan 100% 0,944 -5,483 1,056 0,623
BBM Kiri 100% 0,944 -5,483 1,056 -0,623
Total
Weight= 49,57 LCG=0,238 VCG=0,901
TCG=-0,000
(4)
Lampiran 7 (Lanjutan)
(3) Analisis muatan: Kondisi 'Tanpa FS'
Item Name
Quantity
Weight (Ton)
Long. arm (m)
Vert. arm (m)
Trans. Arm
(m)
Kasko 1 18 0,041 0,7 0
Mesin 1 1 -4 0,5 0
P1 100% 2,852 -2,818 0,806 -0,777
P2 100% 2,852 -2,818 0,806 0,777
P3 100% 3,279 1,342 0,767 -0,837
P4 100% 3,279 1,342 0,767 0,837
P5 100% 3,278 -0,741 0,771 -0,838
P6 100% 3,278 -0,741 0,771 0,838
P7 100% 2,611 3,326 0,785 -0,779
P8 100% 2,611 3,326 0,785 0,779
Filter 80% 2,237 5,26 0,833 -0,517
Tandon 100% 2,001 5,26 0,799 0,571
BBM kanan 100% 0,944 -5,483 1,056 0,623
BBM Kiri 100% 0,944 -5,483 1,056 -0,623
Total
Weight= 49,17 LCG=0,248 VCG=0,764
TCG=-0,000
(5)
Lampiran 8 Simulasi perhitungan ongkos angkut per benih ikan kerapu (Bali – Kepulauan Seribu, Jakarta)
(A) Transportasi tertutup (1 kotak = maksimal 360 ekor benih ikan (ukuran 5 – 7 cm TL)):
Estimasi perhitungan untuk pengangkutan 195.400 ekor benih ikan kerapu Jenis Moda
Kebutuhan penempatan kotak pada moda
Jumlah
kotak Jumlah trip
Biaya
transportasi Keterangan
Volume Luas
Pesawat 45,612 m3 12 m2 150 4
48.870.000 Rp. 90.000,-/kotak
Ditumpuk maks 3 kotak dan maks 150 kotak/trip
Mobil bak
terbuka 4,704 m3 4,8 m2 60 10
4.000.000 Rp. 400.000,-/trip
Maks. 60 kotak/trip
Kuli angkut 0,672 m3 0,336 m2 543 67
4.072.500 Rp. 7.500,-/kotak
Kapal 25,2 m3 24 m2 300 2
8.145.000 Rp. 15.000,-/kotak
Maks. 300 kotak/trip
Total biaya transport untuk 195.400 ekor benih ikan (Rp):
65.087.500
(6)
Lampiran 8 (Lanjutan)
(B) Transportasi terbuka dengan menggunakan KPIH ‘Closed system’ (195.400 ekor/perjalanan)
Ongkos angkut per benih berdasarkan simulasi harga sewa kapal
Simulasi Sewa Kapal Operasional* Keuntungan Pemilik kapal** ABK** Jumlah benih Ongkos/benih
(Rp/trip) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (ekor) (Rp/ekor)
1 25.000.000 23.226.363 1.773.637 886.819 886.819 195.400 128 2 30.000.000 23.226.363
6.773.637 3.386.819
3.386.819 195.400 154 3 35.000.000 23.226.363
11.773.637 5.886.819
5.886.819 195.400 179 4 40.000.000 23.226.363
16.773.637 8.386.819
8.386.819 195.400 205 5 45.000.000 23.226.363
21.773.637 10.886.819
10.886.819 195.400 230 6 50.000.000 23.226.363
26.773.637 13.386.819
13.386.819 195.400 256 7 55.000.000 23.226.363
31.773.637 15.886.819
15.886.819 195.400 281 Keterangan: *
terdiri dari BBM, solar, akomodasi awak dan investasi kapal **