Diplomasi Kebudayaan Republic Of Korea Melalui Film Dan Drama: Pencapaian Kepentingan Citra Dan Ekonomi Republic Of Korea Di Indonesia

(1)

i Skripsi

DIPLOMASI KEBUDAYAAN REPUBLIC OF KOREA MELALUI FILM

DAN DRAMA:

PENCAPAIAN KEPENTINGAN CITRA DAN EKONOMI REPUBLIC OF

KOREA DI INDONESIA

Disusun Oleh: NOOR RAHMAH YULIA

(108083000080)

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Skripsi yang Berjudul:

DIPLOMASI KEBUDAYAAN REPUBLIC OF KOREA DI INDONESIA MELALUI FILM DAN DRAMA:

PENCAPAIAN KEPENTINGAN CITRA DAN EKONOMI REPUBLIC OF KOREA DI INDONESIA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 Desember 2013


(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa: Nama : Noor Rahmah Yulia

NIM : 108083000080

Program Studi : Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

“DIPLOMASI KEBUDAYAAN REPUBLIC OF KOREA DI INDONESIA MELALUI FILM DAN DRAMA:

PENCAPAIAN KEPENTINGAN CITRA DAN EKONOMI REPUBLIC OF KOREA DI INDONESIA”

Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, November 2013

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing,

Kiky Rizky, M.Si Teguh Santosa, MA NIP. 197303212008011002


(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI

DIPLOMASI KEBUDAYAAN REPUBLIC OF KOREA DI INDONESIA MELALUI FILM DAN DRAMA:

PENCAPAIAN KEPENTINGAN CITRA DAN EKONOMI REPUBLIC OF KOREA DI INDONESIA

Oleh

Noor Rahmah Yulia 108083000080

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 November 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Ketua, Sekretaris,

Agus Nilmada Azmi, M.Si Agus Nilmada Azmi, M.Si NIP. 197808042009121002 NIP. 197808042009121002

Penguji I, Penguji II,

Mutiara Pertiwi, MA. Budi Satari, MA.

NIP. 1973032120080110022

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 November 2013.

Ketua Program Studi Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta

Kiky Rizky, M.Si NIP. 197303212008011002


(5)

v ABSTRAK

Skripsi ini menganalisa capain-capaian Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan di Indonesia melalui Film dan Drama. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yakni 1) memaparkan sejarah serta perkembangan kebijakan Korea Selatan terhadap film dan drama. 2) Menganalisis tujuan dilakukan nya diplomasi kebudayaan oleh Korea Selatan terhadap Indonesia melalui film dan drama di Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan, survey dan wawancara. Penelitian menemukan bahwa persoalan diplomasi kebudayaan Korea Selatan ke Indonesia melalui film dan drama relative telah menciptakan persepsi positif masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan. Namun demikian, persepsi positif baru terjadi pada mayoritas masyarakat di pulau jawa, sedangkan belum terjadi di pulau-pulau lainnya. Adapun dalam capaian ekonomi, Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan ke Indonesia melalui Film dan Drama belum mendatangkan keuntungan ekonomi secara menyeluruh, artinya capaian ekonomi Korea Selatan di Indonesia baru didapat dari sektor-sektor yang masih berkaitan erat dengan sektor ekonomi kreatif, seperti sektor pariwisata dan sektor perfilman. Argumen ini dirumuskan melalui tahapan analisa, yaitu dengan melihat komitmen kerjasama kebudayaan Korea Selatan di Indonesia sejak tahun 2000, dan kebijakan pemerintah Korea Selatan terhadap film dan drama, kemudian melihat permasalahan Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan di Indonesia dan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan kerangka teori.

Kerangka Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah Diplomasi Kebudayaan Tulus Warsito dalam konteks negara berkembang serta Shin Seung Jin mengenai strategi diplomasi kebudayaan Korea Selatan ke Indonesia. Selain itu juga digunakan konsep kepentingan nasional. Dari hasil analisa dengan menggunakan kedua konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa Korea Selatan memakai strategi tertentu dalam melakukan diplomasi kebudayaannya pada tiap negara. Indonesia dianggap sebagai negara yang masih membutuhkan strategi pendekatan “Culture” lebih banyak dalam rangka meningkatkan level pemahaman masyarakat Indonesia terhadap negara Korea Selatan. Tujuan ekonomi tetap menjadi prioritas diplomasi kebudayaan Republic of Korea di Indonesia, namun belum menempati porsi sebanyak tujuan “Culture”/pencitraan.

Kata Kunci: Diplomasi Kebudayaan, Kepentingan Nasional, Drama Korea Selatan, Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan kekuatan, juga segala petunjuk dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.

Skripsi ini berjudul judul “Diplomasi Kebudayaan Republic of Korea melalui Film dan Drama: Pencapaian Kepentingan Citra dan Ekonomi Republic of Korea di Indonesia” yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program S1 pada Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bahtiar Effendy, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Kiky Rizky, M. Si., selaku Ketua Program Hubungan Internasional dan Agus Nilmada Azmi, M. Si, selaku Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional.

3. Teguh Santosa, MA selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu ditengah-tengah berbagai kesibukan dan aktifitas untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

vii

4. Mamah, Bapak, kakak-kakak, serta keluarga yang telah memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis menjadi lebih semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ade Rifaldi, Suami penulis yang tiada henti bersabar dan memberikan segenap dukungan agar penulis selalu bersemangat.

6. Teman-teman terdekat: Lilis, Umar, Filly, Nurul, Rosi, Vitri, Rina, Ika, Miftah, Hanifah, Ocha yang sudah memberikan banyak kesan dan pesan kehidupan sehingga perkuliahan ini selalu berwarna dengan kalian.

7. Seluruh teman-teman HI B 2008

8. Teman-teman LPM INSTITUT 2009 yang mengajarkan segalam macam pengalaman tentang menjadi “mahasiswa”.

Akhirnya penulis dapat menyelsaikan skripsi ini, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat. Saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini dapat disampaikan melalui email nurahma.julia@gmail.com.

Jakarta, 19 Desember 2013


(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBINGA SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I DIPLOMASI KEBUDAYAAN REPUBLIC OF KOREA MELALUI FILM DAN DRAMA: PENCAPAIAN KEPENTINGAN CITRA DAN EKONOMI REPUBLIC OF KOREA DI INDONESIA 1.1.Pernyataan Masalah ... 1


(9)

ix

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Kerangka Pemikiran ... 8

1.5.Metode Penelitian... 11

1.6.Sistematika Penulisan ... 12

BAB II Komitmen Republic of Korea di Indonesia dalam bidang Kebudayaan 2.1. Bentuk-bentuk Komitmen Kebudayaan Republic of Korea di Indonesia... 16

2.1.1. Bidang Pendidikan ... 16

2.1.2. Kerjasama Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ... 19

2.1.3. Pembukaan Pusat Kebudayaan Korea ... 22

2.2. Perkembangan Kebudayaan Republic of Korea di Indonesia Melalui Film dan Drama... 25

BAB III KEBIJAKAN REPUBLIC OF KOREA TERHADAP MEDIA FILM DAN DRAMA 3.1. Sejarah Film Korea ... 29

3.1.1. Sistem Otoriter ... 30

3.1.2. Sistem Promosi ... 32

3.2. Perkembangan Kebijakan Pemerintah Republic of Korea terhadap Film dan Drama ... 33


(10)

x

3.2.2. Principal Goals and Direction of

Korean Cultural Diplomacy ... 34

3.2.3. White Paper 2008 ... 34

3.2.4. Visi Global Korea ... 35

3.2.5. Ministry Culture Sport And Tourism (MCST) ... 36

3.2.6. Ministry Foreign Affairs And Trade (MOFAT) ... 39

BAB IV PENCAPAIAN KEPENTINGAN CITRA DAN EKONOMI REPUBLIC OF KOREA MELALUI FILM DAN DRAMA DI INDONESIA PERAN PEMERINTAH KOREA 4.1.Kepentingan Citra ... 43

4.2.Pencapaian Ekonomi ... 45

4.2.1. Pariwisata ... 45

4.2.2. Ekonomi Kreatif ... 47

BAB V PENUTUP Kesimpulan ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Tabel Peningkatan Wisatawan Indonesia ... 46 Tabel 4.2. Peningkatan Jumlah Drama Republic of Korea

di Indonesia 2001-2004 ... 49 Tabel 4.3 Peningkatan jumlah Film Republic of Korea di Indonesia ... 49


(12)

xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Grafik Ekspor budaya Republic of Korea ... 6 Grafik 1.2. Grafik Volume Perdagangan Republic of Korea ... 7 Grafik 4.1. Grafik Polling Dunia Terhadap Presepsi Korea Selatan... 44


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Diplomatic White Paper 2006 Lampiran 2 : Diplomatic White Paper 2008

Lampiran 3 : Global Korea (The Nation Security Strategy of The Republic) Lampiran 4 : Laporan Kegiatan Sidang Pertama Komisi Bersama Kebudayaan Lampiran 5 : Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) Lampiran 6 : Republic of Korea

Lampiran 7 : Wawancara dengan Wahyudi Wibowo

Lampiran 8 : Kuisioner Penelitian : Presepsi Orang Indonesia Terhadap Korea Selatan


(14)

1 BAB I

DIPLOMASI KEBUDAYAAN REPUBLIC OF KOREA MELALUI FILM

DAN DRAMA:

PENCAPAIAN KEPENTINGAN CITRA DAN EKONOMI REPUBLIC OF

KOREA DI INDONESIA

1.1 Pernyataan Masalah

Republik Korea menjalin hubungan diplomatik dengan Republik Indonesia pada Agustus tahun 1966. Konsulat Republik Korea di Jakarta dibuka pada Desember tahun 1966, dan Konsulat Republik Indonesia di Seoul dibuka pada Juni tahun 1968. Kemudian, kedua konsulat itu ditingkatkan statusnya menjadi Kedutaan dengan pertukaran Duta Besar, dilaksanakan pada 18 September 1973. Setelah membuka hubungan diplomatik, kedua negara terus berusaha untuk meningkatkan hubungan persahabatan melalui kunjungan pejabat tinggi dari negara masing-masing (Laporan Pelayanan Informasi Korea di Luar Negeri, 1994).

Dalam hubungan diplomatik tingkat konsuler tersebut telah dibuka banyak kesempatan bagi kedua negara untuk bekerjasama di berbagai bidang demi tercapainya kepentingan kedua negara (Yang Seung Yoon, 2010). Kebudayaan adalah salah satu bidang yang menjadi fokus kerjasama RI-ROK karena dinilai dapat memperkuat hubungan persahabatan kedua negara melalui konsep people to people. Komitmen kerjasama ini kemudian dibuktikan dengan membuat perjanjian kebudayaan melalui Agreement between the government of the Republic of Indonesia and the government of the Republic of Korea on Cultural Cooperation


(15)

2

yang ditandatangani pada 28 November 2000 (Kemenlu.go.id). Sebagai tindaklanjut dari kerjasama kebudayaan ini, pada 14-15 Mei 2008 di Jogjakarta diadakan The first Cultural committee meeting RI-ROK yang menyepakati film sebagai bagian dari bentuk pertukaran kebudayaan antar kedua negara disamping seni tari tradisional, kerajinan, musik dan pariwisata (Laporan Kegiatan Sidang Pertama Komisi Bersama Kebudayaan RI-ROK).

Film dan drama Korea sering kali disebut sebagai agen pertama penyebab terjadinya gelombang Korea/Korean Wave. Hal ini sebagaimana ditulis Doo Boo Shim (2006) dalam artikel nya yang berjudul Hybridity and the rise Korean popular culture in Asia, bahwa drama Korea pertama yang berjudul What Is Love About pada tahun 1997 yang mulai ditayangkan di China melalui sebuah media China Central Television Station (CCTV) mendapatkan rating tertinggi kedua dalam sejarah pertelevisian China serta mendapatkan banyak permintaan untuk kembali ditayangan oleh CCTV pada tahun 1998. Pada tahun 1999, drama televisi Korea lainnya, seperti Stars in My Hearts memperoleh popularitasnya di China dan Taiwan. Sejak saat itu, drama televisi Korea secara cepat memenuhi program televisi di beberapa negara seperti Hongkong, Taiwan, Singapore, Vietnam dan Indonesia sehingga seorang jurnalis China menamai fenomena ini sebagai Hallyu, atau dalam bahasa mandarin disebut Hanliu yang berarti Gelombang Korea atau Korean Wave.

Di Indonesia, program drama Korea masuk melalui stasiun TV Indosiar yang menayangkan drama Winter Sonata dan drama Endless Love pada tahun 2002. Selanjutnya, Trans TV menayangkan Drama Glass Shoes and Lover, dan di tahun


(16)

3

2003 TV 7 (sekarang Trans7) menayangkan Beautiful Days. Selama kurun waktu 2002-2003 SCTV pernah pula menayangkan beberapa drama Republic of Korea diantaranya Invitation, Pop Corn, Four Sisters, Successful Bridegirls, Sunlight Upon Me, dan Winter Sonata (Nesya Amellita,: 2010). Kemudian, tahun 2008, film Korea secara resmi mulai didistribusikan melalui bisokop Blitzmegaplex1, sehingga film dan drama korea tidak hanya dapat diakses melalui DVD, tetapi juga dapat dilihat di bioskop (Mukhtasyar Syamsudin , 2012).

Sebagaimana produk film Hollywood, film dan drama Korea di Indonesia memiliki banyak penggemar. menurut keterangan dari Laporan The Cultural Cooperation and Korean Wave (Hallyu), terdapat 55, 967% akun facebook drama Korea Indonesia dari keseluruhan fanbase akun facebook komunitas pecinta Korea Indonesia. Salah satu akun facebook dengan nama “Korean Drama Indonesia” mendapatkan Likers sebannyak 45. 890 likes. Selain dari Facebook, Pecinta Drama Korea di Indonesia juga mengikuti beberapa akun twitter Drama Korea Indonesia. Salah satu akun twitter bernama @allkoreandrama memiliki follower 25.446. Survei ini menjadi bukti bahwa film Korea dapat diterima masyarakat Indonesia (Ratih Pratiwi Anwar, :2012).

Menurut Wahyudi Wibowo (2012), popularitas gelombang Korea/ Korean Wave terjadi karena adanya kolaborasi antara pemerintah dan individu. Pemerintah Republic of Korea dalam hal ini secara konsisten sejak masa pemerintahan Kim Dae Jung melakukan pengembangan kebijakan budaya (Culture Policy) dengan

1 Blitzmegaplex adalah jaringan bioskop di Indonesia yang membuka jaringan bioskop pertamanya

di Paris Van Java mall bandung (http://blitzmegaplex.com/en/about_blitz.php) diakses tanggal 8 mei 2013


(17)

4

mengeluarkan kebijakan The Basic Law of Cultural Industry Promotion dengan mengalokasikan total anggaran sebesar 148.5 juta dollar untuk pengembangan industri budaya (Shim :2006 ) dan 125 juta dollar untuk mempromosikan film Korea dalam rentang waktu antara tahun 1999-2003 (Dal Yong Jin: 2006). Kim Dae Jung juga memberikan slogan “Provide Support, but do not interfere”

2terhadap kebijakannya dalam industri film (Kim Mee Hyun:2007). Sedangkan

pada masa Lee Myung Bak, aspek Korean Wave digunakan sebagai alat diplomasi kebudayaan yang juga menjadi bagian dari visi kementerian budaya, olah raga dan pariwisata Korea.

Seiring dengan dilakukannya diplomasi kebudayaan Korea pada tahun 2009, di Indonesia juga mulai diselenggarakan event festival film Korea di Jakarta. Kemudian di tahun 2013 event serupa kembali diselenggarakan di dua kota besar, Jakarta dan Bandung. Bersamaan dengan hal ini juga dilakukan agenda kampaye pariwisata Korea melalui Visit Korea 2010-2012, yang menjadikan lokasi-lokasi syuting sebagai tempat wisata Korea.

Dalam segmen liputan khusus situs Kontan.co.id, Dwihapsari Minto Rahardjo, Marketing Manager Korea Tourism Organization Jakarta, mengatakan jumlah wisatawan Indonesia pada bulan September 2012 mencapai 108. 433 orang, mengalami peningkatan 25.8% dibanding tahun 2011. Ia juga menuturkan bahwa salah satu faktor pendongkrak wisatawan Indonesia ke Korea adalah karena popularitas Hallyu/Korean Wave melalui K-Pop dan K-Drama. Di Jakarta sendiri

2Support yang diberikan pemerintahan Kim dae Jung meliputi dukungan dana, dukungan investasi,


(18)

5

terdapat dua maskapai penerbangan Internasional yang terbang secara langsung dari Indonesia (Jakarta) ke Incheon (Seoul), yaitu Garuda dan Korean Air. Lokasi wisata yang paling diminati wisatawan Indonesia adalah Seoul dan Pulau Jeju. Pulau Jeju merupakan pulau terbesar di Republic of Korea yang sering dijadikan tempat wisata lokasi syuting drama Korea, salah satu drama Korea terkenal yang pernah melakukan syuting di pulau ini adalah Boys Over Flower

Suksesi drama Korea menurut Bhadrawaj Ramesh mampu mendatangkan pendapatan tambahan (Additional Income) bagi Republic of Korea yang ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan di bidang pariwisata dan ekspor budaya Republic of Korea. Drama Winter Sonata misalnya, menurut Eun Mee Kim dan Jiwon Ryoo ( 2007) drama ini telah menghasilkan keuntungan sebesar 6.24 juta dollar AS atau menyumbang 0.1% atas GDP Republic of Korea di tahun 2004. Demikian pula, drama ini telah membuat orang tertarik untuk mengunjungi lokasi syuting di kawasan Pulau Nami (Nami Island).

Selain itu, kepopuleran drama Korea juga telah meningkatkan ekspor budaya Republic of Korea dalam waktu 3 tahun (2002-2005) dan secara tidak langsung juga meningkatkan Total Pendapatan/Total Revenue sektor budaya Republic of Korea.


(19)

6

Grafik 1.1. Grafik Ekspor budaya Republic of Korea

Ekspor budaya Republic of Korea mengalami peningkatan total pendapatan dari angka 500 juta dollar di tahun 2002 menjadi 1 milyar dollar di tahun 2005. Total Pendapatan ini salah satunya berasal dari ekspor film box office di luar negeri yang menyumbang sebesar 31 juta dollar di tahun 2002, menjadi 75 juta dollar di tahun 2004. Demikian halnya dengan sektor pariwisata Republic of Korea pada tahun 2005, telah mendapatkan kujungan turis luar negeri sebanyak 50 juta orang untuk mengunjungi lokasi syuting drama Korea (Bharadwaj Ramesh: 2005)

Peningkatan ekspor budaya Republic of Korea di tahun 2002-2005 sejalan dengan terjadinya peningkatan volume perdagangan Republic of Korea di tahun 2001-2005.


(20)

7

Grafik 1.2. Grafik Volume Perdagangan Republic of Korea

Di tahun 2002, pendapatan ekspor Republic of Korea berada pada angka 162, 471 Milyar dollar dan di tahun 2003 mengalami selisih tambahan sebesar 31, 346 milyar dollar sehingga total ekspor di tahun 2003 menjadi 193,817 milyar dollar. Selanjutnya di tahun 2004 ekspor Republic of Korea kembali mengalami peningkatan menjadi sebesar 253,845 milyar dollar. Ekspor tertinggi berada di tahun 2005, sebesar 284,419 milyar dollar.

Merujuk pada pernyataan Bhadrawaj Ramesh, penulis mengamati, bahwa tidak menutup kemungkinan ekspor drama Korea ke Indonesia juga dapat mendatangkan keuntungan tesendiri bagi Republic of Korea. Selanjutnya, dalam penelitian ini penulis memutuskan untuk mengambil judul Diplomasi Kebudayaan Republic of Korea melalui Film dan Drama: Pencapaian Kepentingan Citra dan Ekonomi Republic of Korea di Indonesia.


(21)

8 1.2 Pertanyaan Penelitian

Untuk menjawab penelitian ini, penulis mencoba merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut

1. Mengapa Republic of Korea melakukan Diplomasi Kebudayaan melalui film dan drama ke Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengemukakan dan memaparkan sejarah serta perkembangan kebijakan Republic of Korea terhadap film dan drama.

2. Menganalisis tujuan dilakukan nya diplomasi kebudayaan oleh Republic of Korea terhadap Indonesia melalui film dan drama di Indonesia.

1.4 Kerangka Teori

Dalam menjawab pertanyaan penelitian diatas, penulis akan menggunakan beberapa konsep yakni, Konsep Diplomasi Kebudayaan dan Kepentingan Nasional.

a). Diplomasi Kebudayaan

Tulus Warsito dan Wahyuni Kartika Sari (2007) menjelaskan Diplomasi Kebudayaan sebagai sebuah upaya suatu negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, Ilmu pengetahuan, olah raga dan kesenian, ataupun secara makro misalnya Propaganda. Tujuan dari Diplomasi ini adalah untuk mempengaruhi pendapat umum (masyarakat negara lain) guna mendukung suatu kebijakan politik luar negeri tertentu. Para Pelaku kegiatan diplomasi kebudayaan adalah pemerintah


(22)

9

maupun lembaga non-pemerintah, individual maupun kolektif, atau setiap warga negara. Adapun materi yang dipakai dalam diplomasi kebudayaan adalah segala hal yang dianggap sebagai pendayagunaan aspek budaya (dalam politik luar negeri) antara lain, kesenian, pariwisata, olah raga, tradisi, teknologi sampai dengan pertukaran ahli dan lain sebagainya.

Sementara itu, menurut Shin Seung Jin (2008) dalam tulisannya yang berjudul Strategic Directions for the Activations of Cultural Diplomacy to Enhance the Country Image of the Republic of Korea menjelaskan bahwa aktivitas diplomasi kebudayaan merupakan cara lain yang dilakukan suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya, selain dari cara-cara militer. Kepentingan nasional yang ingin dicapai biasanya berupa keinginan untuk mendapatkan penilaian positif dari masyarakat negara lain sehingga mempermudah dilakukannya kerjasama-kerjasama di berbagai bidang. Disamping itu, menurut Shin, dalam melakukan diplomasi kebudayaan, suatu negara harus terlebih dahulu mengetahui karakteristik negera penerima, sehingga tujuan dari negara pengirim dapat tercapai secara efektif. b). Kepentingan Nasional

Pengertian Kepentingan Nasional dijelaskan Holsti sebagai salah satu faktor terpenting dan mendasar yang mendorong sebuah negara melakukan interaksi dengan aktor-aktor hubungan internasional. Hal-hal yang terkait dalam kepentingan nasional sering dilihat sebagai tujuan awal dari kebijakan luar negeri (Holsti, 1987) Kepentingan nasional juga mengarahkan para pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan luar negeri suatu negara seperti pertahanan dan keamanan , militer, sosial budaya dan kesejahteraan ekonomi (Rosenau, 1969)


(23)

10

Hans Morgenthau dalam Mochtar Mas’oed (1994) menjelaskan kepentingan nasional pada dasarnya dibangun dari dua elemen, yang pertama didasarkan pada pemenuhan kebutuhan sendiri dan yang kedua mempertimbangkan berbagai kondisi lingkungan strategis disekitarnya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan itu, setiap kerjasama atau hubungan yang dilakukan oleh dua negara atau lebih pasti mengutamakan kepentingan nasional.

Selanjutnya, Morgenthau menyamakan kepentingan nasional dengan usaha negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang bisa mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. Hubungan power dan kontrol tersebut dapat dicapai melalui teknik-teknik pemaksaan dan teknik kooperatif. (Theodore A, Clomubus dan James H. Whole, 1990)

Makna yang tersirat dalam konsep kepentingan nasional menurut Morgenthau adalah kelangsungan hidup. Syarat minimum suatu negara adalah kemampuan untuk melindungi identitas fisik, politik dan kulturalnya dari gangguan negara lain. Jika diterjemahkan kedalam tujuan yang lebih spesifik maka membela atau melindungi identitas fisik sama dengan memelihara integritas wilayah suatu negara. Melindungi identitas politik sama dengan melindungi eksistensi rejim politik-ekonomi seperti demokrasi yang kompetitif, komunis, sosialis, otoriter, dan totaliter. Melindungi identitas kultural sama dengan etnis, agama, bahasa, dan norma sejarah negara (Theodore, 1990)


(24)

11

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Bagong Suyanto dan Sutinah (2006) mengutip dari Taylor dan Bogdan (1984) penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata- kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang- orang yang diteliti. Sementara menurut Strauss dan Corbin (2003), metode kualitatif berupaya menemukan kenyataan empiris dari realitas social sehingga tercapainya pemahaman mendalam tentang realitas social tersebut.

Penulis melihat metode ini akan membantu penulis dalam menjelaskan kepentingan Republic of Korea terkait Diplomasi Kebudayaan nya di Indonesia melalui keberadaan film dan drama Korea. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui survey, dan studi pustaka atau studi dokumen baik dari sumber primer maupun sekunder. Data-data sekunder yakni seluruh data yang didapat dari berita media masa seperti koran, majalah, media online, artikel dan data dari sumber kepustakaan seperti buku-buku terkait, dan jurnal. Selain data sekunder, penulis juga akan menggunakan data primer berbentuk dokumen, data wawancara secara langsung dan data survey yang dilakukan melalui penyebaran quisioner secara online terhadap sejumlah informan di Indonesia dalam rangka memperoleh keterangan mengenai pemahaman dan persepsi masyarakat Indonesia terhadap negara Republic of Korea.


(25)

12 1.6 Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan 1.1.Pernyataan Masalah 1.2.Pertanyaan Penelitian 1.3. Tujuan Penelitian 1.4.Kerangka Pemikiran 1.5.Metode Penelitian 1.6.Sistematika Penulisan

Bab II : Komitmen Republic of Korea di Indonesia dalam bidang Kebudayaan

2.1Bentuk-bentuk Komitmen Kebudayaan Republic of Korea di Indonesia 2.1.1 Bidang Pendidikan

2.1.2 Kerjasama Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2.1.3 Pembukaan Pusat Kebudayaan Korea

2.2Perkembangan Kebudayaan Republic of Korea di Indonesia melalui Film dan Drama

Bab III : Kebijakan Republic of Korea terhadap media Film dan Drama

3.1Sejarah Film Korea 3.1.1. Sistem Otoriter 3.1.2. Sistem Promosi

3.2Perkembangan Kebijakan Pemerintah Republic of Korea terhadap Film dan Drama


(26)

13

3.2.2. Principal Goals and Direction of Korean Cultural Diplomacy 3.2.3. White Paper 2008

3.2.4. Visi Global Korea

3.2.5. Ministry Culture Sport and Tourism (MCST) 3.2.6. Ministry Foreign Affairs and Trade (MOFAT)

Bab IV : Pencapaian Kepentingan Citra dan Ekonomi Republic of Korea melalui Film dan Drama di Indonesia

4.1Pencapain Citra

4.2Pencapaian Ekonomi (Trade) 4.2.1 Pariwisata

4.2.2 Ekonomi Kreatif Bab V : Kesimpulan


(27)

14 BAB II

KOMITMEN REPUBLIC OF KOREA DI INDONESIA DALAM BIDANG

KEBUDAYAAN

Dalam hukum Internasional bidang kebudayaan yang diterapkan oleh Republik Korea disebutkan bahwa pemerintah RoK telah membangun kontrak kerjasama budaya dan membentuk komite umum kebudayaan demi memperkuat hubungan bilateral dan kerjasama di bidang kebudayaan dalam level international (Institutional and Legal Framework RoK). Pernyataan ini menunjukan bahwa RoK telah melakukan kontrak kerjasama kebudayaan dengan banyak negara. Perjanjian tersebut telah menandai dilakukannya aktivitas kerjasama kebudayaan dengan 80 negara. Selanjutnya, sebagai bentuk aktivasi pertukaran kebudayaan antar negara, pemerintah Korea mendirikan komite bersama kebudayaan di 30 negara dengan tujuan untuk memperluas pemahaman budaya antar bangsa. (Intitutional and Legal Framework RoK).

Dalam laporan tahunan KBRI di Seoul (2001) disebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari 30 negara patner Republik Korea dalam menjalin kerjasama bidang kebudayaan. Kerjasama ini telah dilakukan melalui persetujuan yang ditandatangani pada tanggal 2 November 2000 pada saat kunjungan balasan kenegaraan presiden Kim-Dae Jung ke Indonesia. Secara efektif kerjasama ini dapat memberikan dorongan kuat bagi kedua negara untuk mewujudkannya dalam bentuk nyata. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengadakan pameran pengenalan


(28)

barang-15

barang kerajinan, tarian, kesenian, dan pariwisata Indonesia di Seoul yang berlangsung dengan baik. Begitupula sebaliknya.

Lebih jauh lagi dalam laporan itu dijelaskan bahwasanya hubungan diplomatik antara Indonesia-Republik Korea telah berjalan baik dan tidak terdapat masalah-masalah yang dapat mengganggu hubungan kedua negara karena menganut prinsip-prinsip saling menghormati dan menginginkan peningkatan hubungan yang saling menguntungkan di berbagai bidang. Sementara itu, dalam bidang kebudayaan, sebagaimana laporan KBRI Seoul tahun 2000, presiden Kim Dae Jung masih tetap memberikan prioritas yang tinggi pada program kegiatan kebudayaan dan pariwisata Republic of Korea dengan bersedia tampil dalam iklan media untuk memperomosikan negaranya. Selain untuk meningkatkan reputasinya di mata masyarakat Internasional.

Sebagaimana telah disinggung diawal, inti dari perjanjian kebudayaan antara RI-ROK yang telah di sahkan pada tahun 2000, tidak hanya memuat kerjasama antar pemerintah, tetapi juga kerjasama antar masyarakat RI-ROK. Hal ini tercantum dalam draft Agreement between the government of the Republic of Indonesia and the government of the Republic of Korea on Cultural Cooperation yang menyatakan bahwasanya kedua negara memperkuat hubungan persahabatan antara rakyat Indonesia dan rakyat Korea yang mana dapat memberikan keuntungan timbal balik bagi rakyat kedua negara (Dokumen Kerjasama Perjanjian RI-RoK, 2000).


(29)

16

2.1Bentuk-bentuk Komitmen Kebudayaan Republic of Korea di Indonesia Dalam Diplomatic Whitepaper 2006, dijelaskan bahwa pemerintah Korea melakukan serangkaian kegiatan yang dapat mendukung diplomasi kebudayaannya melalui beberapa kegiatan. yaitu:

2.1.1 Bidang Pendidikan

1. Suport Overseas Korean Studies

Dijelaskan Shin (2012) MOFAT mendukung pertukaran pelajar ke luar negeri dalam rangka memperkenalkan budaya Korea yang berkaitan dengan topik juga mencari berbagai macam cara untuk memperkenalkan kultur Korea ke luar negeri. Kedutaan Besar Republik Korea di Indonesia dan Pusat Kebudayaan Korea banyak membuka peluang beasiswa ke Korea bagi masyarakat Indonesia, seperti beasiswa pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasal dari pemerintah dan beasiswa seni yang berasal dari organisasi (idn.mofat.go.kr).

Disamping itu, Korean Fondation merupakan salah satu lembaga yang memberikan dana bagi pendidikan dan penelitian di Indonesia melalui pembentukan Pusat Studi Korea di beberapa universitas sepeti Universitas Gajah Mada (UGM), dan Universitas Indonesia (UI). Seiring bertambahnya Universitas yang mendirikan Korean Studies Centre3, maka pada tahun

2009 menurut Suray Agung Nugraha (2009) dalam Review INAKOS, para alumni Universitas Korea menggagas dibentuknya perkumpulan pusat Studi

3 Korean Studies Centre juga didirikan di Universitas Nasional, Universitas Diponegoro, Universitas Lambung Mangkurat, dan Universitas Hasanudin


(30)

17

Korea-Indonesia yang kemudian dinamai INAKOS (International Association of Korean Studies Indonesia). Dalam Review tersebut juga dijelaskan bahwa INAKOS berupaya mendukung perkembangan terbaru Pusat Studi Korea yang ada di Indonesia melalui kerjasama dengan para sarjana Korea dan sarjana Indonesia, generasi muda, serta para peneliti dari institusi Korea.

2. Jakarta Internastional Korean School

Jakarta International Korean School beridiri atas usulan para pendiri Asosiasi Korea dengan persetujuan dari Kedutaan besar Korea yang ada di Indonesia (JIKS.com). Pada bulan November 1990, Departemen pendidikan dan kebudayaan Indonesia mengesahkan usulan pendirian sekolah internasional untuk tingkat SD sampai SMU yang diajukan oleh yayasan pendidikan Korea yang ada di Indonesia (Yang Seung Yoon, 2005). Sekolah yang memiliki visi “Nurturing Creative Leader Who Has Global Perspective” ini disediakan bagi warga Korea yang tinggal di Indonesia, sehingga keseluruhan siswa dari sekolah ini merupakan warga asli atau warga keturunan Korea (Hansangjae, 2006).

Dalam beberapa kesempatan, sekolah JIKS sebagaimana diberitakan dalam website bpkpenabur.or.id (2012), pada tahun 2012 beberapa siswa dari Jakarta International Korean School ini melakukan pertukaran pelajar nasional dengan sekolah SMPK Penabur Kota Modern. Para siswa-siswi JIKS mengikuti kurikulum belajar mengajar di SMPK tersebut selama 2 hari.


(31)

18 3. Korean Studies Centre

Korean Studies Centre ini pertama kali didirikan tahun 1996 di dua universitas negeri di Indonesia yaitu Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI). Pembentukan Korean Studies Centre merupakan bagian dari program Korean Fondation untuk mendukung pendidikan, penelitian, dan aktivitas lainnya yang berkaitan dengan “mutual understanding” antara Republik Korea dengan Republik Indonesia (kf.or.kr). Seiring bertambahnya Universitas yang mendirikan Korean Studies Centre4, maka pada tahun 2009 menurut Suray Agung Nugraha

(2009) dalam Review INAKOS, para alumni Universitas Korea menggagas dibentuknya perkumpulan pusat Studi Korea-Indonesia yang kemudian dinamai INAKOS (International Association of Korean Studies Indonesia). Dalam Review tersebut juga dijelaskan bahwa INAKOS berupaya mendukung perkembangan terbaru Pusat Studi Korea yang ada di Indonesia melalui kerjasama dengan para sarjana Korea dan sarjana Indonesia, generasi muda, serta para peneliti dari institusi Korea.

4. Hallyu Forum dan Seminar

Pada Desember 2012 Kedutaan Besar Republic Korea mengadakan seminar bertema “The Cultural Cooperation & Korean Wave (Hallyu)”.

4 Korean Studies Centre juga didirikan di Universitas Nasional, Universitas Diponegoro, Universitas Lambung Mangkurat, dan Universitas Hasanudin


(32)

19

Disamping itu ada juga seminar online bertema “Semangat Kreatifitas

dalam Bahasa Korea” dan Seminar Pendidikan Bahasa Korea, bertema

“Cara dan Pembahasan tentang Mensosialisasikan Pendidikan Bahasa

Korea dan Peningkatan Kualitas Pengajar Bahasa Korea”.

Seminar-seminar ini merupakan kegiatan yang juga bekerjasama dengan Korea Foundation for International Culture Exchange (KOFICE).

2.1.2 Kerjasama Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Bentuk-bentuk kerjasama Ilmu Pengetahuan dan teknologi lain nya adalah sebagai berikut:

1. KBS World

Pada dasarnya kerjasama Ilmu Pengetahuan dan teknologi antara RI-RoK sudah dilakukan sejak diluncurkan nya siaran berbahasa Indonesia oleh stasiun Radio Korean Broadcasting system World (KBS World) milik Korea di wilayah Asia Tenggara pada 2 Juni 1975. Siaran Berbahasa Indonesia itu meliputi semua kawasan yang berbahasa Melayu, seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, kawasan selatan kepulauan Filipina juga termasuk wilayah ujung selatan Thailand. selama 4 tahun, yaitu antara tahun 1975-1978, waktu siaran berbahasa Indonesia tersebut disiarkan selama 15 menit sebanyak 3 kali setiap hari yang waktunya disesuaikan dengan waktu kawasan Asia Tenggara untuk dapat menjaring lebih banyak pendengar dari kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia (Yang Seung Yoon: 2005).


(33)

20

Dalam kerjasama siaran tersebut, juga dilakukan kerjasama pertukaran tenaga kerja antara tenaga kerja KBS World dengan tenaga kerja Radio Republik Indonesia (RRI), sebagaimana dikutip Yang Seung Yoon (2005) dalam laporan RRI, “sejak tahun 1978 sampai sekarang sebanyak 15 orang petugas RRI yang teridiri dari penyiar, wartawan dan insinyur telah dikirim untuk bekerjasama dengan KBS World untuk membuat siaran berbahasa Indonesia”.

Pada saat dilakukannya kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Izin siaran berbahasa Indonesia di Asia Tenggara berada dibawah Departemen Penerangan yang sejak 2005 mengalami perubahan nama menjadi Kementrian Komunikasi dan Informatika Indonesia.

2. Kerjasama Perfilman

Sebelum Indonesia dan Republic of Korea menjalin hubungan diplomatik penuh, tahun 1964, di Korea sudah mulai dibuka studi tentang film Indonesia. Pada tahun itu, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) sudah membuka jurusan Indonesia yang tidak hanya mempelajari bahasa Indonesia saja, tetapi juga mengenai keadaan politik, ekonomi, social, ekonomi dan kebudayaan Indonesia (Yang Seung Yoon, 2005).

Kerjasama perfilman antara RI dan Rok memang belum dilaksanakan secara resmi. Namun wacana terkait hal itu sudah dicetuskan oleh menteri Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Meri Elka Pangestu dalam kunjungan kerjanya ke Republic of Korea, tertanggal 24 Maret 2012. Sebagaimana dilansir Tourismnews.com (2012) Mari Elka Pangestu


(34)

21

bertemu dengan sejumlah lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang menangani pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif. Salah satu lembaga yang dikunjungi adalah Korean Film Council (KOFIC). Mari Elka Pangestu menjajaki kemungkinan kerja sama dengan lembaga tersebut terkait dengan pengembangan animasi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan dan film. Pada kesempatan itu, Mari Pangestu berdiskusi dengan Kepala KOFIC Kim Eui-Suk untuk membahas pengembangan dan manajemen film di Republic of Korea serta kemungkinan kerja sama antar kedua negara dalam mengembangkan industri filmnya.

Sejak tahun 2000, film Korea memasuki pasar Indonesia baik dalam bentuk drama atau film layar lebar, baik melalui bioskop blitz megaplex atau beberapa stasiun televisi swasta seperti Indosiar, Trans TV, ANTV, SCTV, dll. Hanya saja kerjasama film baru dilakukan pada level People to People. Beberapa perusahaan film Republic of Korea yang menjalin kontrak kerjasama dengan stasiun televise Swasta Indonesia.

Pada tahun 2009, film Republic of Korea mulai diputar di layar lebar Indonesia melalui Festival Film Korea selama 7 hari di bioskop Blitz Megaplex yang diselenggarakan langsung oleh Kedutaan Besar Korea untuk Indonesia. Sementara itu, pada tahun 2013 festival serupa kembali digelar di dua kota berbeda, Jakarta dan Bandung dan menghabiskan tiket sebanyak 4000 tiket di wilayah Jakarta (beritasatu.com). Dalam festival ini, menurut direktur Korean Cultural Centre, Kim Seok Gi, Festival Film Korea


(35)

22

menjadi unsur penting dalam memperluas hubungan kedua negara. Festival ini akan dilanjutkan dengan Indonesia Film Festival di Republic of Korea pada musim gugur, yaitu bukan September 2013 dalam rangka pertukaran budaya kedua negara (gatra.com)

2.1.3 Pembukaan pusat Kebudayaan Korea (Korea Cultural Centre) KCC merupakan jaringan budaya dari Korean Cultural and Information Sevices Centre (KOCIS) yang difungsikan sebagai saluran komunikasi Republic of Korea dengan bangsa di seluruh dunia (Laporan KOCIS, 2011). Sementara KOCIS adalah program layanan informasi budaya Republic of Korea dibawah kementrian Budaya, Olahraga dan Pariwisata yang memiliki visi “To share Korean Culture with the

International Community to enhance the Country’s image” (Laporan

KOCIS, 2011).

Di Indonesia KCC dibentuk pada April 2011 dengan berafiliasi pada Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia dan berperan sebagai tempat untuk mengenalkan Republic of Korea serta tempat pertukaran budaya antara Korea-Indonesia. Pada tahun 2009, peran tersebut dilakukan langsung oleh Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia melalui kegiatan resmi tahunan eksibisi budaya seperti Korea-Indonesia Week, festival Indonesia Dynamic Korea , dan Korean Cultural Day5(Laporan

5 Lihat Lampiran. Laporan Sidang Pertama Komisi Bersama Kebudayaan Indonesia-Korea. 15 Mei 2008. Yogyakarta: Indonesia. Hal. 110


(36)

23

Sidang Pertama Komisi Bersama Kebudayaan Indonesia-Korea, 2008 p 110). Namun pada tahun 2011, pelaksanaan kegiatan ini mulai dilimpahkan pada Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) (Korean Cultural Centre, 2013).

Dalam pembentukannya, KCC Indonesia memiliki 3 tujuan utama, yaitu: Memperkenalkan dan menyebarkan kebudayaan Republic of Korea di Indonesia, meningkatkan persahabatan antara kedua negara melalui pertukaran kebudayaan dan sumber daya manusia, serta meningkatkan pemahaman antar dua negara (Korean Cultural Centre.org). Kim young Sun, Duta Besar Republic of Korea untuk Indonesia, mengatakan bahwasanya budaya sebagai sarana yang baik untuk mempromosikan hubungan antar negara serta dapat mempererat tali silaturahmi antara Republic of Korea-Indonesia (JakartaPost.com, 2011). Di samping itu, Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang dipilih untuk didirikan Pusat Kebudayaan Republic of Korea. Di Asia Tenggara, hanya ada 3 negara yang memiliki Pusat Kebudayaan Korea, yaitu Indonesia, Singapura, dan Filipina (Tempo.co, 2012).

Pembentukan Korean Cultural Centre Indonesia (KCCI) ini merupakan implementasi Agreement between Government of the republic of Korea on cultural cooperation tanggal 28 November 2000 sebagaimana yang tercantum dalam pasal 9: “Masing-masing Pihak akan mendorong pembentukan lembaga-lembaga kebudayaan dan perhimpunan persahabatan di masing-masing wilayahnya, untuk tujuan-tujuan pendidikan dan


(37)

24

kebudayaan oleh Pihak lainnya atau oleh kedua belah Pihak secara bersama. Persetujuan Pemerintah yang bersangkutan perlu diperoleh sebelum lembaga tersebut didirikan berdasarkan Pasal ini.”


(38)

25

2.2.Perkembangan Kebudayaan Republic of Korea di Indonesia melalui Film dan Drama

Disamping melalui stasiun televisi swasta, serial film drama Korea juga hadir dalam stasiun televisi berlangganan (TV Kabel) Indonesia seperti pada MNC Drama, Arirang, LBS K-Drama, KBS World, K-TV, One TV, dll, yang secara intens menayangkan drama televisi Korea dalam berbagai judul film.Adapun izin tayang program drama televisi Korea telah diatur dalam Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) Komisi Penyiaran Indonesia pasal 45 bab XXIV tentang program siaran asing, serta dalam Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia pasal 67 bab XXIV (kpi.go.id, 2012)

Sejak tahun 2009, kerjasama bidang industri film ini semakin diperkuat melalui kerjasama antara Korean Cultural Centre dan Kedutaan Besar Republik Korea , Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementrian Kebudayaan dan Pendidikan serta distributor film Jive entertainment dalam menyelenggarakan acara tahunan festival film Korea selama 7 hari di bisokop Indonesia, Blitz megaplex. Menurut duta besar Republik Korea untuk Indonesia, Kim Young Sun acara tersebut merupakan bagian dari perayaan 40 tahun hubungan diplomatik Republik Korea dengan Republik Indonesia, sekaligus sebagai ajang promosi film-film Korea yang berisi budaya tradisional maupun kontemporer (beritasatu.com, 2013). Kehadiran film dan drama Korea ini telah mengikuti mekanisme tanda pendaftaran film impor yang berdasar pada SK Menteri penerangan no 215/1994 tentang tatacara penyelenggaraan usaha perfilman. Perizinan yang diberikan


(39)

26

Indonesia terhadap film Impor Korea selanjutnya mempermudah film-film Korea berikutnya masuk ke Indonesia melalui mekanisme perizinan sebagai berikut:

DISTRIBUTOR FILM LUAR NEGERI DALAM

NEGERI

IMPORTIR/PH/STASIUN TELEVISI/IMPOR-EKSPOR

DIREKTORAT PERFILMAN

Pemegang/Pemilik Lisensi Film Pengisian formulir permohonan tanda pendaftaran impor film (SK

Menpen no 215/1994)

Proses pemeriksaan dokumen: - Permohonan

- Kontrak/perjanjian - Sinopsis

- Terbitkan IMPORTIR/PH/STASIUN

TELEVISI/IMPOR-EKSPOR

Lembaga Sensor Film IMPORTIR/PH/STASIUN TELEVISI/IMPOR-EKSPOR

Penerimaan SLS sebagai legalisasi untuk diedarkan/ditayangkan

Proses penyensoran penerbitan surat lulus sensor

(SLS)

Penerimaan Penerbit: Tanda pendaftaran

Impor Film


(40)

27

Skema diatas menunjukan terdapat dua lembaga penting di Indonesia yang bertanggung Jawab terhadap kemunculan film dan drama Korea di Indonesia, yaitu: 1. Direktorat Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi

Kreatif

Distributor merupakan pihak yang pertamakali menjual produk film nya pada pihak Production House (PH) /Stasiun Televisi/Impor-Ekspor. Dalam proses masuknya film Korea ke Indonesia, pihak Production House inilah yang bertanggung jawab mendaftarkan filmnya pada Direktorat Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Lembaga ini bertugas memeriksa dokumen-dokumen pendaftaran film seperti, dokumen permohonan impor film, dokumen kontrak kerja/perjanjian, dan synopsis film. Dokumen yang dianggap memenuhi syarat kelengkapan, maka diizinkan untuk diterbitkan.

2. Lembaga Sensor Film Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Selain mendapatkan izin dari pihak Direktorat Perfilaman, PH selaku pemegang lisensi film juga harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari pihak Lembaga Sensor Film atas film dan drama Korea yang hendak diputar di layar kaca. Hal ini dilakukan PH setelah mendapatkan Penerimaan Penerbit: Tanda Pendaftaran Impor Film dari Direktorat Perfilman.

Proses penyensoran penerbitan film ini sesuai dengan SK Menpen no 216/1994 mengenai keharusan PH mendapatkan Surat Penerbitan Lulus Sensor


(41)

28

(SLS). Setelah film dan drama Korea dianggap lulus sensor, maka akan mendapatkan legislasi untuk diedarkan/ditayangkan.


(42)

29 BAB III

KEBIJAKAN REPUBLIC OF KOREA TERHADAP MEDIA FILM DAN DRAMA

3.1Sejarah Film Korea

Industri perfilman Republic of Korea dibentuk sebagai sarana yang dipakai Jepang untuk memperluas pengaruhnya. Pada 1920, Jepang membuat Motion Picture Department dengan tujuan meningkatkan propaganda imprealisme Jepang baik didalam maupun diluar Korea. Departemen ini mencoba menciptakan serangan ideologi Jepang melalui film dengan cara mengoperasikan program pendidikan yang membenarkan peraturan Jepang atas semenanjung Korea di segala aspek kehidupan. Dari departemen ini pula lahir beberapa peraturan seperti Motion Picture and Film Cencorship Regulation (1926) dan Motion Picture and Film Control Regulation (1936). Ketentuan pertama dari peraturan ini menetapkan bahwa setiap film yang gagal melewati peraturan sensor maka tidak akan diberikan izin tayang (Kim Mee Hyun: 2006).

Selanjutnya, menurut Kim Mee Hyun, pada kenyataannya sensor film hanyalah sebuah usaha pemerintah Jepang untuk mencekal film-film pemikiran rakyat Korea yang dianggap dapat membahayakan dan memunculkan sentimen atas Jepang. Kebijakan ini bertujuan mempromosikan ide bahwa Jepang dan Korea adalah satu bangsa, sebagaimana sebuah slogan yang menyebutkan “Japan and


(43)

30

Setelah Jepang mengalami kekalahan, AS kemudian menggantikan kekuasaan negara matahari itu di Korea, termasuk wewenangnya dalam industri perfilman.6 Pasca kedua negara baik AS dan Jepang meninggalkan Korea, maka

industri film Korea mengalami dua sistem kebijakan:

3.1.1. Sistem Otoriter

Menurut Kim Mee Hyun (2006) Pada masa ini, tepatnya pada pemerintahan Park Chung Hee, telah diperkenalkan sistem Yushin Regime7. Sistem ini kembali memberlakukan Motion Picture Law, yakni peraturan sensor dan kontrol film yang sudah ada sejak zaman kekuasaan Jepang di Korea. Park Chung Hee juga memanfaatkan film sebagai alat promosi kebijakan Yushin regime di tahun 1960.

Terdapat 3 sasaran kontrol dan sensor yang diberlakukan Park Chung Hee melalui Motion Picture Law:

a. Pembatasan Perusahaan Film

Selain menggabungkan 71 perusahaan film menjadi 16 perusahaan, pemerintah Park Chung Hee juga mengharuskan perusahaan-perusahaan film mendapatkan lisensi yang diperoleh dari Kementerian

6 Di bawah kekuasaan AS, industri film Korea mengalami ketegangan yang berujung pada konflik ideologi kiri dan kanan. Pada masa-masa ini pula Korea mulai mengalami perang saudara yang mengakibatkan semenanjung Korea terbagi menjadi dua kawasan dimana Republik Republic of Korea berada dibawah AS dan Republik Rakyat Demokrasi Korea Utara berada dibawah Uni Soviet. Maka film dibuat berdasarkan atmosfir yang berkaitan dengan anti komunis dan komunis (Kim Mee Hyun:2006)

7 Sistem diktator yang dijalankan park Chung Hee dalam segala aspek, termasuk industri film. sistem ini bukan sebuah sistem komunis, namun juga tidak menerima ide demokrasi. Beberapa tulisan menyimpulkan sistem ini terpengaruh oleh cara-cara penjajahan Jepang di Korea, karena Park Chung Hee merupakan lulusan sekolah militer Jepang.


(44)

31

Budaya dan Informasi. Di sisi lain, syarat untuk mendapatkan lisensi pun tidaklah mudah, karena meliputi hal-hal berikut: izin perusahaan film untuk memproduksi film apabila sudah memiliki satu studio, rekaman suara, fasilitas canggih, peralatan lain termasuk kamera, serta sumber daya manusia seperti sutradara, aktor, dan teknisi. Syarat semacam ini telah mempersulit perusahaan film kecil, sehingga banyak diantara perusahaan film yang lebih memilih membatalkan lisensinya karena tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut. Kebijakan lain mengenai kontrol film pada masa ini juga terjadi di tahun 1963, dimana sebuah perusahaan film hanya diakui pemerintah apabila bisa membuat maksimal 15 film dalam setahun. Selain itu, dalam setiap tahunnya kebijakan pemerintah Park Chung Hee pada industri film mengalami pengetatan yang menyebabkan penurunan kuota produksi film, hingga tidak adanya produksi film sama sekali di tahun 1984.


(45)

32 b. Pembatasan Kuota Impor

Sistem lain yang juga diterapkan pada masa ini adalah sistem kuota impor yang mana pemerintah mewajibkan pembayaran pajak yang sangat tinggi terhadap film impor yang masuk ke Korea serta melembagakan penggunaan profit dari film asing untuk mengembangkan film domestik Korea yang sejalan dengan kebijakan pemerintah.

c. Pembatasan Ide/Konten

Sistem kuota impor bertujuan memaksa para produser membuat film nasional yang sejalan dengan kebijakan pemerintah. Isi atau cerita film diharuskan sesuai dengan kebijakan anti komunis dan tidak boleh mengandung nilai demokrasi. Aturan yang sama pun berlaku bagi film asing yang masuk ke Korea, yang mana mereka harus memproduksi film sesuai dengan kebijakan pemerintah. Implikasi dari kebijakan ini, film Korea tidak memiliki banyak referensi cerita terutama ide cerita yang diambil dari film asing. Akibatnya, perfilman saat itu mengalami stagnasi dan penurunan jumlah penonton karena dianggap membosankan.

3.1.2. Sistem Promosi

Menurut Shim (2005) dikutip Wahyudi Wibowo (2012) sistem dipelopori oleh presiden Kim Young Sam dengan melakukan dua langkah utama yaitu:


(46)

33 a. Koordinatif,

Langkah koordinatif dilakukan dalam upaya penyebarluasan produk-produk kultural Korea.

b. Regulative dan Promotif.

Sedangkan regulative dan promotif merupakan langkah berupa dukungan hukum dan pembentukan instansi Cultural Industry Bureau yang berada dibawah Korean ministry of culture and sports tahun 1995. Dua langkah ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya kebijakan kelonggaran pajak bagi para pelaku industri kreatif. Pada tahap selanjutnya Kim Dae Jung melanjutkan upaya promosi budaya yang telah dilakukan oleh pemerintahan Kim Young Sam (1998-2003) dengan memiliki visi “teknologi kebudayaan” (Cultural Technology), yang meliputi pengembangan warisan budaya tradisional dan budaya popular sebagai bagian dari pengembangan teknologi kunci Korea. Untuk itu dibentuklah Korean Culture and Conten Agency di tahun 2001.

3.2Perkembangan Kebijakan Republic of Korea terhadap Film dan Drama Keseriusan pemerintah Korea terhadap promosi kebudayaan ditindaklanjuti melalui upaya nya memasukan aspek diplomasi kebudayaan kedalam beberapa dokumen penting diantaranya:

3.2.1. White Paper 2006

Dalam White Paper 2006, Korea menjelaskan bahwa kebijakan luar negerinya di tahun 2005 adalah meningkatkan citra nasional Korea melalui


(47)

34

Korean Wave. Hal ini berkaitan dengan upaya MOFAT melakukan diplomasi publik dengan cara meningkatkan aktivitas dan promosi budaya demi mencapai tujuan nasional yang lebih besar, yaitu peningkatan Citra nasional Republic of Korea sebagai negara pelopor dalam bidang budaya.

3.2.2. Principal Goals and Direction of Korean Cultural Diplomacy

Dokumen ini merupakan kelanjutan dari White Paper 2006 tentang kebijakan luar negeri Korea tahun 2005, yang mana memasukan aspek diplomasi budaya sebagai bagian dari diplomasi publik Korea dengan memiliki 2 tujuan berikut:

 Mendorong kerjasama dengan negara-negara lain melalui pertukaran budaya

 Memperkuat daya saing nasional melalui peningkatan citra nasional. 3.2.3. White Paper 2008

Dijelaskan dalam Diplomatic Whitepaper Korea 2008, bahwa budaya merupakan elemen penting dan alat yang berguna untuk menciptakan nilai tambah demi terwujudnya persaingan antar bangsa. Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Korea/Ministry Foreign Affairs and Trade (MOFAT) mencoba memanfaatkan berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan Diplomasi Kebudayaan untuk mempromosikan kepentingan nasional Korea. Dalam white paper ini juga dijelaskan bahwa film serta drama merupakan salah satu elemen penting untuk memajukan diplomasi kebudayaan Korea,


(48)

35

Kementrian luar negeri dan perdagangan Korea berupaya memperkenalkan budaya-budaya Korea ke negara luar, juga mendorong diplomasi publik melalui penawaran stasiun televisi negera-negara asing serta video-video dokumentasi yang menggambarkan Korea dan kebudayaan Korea.”

3.2.4. Visi Global Korea

Sementara itu, pembahasan mengenai budaya juga tercantum dalam Visi Global Korea yang secara khusus dibahas dalam poin Soft Power.8

“The Republic Korea should seek attributes of a soft, strong power as it builds up it capacities to become a global actor. That is to say, a state that combine the strengths of an advanced walfare economy and self-reliant defense capability with significant educational, cultural, and artistic potential and is accordingly needed and respected by the

international community.”

Baru pada tahun 2009, menurut Regina Kim (2010) pemerintah Republic of Korea mulai mengumumkan kebijakan diplomasi kebudayaannya, dimana pemerintahnya mencoba mengambil manfaat dari Korean Wave sebagai sebuah alat kebijakan untuk meningkatkan

8

Menurut Geun Lee budaya merupakan bagian dari soft resource suatu negara yang dapat menciptakan soft power (Lee). Adapun Josep Nye menjelakan soft power sebagai berikut:

ability to get what you want through attraction rather than coercion or payment that resulted in a more favorable public opinion and credibility obroad”.


(49)

36

budayanya. Dibawah kepemimpinan presiden Lee Myung Bak, pemerintah Korea menempatkan “complex diplomacy” dan “value diplomacy” sebagai kebijakan utama untuk meningkatkan diplomasi publik dan diplomasi budaya bersamaan dengan citra nasional dan brand nasional.

Mengingat begitu penting nya elemen kebudayaan ini bagi kepentingan nasional Republic of Korea, maka pemerintah Korea membentuk dua departemen yang secara khusus bertanggung jawab terhadap penyebaran Korean Wave ke luar negeri, yaitu Kementerian Budaya, Olah Raga dan Pariwisata/Ministry Cultural Sport and Tourism (MCST) dan Kemeterian Luar Negeri dan Perdagangan/Ministry Of Foreign Affairs and Trade (MOFAT). Kedua kementrian tersebut memiliki tanggung jawab yang sama terhadap penyebaran budaya Korea di luar negeri, namun tanpa mengaburkan tugas dan wewenang masing-masing. 3.2.5. Kementerian Budaya, Olah Raga dan Pariwisata (MCST)

Merupakan kementerian yang bertanggung jawab terhadap budaya Korea, terutama budaya popular Korea. MCST bekerjasama dengan MOFAT untuk mendukung segala kebijakan yang dapat mempopulerkan budaya Korea di luar negeri. Korean Cultural and Information Services, Korean Fondation and International Cultural Exchange, dan Korean Tourism Organization merupakan departemen yang langsung berada dibawah pengawasan MCST. Departemen-departemen tersebut memiliki hubungan yang cukup penting dalam penyebaran budaya Korea, termasuk penyebaran film dan drama Korea.


(50)

37

 Departemen Pelayanan Informasi dan Budaya Korea/Korean Cultural and Information Services (KOCIS)

KOCIS merupakan instansi yang membawahi Pusat Kebudayaan Korea/Korean Cultural Centre (KCC) di 30 negara. Di Indonesia KCC didirikan pada tahun 2011. Indonesia sendiri merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara dimana KCC didirikan.

 Dewan Film Korea/Korean Film Council (KOFIC)

KOFIC merupakan organisasi perfilman yang mendapatkan dukungan pemerintah melalui MCST. Oleh karenanya, KOFIC bekerjasama dengan pemerintah dalam tujuan mendukung dan mempromosikan film Korea melalui pendanaan, penelitian, pendidikan dan pelatihan. KOFIC juga berusaha mengembangkan pasar internasional untuk distribusi film Korea dalam rangka mempromosikan pemahaman antar budaya melalui film.

 Lembaga Bantuan Korea Bagi Pertukaran Budaya Internasional/ Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE) Dalam penelitian Adina Dwirezanti (2012) dijelaskan bahwa KOFICE merupakan badan organisasi yang bertujuan meningkatkan pengertian kebudayaan di setiap negara melalui pertukaran budaya dan bertindak dalam pertukaran masyarakat untuk membuka jalannya sebuah kerjasama. KOFICE melakukan serangkaian aktivitas melalui forum-forum dan seminar, festival-festival musik, film dan pendidikan.  Organisasi Pariwisata Korea/ Korea Tourism Organization (KTO)


(51)

38

Merupakan lembaga di bawah Kementerian Budaya Olah Raga dan Pariwisata yang mengatur masalah terkait pariwisata Korea. Melalui KTO ini pula pemerintah Korea membuat slogan Visit Korea 2012 Secara garis besar, MCST memiliki visi sebagai berikut:

Gambar 3.1. Bagan Visi MCST

Sumber: Kementerian Kebudayaan Olah Raga dan Pariwisata Korea

3.2.6. Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan/Ministry Foreign Affairs and Trade (MOFAT)

MOFAT merupakan kementerian yang membawahi segala hal yang berkaitan dengan kepentingan luar negeri. MOFAT lebih banyak memuat fokus-fokus kebijakan di berbagai bidang seperti politik dan keamanan, ekonomi dan perdagangan, bantuan luar negeri serta isu budaya. MOFAT bekerjasama dengan MCST dalam penyebaran kebudayaan Korea di luar


(52)

39

negeri, seperti membuat aturan dan kebijakan budaya Korea melalui Diplomatic White Paper dengan tujuan tercapainya kepentingan nasional Korea di bidang budaya, terutama dalam peningkatan citra Korea di luar negeri.

 Badan Kerjasama Internasional Korea/ Korea International Cooperation Agency (KOICA)

Korea International Cooperation Agency merupakan lembaga kerjasama internasional Korea yang berada dibawah kementerian luar negeri dan perdagangan Korea (MOFAT). Misi dari lembaga ini adalah untuk memaksimalkan efektivitas program bantuan Korea ke negara-negara berkembang. Bantuannya terdiri dari bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, bantuan pemerintahan, agrikultur, kehutanan dan perikanan, industri dan energy, serta bantuan bencana alam.

 Yayasan Korea/Korean Foundation (KF)

Korean Foundation adalah lembaga bantuan Korea yang berfokus pada bidang pendidikan dan budaya Korea. Korea Foundation membiayai sejumlah penelitian di beberapa negara, salah satunya di Indonesia.


(53)

40 BAB IV

PENCAPAIAN KEPENTINGAN CITRA DAN EKONOMI REPUBLIC OF

KOREA MELALUI FILM DAN DRAMA DI INDONESIA

Shin Seung Jin (2008) menjelaskan kepentingan citra dan ekonomi Republic of Korea dengan mengamati strategi diplomasi kebudayaan Republic of Korea (Home Country) yang disesuaikan dengan karakteristik negara penerimanya (Recipient Country). Terdapat 3 startegi bagi negara penerima diplomasi kebudayaan Republic of Korea menurut Shin sebagai berikut:

1. Pure Culture= Oriented Cultural Diplomacy (=100% culture)

Target negara-negara untuk strategi ini lebih banyak dilakukan di Afrika, dimana kesadaran dan persepsi tentang Korea masih sangat rendah. Sehingga strategi pengenalan budaya Republic of Korea merupakan langkah yang efektif untuk membuka kerjasama antar negara.

2. Combination of Culture (60%) and Commerce (40%)

Pendekatan ini dilakukan pada negara-negara menengah yang memiliki kesadaran tertentu tentang Korea, tetapi juga masih menunjukan kesadaran yang rendah tentang persepsi dan pengatahuan tentang Korea. Negara-negara dengan karakteristik ini harus diperlakukan melalui strategi dimana terjadinya kombinasi antara culture dan trade. Negara yang menjadi target dari strategi kedua ini biasanya sudah menjalin kerjasama kebudayaan dengan Republic of Korea dan pernah melakukan beberapa event-event seni dan pameran IT melalui sebuah festival yang dikenal dengan “Korean Week”9

. Indonesia

9 Korean Week merupakan pameran kebudayaan Korea yang diselenggarakan di Indonesia mulai tahun 2011. Festival ini merupakan ajang pertukaran kebudayaan kedua negara, sekaligus sebagai


(54)

41

adalah salah satu negara dimana sering diselenggarakannya event “Korean Week” oleh kedutaan besar Republic of Korea di Indonesia.

Gambar 4.1. Poster acara Korean Week Festival di Indonesia10 Sumber: Situs Koreanindo.net

bentuk kerjasama ekonomi antara Korea dan Indonesia. acara ini diselenggarakan oleh Komite

presidensial Brand nasional Korea/Korea’s presidential oun il on national randing.


(55)

42

3. Advanced Korean Studies-oriented with a flavor of pure culture

Negara-negara dengan pendekatan ketiga ini memiliki tingkat persepsi dan kesadaran yang baik tentang Korea. Namun demikian masyarakat negara dengan karakteristik ini masih memiliki sedikit negative feedback tentang Korea sehingga diperlukan adanya hubungan yang lebih dekat melalui pendekatan budaya yang komprehensif seperti pertukaran kebudayaan, seperti bahasa Korea dan belajar di Korea. Pendekatan ini diharapkan dapat mengurangi permusuhan diantara negara-negara tersebut. Bahkan, akan lebih baik jika Korea tidak mempromosikan hal yang berkaitan dengan Culture and Trade. China, AS dan Jepang adalah tiga negara dalam kategori ini.

Merujuk pada karakteristik yang disebutkan Shin, Republic of Korea menempatkan Indonesia selaku Recipient Country diplomasi kebudayaannya dengan melakukan strategi kebudayaan nomor dua, yaitu Cultural (60%) dan Trade (40%).

Strategi Cultural yang dimaksud Shin adalah upaya pemerintah Republic of Korea untuk mempromosikan kebudayaan Republic of Korea melalui peningkatan level pemahaman terhadap Republic of Korea (Understanding), Penginformasian (Informing), dan pemberian pengaruh kepada masyarakat Indonesia (influence) demi tercapainya persepsi positif. Sedangkan strategi Trade dilakukan pemerintah Republic of Korea sebagai upaya mencapai kepentingan ekonomi melalui elemen kebudayaan, dalam hal ini melalui elemen film dan drama.

4.1 Pencapaian Citra

Pemerintah Korea memanfaatkan diplomasi kebudayaan melalui Korean Wave dengan cara mensubsidi biaya produksi dari beberapa drama Korea, film dan film dokumenter, tujuannya menyebarluaskan bahasa Korea melalui pendirian 500 buah


(56)

43

institusi King Sejong11 di luar negeri pada tahun 2015, dan untuk membuat makanan Korea menjadi salah satu dari lima kuliner terfavorit dunia di tahun 2017.

Disamping itu, dalam rangka membangun citra nasionalnya, Republic of Korea membuat sebuah komite Brand Image, Presidential Council on Nation Branding yang dibentuk pada masa pemerintahan Lee Myung Bak tahun 2009. Pembentukan komite ini ditindaklanjuti dengan pembuatan Brand Index Korea yang dinamakan Nation Brand Dual Octagon (NBDO). Menurut Gunjoo Jang dan Won K Paik (2012), Republic of Korea merupakan negara pertama yang membentuk komite citra nasional untuk meningkatkan citra nasional negaranya.

Persepsi Indonesia terhadap Korea di tunjukan melalui survey BBC Country Polling pada tahun 2010 yang menyebutkan bahwa di Indonesia persepsi tentang Korea meningkat sebanyak 51% dibandingkan tahun 2008. Di tahun inipula Indonesia menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia Pasifik yang memiliki tingkat persepsi paling tinggi terhadap Republic of Korea. Sedangkan di tahun 2013, Indonesia adalah negara dengan tingkat persepsi positif paling tinggi kedua terhadap Republic of Korea setelah posisi pertama diduduki oleh negara Republic of Korea sendiri.

11 Institusi King Sejong adalah sebuah nama tempat belajar mengajar di Republic of Korea yang

terintegrasi dengan layanan informasi. Tempat ini terutama mengajarkan bahasa dan budaya Korea ke seluruh dunia. Nama King Sejong diambil dari nama raja dinasti Joseon ke-4 yang memerintah pada tahun 1481 Masehi.


(57)

44

Grafik 4.1. Grafik Polling Dunia Terhadap Presepsi Korea Selatan

Sumber:http://www.worldpublicopinion.org/pipa/pipa/pdf/apr10/BBCViews_Apr10_rpt.pdf

Sementara itu, dalam survey yang dilakukan penulis berupa quisioner yang

berjudul “Persepsi Orang Indonesia terhadap Republic of Korea” secara online

yang disebar melalui forum regional di tiga media sosial yaitu Facebook, Kaskus, dan Google+ terhadap 150 orang informan di lima pulau; Jawa, Bali, Sumatra, Sulawesi dan Indonesia Timur, menjelaskan hasil sebagai berikut:

Sebanyak 112 orang informan memiliki persepsi “baik” terhadap Republic

of Korea. 112 orang informan ini terdiri dari 76 dari pulau Jawa, 13 orang dari Bali, 15 orang dari Sumatra, 5 orang dari Sulawesi dan 2 orang dari Indonesia Timur. Sementara itu, dari 112 orang Informan itu, sebanyak 54 orang informan mengetahui Republik of Korea melalui media film dan drama. Diantaranya: 31 orang di pulau Jawa mengetahui Republic of Korea melalui film dan drama, 6 orang

0 10 20 30 40 50 60 70 S h o u th K o re a In d o n e si a G h a n a N ig e ri a U S A A u st ra li a C h in a S p a in UK C h il e C a n a d a F ra n c e R u si a K e n y a P e ru P o la n d B ra zi l T u rk e y P a k is ta n M e x ic o E g y p t In d ia Ja p a n G re e c e G e rm a n y

View of South Korea's Influence


(58)

45

dari Sulawesi, 7 orang dari Sumatra, 9 orang dari Bali dan 1 orang dari Indonesia Timur.

Sedangkan sisanya sebanyak 38 orang dari 3 pulau memiliki persepsi “tidak baik”. Diantaranya 26 orang dari Jawa, 6 orang dari Bali, dan 7 orang dari Sumatra.

4.2Pencapaian Ekonomi

Disamping kepentingan citra, Republic of Korea melalui diplomasi kebudayaan nya juga berupaya mencapai kepentingan ekonomi melalui media film dan drama. Adapun pencapaian kepentingan ekonomi Republic of Korea sebagai hasil dari film dan drama adalah sebagai berikut:

4.2.1. Pariwisata

Pariwisata merupakan implikasi dari kemunculan film dan drama Korea di Indonesia. beberapa drama Republic of Korea menjadikan pemandangan alam sebagai setting dalam film tersebut. Misalnya dalam drama Winter Sonata, terdapat setting yang memperlihatkan pemandangan pulau Nami, di Boys Over Flower memperlihatkan pemandangan pulau Jeju. Hal ini menurut Adina Dwirezanti (2012) diikuti dengan adanya kebijakan Korea dalam bidang pariwisata (2005-2009) melalui program-program pariwisata yang terfokus pada kota dan provinsi, seperti Visit Gyeonggi-Korea 2005, Visit Jeju Year 2006, Visit Gyeongbuk Korea 2007. Sementara menurut Shim (2005) adapula agency travel yang menawarkan travel wisata berbasis drama, seperti “Best of Korean Drama Trailer Deluxe


(59)

46

pariwisata berbasis drama tersebut dibenarkan oleh Dwihapsari Minto Rahardjo, Manajer pemasaran Korea Tourism Organization (KTO) Jakarta, dengan mengatakan salah satu faktor pendongkrak wisatawan Indonesia ke Korea adalah karena popularitas Hallyu/Korean Wave melalui K-Pop dan K-Drama. Jumlah wisatawan Indonesia pada bulan September 2012 mencapai 108. 433 orang, mengalami peningkatan 25.8% dibanding tahun 2011. Sementara itu, Reza Lukmanda (2013) mencantumkan tabel jumlah wisatawan Indonesia di Republic of Korea dari tahun 2003-2010.

Tabel 4.1. Tabel Peningkatan Wisatawan Indonesia

Tahun Jumlah wisatawan Indonesia ke Republic of Korea

2003 20.161

2004 21.357

2006 21.894

2007 22.786

2009 29.892

2010 41.312

Tahun 2003 menunjukan jumlah wisatawan Indonesia ke Republic of Korea berada di angka 20.161. di tahun 2004-2006, jumlah wisatawan Indonesia ke Korea tidak mengalami peningkatan yang signifikan, dimana hanya menunjukan selisih angka 1.196 wisatawan di 2004. Di tahun 2006 kembali mengalami peningkatan, namun menurut penulis, peningkatan tersebut tidak signifikan, yaitu berada di angka 21.894. artinya hanya memiliki selisih 537 wisatawan sepanjang tahun 2004-2006. Peningkatan yang cukup signifikan berada di tahun 2009-2010, selisih peningkatan berada di angka 11. 420, yang artinya menunjukan 11 kalilipat peningkatan


(60)

47

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penulis melihat, peningkatan wisatawan di tahun 2009 dan 2010 seiring dengan diumumkannya kebijakan diplomasi kebudayaan Republic of Korea di tahun 2009.

4.2.2. Ekonomi Kreatif

Menurut pemeberitaan situs Beritasatu.com (2013) dalam sebuah pidato pada puncak pertemuan APEC 2013 di Bali, Presiden Republic of Korea Park Geun Hye mengatakan bahwa pemerintah Republic of Korea menggunakan ekonomi kreatif sebagai bagian dari strategi baru untuk mempromosikan revitalisasi ekonomi melalui inovasi. Ekonomi kreatif mampu menciptakan pasar baru melalui penggabungan Ilmu pengetahuan dan teknologi, juga melalui penyatuan keunggulan industri dan aspek kebudayaan. Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperkuat aspek kerjasama ekonomi kreatif dalam forum bisnis yang diselenggarakan pada 10-12 oktober 2013 di Jakarta. Dalam forum tersebut kedua negara sepakat mengikat kerjasama dalam empat hal, seperti Nota kesepahaman kerjasama pembangunan zona ekonomi, perjanjian pertahanan, Nota kesepahaman mengenai kerjasama kehutanan , dan terutama adalah mengenai Nota kesepahaman dalam bidang kerjasama industri kreatif yang ditandatangani Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif Mari Elka Pangestu dan Menteri Pariwisata, Olahraga dan Kebudayaan Korea, Yoo Jin Ryong.

Film dan drama adalah bagian dari fenomena gelombang korea yang juga merupakan salah satu komponen industri kreaatif. Di Indonesia,


(61)

48

menurut Chung Sok Suh, Young Dal Cho, Seung Ho Kwon (2008) , film dan drama turut menyumbang pendapatan ekspor budaya Republic of Korea sebagaimana yang diperlihatkan tabel dibawah ini:

Tabel 4.2. Peningkatan Jumlah Drama Republic of Korea di Indonesia 2001-2004

Tahun Total program yang ditayangkan

Biaya rata-rata per Program (dalam US$)

Total Pendapatan Ekspor Drama dari

Indonesia (dalam US$)

2001 26 620 16.000

2002 80 1.060 85.000

2003 299 1.680 503.000

2004 320 1.350 433.000

Sumber: Korean Broadcasting Institute

Tabel 4.3. Peningkatan jumlah Film Republic of Korea di Indonesia

Tahun Total ekspor film

Biaya rata-rata per Program (dlm US$)

Total Pendapatan Ekspor Film dari Indonesia

2001 23 9.182 202.000

2002 22 9.826 226.000

2003 29 7.500 217.500

2004 14 N/A

Sumber: Korean Film Council Year Book


(62)

49 BAB V

KESIMPULAN

Kebudayaan disadari atau tidak merupakan bagian dari identitas yang melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas “Siapa bangsa itu” dan “Bagaimana mereka”. Untuk mengetahui jawaban tersebut, tentunya setiap negara harus saling mengenal dan memahami identitas masing-masing melalui interaksi antar masyarakatnya maupun antar pemerintahnya. Dalam Hubungan Internasional interaksi semacam ini dikemas melalui mekanisme diplomasi kebudayaan. Mekanisme ini dipandang cukup Flexsible dan Accepteble bagi masyarakat suatu negara mengingat kebudayaan adalah elemen yang soft, yang dalam pelaksanaannya tidak memakai cara-cara politik dan militer ala diplomasi tradisional, atau bahkan cara-cara perang tetapi memakai cara-cara komunikatif dan arif.

Namun tanpa mengesampingkan tujuannya, pada dasarnya setiap negara dalam melakukan praktik diplomasi, termasuk di dalamnya adalah diplomasi kebudayaan, semata-mata berfokus pada kepentingan nasional bangsanya. Demikian halnya dengan Republic of Korea yang begitu gencar melakukan promosi budayanya melalui aspek Film dan drama ke banyak negara, termasuk Indonesia.

Tidak sulit bagi Republic of Korea memperkenalkan kebudayaan nya ke Indonesia, karena kedua negara sudah lebih dari 40 tahun menjalin hubungan diplomatik. Hubungan diplomatik yang terjalin antar kedua negara, berlangsung baik di level pemerintah dan masyarakatnya. Misalnya tahun 1973, Republic of Korea membuka sekolah Jakarta International Korean School (JIKS). Sekolah ini


(63)

50

juga disahkan oleh Departemen Kebudayaan dan Pendidikan di tahun 1990. Selain itu, komunikasi yang terjalin antar kedua masyarakat juga dilakukan melalui hubungan komunikasi radio, dimana radio Korean Broadcasting System menyelenggarakan sebuah program yang secara khusus memakai bahasa Indonesia. Kedekatan yang sejak lama terjalin ini ternyata menimbulkan implikasi positif terhadap persepsi Indonesia pada Korea, dimana menurut Polling World Publik Opinion, Indonesia menempati posisi negara dengan persepsi positif paling tinggi terhadap Korea.

Film dan Drama mengambil bagian penting dalam pencapaian kepentingan ekonomi Republic of Korea. Media ini merupakan salah satu aspek ekonomi kreatif yang penanganannya dilakukan oleh Kemeterian Kebudayaan, Olah Raga, dan Pariwisata Republik Korea (MCST). Film dan drama juga mendapatkan dukungan dari pemerintah Republic of Korea melalui beberapa kebijakan di masa pemerintahan presiden Kim Young Sam melalui pembentukan instansi Cultural Industry Bureau yang berada dibawah Korean ministry of culture and sports tahun 1995, dan dilanjutkan pada masa presiden Kim Dae Jung melalui pembentukan Korean Culture and Conten Agency di tahun 2001, bersama sebuah slogan

“Provide Support, but do not interfere” terhadap kebijakannya dalam industri film.

Di Indonesia sendiri, Film dan Drama Republic of Korea diterima secara birokrasi melalui Direktorat Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Lembaga Sensor Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kedua lembaga inilah yang mengatur mekanisme izin tayang dan edar film dan drama Republic of Korea untuk dikonsumsi dan disaksikan masyarakat Indonesia


(1)

55

 Laporan Kegiatan Sidang Pertama Komisi Bersama Kebudayaan RI-ROK tahun 2008

 Laporan Seminar Hallyu: Mukhtasyar Syamsudin dan Ratih Pratiwi Anwar dalam

 Laporan The Cultural Cooperation and Korean Wave (Hallyu) seminar Borobudur Hotel, Jakarta, Friday, December, 14, 2012

 Institutional and Legal Framework RoK 2004

 Laporan Tahunan KBRI Seoul 2001, Kementerian Luar Negeri Indonesia  Laporan Tahunan KBRI Seoul 2000, Kementerian Luar Negeri Indonesia  Dokumen Kerjasama Perjanjian RI-RoK 2000

 Profile Company KOCIS 2011

 Komisi Penyiaran Indonesia, Dokumen Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran 2012

 Dokumen Tanda Pendaftaran Film Impor Direktoral Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

 Undang-Undang No.8 tahun 1992

 Rekomendasi Pembentukan Komprehensive, Economic Patnership Agreement (CEPA), Indonesia-Korea

 U.S Commercial Service (United State of America Department of Commerce), 2012, Doing Business in Indonesia: 2012 Country Commercial Guide for U.S Companies: U..S Foreign Commercial Serrvice and U.S. Department of State  BBC World Service Polling, 2013, Views of China and India Slide While UK’s


(2)

56

 BBC Word Service Polling, 2008, Global Views of USA Improve

Jurnal dan Artikel

 Mosadeq, Bahri. 2005. Japan International Cultural Relation. Manabu Journal of Japanese studies Japan in asia. Vol 1 no 1 August 2005. Published by Manabu Institute.

 Ramesh, Bharadwaj. 2005. A Hallyu Story: Behind The Origins and Success of the Korean Wave in China & Future of Content in a Broadband World. National Tactical Practing Director, Group M

 Kim, Eun Mee & Jiwon Ryoo. 2007. South Korean Culture Goes Global : K-pop and the Korean Wave. Korean Science Journal XXXIV. No 1

 Kim, Eun Mee, 2002, Market Competition and Cultural Tension Between Holywood and the Korean Film Industry, Seoul: Yonsei University

 Shim, DooBo. 2006. Media, Culture, and Society: Hibridity and the rise of Korean Popular Culture Who

 Yong, Jin Dal. 2006. Cultural Politics in Korea’s Contemporary Films under Neoliberal Globalization

 Feigenbaum, Harfey. 2001. Globalization and Cultural Diplomacy. The George Washington University: Centre for Arts and Culture.

 Suh, Sok Chong, Young Dal Cho, Seung Hwo Kwon, 2012, The Korean Wave in Southeast Asia: An Analysis of Cultural Proximity and the Globalization of the Korean Cultural Products


(3)

57

 Joang, Hae Cho. 2001. Reading the “Korean Wave” as a sign of Global Shift, Seoul: Yonsei University

 Cummings Milton C. 2003. Cultural Diplomacy and The United States Government: a Survey. Centre for Arts and Culture

 Sungeun, Sim. 2008. Behind The Korean Broadcasting Boom.

 Lee, Geun. 2004. A Theory of Soft Power and Korea’s Soft Power Strategy, Seoul National University

 Jang, Gujoo & Won K. Paik. 2012. Korean Wave as Tool For Korea’s New Cultural Diplomacy, Vol: 2 no 3, Scientific Research, Hankuk University  Kim, Hwajung .2012. The Importance of Nation Branding

 Schneider, P Cyntya. 2005. Culture Comunicates: U.S. Diplomacy That

Works”, in The New Public Diplomacy Soft Power in International Relations,

New York: Palgrav Marcmillan

 Hauben, Ronda. 2009. The Rise of Netizen Democracy A case study of netizens' impact on democracy in South Korea

 Osojnik, Marta. Cultural Diplomacy and the European Union:Key Characters and Historical Development

 Sen, Khrisna, Persoalan-persoalan Sosial dalam Film Indonesia, Jurnal Prisma no.5 tahun XIX 1990.

 Kleden, Ignas, Membangun Tradisi Tanpa Sikap Tradisional Dilema Indonesia antara Kebudayaan dan Kebangsaan, LP3ES, no.8 Tahun XV 1996

 Heryanto, Ariel, Budaya Pop Indonesia Kehangatan Seusai Perang Dingin, Prisma Vo. 28, no.2 Oktober 2009


(4)

58

 Hun Dong Lee, Nation Branding in 2012, Korea Economic Trend

Skripsi

 Amelita, Nesya. 2010. Kebudayaan Popular Korea: Hallyu dan Perkembangannya di Indonesia. Depok: Universitas Indonesia

 Dwirezanti, Adina. 2012. Budaya Populer Sebagai alat Diplomasi Publik: Analisa Peran Korean Wave dalam Diplomasi Publik Korea Periode 2005-2012. Depok: Perpustakaan Universitas Indonesia

Internet

 JakartaPost.com, “Korean Cultural Centre Opens in Central Jakarta”, Tuesday, July 19,

 (http://www.thejakartapost.com/news/2011/07/19/korean-cultural-center-opens-central-jakarta.html) diakses tanggal 10 Desember 2012

 Korean Cultural Centre.org

 Tempo.co “Demam K-Pop, Seberapa besar Peran Pemerintah Korea?”, Jumat,

30 November 2012

 http://www.tempo.co/read/news/2012/11/30/219445122/Demam-K-Pop-Seberapa-Besar-Peran-Pemerintah-Korea, diakses tanggal 10 Desember 2012  Beritasatu.com, “Korean Film Festival tingkatkan kerjasama budaya Korea

-Indonesia” Rabu 26 Juni 2013

 http://www.beritasatu.com/film/121958-korean-film-festival-tingkatkan-kerjasama-budaya-indonesiakorea.html, diakses 26 Juni 2013


(5)

59

 Lia, Susanti Nyoman, 2011 “ Gurita Budaya Populer Korea di Indonesia”, Institut Seni Indonesia Denpasar

 http://www.isi-dps.ac.id/berita/%E2%80%98gurita%E2%80%99-budaya-populer-korea-di-indonesia, diakses 30 juni 2013

 Sekilas Sejarah Perfilman Indonesia, Tabloid Montase

 http://montase.blogspot.com/2010/05/sekilas-sejarah-film-indonesia.html  UI Resmikan IT Training Centre dan Korea-Indonesia Cultural Corner, 13

Desember 2012

 http://shnews.co/duniakampus/web/read/1174/ui-resmikan-it-training-center-dan-koreaindonesia-cultural-corner, diakses tanggal 28 Juni 2013

 Sejarah dan Visi Misi Jakarta International Korea School

 http://eng.jiks.com/?act=doc&mcode=2013, diakses tanggal 1 Juli 2013

 Kementerian Ekonomi Kreatif dan Pariwisata, Data Statistik Wisatawan Mancanegara

 http://www.budpar.go.id/userfiles/file/Wisman%20mnrt%20pintu%20masuk %202008%20-%202012.pdf, diakses tanggal 28 Juni 2013

 Kunjungan Jakarta International School di BPK Penabur

 http://www.bpkpenabur.or.id/id/node/10219, diakses 28 Juni 2013  Samsung Raih Posisi Penting di Dua negara basis utama BlackBerry

 http://www.merdeka.com/teknologi/samsung-raih-posisi-penting-di-2-negara-basis-utama-blackberry.html, diakses 24 Juni 2013

 Profile Facebook Indosiar sebagai TV drama Korea


(6)

60

 Profile Twitter Indosiar Sebagai TV Drama Korea

 https://twitter.com/IndosiarKorea, diakses tanggal 3 Juli 2013  Kerjasama E-Government antara RI-ROK

 http://www.menpan.go.id/berita-terkini/1482-indonesia-korea-akan-tandatangani-mou-kerjasama-e-govt, diakses tanggal 8 Agustus 2013  Definisi Korean Foundation

 http://en.kf.or.kr/?menuno=537, diakses tanggal 28 Juni 2013  World Internet Statistik

 http://www.internetworldstats.com/stats3.htm, diakses tanggal 5 Juli 2013 