1. Pendahuluan
Peristiwa serangan Israel ke jalur gaza pada 27 Desember 2008 sampai pertengahan Januari 2009, telah menelan korban lebih dari 1400 orang rakyat Palestina.
Peristiwa ini banyak mendapat kecaman dari berbagai pihak, apalagi Israel memakai fosfor putih sebagai senjata yang dapat membakar apapun yang tertimpa olehnya.
Kecaman demi kecaman tidak membuat langkah Israel surut, serangan baru dihentikan sehari menjelang pelantikan Obama sebagai Presiden Amerika. Peristiwa ini banyak
mendapat sorotan di berbagai media massa baik media cetak atau elektronik, tak terkecuali Kompas dan Republika.
Dalam menyajikan berita, media cetak tidak terlepas dari visi dan misinya. Keberadaan media cetak dalam teori sosial tidak terlepas dari interaksi sosial. Hal ini
berarti bahwa kebebasan pers yang bertanggungjawab, menghendaki tingkat kehati- hatian, kecerdasan pengelola media massa dalam mensiasati pasar pendukungnya.
Dalam kehidupan berdemokrasi, media massa adalah salah satu pilar penting yang mendukung tegaknya demokrasi, Media masa adalah alat atau instrument yang paling
efektif untuk menyampaikan pesan atau membentuk opini public sampai membangun branding image, juga media massa paling efektif untuk mengawasi jalannya
pemerintahan. Inilah yang kemudian menjadikan realitas media itu tidak netral, media massa
yang berfungsi sebagai saluran komunikasi seringkali merupakan perpanjangan tangan dari kepentingan, baik dari kepentingan pihak yang ada di dalam media maupun di luar
lingkup media. Pada dasarnya realitas media, dan realitas sosial berbeda, sehingga berita yang di buat di mediapun berbeda, sehingga berita tersebut headlinenya tetap berbeda
dari pristiwa yang sesunguhnya, sulit sekali media untuk netral karena ada kepentingan kepentingan.. Masyarakat tidak begitu paham bagaimana membedakan realitas yang
terjadi, apa yang di muat di TV dan media massa seringkali dianggap sebagai kejadian yang sesunguhnya.
Secara teoritik media massa memang tidak terlepas dari pengaruh politik dalam menentukan arah berita. Perangkat yang dipakai sebagai prisma dalam menyeleksi
realitas yang pertama adalah politik media yang kemudian dirumuskan dalam kebijakan redaksional dimana realitas yang sama dapat menghasilkan konstruksi
berita yang berbeda. Kemudian respon terhadap tuntutan pasar yang disebut
2
segmentasi khalayak. Pada gilirannya segmen pembaca ini akan mempengaruhi berita Bimo Nugroho, dkk, 1999:4 dalam Farid Hamid, 2002:6.
Independen dan objektif merupakan dua kata kunci yang menjadi “kiblat” dan klaim setiap jurnalis di seluruh dunia. Seorang jurnalis selalu menyatakan bahwa dirinya
telah bertindak objektif, seimbang dan tidak berpihak pada kepentingan apa pun, kecuali keprihatinan atas hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran. Meskipun sikap
independen dan objektif menjadi ‘kiblat’ setiap jurnalis, pada kenyataannya sering terdapat berita yang ditampilkan secara berbeda dari sebuah peristiwa yang sama.
Analisis Framing merupakan salah satu model analisis alternatif yang bisa mengungkapkan rahasia di balik perbedaan, bahkan pertentangan media dalam
mengungkapkan fakta. Analisis framing membongkar bagaimana realitas di bingkai oleh media, melalui analisis framing akan dapat diketahui siapa yang mengendalikan siapa,
mana lawan mana kawan, mana patron mana klien, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, siapa yang membentuk dan siapa dibentuk dan seterusnya. Eriyanto,
2002:vi. Pemberitaan media pada sisi tertentu dan wawancara dengan pihak-pihak tertentu
tidak hanya sebagai bagian dari teknik jurnalistik, tapi menandakan bagaimana peristiwa ditampilkan dan dimaknai. Pusat perhatian analisis framing adalah bagaimana media
memahami dan memaknai realitas dan dengan cara apa realitas itu ditandakan. Analisis framing termasuk dalam kategori paradigma konstruksionis. . Proses konstruksi realitas
yang dilakukan oleh media merupakan usaha “menceritakan” konseptualisasi sebuah peristiwa atau keadaan.
1
Penyerangan Israel ke Jalur Gaza yang telah menewaskan ribuan orang termasuk anak-anak yang tidak berdosa di Palestina dalam beberapa bulan terakhir ini, sangat
menyentuh hati atas nama kemanusian. Namun jika diamati sejarah negara Israel dan ideologi zionisme yahudi. Ideologi zionis menyatakan bahwa bangsa Yahudi adalah
“bangsa pilihan” dan Bani Israil lebih unggul dari manusia yang lain. Lebih dari itu, kaum zionis merasa berhak melakukan kekejaman atas bangsa lain. Ideologi rasis ini
masuk ke dalam agenda dunia di akhir-akhir abad ke sembilan belas oleh Theodor Herzl
1
Syahputra,2006:73 : Proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media merupakan usaha “menceritakan” konseptualisasi sebuah peristiwa atau keadaan
3
1860-1904, seorang wartawan Yahudi asal Austria. Herzl dan teman-temannya membuat propaganda menjadikan kaum Yahudi sebagai ras terpisah dari Eropa.
2
Pemisahan ini tidak akan berhasil jika mereka masih hidup “serumah” dengan masyarakat Eropa. Karena itu, membangun tanah air kaum Yahudi menjadi sangat
penting. Theodor Herzl, sang pendiri zionisme, mulanya memilih Uganda. Kemudian Sang Zionis memutuskan untuk memilih Palestina. Alasannya, Palestina dianggap
sebagai “tanah air kaum Yahudi” dan “tanah yang dijanjikan Tuhan”. Inilah awal dari didiaminya tanah Palestina oleh Israel.
Penentangan terhadap ideologi zionis dan pendirian “Negara Israel” tidak hanya datang dari umat Islam, tapi juga dari orang Nasrani dan Yahudi. Benjamin Beit-Hallahmi
akademisi di universitas-universitas Israel mengkritik kekerasan Israel terhadap Palestina dan menyatakan perdamaian hanya bisa dicapai jika Israel menyingkirkan ideologi
zionisnya. Noam Chomsky, orang Yahudi, menulis banyak buku dan artikel yang sangat kritis terhadap zionisme dan kebijakan negara Israel serta yang mendukungnya.
Di awal tahun 1980-an muncul kalangan akademisi Yahudi yang menamakan diri “para sejarawan baru.” Mereka menyatakan keyakinan Israel sebagai “bangsa pilihan”
adalah sebuah kebohongan. Menurut Tom Segev, anggota terpenting “sejarawan baru”, “Hampir hingga sekarang, kita tidak mempunyai sejarah negara ini Palestina yang
sebenarnya, selain mitos.” Dulu, kritik seperti ini hanya disuarakan akademisi dan cendekiawan Muslim. Sekarang dinyatakan keras oleh banyak orang-orang Yahudi dan
akademisi Kristen yang mencoba menilai kembali sejarah dengan sudut pandang yang tidak dipengaruhi oleh kepentingan.
Pada tanggal 11 September 1922: senator dan konggres Amerika mengeluarkan keputusan tentang dukungan penuh mereka atas berdirinya Negara Israel di Palestina
untuk menampung bangsa yahudi yang tersebar di dunia. Pada tanggal 11 Mei 1942: konfrensi zionis internasional diselenggarakan di hotel Baltimore New York yang
2
Rif’at Sayyid Ahmad:Elintas Sejarah Zionis Yahudi Israel.2003:6
4
mengeluarkan keputusan bersama untuk merubah Palestina menjadi Negara yahudi, mengusir semua warga arab yang ada di dalamnya dan kalau mereka menolak atau
melakukan perlawanan, maka harus di atasi dengan kekuatan militer. Melihat keputusan itu, Presiden Amerika pada waktu itu Roosevelt langsung memberikan dukungan atas
hasil konferensi zionis itu.M.Jamil Ghofur, 2004:1. Berangkat dari peristiwa yang sama, media tertentu akan memberitakan dan
menonjolkan sisi dan aspek tertentu. Sedangkan media lainnya meminimalisir, memelintir, bahkan menutup sisi atau aspek tersebut. Ini semua menunjukkan dibalik
independensi dan objektivitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks, tragedi dan bahkan ironi. Dengan membandingkan beberapa pemberitaan di media massa, besar
kemungkinan akan ditemukan kesimpulan yang setara bahwa media apa pun tidak bisa lepas dari bias-bias, baik yang berkaitan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya
bahkan agama. Oleh sebab itu tak ada media yang mempunyai independensi dan objektivitas yang absolut. Dengan kata lain agenda media akan dipengaruhi oleh suatu
kombinasi antara program internal keputusan editorial, manajerial, dan pengaruh luar dari sumber-sumber non media seperti individu-individu yang secara sosial berpengaruh,
para pejabat pemerintah, dan sponsor-sponsor komerisal. Tanpa ada kesadaran seperti ini, orang akan dibikin bingung, terombang-ambing dan dipermainkan oleh penyajian media.
Analisis framing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkap rahasia di balik semua perbedaan bahkan pertentangan media dalam
mengungkapkan fakta Eriyanto, 2002:vi. Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami,
dimaknai dan dikonstruksi dengan bentuk dan makna tertentu. Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian dari tekhnik jurnalistik, melainkan bagaimana peristiwa dimaknai
dan ditampilkan. Ini sesungguhnya realitas politik, bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan dan mereproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya.
Hal ini berarti bahwa kebebasan pers yang bertanggung jawab, menghendaki tingkat kehati-hatian, kecerdasan pengelola media massa dalam mensiasati pasar,
sehingga pasar, mendukungnya. Kondisi ini mengakibatkan pers berlomba-lomba menampilkan berita yang aktual dan terpercaya dan sekaligus tidak mengesampingkan
5
visi dan misinya. Berangkat dari visi dan misi ini pulalah peristiwa penyerangan Israel ke jalur gaza diberitakan secara berbeda-beda pula.
Konstruktivisme memandang realitas sebagai sesuatu yang ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan pada pengalaman sosial, bersikap lokal dan
spesifik, serta tergantung pada pihak yang melakukannya. Pembuatan berita pada dasarnya merupakan proses penyusunan atau konstruksi kumpulan realitas sehingga
menimbulkan wacana yang bermakna. Aditjondro dalam Eriyanto, 2002:165-166. Penelitian ini adalah mengetahui bingkai pemberitaan Kompas dan Republika
mengenai penyerangan Israel ke Palestina beberapa bulan terakhir ini, di jalur gaza. Survey awal menunjukkan bahwa Kompas dan Republika memiliki bingkai yang
memiliki kecenderungan keberpihakan yang berbeda dalam memberitakan. Sehubungan dengan maraknya pemberitaan tentang serangan Israel ke Jalur Gaza,
maka penulis ingin mengkaji bagaimana media massa khususnya media cetak atau surat kabar dalam memberitakan serangan tersebut. Adapun penelitian ini akan memfokuskan
pada kajian analisis isi kualitatif dengan menggunakan analisis framing analisis bingkai pada harian Republika dan Kompas.
Penelitian tentang analisis framing ini telah pernah juga dilakukan, salah satunya adalah analisis framing tentang terorisme pasca peristiwa runtuhnya WTC dan Pentagon
di harian Republika dan Kompas. Dalam penelitian tersebut dituliskan hasil wawancara penulis dengan redaktur di harian Republika dan Kompas.
Harian Republika dan Kompas dijadikan sebagai objek studi, karena harian Republika dan Kompas merupakan surat kabar yang berskala nasional. Republika dengan
tiras 90.000 sampai 125.000 perhari dan Kompas dengan tiras 500.000 sampai 600.000 perhari . Di samping itu, Dedi Junaedi salah seorang redaktur Republika, mengatakan
bahwa awal berdirinya harian Republika salah satunya disebabkan oleh terlalu sedikitnya media massa yang menyuarakan aspirasi umat Islam.
Sedangkan Kompas menurut Rikard Bagun wakil pimpinan redaksi Kompas, mengatakan bahwa, Kompas berusaha memberitakan “apa adanya”. Masih menurut
Rikard Bagun, bahwa seandainya Kompas membela, atau memihak ke Amerika atau ke
6
Islam, dalam peristiwa runtuhnya WTC dan serangan Amerika ke Afghanistan kalau pasar tidak mehendaki tentu Kompas tidak akan laku terjual. dikutip dari, Rahmi Surya
Dewi, 2004:8. Data terakhir penulis dapatkan bahwa Kompas merupakan koran nasional dengan
tiras 507 ribu eksemplar dan dibaca oleh 1,8 juta orang. Harian ini menempati urutan kedua terbesar secara nasional dengan tiras 2,2 juta eksemplar setelah Pos Kota, dengan
keunggulan segmentasi umum dan berita-berita yang kerap ditulis secara mendalam Cakram On Newspaper 2005.
Republika sendiri mengalami kenaikan tiras dari 105 ribu menjadi 202 ribu eksemplar setelah memberikan warna global pada isi tulisannya, bersinergi dengan The
New York Times AS dan New Strait Times Malaysia. Selain itu, identitas Islami Republika merupakan daya tarik kuat bagi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama
Islam. Selain itu alasan cakupan skala penerbitan dan tiras yang besar, perbedaan
kharakteristik maupun ideologi yang dimiliki oleh kedua media tersebut yang merupakan faktor lain yang menjadi pertimbangan bagaimana masing masing media melakukan
konstruksi pristiwa politik dan faktor apa saja yang mempengaruhinya Untuk mengetahui proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media, dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, di antaranya analisis wacana, semiotika, dan analisis framing. Analisis framing merupakan metode yang paling sesuai
karena dalam perspektif komunikasi, analisis ini dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi,
penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai dengan
perspektifnya.
3
Harian Kompas dan Republika merupakan media cetak dengan gaya pemberitaan yang berbeda, sesuai dengan frame masing-masing. Gitlin dalam Eriyanto, 2002:69
menyatakan bahwa bingkai media adalah pola yang selalu ada dalam bentuk kognisi,
3
perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita Sobur, 2:162.
7
interpretasi, dan presentasi dari seleksi, penekanan, atau pengucilan. Bingkai media diperlihatkan melalui konsepsi dan skema interpretasi wartawan dalam menyusun,
mengisahkan, menulis, dan menekankan fakta dari suatu peristiwa atau isu tertentu.
4
Kompas terkesan berusaha menghindari bahasa genjatan senjata dan selalu memberitakan hal yang berkaitan dengan berita banjir dan kapal hilang pada headline
ketika penyerangan dilakukan oleh Israel ke Palestina, padahal sudah ribuan rakyat Palestina yang meninggal, dan jarang gambar gedung palestina yang hancur diberitakan
bahkan termasuk pemberitaan gedung PBB yang tidak luput dari pengeboman pesawat Israel, seolah olah pristiwa ini adalah hal yang biasa dan tidak ada.
Namun berbeda dengan Republika, dengan Pers Islami-nya memposisikan diri harian ini memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi realitas mengenai penyerangan
tentara Israel ke Palestina beberapa bulan terakhir ini tidak ada yang tidak diliput oleh Republika dan setiap hari berita penyerangan zionis Israel terus dimunculkan pada
halaman muka headline. Sampai kepada masalah distribusi makanan, rakyat palestina yang meninggal, persediaan obat di rumah sakit, dan mengutuk penyerangan zionis Israel
yang tidak punya rasa kemanusian. Dari kumpulan headline ini, pandangan kedua media cetak mengenai penyerangan Israel ke Palestina tampak menarik untuk dikaji, yaitu
Bagaimana Konstruksi Pemberitaan Harian Republika dan Kompas terhadap serangan Israel ke Palestina Hamas”
Kerangka Pemikiran
Studi komunikasi massa kontemporer telah memperlihatkan keterkaitannya yang besar atas analisis terhadap isi pesan media, terutama pada analisis wacana media massa.
Hal ini dimulai sejak disadarinya bahwa proses komunikasi bukanlah sekedar proses pertukaran lambang-lambang bermakna di antara individu. Dalam studi komunikasi saat
ini, komunikasi lebih dimaknai sebagai proses pertukaran gagasan, pikiran atau ide-ide
4
dikutip dari website Deutsche Welle www.dw-world.de
8
dan pada akhirnya proses komunikasi, sebagaimana yang berkembang dalam tradisi kritis, terutama oleh Faucoult adalah menyiratkan sebuah proses saling menguasai.
Dalam pandangan kritis dikatakan bahwa bahasa pada hakikatnya adalah penunjuk kesadaran-kesadaran sosial penggunanya dalam hal ini manusia.
Bahasa akan menunjukkan pandangan-pandangan dunia dari individu yang terbentuk lewat pengalaman-pengalamannya yang terakumulasi dari memori,
sehingga bahasa seperti dalam konsep yang dikembangkan Halliday yaitu alat penunjuk ideologi dan identitas penuturnya. Sementara di pihak lain bahasa secara
kritis juga disadari sebagai sebuah mode tindakan sebagaimana yang ditunjukkan oleh Austin.Stephen W. littlejohn, 1996.
Muhammad A.S. Hikam, dalam Yudi Latif 1996:85, menyebutkan bahwa bahasa digunakan untuk melaksanakan suatu tujuan tertentu oleh penggunanya. Bahasa dalam
pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis wacana dipakai
untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses bahasa, batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, prespektif yang mesti dipakai, topik apa yang
dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana ini melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan
representasi yang terdapat dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruksionis, paradigma ini
memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi. Karenanya, kosentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini seringkali
disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Ia sering dilawankan dengan paradigma positivis paradigma transmisi.
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, Ann N. Crigler, dalam Eriyanto, 2002 pertama, pendekatan konstruksionis menekankan pada politik
pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna
adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang
dinamis.
9
Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator, dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi makna
individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, seseorang menyususn citra
tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam memberikan gambaran tentang realitas. Seorang komunikator dengan realitas yang ada akan menampilkan fakta tertentu kepada
komunikan, memberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks pengalaman dan pengetahuannya sendiri.
Menggunakan paradigma Peter D. Moss dikutip Deddy Mulyana 2002:x, wacana media massa termasuk berita surat kabar, merupakan konstruk kultural yang
dihasilkan ideologi, karena sebagai produk media massa, berita surat kabar menggunakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial.
Peter Dahlgren dikutip Deddy Mulyana 2002 :xi mengatakan, realitas sosial menurut pandangan konstruktivis fenomenologis, setidaknya sebagian, adalah produksi
manusia, hasil proses budaya, termasuk penggunaan bahasa. Van Dijk menyatakan bahwa lewat kampanye disinformasi kelompok kuat dapat menanamkan ideologi mereka ke
kelompok lemah Eriyanto, 2001:13. Dalam ungkapan Dennis McQuail, media massa merupakan filter yang menyaring sebagian pengalaman dan menyoroti pengalaman
lainnya dan sekaligus kendala yang menghalangi kebenaran.Stephen Littlejohn, 1996 :324. Maka, makna suatu peristiwa, yang diproduksi dan disebarluaskan oleh surat
kabar, adalah suatu konstruksi makna temporer, rentan, dan terkadang muskil. Karena itulah media massa kemudian tidak lagi dipandang sebatas sebuah
instruksi yang bertugas mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan informasi belaka to inform. Media disadari ternyata juga berperan dalam menentukan memilih
peristiwa mana yang menurutnya layak diinformasikan what to inform. Lebih jauh media juga berperan dalam menentukan bagaimana kejadian itu mesti diinformasikan
how to inform dalam hal ini media berperan dalam mengemas informasi sedemikian rupa agar menarik bagi audiensnya. Dalam keseluruhan kerjanya itu, media meletakkan
dirinya sebagai institusi yang mempunyai otoritas sebagai pengatur lalu lintas komunikasi dalam ruang publik masyarakat kontemporer. Para redaktur, reporter dan para awak news
room mempunyai legitimasi untuk menentukan informasi mana yang mesti didasarkan
10
kepada para audiens pembaca, pendengar, dan pemirsa hari ini, esok atau lusa dan dari sumber mana informasi mesti dirujuk.
Dalam kaitan itu bagaimana media menentukan pilihan-pilihan untuk menonjolkan dan menyurutkan suatu peristiwa, bagaimana media mengemas sebuah
informasi, banyak ditentukan oleh beragam nilai-nilai, kepentingan yang melingkupinya. Normalnya tafsiran media atas realitas ini tidak bisa dilepaskan dari visi dan misi media.
Seperti dikatakan Dan Nimmo. Baik secara inplisit maupun eksplisit, dalam setiap organisasi berita media massa terdapat seperangkat nilai yang dominan yang menjadi
pedoman pemikiran kebijakan, terutama dalam pemeliharaan berita. Nilai-nilai ini menurut Nimmo akan mempengaruhi pandangan media terhadap suatu kejadian Dan
Nimmo, 1993. Karena itulah media massa dianggap bukan sekedar menyebarkan realitas secara objektif dan menyerahkan pemaknaannya kepada pembaca secara penuh,
melainkan media memberikan pandangan-pandangan dan tafsiran-tafsirannya atas realitas. Meski demikian, pengaruh ini sifatnya tidak lugas sebagaimana yang sering
diulas dalam teori-teori komunikasi semacam Bullet Theory. Proses saling mempengaruhi di sini bersifat diskursif, secara tidak langsung
sebagaimana yang dikembangkan dalam konsep tentang wacana, terdapat dialog antara teks isi pesan media dengan pembacanya. Para pembaca membawa pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki sebelumnya dalam memaknai media. Pada sisi lain pandangan- pandangan yang didasarkan oleh penutur wacana dalam hal ini para pengelola media
melalui wacananya isi pesan media pada hakikatnya ada yakni bentuk pengetahuan baru yang akan tersimpan dalam memori si pembaca, sehingga dalam memaknai realitas
berikutnya bentuk pengetahuan baru itulah yang digunakan kembali oleh si pembaca. Apa yang disajikan media pada kenyataannya tidak terlepas dari faktor
subjektivitas para awak media, Predisposisi, nilai ekonomis, ideologi, kognisi, budaya bahkan pengalaman para insan pers tersebut merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi subjektivitas media. Pamela J Shoemaker dan Stephen D Reese mengatakan politik representasi media memberikan penegasan, dalam memproduksi
berita, pihak pers sudah menciptakan framing, konstruksi, serta sudut pandang tertentu
11
terhadap realitas sosial yang dihadapinya. Semua ini terjadi dalam suatu tatanan yang bersifat hirarki, melalui berbagai faktor atau tingkatan level berikut ini, yaitu:
Pertama, faktor individual. Faktor ini berhubungan dengan latar belakang
profesional dari pengelola media.
Kedua, level rutinitas media media routine. Rutinitas media berhubungan
dengan mekanisme dan proses penentuan berita.
Ketiga, level organisasi. Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi
yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan.
Keempat, ekstramedia. Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar
media.
Kelima Pengaruh ideologi. Ideologi di sini diartikan sebagai mekanisme simbolik
yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat. Selain faktor internal faktor institusi media itu sendiri di atas, subjektivitas
dalam media massa dipengaruhi dan ditentukan pula oleh faktor eksternal kekuatan yang bersumber dari luar institusi media. Dengan kata lain, agenda media ditentukan oleh
suatu kombinasi antara program internal keputusan editorial, manajerial, dan pengaruh- pengaruh luar dari sumber-sumber non media seperti individu-individu yang secara sosial
berpengaruh, para pejabat pemerintahan, sponsor-sponsor komersial, dan sejenisnya. Littlejohn, 1996.
Penelitian ini mengambil berita dan diutamakan yang terdapat pada halaman depan headline pada harian Republika dan harian Kompas. Berita yang diambil yang
berkaitan dengan pemberitaan tentang serangan Israel ke Jalur Gaza Palestina. Headline artinya judul berita, yang sering juga disebut sebagai kepala berita. Headline sangatlah
penting, karena daya tarik berita dikuatkan dengan pemilihan judul berita yang baik dan tepat. Headline ini diutamakan karena headline atau berita utama berada di halaman
depan. Halaman depan merupakan refleksi pilihan editor dari berita penting dan berita yang sengaja ditonjolkan untuk pembaca Elizabeth C. Hanson, 1995 dalam Farid Hamid,
2002. Analisis framing terdapat bermacm-macam model, namun dalam penelitian ini
digunakan model Robert N. Entman. Robert N.Entman selanjutnya disebut Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi
12
isi media. Konsep mengenai framing ditulis dalam sebuah artikel untuk journal of political Communication.
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar : seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitasisu. Penonjolan adalah proses membuat
informasi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak. Robert N. Entman, dalam Eriyanto,2002: 186. Realitas yang disajikan secara menonjol
atau mencolok mempunyai kemungkinan besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh
media dengan menseleksi isu terentu dan mengabaikan isu yang lain, dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana-penempatan yang
mencolok menempatkan di headline depan atau di bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis, untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label
tertentu ketika menggambarkan orangperistiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain-lain.
Framing adalah pendekatan untuk mengatahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara
pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut
Eriyanto,2002 : 187. Berdasarkan hal tersebut, maka digunakan desain operasional analisis framing,
khususnya mengikuti pendekatan Entman. Hal ini bertujuan untuk melihat kecenderungan pemberitaan pada harian Republika dan harian Kompas. Penelitian ini
difokuskan atau hanya pada aspek analisis teks. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa
tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok, gagasan, atau peristiwa tertentu.
Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Define problems
pendefinisian masalah adalah elemen yang pertama kali dapat dilihat melalui framing.
13
Elemen ini merupakan master frame bingkai yang paling utama. Ini menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan.
Diagnose causes memperkirakan penyebab masalah, merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap aktor dari suatu peristiwa. Sedangkan
make moral judgement membuat pilihan moral adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkanmemberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah
dibuat. Elemen framing lainnya adalah Treatment recommendation menekankan penyelesaian. Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan.
Jalan apa yang dipilih apa yang dipilih unutk menyelesaikan masalah., Dalam salah satu tulisannya Entman menggunakan konsep framing untuk
menjelaskan bagaimana peristiwa penembakan pesawat sipil bisa dipahami secara berbeda oleh media di Amerika lihat Robert N Entman, Framing US Coverage of
International News: Contrast in Narative of the KAL and Iran Air Incident, hlm.6-27.
Model Robert N. Entman
14 Seleksi Isu
Penonjolan aspek tertentu dari Isu
Define Problems pendefinisian masalah
Bagaimana suatu peritiwa atau isu dilihat? Sebagai
masalah apa?
Diagnose Causes memperkirakan masalah
atau sumber masalah Disebabkan oleh apa
peristiwa itu dilihat?
Make Moral judgement membuat keputusan
moral Nilai moral apa yang
disajikan untuk menyelesaikan masalah?
Treatment Recommendation
menekankan penyelesaian
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
menyelesaikan masalah?
Bagan alur kerangka pikir
2.Metode Penelitian
Penelitian ini, mengambil harian Republika dan harian Kompas dengan objek penelitiannya adalah teks berita, diprioritaskan pada berita utama headline. Berita-
berita yang diambil adalah berita penyerangan Israel ke Jalur Gaza dalam rentang waktu
15 Faktor Internal
Hierarchy of Influence Shoemaker dan Reese
Konstruksionis
Analisis Framing model Robert N.Entman
Serangan Israel ke
jalur Gaza di Media
Massa Faktor Eksternal
Sumber-sumber non Media
Denis McQuail dan Littlejohn
27 Desember 2008 sampai dengan 30 Januari 2009, yang dipilih tanggal dan tema yang mirip atau sama.
Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan dalam upaya mendapatkan data ataupun informasi untuk memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian. Karena
itu penentuan tahapan, berikut teknik yang digunakan harus mencerminkan relevansi dengan fenomena penelitian. Secara rinci prosedur penelitian yang digunakan adalah
sebagai berikut: Penelitian ini menggunakan analisis isi kualitatif, lebih khususnya adalah analisis
framing analisis bingkai. Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa, aktor, kelompok, atau
apa saja dibingkai oleh media melalui proses konstruksi. Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretatif. Sedangkan metode yang
digunakan adalah analisis isi kualitatif. Metode analisis isi sendiri adalah: “Metode yang dapat dijabarkan sebagai suatu metode pendalaman terhadap makna simbol suatu pesan”
Klauss Krippendorff, 1984 :22. Dengan mengamati tanda-tanda sign yang terdapat dalam sebuah pesan teks, kita dapat mengetahui ekspresi emosi dan kognisi si pembuat
pesan itu, baik secara denotatif, konotatif, bahkan mitologis Manning dan Cullun Swan dalam Agus Sudibyo, dkk, 2001 :20.
Pada umumnya, content analysis analisis isi digunakan untuk meneliti suatu kecenderungan tertentu, dalam suatu pemberitaan pada kurun waktu tertentu, mengenai
suatu tema tertentu, baik studi tunggal maupun perbandingan antara sub-sub tema. Tetapi penelitian yang mendasari penelitian ini adalah analisis isi kualitatif dengan
menggunakan analisis Framing. Analisis Framing adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis
kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa” what, analisis Framing lebih melihat pada “bagaimana” how dari pesan atau teks komunikasi.
Penelitian ini menempatkan berita sebagai unit analisis, yang dibatasi pada pemberitaan harian Republika dan harian Kompas, berdasarkan tema-tema tentang
penyerangan Israel ke jalur Gaza Palestina.
16
Pengambilan tema-tema pada kedua harian tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan:
1. Tema-tema tersebut diambil karena pada waktu itu merupakan hari-hari gencarnya serangan Israel ke jalur Gaza Palestina, sehingga mendapat
kecaman dari berbagai negara di dunia. 2. Harian Republika dan Kompas diambil, karena harian ini tergolong media
cetak nasional yang mempunyai oplah cukup besar.
3. Hasil dan Pembahasan