Studi Analisis Isi Tentang Pemberitaan Agresi Israel ke Jalur Gaza di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada

(1)

(

Studi Analisis Isi Tentang Pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada

)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:

EVA MANDONNA SIADARI 050904054

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul “Studi Analisis Isi Tentang Pemberitaan Agresi Israel ke Jalur Gaza di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyajian berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur Gaza, serta berusaha untuk mengungkap penggunaan kekerasan simbolik yang terdapat dalam pemberitaan diantara dua surat kabar tersebut.

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis isi, yaitu selain menganalisa data dalam bentuk data deskriptif yang memuat frekuensi kemunculan setiap kategori, maka selanjutnya data tersebut dianalisa kembali, karena dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk meneliti pesan-pesan media massa secara sistematis dan objektif. Populasi dari penelitian ini adalah SKH Kompas dan Waspada terbitan 28 Desember 2008 sampai 28 Januari 2009 yang memuat pemberitaan mengenai agresi Israel ke Jalur Gaza. Dimana, penulis memperoleh 90 item berita yang layak uji.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SKH Kompas lebih dominan menampilkan berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur Gaza dalam bentuk straight news di halaman khusus (Rubrik Internasional) dengan memberikan porsi yang lebih kepada pihak Israel sebagai narasumber pelaku langsung dan PBB sebagai narasumber bukan pelaku langsung, serta banyak memberikan penggambaran negatif terhadap Israel melalui penggunaan kekerasan simbolik stigmatisasi/ labelisasi. Berbeda dengan SKH Waspada yang lebih banyak menempatkan pemberitaan mengenai agresi Israel tersebut di halaman depan baik sebagai headline maupun non-headline. Dalam pemberitaannya, Waspada menampilkan pihak Israel secara lebih dominan sebagai narasumber pelaku langsung, dan masyarakat/ tokoh luar negeri sebagai narasumber bukan pelaku langsung. Penggambaran yang negatif atas Israel juga lebih banyak terdapat dalam ke-43 item berita Waspada dengan menggunakan labelling terhadap Israel.


(3)

Tiada kata yang dapat menggambarkan rasa syukur penulis karena dapat menyelesaikan tugas akhir ini, kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penolong sejati yang akan selalu ada disaat aku membutuhkan-Nya.

Sebagaimana diketahui, salah satu media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan cerminan realitas karena pers dasarnya merupakan media massa yang lebih menekankan fungsinya sebagai sarana pemberitaan. Dan berita adalah bagian dari realitas sosial yang dimuat media karena memiliki nilai yang layak untuk disebarkan pada masyarakat.

Penelitian dalam skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana media surat kabar menyajikan sebuah pemberitaan yang layak untuk diketahui oleh masyarakat, dan memberikan penggambaran terhadap isi beritanya. Dan semoga penelitian ini bermanfaat dalam menggambarkan isi pesan dari penyajian berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur Gaza sehingga menjadi informasi yang layak untuk dikonsumsi masyarakat.

Skripsi ini sendiri dapat terselesaikan atas jerih payah penulis dengan dibantu dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis. Terima kasih yang tak terhingga atas semua dukungan, materi, semangat, dan doa bagi kelancaran akademik penulis.

2. Terima kasih secara akademis kepada Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A, selaku Dekan FISIP USU.

3. Bapak Drs. Amir Purba, M.A, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

4. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

5. Bapak Drs. HR. Danan Djaja, M.A, dosen pembimbing bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas saran dan kesedian waktunya untuk mendiskusikan skripsi ini ditengah-tengah padatnya kesibukan.


(4)

6. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS sebagai dosen wali penulis semasa perkuliahan. 7. Jajaran dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU atas

ilmu yang telah dibagikan kepada penulis selama perkuliahan. Terima kasih juga kepada Kak Ros, Kak Icut dan Kak Maya yang telah membantu penulis dalam hal administrasi akademik.

8. Untuk kakak dan adikku, serta keluarga besarku. Terima kasih atas nasehat, dukungan, dan doa yang telah diberikan. Bagiku keluarga adalah pangkalan dimana semua rasa bertemu –kasih, kesabaran, dan ketentraman jiwa– yang memberiku inspirasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Keluarga adalah tempat perbaikan diri dimana aku semakin menyadari bahwa aku senantiasa membutuhkan Tuhan dan sesama.

9. Terima kasih yang besar penulis sampaikan untuk SUARA USU, tempat dimana aku belajar pertama kalinya kehidupan jurnalistik. Atas semua ilmu, proses pembelajaran dan pendewasaan diri, pertemanan, kerja sama, kegembiraan, dan kekecewaan yang pernah dilalui bersama selama tiga tahun. Sungguh merupakan kenangan tersendiri bagi aku yang akan selalu diingat dan disimpan sampai nanti. Untuk kakanda, Ratni Hardiana, Rinaldi Sikumbang, Ramita Harja, dan yang lainnya. Untuk teman-teman seperjuangan, Ade, Mimi, Mona, Wina, serta adik-adik junior Chabet, Dewi, Fanny, Sierra, Zizah, dan yang lainnya. Terima kasih atas semua cerita dan hari-hari yang pernah kita lalui di Jl. Universitas No. 32B.

10.Khusus untuk Fransisca Purba, Sondang Rajagukguk dan Nova Friska Sitinjak, terima kasih untuk semua motivasi, cerita, berbagi waktu dan obrolan yang telah kita habiskan bersama selama empat tahun ini, baik di kampus, SUARA USU, maupun di tempat lain.

11.Untuk Novalinda, teman sebimbingan yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

12.Khusus juga buat Imaniuri Silaban. Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya sebagai pengkoding kedua dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

13.Teman-teman seangkatan 2005 yang telah mengisi hari-hari penulis di perkulihan. Gurning, Lilis, Icha, Maria, Yenti, Fika, Novalina, Lora, dan lainnya yang tidak penulis sebutkan satu per satu.

14.Untuk sahabat-sahabatku di manapun kalian berada, Erma, Corry, Hanna, Roris, Saputri, Yolanda, Veni, dan teman-teman SMU lainnya. Semoga pertemanan ini tetap terjaga dan sukses yang akan kita raih bersama.

15.Untuk kru Kippas, kak Pily, bang Alan, bang Truli yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi bersama dan atas kesediannya meminjamkan koran, jurnal dan bahan klipingan untuk keperluan penelitian ini.

16.Serta semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat, terutama dalam hal mengkaji media melalui pendekatan kuantitatif. Terima kasih.

Medan, Juni 2009

Eva Mandonna Siadari

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1


(6)

I.2. Perumusan Masalah ... 6

I.3. Pembatasan Masalah ... 7

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

I.5. Kerangka Teori ... 8

I.6. Kerangka dan Operasionalisasi Konsep ... 23

I.7. Sistematika Penulisan... 29

BAB II URAIAN TEORITIS ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Deskripsi Objek Penelitian III.1.1 Surat Kabar Harian Kompas ... 44

III.1.2 Surat Kabar Harian Waspada ... 47

III.2. Metode Penelitian ... 49

III.3. Objek Penelitian ... 51

III.4. Operasionalisasi Konsep/ Variabel Penelitian III.4.1 Operasional Konsep ... 52

III.4.2 Operasional Variabel ... 53

III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 56

III.6. Teknik Analisa Data... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisa Data Deskriptif ... 59

IV.2 Diskusi Hasil Penelitian ... 94

BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan ... 95

V.2. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Operasional Konsep ... 51

Tabel 4.1 Jumlah Berita yang Layak Uji ... 59

Tabel 4.2 Posisi Penempatan Berita di SKH Kompas... 61

Tabel 4.3 Posisi Penempatan Berita di SKH Waspada ... 62

Tabel 4.4 Bentuk Penyajian Berita di SKH Kompas ... 64

Tabel 4.5 Bentuk Penyajian Berita di SKH Waspada ... 65


(7)

Tabel 4.7 Narasumber Pelaku Langsung di SKH Waspada ... 69

Tabel 4.8 Narasumber Bukan Pelaku Langsung di SKH Kompas ... 71

Tabel 4.9 Narasumber Bukan Pelaku Langsung di SKH Waspada ... 74

Tabel 4.10 Penggambaran Pemerintah Palestina di SKH Kompas ... 75

Tabel 4.11 Penggambaran Pemerintah Palestina di SKH Waspada ... 76

Tabel 4.12 Penggambaran Pihak Israel di SKH Kompas ... 77

Tabel 4.13 Penggambaran Pihak Israel di SKH Waspada ... 79

Tabel 4.14 Penggambaran Pihak Hamas di SKH Kompas ... 80

Tabel 4.15 Penggambaran Pihak Hamas di SKH Waspada ... 82

Tabel 4.16 Kekerasan Simbolik di SKH Kompas... 85

Tabel 4.17 Kekerasan Simbolik di SKH Waspada ... 88

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Reference Of Influence ... 9


(8)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul “Studi Analisis Isi Tentang Pemberitaan Agresi Israel ke Jalur Gaza di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyajian berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur Gaza, serta berusaha untuk mengungkap penggunaan kekerasan simbolik yang terdapat dalam pemberitaan diantara dua surat kabar tersebut.

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis isi, yaitu selain menganalisa data dalam bentuk data deskriptif yang memuat frekuensi kemunculan setiap kategori, maka selanjutnya data tersebut dianalisa kembali, karena dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk meneliti pesan-pesan media massa secara sistematis dan objektif. Populasi dari penelitian ini adalah SKH Kompas dan Waspada terbitan 28 Desember 2008 sampai 28 Januari 2009 yang memuat pemberitaan mengenai agresi Israel ke Jalur Gaza. Dimana, penulis memperoleh 90 item berita yang layak uji.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SKH Kompas lebih dominan menampilkan berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur Gaza dalam bentuk straight news di halaman khusus (Rubrik Internasional) dengan memberikan porsi yang lebih kepada pihak Israel sebagai narasumber pelaku langsung dan PBB sebagai narasumber bukan pelaku langsung, serta banyak memberikan penggambaran negatif terhadap Israel melalui penggunaan kekerasan simbolik stigmatisasi/ labelisasi. Berbeda dengan SKH Waspada yang lebih banyak menempatkan pemberitaan mengenai agresi Israel tersebut di halaman depan baik sebagai headline maupun non-headline. Dalam pemberitaannya, Waspada menampilkan pihak Israel secara lebih dominan sebagai narasumber pelaku langsung, dan masyarakat/ tokoh luar negeri sebagai narasumber bukan pelaku langsung. Penggambaran yang negatif atas Israel juga lebih banyak terdapat dalam ke-43 item berita Waspada dengan menggunakan labelling terhadap Israel.


(9)

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Serangan udara yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza pada Sabtu, 27 Desember 2008 lalu, merupakan suatu peristiwa yang menarik perhatian semua orang di berbagai negara di dunia dan menjadi sumber pemberitaan yang bernilai tinggi bagi setiap media massa. Bukan hanya karena ada konflik yang menyertainya, tetapi juga karena akibat yang ditimbulkannya.

Bahkan gempuran rudal milik Israel yang berjatuhan di Gaza City merupakan serangan Israel yang paling dahsyat terhadap Palestina sejak 25 tahun terakhir dengan jumlah korban jiwa yang sungguh di luar akal sehat: lebih dari 400 orang dalam tempo sepekan!

PBB memperkirakan, setidaknya ada 100 anak-anak Palestina dari 442 korban tewas dalam serangan Israel hingga hari ketujuh. Korban cedera akibat serangan tersebut dari yang ringan hingga parah sekitar 2.000 orang.1

Selain menimbulkan banyaknya korban jiwa, peristiwa ini juga memunculkan kekalutan luar biasa. Banyak warga Gaza yang berniat mengungsi ke wilayah Mesir melalui perbatasan Rafah. Namun, adanya kebijakan negara Mesir yang menutup perbatasan tersebut malah meluapkan kemarahan negara-negara Arab terhadap Israel dan Mesir. Kejadian ini menimbulkan kecemasan, wilayah Timur Tengah akan kembali terjerumus dalam ketidakstabilan baru.

Agresi yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza sejak 27 Desember lalu ini merupakan bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas dan konflik berkelanjutan antara bangsa Israel dan Palestina. Jalur Gaza yang merupakan daerah konflik Israel-Hamas adalah wilayah yang

1

Surat Kabar Harian Kompas, 3 Januari 2009, PT Kompas Media Nusantara, hlm. 1.


(10)

terletak di bagian Tenggara Tanah Palestina dengan panjang sekitar 35 kilometer dan lebar antara lima sampai tujuh kilometer. Daerah ini pernah dikuasai Kekhalifahan Utzmaniah (Otoman) sejak tahun 1517 sampai tahun 1917 saat kekhalifahan itu runtuh. Setelah itu masuk dalam mandat Inggris sampai tahun 1947.

Pada 2 November 1917, Inggris mencanangkan Deklarasi Balfour, yang dipandang pihak Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan “tanah air” bagi kaum Yahudi di Palestina. Selang 30 tahun berlalu, tepatnya pada 14 Mei 1948, Israel secara sepihak mengumumkan diri sebagai negara Yahudi dan Inggris keluar dari Palestina. Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Yordania dan Arab Saudi pun menabuh genderang perang melawan Israel.

Sejak tahun 1948 tersebut, nyaris Tanah Palestina tidak pernah sepi dari peperangan. Setelah perang, Gaza dikuasai Mesir hingga 1948, lalu direbut Israel pada tahun 1967. Perang besar Arab-Israel yang berlangsung pada tahun 1967, membuat perjuangan bangsa Palestina untuk mewujudkan sebuah negara Palestina semakin berat. Israel masih tetap menduduki Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur yang merupakan wilayah Negara Palestina Merdeka.

Berbagai perundingan damai turut digalakkan untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Seperti misalnya, pada 13 September 1993, Israel dan PLO bersepakat untuk saling mengakui kedaulatan masing-masing. Hasilnya adalah Kesepakatan Oslo.

Namun, perseteruan kembali terjadi ketika pada 25 Januari 2006, faksi Hamas (Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah, Gerakan Perlawanan Islam) memenangkan pemilu legislatif Palestina dan menyudahi dominasi faksi Fatah (faksi terbesar dalam PLO, Organisasi Pembebasan Palestina yang didirikan oleh Yaser Arafat) selama 40 tahun. Perpecahan kedua faksi di Palestina ini mencapai puncaknya ketika Hamas mengambil alih kekuasaan di Jalur Gaza pada Juni 2007.


(11)

Ketegangan di Gaza kian meningkat memasuki awal hingga pertengahan tahun 2008. Israel memutus suplai gas dan listrik. Hingga pada November 2008, Hamas kemudian membatalkan keikutsertaannya dalam pertemuan unifikasi Palestina di Kairo, Mesir. Hamas menolak memperbaharui perjanjian gencatan senjata enam bulan dengan Israel yang akan berakhir pada 19 Desember 2008. Serangan roket kecil oleh Hamas yang berjatuhan di wilayah Israel pun menjadi awal dimulainya agresi Israel ke Jalur Gaza.

Balasan atas serangan roket dan aktivitas teror yang berkelanjutan yang dilakukan Hamas dari Jalur Gaza, dengan kerapnya peluncuran roket dengan target warga sipil, diklaim Israel sebagai alasan membombardir Jalur Gaza akhir Desember lalu.

Sebaliknya, Deputi Kepala Biro Politik Hamas, Musa Abu Marzouq, menyatakan keputusan Hamas membidikan roket-roket ke Israel tanpa memastikan itu sasaran militer, adalah upaya pertahanan diri Palestina dari intimidasi Israel yang selalu menyerang kaum sipil pendukung Hamas.

Memasuki hari ke-14, pasukan militer Israel yang disebut Operation Cast Lead ini kembali melancarkan serangan udara ke setidaknya 40 titik di Jalur Gaza. Pertempuran pada Sabtu, 10 Januari 2009 ini berkobar setelah Israel dan Hamas tidak mempedulikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan agar gencatan senjata di Gaza diberlakukan. Resolusi yang ditandatangani 14 negara anggota DK tersebut menyerukan agar gencatan senjata harus diterapkan segera dengan durasi lama, sehingga Israel mau menarik pasukannya keluar dari Gaza.

Berita penyerangan Israel ke Jalur Gaza yang sudah menelan korban jiwa hingga 1.245 orang, mencederai sekitar 5.300 orang serta menimbulkan kerugian material sekitar Rp 5,2 triliun, turut memenuhi ruang dan waktu dalam pemberitaan di setiap media. Tak terkecuali media nasional dan media-media lokal di Indonesia. Hal ini terlihat dari maraknya


(12)

media tersebut yang menjadikan topik penyerangan Israel ke Jalur Gaza sebagai berita utama (headline) surat kabar mereka.

Tak salah jika media berlomba-lomba untuk menampilkan pemberitaan seputar agresi Israel ke Jalur Gaza ini sebagai headline di surat kabar mereka. Masing-masing media berusaha menyediakan ruang dan waktu demi mendapatkan berita yang utuh terkait peristiwa tersebut.

Namun dalam hal ini, media massa dituntut untuk bekerja secara profesional dengan tidak melakukan pemberitaan yang memihak atau menyudutkan salah satu pihak. Walau pada kenyataannya, tiap-tiap institusi media seringkali memiliki kepentingan sendiri-sendiri dalam menempatkan dan menonjolkan isu-isu tertentu.

Menurut Antonio Gramsci, media dapat dilihat sebagai ruang di mana berbagai ideologi dipresentasikan. Ini berarti, media bisa menjadi sarana penyebaran ideologis penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.2

Beberapa media dalam menyajikan pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza” mungkin saja bersifat netral dan bukan tidak mungkin berpihak terhadap Palestina ataupun Israel. Keberpihakan tersebut dapat terlihat melalui frekuensi kemunculan pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza”, ataupun dari bagaimana masing-masing media menggambarkan pihak yang terlibat konflik, apakah media tersebut memberikan gambaran

Artinya berita yang diproduksi tidak dihasilkan dalam sebuah ruang hampa. Ada orang-orang atau pihak yang terlibat dalam proses melahirkan sebuah berita berikut aspek kepentingan dan konflik yang menyertainya.

2

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 30.


(13)

yang positif atau negatif atau justru memberikan porsi yang sama antara gambaran yang positif dan negatif dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak.

Dengan menggunakan metode analisis isi diharapkan dapat mengetahui bagaimana media menyajikan pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza”.

Sisi penting metode analisis isi dapat dilihat dari sifatnya yang khas. Pertama, dengan metode ini, pesan media bersifat otonom, sebab peneliti tidak bisa mempengaruhi objek yang dihadapinya. Kedua, dengan metode ini materi yang tidak berstruktur dapat diterima tanpa si penyampai harus memformulasikan pesannya sesuai dengan struktur si peneliti.

Penelitian ini secara umum berusaha melihat bagaimana sikap media Indonesia terhadap agresi yang dilakukan Israel terhadap Palestina di Jalur Gaza. Dalam melakukan pemberitaan tentang konflik Israel dan Palestina ini, media tertentu harus adil dan berupaya agar berita tersebut tidak mengunggulkan ataupun menjatuhkan salah satu pihak yang bertikai.

Dua surat kabar yang menjadi objek penelitian ini adalah Surat Kabar Harian (SKH) Kompas dan Waspada. Pemilihan SKH Kompas adalah karena harian ini berskala nasional dan kualitas pemberitaannya sudah diakui masyarakat Indonesia. Sedangkan SKH Waspada, harian terbesar di Sumatera Utara, peneliti anggap dapat mewakili harian lokal dalam memberitakan peristiwa tersebut. Selain itu, dari perspektif sejarah, kedua harian ini telah lama berdiri dan mapan.

Hal-hal yang terurai di atas kemudian melatarbelakangi ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian tentang pemberitaan yang berkaitan dengan agresi Israel ke Jalur Gaza di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada yang terbit dari edisi 28 Desember 2008 sampai dengan 28 Januari 2009 dengan menggunakan metode analisis isi.


(14)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana frekuensi kemunculan dan posisi penempatan berita "Agresi Israel ke Jalur Gaza" di SKH Kompas dan Waspada?

2. Bagaimana bentuk penyajian berita "Agresi Israel ke Jalur Gaza" di SKH Kompas dan Waspada?

3. Bagaimana isi pesan pemberitaan "Agresi Israel ke Jalur Gaza" di SKH Kompas dan Waspada dilihat dari penggambaran terhadap pihak yang berkonflik serta ada tidaknya pemakaian kata-kata atau kalimat yang menunjukkan kekerasan simbolik?

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas dan memfokuskan arah penelitian yang akan dilakukan, maka peneliti menetapkan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi kuantitatif. Artinya bahwa penerapan metode analisis isi ini sebatas melihat kecenderungan isi media terhadap isu-isu atau topik permasalahan tertentu, yang kemudian mengkuantifikasikan isi pemberitaan media dengan menghitung jumlah frekuensi tema-tema atau topik-topik tertentu. 2. Penelitian hanya dilakukan pada SKH Kompas dan Waspada.

3. Penelitian hanya dilakukan pada pemberitaan mengenai “Agresi Israel ke Jalur Gaza” yang terbit pada 28 Desember 2008 - 28 Januari 2009.

4. Penelitian dilakukan pada berita “Agresi Israel ke Jalur Gaza” dengan memuat kategori yang meliputi posisi penempatan berita, bentuk penyajian berita, narasumber berita, penggambaran terhadap pihak yang berkonflik dan penggunaan kekerasan simbolik.


(15)

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.4.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui frekuensi kemunculan berita “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di SKH Kompas dan Waspada.

2. Untuk mengetahui isi pesan pemberitaan "Agresi Israel ke Jalur Gaza" di SKH Kompas dan Waspada dilihat dari posisi penempatan berita, bentuk penyajian berita, narasumber berita, penggambaran terhadap pihak yang berkonflik serta ada tidaknya pemakaian kata-kata atau kalimat yang menunjukkan kekerasan simbolik.

3. Untuk mengetahui arah pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di SKH Kompas dan Waspada

I.4.2. Manfaat Penelitian

1. Menguji pengalaman teoritis penulis selama mengikuti studi di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU terutama dalam bidang Jurnalistik.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang pikir penulis dalam melengkapi perbendaharaan penelitian mengenai analisis media.

3. Secara praktis, diharapkan penelitian ini menjadi suatu referensi bagi pengelolaan berita politik luar negeri di kedua harian tersebut.

I.5. Kerangka Teori

Rancangan penelitian yang baik dan memenuhi standar ilmiah haruslah menyertakan kajian teori atau perspektif teoritik yang dipandang relevan untuk membantu memahami atau menjelaskan fenomena sosial yang diteliti.3

3

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 45


(16)

Adapun fungsi teori disini juga untuk memberi bantuan dalam ketajaman analisis peneliti terhadap masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, teori yang relevan digunakan adalah:

I.5.1 Pendekatan Isi Media

Dalam pembentukan sebuah berita, terlebih dahulu melewati proses yang rumit dan banyaknya faktor yang berpotensi untuk mempengaruhi berita tersebut. Ada banyak kepentingan dan pengaruh yang dapat mengintervensi media, sehingga pasti akan terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam presentasi media.

Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan.4

Reference Of Influence

Ada lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi, yaitu:

Gambar 1.1

4

Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, LkiS, Yogyakarta, 2001, hlm. 7-12.

Ideologi

Ekstrame- dia

Organisasi Media Rutinitas

Media Individual


(17)

1. Faktor individual

Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level ini melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama, sedikit banyak mempengaruhi apa yang ditampilkan media. Aspek persona tersebut secara hipotetik mempengaruhi skema pemahaman pengelola media.

2. Level rutinitas media

Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk.

Ketika ada sebuah peristiwa penting yang harus diliput, bagaimana bentuk pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja sebuah tulisan sebelum sampai ke proses cetak, siapa penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya. Sebagai mekanisme yang menjelaskan bagaimana berita diproduksi, rutinitas media karenanya mempengaruhi bagaimana wujud akhir sebuah berita.


(18)

Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri. Berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya peristiwa disajikan dalam berita.

4. Level ekstramedia

Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media. Beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media yaitu sumber berita, sumber penghasil media, dan pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis.

Sumber berita disini dipandang bukanlah sebagai pihak yang netral yang memberikan informasi apa adanya. Ia juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media dengan berbagai alasan.

Sumber penghasil media ini bisa berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan/ pembeli media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka.

Sementara, pengaruh pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media.


(19)

Ideologi di sini diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Ideologi berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan berita. Pada level ini akan terlihat siapa yang berkuasa di masyarakat dan bagaimana media menentukan.

I.5.2 Media Massa dan Surat Kabar

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang secara harfiah diartikan sebagai perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memperjelas materi atau mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Effendy mendefinisikan media massa sebagai media yang mampu menimbulkan keserempakan di antara khalayak yang sedang memperhatikan pesan yang dilancarkan oleh media tersebut.5

5

Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 26.

Mengenai jenis atau bentuknya, media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media massa cetak berupa surat kabar, majalah, tabloid, buletin dan sebagainya. Sedangkan media massa elektronik berupa film, radio, televisi, dan lainnya. Perkembangan masyarakat yang dipacu oleh kemajuan teknologi yang semakin canggih telah memunculkan internet sebagai bentuk dari media massa online.

Media massa hadir sebagai sebuah institusi sosial, dan menjalankan fungsinya untuk menyediakan informasi bagi orang-orang yang berada dalam berbagai institusi sosial. Media menjadi bagian dari tataran institusional, yang melayani warga masyarakat dalam keberadaannya sebagai bagian dari suatu institusi sosial.


(20)

Sebagai institusi media, media massa berbeda dengan institusi pengetahuan lainnya (misalnya seni, agama. ilmu pengetahuan, pendidikan, dan lain-lain) karena media massa memiliki fungsi pengantar bagi segenap macam pengetahuan, media massa menyelenggarakan kegiatannya dalam lingkungan publik serta media massa dapat menjangkau lebih banyak orang daripada institusi lainnya.

Media massa juga dapat berperan sebagai penengah atau penghubung antara realitas sosial yang objektif dengan pengalaman pribadi. Konsep yang memandang media massa sebagai institusi yang berada di “antara” kita dengan orang lain, dan segala sesuatunya yang ada dalam ruang dan waktu, merupakan suatu metafora yang mengundang hadirnya penggunaan metafora lainnya untuk menggambarkan pesan yang dimainkan oleh media massa dan konsekuensi yang mungkin ada dalam peran tersebut.

Harsono Suwardi menyatakan bahwa ada beberapa aspek dari media massa yang membuat dirinya penting.6

Ketiga, setiap media massa dapat mewacanakan sebuah peristiwa sesuai pandangan masing-masing. Keempat, dengan fungsi penetapan agenda (agenda setting) yang dimilikinya, media massa mempunyai kesempatan yang luas untuk memberitakan sebuah peristiwa. Kelima, pemberitaan peristiwa oleh suatu media biasanya berkaitan dengan media

Pertama, daya jangkaunya yang amat luas dalam menyebarluaskan informasi yang mampu melewati batas wilayah (geografis), kelompok umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi (demografis) dan perbedaan paham dan orientasi (psikologis).

Kedua, kemampuan media untuk melipatgandakan pesan yang luar biasa. Satu peristiwa dapat dilipatgandakan pemberitaannya sesuai jumlah eksemplar koran, tabloid dan majalah yang dicetak; serta pengulangannya (di radio dan televisi) sesuai kebutuhan.

6


(21)

lainnya, sehingga membentuk rantai informasi (media as link in other chains). Hal ini akan menambah kekuatan pada penyebaran informasi dan dampaknya terhadap publik.

Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya media cetak oleh Johannes Guternberg di Jerman.

Menurut Agee seperti dikutip Ardianto, secara kontemporer surat kabar memiliki tiga fungsi utama dan fungsi sekunder.7

7

Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2004, hlm. 98

Fungsi utama surat kabar adalah:

(1) to inform (menginformasikan kepada pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi dalam suatu komunitas, negara dan dunia;

(2) to comment (mengomentari berita yang disampaikan dan mengembangkannya ke dalam fokus berita;

(3) to provide (menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang membutuhkan barang dan jasa melalui pemasangan iklan media.

Sedangkan fungsi sekunder surat kabar, adalah: (1) untuk kampanye proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan, yang diperlukan sekali untuk membantu kondisi-kondisi tertentu, (2) memberikan hiburan kepada pembaca dengan sajian khusus; (3) melayani pembaca sebagai konselor yang ramah, menjadi agen informasi dan memperjuangkan hak.

Perkembangan surat kabar di Indonesia ditandai dengan adanya surat kabar nasional (yang terbit di ibukota Jakarta). Umumnya, surat kabar ini memiliki jumlah pembaca yang cukup banyak meliputi di seluruh daerah sebarannya. Selain itu, juga ditandai dengan adanya surat kabar lokal (yang terbit di luar ibukota Jakarta). Pembaca surat kabar lokal ini memiliki jumlah pembaca yang lebih sedikit karena pangsa pasarnya sesuai dimana surat kabar tersebut didirikan.


(22)

Untuk dapat memanfaatkan media massa secara maksimal demi tercapainya tujuan komunikasi, maka seorang komunikator harus memahami kelebihan dan kekurangan media tersebut. Dengan kata lain, komunikator harus mengetahui secara tepat karakteristik media massa yang akan digunakannya. Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup:

1. Publisitas

Publisitas adalah penyebaran pada publik atau khalayak. Salah satu karakteristik komunikasi massa adalah pesan dapat diterima oleh sebanyak-banyaknya khalayak yang tersebar di berbagai tempat, karena pesan tersebut penting untuk diketahui umum, atau menarik bagi khalayak pada umumnya. Pesan-pesan melalui surat kabar harus memenuhi kriteris tersebut.

2. Periodesitas

Periodesitas menunjukkan pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan atau dwi mingguan.

3. Universalitas

Universalitas menunjuk pada kemestaan isinya, yang beraneka ragam dan dari seluruh dunia. Dengan demikian, isi surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, seperti masalah sosial, ekonomi, budaya, agama, pendidikan, keamanan dan lain-lain. 4. Aktualitas

Fakta dan peristiwa penting atau menarik tiap hari berganti dan perlu untuk dilaporkan, karena khalayak pun memerlukan informasi yang paling baru. Hal ini dilakukan surat kabar, karena surat kabar sebagian besar memuat berbagai jenis berita.


(23)

Dari berbagai fakta yang disajikan surat kabar dalam bentuk berita atau artikel, dapat dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh pihak-pihak tertentu dianggap penting untuk diarsipkan atau dikliping. 8

 Bahasa

Surat kabar dapat dikelompokkan pada berbagai kategori. Dilihat dari ruang lingkupnya, maka kategorisasinya adalah surat kabar nasional, regional dan lokal. Ditinjau dari bentuknya, ada bentuk surat kabar biasa dan tabloid. Sedangkan dari bahasa yang digunakan, ada surat kabar berbahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa daerah.

Pada dasarnya isi surat kabar bisa dilihat sebagai berikut: 1) Pemberitaan (news getter), 2) Pandangan atau pendapat (opinion) yang dibagi atas pendapat masyarakat (public opinion) berupa komentar, artikel dan surat pembaca dan opini penerbit (press opinion) meliputi tajuk rencana, pojok dan karikatur, dan 3) Periklanan (advertising) yang berbentuk iklan display, iklan baris dan iklan pariwara atau advertorial.

I.5.3 Bahasa, Kekuasaan dan Ideologi

Manusia adalah makhluk berpikir, demikian menurut dunia filsafat. Konsekuensi dari kenyataan ini adalah bahwa manusia adalah makhluk yang berbahasa. Manusia mengucapkan pikirannya melalui bahasa. Dalam filsafat bahasa dikatakan bahwa orang menciptakan realitas dan menatanya melalui bahasa. Bahasa mengangkat hal yang tersembunyi ke permukaan sehingga menjadi suatu kenyataan. Tetapi selain itu bahasa yang sama juga dapat menghancurkan realitas orang lain. Menurut Halliday, saat seseorang menggunakan bahasa, berarti ia menggunakan bahasa tersebut untuk menggambarkan pengalaman.9

8

Elvinaro Ardianto, Ibid., hlm. 104-106

9

Alex Sobur, Op.cit, hlm.17

Pengalaman tersebut adalah pengalaman tentang abtraksi-abstraksi, tentang kualitas, tentang keadaan dan


(24)

hubungan –hubungan dunia sekitar kita. Berdasarkan penggambaran-penggambaran tersebut maka menurut Halliday sangat perlu dibuat suatu acuan khusus yang disepakati untuk menghindari kesalahpahaman.

Paling tidak ada tiga pandangan mengenai bahasa.10

Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Menurut aliran ini individu tidak dianggap sebagai subjek netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai pikirannya, tetapi sangat dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa dalam aliran ini tidak dipahami sebagai medium yang netral tetapi merupakan representasi yang berperan

Pandangan pertama diwakili oleh pandangan kaum Positivisme. Menurut pandangan ini, bahasa dinilai sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat diekspresikan melalui penggunaan bahasa secara langsung tanpa ada kendala. Salah satu ciri dari aliran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas, dimana orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan tersebut dinyatakan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik.

Pandangan kedua disebut sebagai pandangan konstruktivisme. Aliran ini menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Menurut aliran ini bahasa tidak dilihat hanya sebagai alat untuk memahami realitas objektif saja dan dipisahkan dari subjek yang menyampaikan pernyataan. Tetapi justru menganggap subjek merupakan faktor sentral dalam kegiatan wacana dan hubungan-hubungan sosialnya. Aliran konstruktivisme memahami bahasa adalah sesuatu yang diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Dan setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna yaitu tindakan pembentukan diri dan pengungkapan jati diri oleh si pembicara.

10


(25)

dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu maupun strategis-strategis di dalamnya.

 Kekuasaan

Kekuasaan menurut Max Weber adalah kemungkinan seorang aktor dalam antarhubungan sosial akan berada pada suatu posisi untuk melaksanakan kehendaknya sendiri, meski terdapat perlawanan tanpa menghiraukan landasan tempat meletakkan kemungkinan tersebut.

Galtung membangun konsep kekuasaan bertolak dari dua prinsip dasar dalam kehidupan manusia. Yaitu ada (being) dan memiliki (having). Kekuasaan terjadi dalam relasi yang tidak seimbang yaitu terdapat perbedaan dari segi being dan segi having serta kedudukan (position) dalam struktur sosial.11

a. Kekuasaan ideologis, orang yang berkuasa karena sebagai pemberi kekuasaan ide atau gagasan mampu menyusup dan emmbentuk kehendak orang lain yang menerimanya.

Kekuasaan yang sudah dimiliki sejak lahir dari pembawaan keturunan disebut being power, kekuasaan yang diperoleh dari “memiliki” sumber-sumber kemakmuran disebut having power dan kekuasaan karena kedudukan dalam suatu struktur disebut structure power.

Galtung juga membagi kekuasaan menjadi kekuasaan atas diri sendiri dan kekuasaan atas orang lain. Kekuasaan atas diri sendiri adalah kemampuan menentukan dan mengejar tujuan bagi dirinya. Selanjutnya Galtung membagi kekuasaan atas orang lain menjadi tiga macam yaitu:

b. Kekuasaan renumeratif, kekuasaan yang terjadi karena memiliki pemikat untuk diberikan sebagai ganjaran yang dapat berupa barng-barang, jabatan dan sebaginya.

11


(26)

c. Kekuasaan punitif, kekuasaan yang terjadi karena memiliki sarana untuk menghancurkan orang lain ataupun barang milik orang lain jika orang tersebut tidak menaati kehendak pemberi kekuasaan.

Kekuasaan dalam hubungannya dengan wacana adalah terjadinya kontrol. Dimana satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain melalui wacana. Dan ini tidak harus selalu dalam bentuk fisik tetapi dapat juga secara mental. Kelompok dominan mungkin membuat kelompok lain berbicara, bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan. Hal ini dapat terjadi karena sebagai kelompok dominan mereka lebih mempunyai akses yang dapat berupa pengetahun, uang, pendidikan dibandingkan dengan kelompok yang tidak dominan.12

 Ideologi

Bentuk kekuasaan ini dalam media dapat dilihat dari siap yang boleh dan harus berbicara, siap yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan. Dalam lapangan berita, pemilik atau politisasi yang posisinya kuat menentukan siapa narasumber atau bagian mana yang harus diliput dan mana yang tidak perlu atau bahkan dilarang untuk diberitakan. Selain itu seorang yang mempunyai kekuasaan dapat juga menentukan bagaimana ia harus ditampilkan, hal ini misalnya terlihat dari penonjolan atau pemakaian kata-kata tertentu dalam berita.

Eriyanto menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam analisis wacana karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.13

12

Eriyanto, Op.cit, hlm. 12

13

Eriyanto, Ibid, hlm. 13


(27)

ideologi dibangun oleh kelompok-kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegatimasi dominasi mereka.

Perkembangan teori komunikasi dan budaya yang kritis pada tahun-tahun terakhir telah membawa serta perhatian pada ideologi, kesadaran dan hegemoni. Ideologi sebagai sistem ide-ide yang diungkapkan dalam komunikasi. Kesadaran adalah esensi atau totalitas dari sikap, pendapat dan perasaan yang dimiliki oleh individu-individu atau kelompok-kelompok. Hegemoni adalah proses dimana ideologi “dominan” disampaikan, kesadaran dibentuk dan kuasa sosial dijalankan.

Harus disadari betul bahwa teks media yang tersusun atas seperangkat tanda yang membentuk bahasa tidak pernah membawa makna tunggal di dalamnya. Kenyataannya, teks media selalu memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda tersebut.14

J. B. Wahyudi mendefinisikan berita sebagai laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting dan menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa. Perisiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita, bila tidak dipublikasikan media massa secara periodik.

Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memprodukasi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media.

I.5.4 Berita

15

Sumadiria mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet.16

14

Alex Sobur, Op.cit, hlm. 138

15

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 47

16

Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2005, hlm. 65


(28)

Untuk membuat sebuah berita harus berdasarkan kriteria umum nilai berita. Sumadiria menyebutkan sebelas nilai berita yaitu keluarbiasaan (unusualness), kebaruan (newness), akibat (impact), aktual (timeliness), kedekatan (proximity), konflik (conflict), orang penting (prominance), ketertarikan manusiawi (human interest), kejutan (surprising), dan seks (sex).

Dalam membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat, yaitu: 1) Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sebagian saja; 2) Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.

Seorang pembuat berita harus menjaga objektivitas dalam pemberitaannya. Artinya, penulis berita hanya menyiarkan berita apa adanya. Jika materi berita itu berasal dari dua pihak yang berlawanan, harus dijaga keseimbangan informasi dari kedua belah pihak yang berlawanan tadi. Penulis berita tidak memberi kesimpulan atas dasar pendapatnya sendiri.

Ada tiga kaidah visibilitas berita yaitu: kaitannya dengan peristiwa atau kejadian (komponen tindakan), kehangatannya, dan keberhargaannya sebagai berita atau kaitannya dengan beberapa hal atau orang penting.17

Dalam dunia jurnalisme, ada dua cara pandang berbeda dalam melihat konsep yang bermakna “berita”. Pertama, berita dianggap sebagai cerminan dari realitas (mirror of reality), yaitu potret dari realitas sosialnya. Kedua, berita sebagai hasil rekonstruksi realitas yang akan mengakibatkan produksi dan pertukaran makna (constructed reality). Maksudnya adalah berita merupakan hasil konstruksi realitas dari sebuah proses manajemen redaksional. Pada akhirnya, berita tidak selalu menghasilkan makna yang sama seperi yang diharapkan oleh wartawan dalam diri khalayak pembaca.

17

Menurut Hall, bahwa berita itu sendiri bertanggung jawab menciptakan pengetahuan 'konsensus' di sepanjang waktu, atas dasar nama keberhargaan berita dikenali oleh para wartawan dan diterima oleh publik. Lihat Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1996, hlm. 191.


(29)

I.6. Kerangka dan Operasionalisasi Konsep

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dalam penelitian ini, kerangka konsep yang akan dirumuskan terdiri dari kategorisasi berita secara umum dan menurut jenisnya.18

1. Halaman depan headline, yaitu berita yang dianggap sangat layak diletakkan di halaman depan surat kabar dengan judul yang dapat menarik perhatian masyarakat dan menggunakan huruf relatif lebih besar.

Dalam analisis isi, validitas metode dan hasil-hasilnya sangat tergantung dari kategori-kategori yang dibuat. Selain itu, suatu kategorisasi diperlukan untuk memudahkan peneliti menganalisa isi media yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, terdapat lima kategori yang dijadikan rujukan, yaitu posisi penempatan berita, bentuk penyajian berita, narasumber berita, penggambaran terhadap pihak yang terlibat konflik dan kekerasan simbolik.

I.6.1 Posisi Penempatan Berita

Frekuensi dan penempatan berita adalah hal penting yang perlu dimonitoring dalam pemberitaan Agresi Israel ke Jalur Gaza, untuk melihat pihak mana dalam konflik tersebut yang paling banyak diberitakan oleh media dan bagaimana posisi penempatan beritanya.

Posisi penempatan berita Agresi Israel ke Jalur Gaza di Harian Kompas dan Waspada dapat dilihat dari:

18

Menurut Rakhmat, analisis isi kuantitatif hanya memproses dan mengukur data agenda media dalam tabulasi khusus, dengan dimensi-dimensi khusus pula dan melalui beberapa tahapan yaitu mengukur agenda media dengan menentukan batas waktu tertentu, meng-coding berbagai isi media dan menyusun (ranking) isu itu berdasarkan panjang (waktu dan ruang), penonjolan (ukuran) headline, lokasi dalam surat kabar, frekuensi pemunculan berita, posisi dalam surat kabar, dan konflik (cara penyajian berita). Lihat Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 68-69.


(30)

2. Halaman depan, bukan headline, yaitu berita yang ditampilkan mendampingi headline sehingga tampak semarak berita yang ada pada halaman depan suatu harian tanpa mengurangi nilai berita tersebut.

3. Halaman khusus, yaitu berita-berita yang ditempatkan pada salah satu rubrik dalam surat kabar yang khusus membahas mengenai tema dari rubrik tersebut.

4. Halaman lain, yaitu berita-berita tentang Agresi Israel ke Jalur Gaza yang disajikan di luar dari halaman depan dan halaman khusus (rubrik internasional/ luar negeri).

I.6.2 Bentuk Penyajian Berita

Dalam pemberitaan mengenai Agresi Israel ke Jalur Gaza di Harian Kompas dan Waspada, bentuk penyajian beritanya dapat dikelompokkan atas:

1. Straight news (berita langsung), yaitu laporan langsung mengenai suatu peristiwa yang memuat unsur 5W+1H.

2. Feature, yaitu berita-berita yang disajikan dengan mengetengahkan sisi humanis atau ketertarikan manusiawi dari suatu peristiwa.

3. News Analysis, yaitu berita yang merupakan analisis lanjutan wartawan tentang suatu peristiwa. Unsur subjektivitas menonjol dan cenderung berbau opini wartawan, pakar atau pengamat.

I.6.3 Narasumber Berita

Woseley dan Campbell menulis: orang banyak ini, yaitu konsumen surat kabar dan majalah serta alat-alat komunikasi lainnya, merupakan narasumber berita bagi si wartawan.19

Kompetensi pihak yang dijadikan narasumber untuk mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa (berita yang menyangkut

19


(31)

peristiwa dengan kronologi kejadiannya), apakah berasal dari narasumber yang menguasai persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena jabatannya.20

1. Positif, yaitu dalam berita yang disajikan terdapat gambaran yang baik atau positif terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak.

Kategori ini dibagi dalam:

1. Pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang mengalami langsung peristiwa tersebut. Dalam penelitian ini, pelaku langsungnya meliputi Pemerintah Palestina, Pemerintah Israel, Kelompok Hamas, warga sipil Gaza, paramedis Gaza, dan warga asing yang turut menjadi korban dari agresi tersebut.

2. Bukan pelaku langsung, yaitu apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya: PBB, Negara Arab, pemerintah luar negeri, masyarakat atau tokoh luar negeri, dan relawan medis luar negeri.

I.6.4 Penggambaran Pihak yang Berkonflik

Kategori ini meliputi bagaimana penggambaran yang diberikan sebuah media cetak melalui pemberitaannya terhadap pihak-pihak yang terlibat konflik dalam Agresi Israel ke Jalur Gaza. Misalnya penggambaran terhadap tindakan pemerintah Israel yang melakukan penyerangan ke Jalur Gaza, atau terhadap pemerintah Palestina yang dipimpin oleh Faksi Fatah, yang menjadi saingan Faksi Hamas dalam pemerintahan Palestina, serta terhadap Faksi Hamas yang menjadi target utama dari serangan tersebut.

Penggambaran untuk masing-masing pihak tersebut meliputi:

20

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit PT RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2008, hlm. 215-216.


(32)

2. Negatif, yaitu dalam berita yang disajikan terdapat gambaran yang buruk atau tidak baik terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak.

3. Positif+negatif, yaitu dalam berita yang disajikan di media terdapat gambaran yang baik serta gambaran yang buruk terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak.

4. Tidak ada penggambaran, berarti dalam berita tersebut tidak terdapat penggambaran terhadap pemerintah Palestina, pihak Israel maupun pihak Hamas.

I.6.5 Kekerasan Simbolik

Manipulasi fakta melalui bahasa atau wacana oleh penguasa (kepemimpinan intelektual dan moral) demi mempertahankan kekuasaan dan menaklukkan kemampuan berpikir kritis masyarakat dengan cara menggunakan kekerasan simbolik dalam sebuah pemberitaan di media massa.21

Menghaluskan fakta melalui penggunaan kata atau kalimat sehingga maknanya berbeda dari sesungguhnya. Misalnya dibombardir menjadi diserang, mengutuk menjadi mengecam keras.

Kekerasan simbolik dalam penelitian ini dibagi atas:

1. Stigmatisasi/ Labelisasi

Penggunaan kata atau istilah opensif (dicapkan atau dilabelkan) kepada seseorang atau kelompok atau tindakan sehingga melahirkan pengertian lain dari keadaan sesungguhnya. Misalnya kaum zionis, provokator.

2. Eufemisme

21

Jurnal Sendi No. 3 Tahun 2000, Penerbit: Lembaga Studi Perubahan Sosial (LSPS), Surabaya, hlm. 30


(33)

3. Disfemisme

Mengeraskan atau mengasarkan fakta melalui kata-kata atau kalimat sehingga maknanya berbeda dari sesungguhnya. Misalnya serangan membabi buta, penjahat perang.

4. Jargon

Kata atau istilah khas yang digunakan sebuah kelompok masyarakat tertentu yang kemudian dipakai dalam konteks ideologi kekuasaan dan diadopsi oleh masyarakat luas. Misalnya jihad dengan jalan Tuhan, dan sebagainya.

5. Metafora

Dipahami sebagai cara memindah dengan merelasikan dua fakta melalui analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai umpama.

I.7. Sistematika Penulisan

Sistematika laporan penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah.

 Bab I Pendahuluan; pada bab ini akan dipaparkan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka dan operasionalisasi konsep, dan sistematika penulisan.

 Bab II Uraian Teoritis; bab ini akan memaparkan mengenai pemahaman akademik mengenai media massa dalam studi analisis isi yang digunakan dalam penelitian.

 Bab III Metodologi Penelitian; dalam bab ini akan diuraikan mengenai deskripsi objek penelitian, metode penelitian, operasional konsep, metode pengumpulan data dan metode analisa data.

 Bab IV Hasil dan Pembahasan; bab ini memaparkan tentang hasil penelitian serta pembahasan dengan menggunakan analisa data deskriptif.


(34)

 Bab V Penutup; pada bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian dan memberikan saran yang dapat bermanfaat kepada berbagai pihak.


(35)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Dalam studi analisis isi, beberapa konsep atau pemahaman akademik mengenai media massa cetak dapat dijelaskan sebagai berikut:

Media massa cetak merupakan salah satu media penyampai informasi yang kini menyebar hampir di seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Surat kabar misalnya. Informasi yang terdapat dalam surat kabar sifatnya tetap dan dapat dibaca berulang-ulang. Hal ini tentu berbeda dengan informasi yang disajikan di media elektronik seperti radio dan televisi yang terikat dengan waktu. Informasi tersebut nyatanya hanya dapat dinikmati beberapa saat dan tidak dapat diperoleh kembali dalam jangka waktu yang lama.

Media massa cetak dapat berupa surat kabar, majalah, tabloid, poster, buletin, dan sebagainya. Untuk surat kabar yang menjadi objek penelitian ini, terbentuk dari faktor verbal dan visual.22

22

Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 5

Faktor verbal dalam surat kabar dimaksudkan sebagai kemampuan sebuah surat kabar dalam pemilihan serta penyusunan kata dan kalimat yang membentuk sebuah paragraf yang efektif. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor visual adalah penyusunan tata letak dan perwajahan surat kabar. Namun yang terpenting dari sebuah surat kabar adalah materi atau isi yaitu pemberitaan yang dimuat dalam surat kabar tersebut. Dalam perspektif jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada khalayak harus mengandung unsur kebenaran dan sesuai dengan fakta yang ada (faktual), jelas dan juga akurat.


(36)

Dalam konteks jurnalistik, ada tiga produk jurnalistik yang terdapat dalam isi surat kabar.23

Berita (news)

Produk jurnalistik tersebut adalah berita (news), pandangan, ulasan, komentar (opinion), dan iklan atau perkenalan yang bersifat propaganda (advertisement).

Menurut Michael V. Charnley, berita adalah laporan tercepat mengenai fakta dan opini yang menarik atau penting, atau kedua-duanya bagi sejumlah besar orang.24

4. Interpretative news (penjelasan berita) adalah bentuk berita yang penyajiannya merupakan gabungan antara fakta dan interpretasi. Dalam penulisannya, boleh Dengan adanya pemberitaan, masyarakat kemudian akan mengetahui segala informasi yang sedang terjadi di seluruh aspek kehidupannya. Hal inilah yang mengharuskan berita-berita yang disajikan tiap-tiap institusi media harus berdasarkan fakta yang terjadi dan harus disampaikan secara objektif tanpa melibatkan pendapat pribadi penulis berita.

Adapun pengklasifikasian berita menurut jenisnya terdiri atas lima hal, yakni:

1. Straight news (berita langsung) adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Biasanya, berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari 5W+1H (what, who, when, where, why dan how).

2. Depth news (pengembangan berita) merupakan kelanjutan atau pengembangan dari adanya sebuah berita yang masih belum selesai pengungkapannya dan bisa dilanjutkan kembali.

3. Investigative news (penggalian berita) merupakan laporan yang berisikan atau memusatkan pada sejumlah masalah dan bersifat kontroversi. Dalam laporan investigasi, para wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi mengungkapkan kebenaran.

23

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm.46

24


(37)

dimasukkan uraian, komentar dan sebagainya yang ada kaitannya dengan data yang diperoleh dari suatu peristiwa atau kejadian yang dilihatnya.

5. Feature (karangan khas) adalah bagian dari penyajian berita yang cara menulisnya dapat mengabaikan pegangan utama dalam penulisan berita; atau penyajian berita yang berbentuk human interest (ketertarikan manusiawi).

Berita-berita yang telah siap untuk disajikan ke hadapan para pembaca dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya. Bila berita tersebut dianggap sangat layak diletakkan di halaman depan surat kabar, maka berita itu disebut berita utama (headline).

Biasanya berita yang menjadi headline sebuah surat kabar dibuat dengan menggunakan huruf relatif lebih besar dengan judul yang dapat menarik perhatian para pembaca. Sedangkan berita yang ditampilkan mendampingi berita utama sehingga tampak semarak berita yang ada pada halaman depan disebut sebagai berita non-utama. Namun, bukan berarti berita tersebut tidak penting tetapi mungkin tidak hangat di masyarakat.

Berita yang menjadi headline merupakan isu utama dalam sebuah surat kabar. Isu berita headline merupakan berita yang aktual, penting, menarik perhatian masyarakat dan sedang hangat di tengah masyarakat.

Memang, setiap peristiwa yang dianggap dapat menarik minat pembaca, selalu dijadikan headline atau diletakkan pada halaman depan surat kabar. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa umumnya pembaca ketika akan membaca atau membeli sebuah surat kabar, yang pertama dilihatnya adalah headline berita pada hari itu atau berita-berita yang ada di halaman depannya.

Contoh aktualnya bisa kita lihat pada agresi yang dilakukan Israel pada 27 Desember 2008 lalu di Jalur Gaza. Hampir seluruh surat kabar di dunia, termasuk Indonesia, menempatkan peristiwa tersebut beserta dampak ikutannya sebagai headline surat kabarnya.


(38)

Tak tanggung-tanggung, SKH Kompas misalnya, sebagai salah satu surat kabar nasional, menempatkan peristiwa tersebut sebagai headline untuk edisi sepekan berturut-turut. Sebut saja misalnya judul-judul seperti “Israel Bom Gaza, 155 Tewas” (28/12/2008); “Israel Dikecam Keras” (30/12/2008); ataupun “Israel Masih Gempur Gaza” (31/12/2008).

Tak hanya surat kabar nasional yang terbit di ibukota. Berbagai surat kabar nasional yang diterbitkan di daerah pun menempatkan agresi Israel sebagai headline, mengalahkan isu-isu lokal atau isu nasional yang terjadi selama rentang waktu tiga minggu sejak Israel menyerang Gaza. SKH Waspada misalnya, surat kabar harian yang terbit di Kota Medan ini bahkan mengangkat peristiwa seputar penyerangan Israel ke Jalur Gaza ini sebagai headline selama dua pekan, dengan judul-judul yang cukup sensasional: “Israel Membabibuta” (29/12/2008); “SBY Desak DK PBB: Keluarkan Resolusi Terhadap Israel” (30/12/2008); “Dubes Palestina Imbau Tak Kirim Mujahid Ke Jalur Gaza” (31/12/2008).

Penyajian sebuah isu dalam pemberitaan di media seperti surat kabar dipengaruhi visi dan misi institusi media yang bersangkutan serta segmentasi pembaca dari institusi media tersebut. Budiman yang dikutip Sobur, mengungkapkan bahwa di balik pesan-pesan yang disalurkan lewat media niscaya tersembunyi berbagai mitos yang mengandung muatan ideologis yang berpihak kepada kepentingan mereka.25

25

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 37.

Memang pada kenyataannya tiap-tiap institusi media seringkali memiliki kepentingan sendiri-sendiri dalam menempatkan dan menonjolkan isu-isu tertentu. Keberadaan faktor kepentingan oleh institusi media juga dapat dilihat dengan ada tidaknya penggunaan kekerasan simbolik dalam pemberitaannya. Kekerasan simbolik yakni manipulasi fakta melalui bahasa atau wacana dalam sebuah pemberitaan demi mempertahankan pengaruhnya dan menaklukkan kemampuan berpikir kritis masyarakat.


(39)

Kekerasan simbolik ini dapat dilakukan dengan cara disfemisme, eufemisme, stigmatisasi/ labelisasi, jargon, metafora dan sebagainya. Disfemisme merupakan pengasaran atau pengerasan fakta melalui kata, istilah, atau kalimat sehingga maknanya berbeda dari sesungguhnya. Eufemisme adalah penggunaan kata, istilah, atau kalimat bermakna menghaluskan fakta. Stigmatisasi/ labelisasi adalah pemberian label atau stigma terhadap seseorang atau sekelompok orang atau tindakan sehingga melahirkan pengertian lain dari keadaan sesungguhnya. Jargon adalah kata atau istilah yang dipergunakan kelompok masyarakat tertentu yang kemudian dipakai dalam konteks ideologi kekuasaan dan diadopsi masyarakat luas. Metafora merupakan cara memindah dengan merelasikan dua fakta melalui analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai umpama.26

Namun, beberapa media juga terkadang enggan memberitakan kebobrokan dan kejelekan pihak-pihak tertentu dan malah memilih bersikap netral, dengan berorientasi memberitakan dampak/ korban yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut.

Penggunaan kekerasan simbolik dalam pemberitaan sesungguhnya dapat menurunkan kadar objektivitas, sebab dapat menguntungkan ataupun merugikan pihak-pihak yang diberitakan. Namun bukanlah sesuatu yang mustahil apabila dalam pemberitaan agresi Israel ke Jalur Gaza, suatu media berusaha untuk menonjolkan satu pihak tertentu.

Selain dengan menggunakan kekerasan simbolik dalam pemberitaannya, media juga dapat melakukannya dengan memberikan penggambaran. Misalnya dengan memberikan gambaran yang positif terhadap perjuangan bangsa Palestina dalam menggapai kemerdekaan negaranya dan sebaliknya memberi gambaran yang buruk atau negatif terhadap Israel yang telah menyerang warga Gaza, ataupun gambaran yang baik dari adanya aksi jihad yang dilakukan kelompok Hamas dalam perlawanan mereka terhadap serangan Israel.

26

Jurnal Sendi No 3 Tahun 2000, Penerbit: Lembaga Studi Perubahan Sosial (LSPS), Jakarta, hlm. 30-37.


(40)

Kompetensi pihak yang dijadikan narasumber berita dalam mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa juga mempengaruhi isi berita yang disampaikan maupun keberpihakan media tersebut terhadap pihak-pihak tertentu. Narasumber berita dapat berasal dari apa yang dilihat oleh wartawan itu sendiri atau dari narasumber yang menguasai persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan.27

Begitupun unsur prominance, kredibilitas, kompetensi, penguasaan informasi menjadi dasar kebijakan media dalam menentukan dan mendistribusikan narasumber dalam konstruk bingkai yang hendak disajikan kepada khalayak. Narasumber yang dipandang kooperatif,

Narasumber jelas merupakan bagian penting dari proses kerja jurnalistik. Dalam berbagai literatur tentang jurnalisme, narasumber disebutkan sebagai orang yang membawakan informasi tentang suatu peristiwa. Melalui narasumber, jurnalis mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait dengan tema pemberitaan yang sedang dikerjakan.

Karena itu, pilihan narasumber oleh media pers atau jurnalis, dapat dijadikan indikator untuk melihat cara pandang media mengenai suatu isu tertentu. Kehadiran narasumber, khususnya dalam produk jurnalisme yang mengedepankan fakta-fakta psikologi, atau fakta-fakta yang dikonstruksi dari keterangan narasumber, sangat kentara. Alur demi alur yang membingkai fakta media, dan kemudian didistribusikan pada setiap alinea, dibangun berdasarkan pernyataan narasumber. Umumnya pernyataan narasumber yang dianggap paling menarik, berbobot, eksklusif, dikutip dan ditempatkan pada lead atau teras berita. Tidak jarang juga dijadikan judul berita.

27

Burhan Bungin (ed.), Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 158.


(41)

selalu bersedia untuk dimintai tanggapan, memiliki data-data yang akurat merupakan jenis narasumber yang dicari media.28

Herbert Strentz mengungkapkan ada dua peringatan menyangkut kompetensi narasumber berita.29

Sebuah tulisan jurnalistik haruslah bersumber dari fakta, bukan opini atau asumsi si reporter. Itu sebabnya, harus ada narasumber yang jelas dan dapat dipercaya Syarat narasumber berita adalah layak dipercaya, berwenang artinya orang yang punya kekuasaan

Pertama, reporter tidak boleh mengandaikan bahwa, karena posisi atau pengalaman, narasumber berita yang harus tahu memang benar-benar tahu dan dapat memberikan informasi.

Mengenai peringatan pertama, Webb dan Salancik seperti yang dikutip Strentz, meringkaskan empat kondisi yang membuat reporter tidak boleh begitu saja mempercayai informasi yang diberikan oleh narasumber:

1) narasumber mungkin tidak tahu tentang informasi yang dikehendaki reporter;

2) narasumber mungkin memiliki informasi dan mau membaginya, tetapi mungkin kurang pandai berbicara atau kurang memiliki konsep untuk mengatakannya;

3) narasumber mungkin memliki informasi yang dikehendaki tetapi tidak ingin membaginya; dan

4) narasumber mungkin mau membagi informasi, tetapi tidak mampu mengingatnya.

Peringatan kedua, kompetensi narasumber berita tidak perlu dikaitkan dengan metode perolehan berita. Mengenai peringatan ini, kompetensi relatif dari narasumber berita harus menentukan metode pengumpulan berita yang paling mungkin akan menghasilkan informasi yang dikehendaki.

28

Jurnal Kupas edisi 2 Desember 2008, Penerbit: Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (Kippas), Medan, hlm.10

29

Herbert Strentz, Reporter dan Sumber Berita: Persekongkolan dalam Mengemas dan Menyesatkan Berita, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hlm. 89-90.


(42)

dan tanggung jawab terhadap masalah yang sedang diliput, kompeten dan narasumber berita yang memiliki hubungan, terpengaruh atau mempengaruhi peristiwa tersebut.

Bagaimanapun pembuat berita memilih dan menentukan narasumber berita yang dapat memberikan informasi dalam peliputannya, sejatinya pembuat berita tetap tidak boleh melakukan keberpihakan terhadap salah satu pihak. Media harus berada di tengah-tengah tanpa harus melebih-lebihkan atau menjelek-jelekan pihak tertentu. Dengan begitu, keobjektivitasan berita di media tersebut dapat terjaga dan dipercaya oleh pembacanya.

Pandangan atau Pendapat (opinion)

Dalam sebuah surat kabar tersedia kolom atau rubrik yang berfungsi untuk menampung pendapat atau pandangan. Ini merupakan perwujudan dari institusi pers sebagai lembaga kontrol sosial. Opini dalam surat kabar tersebut dapat berasal dari masyarakat luas yang disebut pendapat umum (public opinion) dan yang berasal dari media itu sendiri dinamakan pendapat redaksi (desk opinion).30

30

Totok Djuroto, Op.cit, hlm. 67

Pendapat umum adalah pendapat, pandangan atau pemikiran lain dari masyarakat untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang dimuat dalam pemberitaan sebuah media. Pendapat umum ini biasanya disajikan dalam tiga bentuk, yaitu komentar, artikel, dan surat pembaca.

Sementara opini penerbit merupakan pandangan, pendapat atau opini dari redaksi terhadap suatu masalah yang terjadi di tengah masyarakat, dan dijadikan sajian dalam penerbitannya. Opini penerbit sering juga disebut sebagai “Suara Redaksi” dan biasanya ditulis dalam beberapa bentuk, seperti tajuk rencana atau editorial, pojok, catatan kecil, dan karikatur.


(43)

Untuk memisahkan secara tegas antara berita dan opini maka tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, komentar dan surat pembaca ditempatkan dalam satu halaman khusus. Inilah yang disebut halaman opinion (opinion page).

Periklanan (advertising)

Periklanan adalah kegiatan memasok perhatian penghasilan bagi perusahaan penerbitan pers dengan jalan menjual kolom-kolom yang ada pada surat kabar dalam bentuk advertensi (advertising).

Iklan dalam penerbitan media dibagi dua jenis, iklan umum dan iklan khusus. Iklan umum, artinya iklan yang diperuntukkan bagi kepentingan bisnis, misalnya iklan promosi. Sedangkan iklan khusus adalah iklan yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial. Misalnya, pengumuman, iklan keluarga, iklan layanan masyarakat dan sebagainya.31

Analisis isi (content analysis) menurut Jalaluddin Rakhmat, merupakan suatu metode untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi.

Dengan menggunakan pemberitaan dalam surat kabar yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini menggunakan metode analisis isi untuk mengetahui bagaimana isi pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada.

32

Sedangkan Kripendorff, mendefinisikan analisis isi sebagai suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya.

Analisis isi sering dipakai untuk mengkaji pesan-pesan media.

33

31

Totok Djuroto, Ibid., hlm 83

32

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 89

33

Klaus Krippendorff, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hlm. 15


(44)

Warner J. Severin dan James W. Tankard menyatakan bahwa analisis isi adalah sebuah metode analisis isi pesan (berita) secara sistematis.34

Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian muncul dari gagasan Benard Berelson.

Analisis ini adalah alat untuk menganalisis pesan dari komunikator tertentu.

35

Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.

Berelson mendefinisikan analisis isi dengan:

Content Analysis is a research technique for the objective, systematic and quantitative description of the manifest content of communication. (Analisis isi didefinisikan sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak).

Prinsip sistematik diartikan bahwa ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis. Peneliti tidak dibenarkan melakukan analisa hanya pada isi yang sesuai dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk diteliti (yang telah ditetapkan dalam pemilihan populasi dan sampel).

Prinsip objektif, yaitu hasilnya tergantung pada prosedur penelitian bukan pada orangnya. Yaitu dengan ketajaman kategorisasi yang ditetapkan, sehingga orang lain dapat menggunakannya.

Prinsip kuantitatif berarti mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan. Sementara, isi yang nyata diberi pengertian, yang diteliti dan dianalisis hanyalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang dirasakan oleh si peneliti.

34

Warner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 31

35


(45)

Analisis isi dapat digunakan untuk mempersoalkan seberapa besar atau seberapa sering media massa memberikan poin pemberitaan terhadap suatu peristiwa atau pihak-pihak yang terlibat di dalam peristiwa tersebut.

Analisis isi juga dapat digunakan untuk melakukan perbandingan dengan media lain (yang sejenis), untuk mengidentifikasi apa dan siapa yang tidak dimuat dalam pemberitaan, adanya favoritisme atau bias berita.36

1. Analisis isi pragmatis; prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut sebab atau akibatnya yang mungkin.

Penggunaan metode analisis isi tidak berbeda dengan penelitian kualitatif lainnya. Hanya saja karena teknik ini dapat digunakan pada pendekatan yang berbeda (baik kuantitatif maupun kualitatif), maka penggunaan analisis isi tergantung pada kedua pendekatan itu.

Analisis isi yang sifatnya kuantitatif hanya mampu mengetahui atau mengidentifikasi manifest message (pesan-pesan yang tampak) dari isi media yang diteliti. Prinsip analisis isi kuantitatif yang selama ini diterapkan adalah prinsip objektivitas yang diukur dari pembuatan atau penyusunan kategorisasi.

Sedangkan analisis isi yang sifatnya kualitatif tidak hanya mampu mengidentifikasi pesan-pesan manifest, melainkan juga latent massage dari sebuah dokumen yang diteliti. Dengan kata lain, analisis isi media secara kualitatif akan lebih mendalam dan detail dalam memahami produk isi media dan mampu menghubungkannya dengan konteks sosial/ realitas yang terjadi.

Untuk klasifikasi jenis analisis isi, Janis (1965) yang dikutip Krippendorff mengajukannya sebagai berikut:

2. Analisis isi semantik; prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut maknanya. Anakisis isi semantik dapat dibagi lagi dalam tiga hal yaitu:

36

Jurnal Kupas edisi 1 November 2008, Penerbit: Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (Kippas), Medan, hlm. 5.


(46)

(a) analisis penunjukan (designation) yang menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dirujuk;

(b) analisis pensifatan (attribution) menggambarkan frekuensi seberapa sering karakteristik tertentu dirujuk;

(c) analisis pernyataan (assertions) menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakteristikan secara khusus. Analisis ini disebut juga analisis tematik. 3. Analisis sarana tanda (sign-vehicle); prosedur yang mengklasifikan isi menurut sifat

psiko-fisik dari tanda.37

37


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Deskripsi Objek Penelitian

III.1.1 Surat Kabar Harian Kompas

Harian umum yang tidak bisa dilupakan peranannya dalam sejarah pers nasional di Indonesia adalah Kompas. Kompas termasuk harian yang memberikan banyak masukan dalam sejarah jurnalistik, khususnya jurnalistik surat kabar. Manajemen yang diterapkan dalam organisasi harian merupakan sumbangsih terbesar yang pernah diberikan harian Kompas kepada jurnalistik di Indonesia.

Harian Kompas didirikan dan dirintis oleh Petrus Kanisius (PK) Ojong dan Jakob Oetama yang juga merupakan tokoh pers nasional pada 1965. Awalnya ditetapkan nama Bentara Rakyat yang secara harfiah berarti pegawai rakyat yang sebenarnya bukanlah PKI (catatan: waktu itu semua yang berbau PKI sealu memakai kata rakyat). Ketika disebut nama Bentara Rakyat, Bung Karno menyarankan nama “Kompas” agar jelas sebagai penunjuk arah. Jadilah dipilih nama Kompas sedangkan Bentara Rakyat sebagai nama yayasan yang menerbitkan Kompas.

Para pendiri Yayasan Bentara Rakyat adalah pemimpin dari organisasi Katolik, seperti Partai Katolik, Pemuda Katolik, Wanita Katolik, PMKRI. Pengasuh sehari-hari dipegang oleh Jakob Oetama dan PK Ojong dengan otonomi profesional yang penuh. Pada 28 Juni 1965 di Kramat Jaya Jakarta, tepatnya di percetakan PN Eka Grafika, PK Ojong dan Jakob Oetama memulai aktivitas mereka untuk menghasilkan edisi pertama Harian Kompas.


(48)

Penampilan edisi pertama Kompas memang berantakan. Tatanan perwajahannya tidak beraturan, memiliki gambar kurang terang, dan sama sekali belum memiliki tambahan pernak-pernik untuk mempercantik diri. Justru dibalik keterbatasan serta kekurangan itu, para pengelolanya seperi dipacu untuk terus menerus memperbaiki diri.

Kompas di awal perkembangannya, dicetak di percetakan orang lain sebelum membangun percetakan sendiri. Untuk pertama kalinya dicetak di atas mesin cetak dupleks yang sederhana, sebelum kemudian pindah ke mesin cetak rotasi. Lalu pada 1972, Kompas mulai mencetak sendiri yaitu di percetakan Gramedia.

Semula Kompas hanya terdiri dari empat halaman, sama seperti harian lainnya. Kemudian menjadi 16 halaman, yakni batas maksimum halaman surat kabar yang diperbolehkan pemerintah. Kantor redaksi Kompas pertama kali masih menumpang di Kantor Redaksi Majalah Intisari yang menempati salah satu ruang kantor PT Kinta, Jakarta Kota. Oleh karena alasan percetakan jauh, maka redaksi malam juga menumpang di redaksi Majalah Penabur, bertempat di Jalan Kramat.

Sejak Juli 1986, sesuai dengan ketentuan pemerintah, dua kali dalam seminggu Kompas dapat menambah halamannya menjadi 20 halaman. Kompas semula diarmadai hanya oleh 15 wartawan, namun hingga kini telah mencapai sekitar 300 wartawan dan 8 koresponden di luar negeri. Harian Kompas tercatat beroplah sekitar 550.000 eksemplar pada har-hari biasa (Senin-Sabtu) dan hari Minggu rata-rata 600.000 sampai 700.000 eksemplar dan 80% peminat Kompas ada di P. Jawa. Sementara itu pendapatan Kompas dari iklan juga menempati tempat teratas. Pada awal 1985, surat kabar terbesar di Indonesia ini dapat meraih jumlah Rp 1,5 Miliar per bulan dari sumber iklan.

Harian yang mengemban motto Amanat Hati Nurani Rakyat ini terbit setiap hari dengan full colour. Kompas terbit setiap hari dengan jumlah minimal 32 halaman yang berisi


(49)

rubrik Politik dan Hukum, Opini, Rubrik Internasional, dan Humaniora. Sedangkan untuk edisi Jumat, lebih banyak disuguhi Rubrik Sport sebanyak 8 halaman.

Terkadang dalam satu hari Kompas dapat menyajikan sampai 66 halaman sekaligus, namun dari semua itu terdapat beberapa rubrik yang menjadi ciri khas Kompas yang harus ada dalam setiap kali terbit kecuali edisi Minggu. Seperti Rubrik Politik dan Hukum, merupakan rubrik yang menampilkan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan hal-hal yang berbau politik dan hukum yang tersaji pada halaman 2 sampai 5. Halaman 6 dan 7 berisi Rubrik Opini yaitu, tajuk rencana, artikel, surat pembaca, dan suatu kolom yang diberi nama “Pojok”.

Berbagai perisiwa dari dunia internasional seperti halnya berita Agresi Israel ke Jalur Gaza, terangkum secara khusus pada halaman 8 sampai 11. Sedangkan berita dan informasi mengenai sosial, pendidikan dan kemanusiaan tercakup pada halaman 12 sampai 14 yang dinamai Rubrik Humaniora.

III.1.2. Surat Kabar Harian Waspada

Surat kabar Waspada merupakan salah satu surat kabar tertua di Kota Medan. Surat kabar ini terbit pertama kali di Kota Medan pada 11 Januari 1947. Ketika itu Medan masih dikuasai NICA dengan jumlah penduduk berkisar 200.000 jiwa. Selama perjalanannya, harian ini sudah banyak mengalami pasang surut.

Surat kabar Waspada didirikan oleh H. Mohammad Said dengan biaya sendiri. Dasar tujuan diterbitkannya kala itu adalah untuk mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945. Sejak awal terbitnya, surat kabar Waspada secara terang-terangan dan konsekuen mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia. Surat kabar Waspada membaktikan kerjanya dengan jalan menyajikan berita-berita serta meneruskan keterangan resmi pemerintah Republik


(50)

Indonesia dari ibukota tentang situasi revolusi dan mengemukakan pendapat yang mengukuhkan keyakinan akan suksesnya perjuangan dalam waktu singkat.

Keberadaan surat kabar ini pada awal terbit sangat bermanfaat sebagai alat penting dalam melancarkan perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi pada waktu itu negara sangat kekurangan alat-alat berupa media penerangan untuk dapat tetap menjaga hubungan antara sesama pejuang kemerdekaan dan gerilyawan yang terpencar di berbagai daerah.

Keberadaan Waspada sebagai surat kabar republik yang tidak mau menyiarkan berita-berita untuk kepentingan NICA mendapat tantangan dari pemerintah Belanda. Bahkan tidak jarang surat kabar Waspada harus menghadapi teror dari pemerintah Belanda. Antara tahun 1947-1949, Waspada seringkali mengalami pembredelan karena menyiarkan berita-berita yang menguntungkan perjuangan Republik Indonesia. Selama masa awal kemerdekaan Indonesia, Waspada harus hidup secara “gali lubang tutup lubang”. Langkahnya kertas koran juga menjadi kesulitan utama yang mengakibatkan Waspada hanya terbit dengan jumlah 1000 eksemplar, bahkan kadang-kadang hanya 300 eksemplar.

Setelah keadaan mulai membaik beberapa tahun kemudian, Waspada mulai menerima distribusi kertas sebanyak 5000 eksemplar sehari dan terus bertambah hingga mencapai 25.000 eksemplar di tahun 1956.

Harian Waspada sempat juga tidak terbit selama beberapa minggu akibat ketidaklancaran distribusi kertas koran disertai dengan ketegangan suhu politik dan pemberontakan Daud Beureuh di Aceh antara tahun 1955-1956. para pembaca Waspada harus beralih ke harian lain yang mulai banyak terbit di Medan. Setelah terbit kembali, Waspada membutuhkan beberapa minggu untuk menarik kembali pelanggan yang loyal membaca Waspada.


(51)

Penurunan oplah penjualan surat kabar Waspada juga sempa terjadi pada akhir 1956 pada saat Pemberontakan Rakyat Republik Indonesia (PRRI) yang dipimpin oleh Kolonel Simbolon di Sumatera Utara. Secara terang-terangan Waspada menyatakan penentangan terhadap aksi tersebut. Segera setelah pemberontakan PRRI meletus di Tapanuli-Labuhan Batu, kelompok tersebut menyatakan Waspada sebagai bacaan terlarang. Surat kabar Waspada yang masuk ke daerah tersebut dibakar, bahkan orang yang membawanya ikut dihukum dan dipukuli. Oplah penjualan surat kabar Waspada mengalami penurunan dari 25.000 eksemplar menjadi 20.000 eksemplar.

Seiring dengan kondisi keamanan negara yang berangsur-angsur pulih dan penurunan tingkat buta huruf sejak Agustus 1966, permintaan menjadi pelanggan surat kabar Waspada terus meningkat. Daerah penyebaran dan agennya juga bertambah. Kini Waspada mampu menyediakan lebih dari 600.000 eksemplar dengan daerah penyebaran mulai dari Medan dan kawasan Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau dan Jakarta.

Harian Waspada setiap harinya terbit dengan jumlah minimal 20 halaman. Rubrik yang mengisi harian ini antara lain Rubrik Medan Metropolitan, Nusantara, Luar Negeri, Sport, Ekonomi Bisnis, Opini, dan Rubrik Sumatera Utara yang berisi informasi dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Ada juga Rubrik Nanggroe Aceh Darussalam yang memuat berita-berita seputar daerah Banda Aceh, Sigli, Bireue dan Lhokseumawe.

III.2. Metode Penelitian

Metode penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana peneliti menggambarkan tata cara pengumpulan data serta analisis data. Metode penelitian yang digunakan adalah studi analisis isi.

Analisis isi merupakan suatu metode untuk melukiskan isi komunikasi yang nyata secara deskriptif, sistematik dan kuantitatif. Menurut Jalaluddin Rakhmat, analisis isi berguna


(52)

untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang.38

1. Menggambarkan isi komunikasi (describing communication content), yaitu mengungkapkan kecenderungan yang ada pada isi komunikasi, baik melalui media cetak maupun elektronik.

Kelebihan utama metode analisis isi adalah tidak digunakannya manusia sebagai subjek penelitian. Menyebabkan penelitian relatif lebih mudah, tidak ada reaksi dari populasi ataupun sampel yang diteliti karena tidak ada orang yang diwawancarai, diminta mengisi kuesioner, ataupun diminta datang di laboratorium. Analisis isi juga relatif murah. Bahan-bahan penelitian mudah ditemukan terutama di perpustakaan, atau di bagian dokumentasi visual.

Kekurangan analisis isi terpenting adalah ia hanya meneliti pesan yang tampak, sesuatu yang disembunyikan dalam pesan bisa luput dari analisis isi. Kelemahan lain, adalah bahwa pesan komunikasi tidak selamanya merefleksikan fakta, terkadang memang ada usaha untuk membelokkan dunia simbolis yang ada di media (pesan) dari realitas sesungguhnya.

Walau terkesan tradisional dan kurang mendalam dibandingkan studi komunikasi lainnya, analisis ini sangat berguna untuk memberikan gambaran bagaimana sikap media massa ketika memberitakan peristiwa-peristiwa internasional yang tentu sangat berguna untuk menambah informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai dunia internasional.

Wimmer dan Dominick yang dikutip Kriyantono, menyampaikan setidaknya ada lima kegunaan yang dapat dilakukan dalam penelitian analisis isi, yakni:

2. Menguji hipotesis tentang karakteristik pesan (testing hipotheses of messages characteristics), yaitu menghubungkan karakteristik tertentu dari komunikator (sumber) dengan karakteristik pesan yang dihasilkan.

38

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 89


(1)

Waspada =

43 43

42 2

+ x

= 0,97

Secara keseluruhan, reliabilitas pada kategori ini adalah: 2 x M (Kompas + Waspada) Reliabilitas =

(N1+N2 Kompas) + (N1+N2 Waspada)

=

86 94

) 42 47 ( 2

++ x

= 0,99

Keterangan:

C.R. = Coefficient Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding I dan pengkoding II

Lampiran

Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Narasumber Penggambaran Pihak Israel di SKH Kompas dan Waspada


(2)

2M Reliabilitas (C.R.) =

N1+N2

Kompas =

47 47 41 2 + x

= 0,87

Waspada =

43 43 35 2 + x

= 0,81

Secara keseluruhan, reliabilitas pada kategori ini adalah: 2 x M (Kompas + Waspada) Reliabilitas =

(N1+N2 Kompas) + (N1+N2 Waspada)

= 86 94 ) 35 41 ( 2 ++ x

= 0,84

Keterangan:

C.R. = Coefficient Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding I dan pengkoding II

Lampiran

Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Narasumber Penggambaran Pihak Hamas di SKH Kompas dan Waspada


(3)

Waspada =

43 43

38 2

+ x

= 0,88

Secara keseluruhan, reliabilitas pada kategori ini adalah: 2 x M (Kompas + Waspada) Reliabilitas =

(N1+N2 Kompas) + (N1+N2 Waspada)

=

86 94

) 38 43 ( 2

++ x

= 0,90

Keterangan:

C.R. = Coefficient Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding I dan pengkoding II

Lampiran

Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Kekerasan Simbolik di SKH Kompas dan Waspada


(4)

2M Reliabilitas (C.R.) =

N1+N2

Kompas =

47 47

38 2

+ x

= 0,80

Waspada =

43 43

36 2

+ x

= 0,83

Secara keseluruhan, reliabilitas pada kategori ini adalah: 2 x M (Kompas + Waspada) Reliabilitas =

(N1+N2 Kompas) + (N1+N2 Waspada)

=

86 94

) 36 38 ( 2

++ x

= 0,82

Keterangan:

C.R. = Coefficient Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding I dan pengkoding II


(5)

Alamat : Jl. SM. Raja Gg. Nauli No.116 Medan 20217

Hp : 081362082908

Email

Pendidikan Formal

 SD Negeri 060820 Medan 1993-1999

 SLTP Negeri 8 Medan 1999-2002

 SMU Negeri 5 Medan 2002-2005  FISIP USU Departemen Ilmu Komunikasi 2005-2009

Latar Belakang Organisasi

 Ikatan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi (IMAJINASI) USU sebagai bendahara Seksi Kerohanian Kristen.

Pers Mahasiswa SUARA USU, sebagai Reporter (2007) dan Redaktur (2008-2009).


(6)

SUARA USU selama tiga tahun. Tahun pertama dilewati sebagai reporter (2007), kemudian redaktur (2008 - 2009). Pernah ikut serta di beberapa pelatihan lokal maupun tingkat nasional, yaitu Pendidikan dan Pelatihan Dasar Jurnalistik SUARA USU (2007), Klinik Foto Jurnalistik Kompas (2007),Worksop Perfilman Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2008), Kursus Mahir Dasar Jurnalistik P2KM FISIP USU (2008), Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar se-Kota Medan (2008), Workshop Investigasi LPM se-Indonesia di IAIN Imam Bonjol Padang (November 2008).

Pernah mengikuti magang di Harian Sumut Pos (Juli 2007) dan Praktik Kerja Lapangan di Metro TV Jakarta (Juli-Agustus 2008).