ANALISIS PELAYANAN PEMETAAN TEMATIK DAN NILAI TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 2010 PADA BADAN PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

THEMATIC ANALYSIS MAPPING SERVICE AND VALUES BASED ON LAND GOVERNMENT REGULATION NUMBER 13 OF 2010

AT BPN BANDAR LAMPUNG

By

Mona Rizki Amalia

Implementation of public service is not optimal occurred at BPN in particular thematic mapping services and the value of land based on Government Regulation No. 13 of 2010 in Bandar Lampung. Based on this background, researcher is interested in doing research on thematic mapping services and the value of land based on Government Regulation No. 13 of 2010 at BPN Bandar Lampung

The approach used qualitative research, data collection was done by using interviews and documentation, data analysis techniques used qualitative.

The results showed that the implementation of thematic mapping services and the value of land based on Government Regulation No. 13 of 2010 in Bandar Lampung namely sporadic approach was limited based on public request, this is due to the government's ability to hold systematic approach. Basically service delivery should be reflected in the public's satisfaction with the services provided by the government from the time of service, cost of service and service procedures.

Suggestions, for the Government in Bandar Lampung, are government should give the opportunity to participate in education and training of both technical and non-technical to the employee, the creation of a skilled work force and will create for the community service satisfaction. On the other hand should improve the coordination of relations between the village and BPN also in the process of thematic mapping services and the value of land based on Government Regulation No. 13 of 2010. To improve the quality and quantity of services, the head of BPN Bandar Lampung should ask for clear reports about the task charged to the apparatus so that the employees arises a sense of responsibility on the tasks that have been given, and to ensure legal certainty on the basis of land which has made the process of thematic mapping services and the value of land based on Government Regulation No. 13 of 2010.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PELAYANAN PEMETAAN TEMATIK DAN NILAI TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13

TAHUN 2010 PADA BADAN PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Mona Rizki Amalia

Penyelenggaraan pelayanan publik yang belum optimal terjadi pada pelayanan administrasi pertanahan khususnya pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi, teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan Pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 di Kota Bandar Lampung yakni melalui pendekatan sporadik yang berdasarkan permohonan masyarakat, hal ini disebabkan kemampuan pemerintah untuk menyelenggaraan pendekatan sistematik terbatas. Pemberian pelayanan pada dasarnya harus tercermin pada kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah mulai dari waktu pelayanan, biaya pelayanan dan prosedur pelayanan.

Saran, untuk Pemerintah Kota Bandar Lampung Aparat pemerintah Kota Bandar Lampung diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan baik yang bersifat teknis maupun Non Teknis dengan harapan, terciptanya tenaga kerja yang terampil dan selanjutnya akan menciptakan kepuasan pelayanan bagi masyarakat. Disisi lain harus memperbaiki hubungan kordinasi antar kelurahan dan juga BPN dalam proses pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung harus senantiasa meminta laporan-laporan yang jelas mengenai tugas yang dibebankan kepada aparat Kantor agar timbul rasa tanggungjawab pegawai atas tugas-tugas yang telah diberikan, serta menjamin kepastian hukum atas dasar tanah yang telah melakukan proses pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.


(3)

ANALISIS PELAYANAN PEMETAAN TEMATIK DAN NILAI TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13

TAHUN 2010 PADA BADAN PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

MONA RIZKI AMALIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

ANALISIS PELAYANAN PEMETAAN TEMATIK DAN NILAI TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13

TAHUN 2010 PADA BADAN PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

MONA RIZKI AMALIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

i

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 5.1 Pelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah di Kantor BPN Kota

Bandar Lampung... 66 Gambar 5.2 Prosedur/TataCaraPelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah

di Kantor BPN Kota Bandar Lampung ... 68 Gambar 5.3 Kejelasan dan kepastian (transparan)Pelayanan Pemetaan Tematik

dan Nilai Tanah di Kantor BPN Kota Bandar Lampung... 70 Gambar 5.4KeterbukaanPelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah

di Kantor BPN Kota Bandar Lampung ... 72 Gambar 5.5 EfisiensiPelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah di Kantor

BPN Kota Bandar Lampung ... 73 Gambar 5.6 Ketepatan WaktuPelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah

di Kantor BPN Kota Bandar Lampung ... 75 Gambar 5.7 ResponsifPelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah di Kantor

BPN Kota Bandar Lampung ... 77 Gambar 5.8 AdaptifPelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah di Kantor


(6)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

MOTO

PERSEMBAHAN SANWACANA

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoritis ... 5

2. Manfaat Praktis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik ... 6

1. Definisi Pelayanan Publik ... 6

2. Dimensi Pelayanan Publik ... 8

3. Indikator-Indikator Pelayanan Publik ... 22

4. Faktor Penghambat Pelayanan Efektif ... 24

B. Tinjauan Tentang Administrasi Pertanahan ... 27


(7)

2. Definisi Administrasi Pertanahan ... 29

3. Ruang Lingkup Pelayanan Administrasi Pertanahan ... 32

4. Standar Administrasi Pertanahan ... 34

5. Pelayanan Pemetaan Tematik Dan Nilai Tanah... 35

C. Kerangka Pikir ... 37

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 40

B. Jenis Data Penelitian ... 41

1. Data Primer ... 41

2. Data Sekunder ... 41

C. Fokus Penelitian ... 41

D. Penentuan Informan ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data... 44

1. Wawancara... 44

2. Dokumentasi ... 45

3. Observasi... 46

F. Teknik Analisis Data ... 46

1. Reduksi Data ... 47

2. Penyajian Data ... 48

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi... 48

G. Teknik Keabsahan Data ... 49

1. Validitas internal (Kredibilitas) ... 49

2. Validitas Eksternal (Transferabilitas) ... 50

3. Dependabilitas... 53


(8)

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung ... 55

B. Permasalahan Pada Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung Periode Waktu 2013-2015... 62

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pelayanan Pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 di Kota Bandar Lampung ... 64

1. Efektif... 64

2. Sederhana ... 67

3. Kejelasan dan kepastian (transparan)... 69

4. Keterbukaan ... 71

5. Efisiensi... 73

6. Ketepatan waktu... 74

7. Responsif... 76

8. Adaptif... 78

B. Pembahasan ... 54

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 92

B. Saran... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel .1 Pembuatan akta tanah (Sertifikat Hak Milik, Akte Jual Beli, Hak

Guna Bangunan, Hak Guna Usah) di Badan Pertanahan Kota

Bandar Lampung ... 3

Tabel .2Wawancara informan Penelitian ... 45

Tabel .3Dokumentasi Penelitian ... 45

Tabel .4Observasi Penelitian... 46

Tabel .5Kasus Pertanahan di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung pada Tahun 2013 ... 62

Tabel .6Kasus Pertanahan di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung pada Tahun 2014 ... 62


(10)

(11)

(12)

MOTO

“Banyak kegagalan dalam hidup dikarenakan orang-orang tidak menyadari

betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”

(Thomas Alfa Edison)

Janganlah larut dalam suatu kesedihan karena masih ada hari esok yang menyongsong dengan sejuta kebahagiaan

(Kata-kata bijak)

“Musuh yang paling berbahaya di atas dunia adalah penakut dan bimbang”


(13)

MOTO

“Banyak kegagalan dalam hidup dikarenakan orang-orang tidak menyadari

betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”

(Thomas Alfa Edison)

Janganlah larut dalam suatu kesedihan karena masih ada hari esok yang menyongsong dengan sejuta kebahagiaan

(Kata-kata bijak)

“Musuh yang paling berbahaya di atas dunia adalah penakut dan bimbang”


(14)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan segala kekurangan dan kerendahan hati

sebagai hambanya tiada kata lain selain ucap syukur

kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan

nikmat dan ridhdonya dalam menjalani kehidupan

ini. Terima kasih untuk segalanya semoga saya

senantiasa menjadi hambamu yang selalu

bersyukur...

Kupersembahkan Karya sederhana ini untuk semua

orang yang ku kasihi dan mengasihiku :

Kedua orang tua ku tersayang

Papaku tercinta Incik Muhammad Amin

Mamaku tercinta Yudiawati, S.Pd

Selalu menjadi sumber inspirasi di dalam

kehidupanku selalu mendoakan dan mendukung

segala aktifitasku hingga sekarang semua curahan

kasih sayang yang kalian berikan tidak akan mampu

aku gantikan dengan apapun

Kehadiran kalian menyempurnakan hidupku

Keluarga Besarku


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Mona Rizki Amalia, dilahirkan Bandar Lampung pada Tanggal 27 Juli 1992. Penulis merupakan putri dari pasangan Ibu Yudiawati, S.Pd dan Bapak Incik Muhammad Amin, yang telah menanamkan pentingnya ketabahan, ketekunan, semangat juang, tanggung jawab dan kesederhanaan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Pendidikan yang ditempuh oleh penulis dimulai dari di SD Al- Azhar 1998-2004, SMP Negeri 29 Tahun 2004-2007, dan SMA Negeri 9 Tahun 2007-2010. Dan pada Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswi pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung melalui jalur PKAB.

Penulis pada tahun 2010 tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (Himagara). Pada tahun 2014 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik pada Desa Bumi Ratu Nuban Kabupaten Lampung Tengah.


(16)

SANWACANA

Assalamua’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin tercurah segala puji dan syukur kehadiratAllah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Atas segala kehendak dan kuasa Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Analisis Pelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (SAN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengutarakan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berperan dalam penulisan skripsi ini. penulis juga secara khusus mengucapkan terima kasih kepada mama dan papa tersayang yang tidak kenal lelah mendo’akan dan memberi dukungan moril serta materil demi kasih sayang dan harapannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain:


(17)

1. Bapak Drs H. Agus Hadiawan, Msi., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung atas bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang baik, ramah dan selalu menebar senyum kepada setiap mahasiswanya.

3. Bapak Nana Mulyana, S.IP., M.Si selaku dosen pembimbing utama. Terima kasih dan permohonan maaf atas kesalahan yang mungkin penulis lakukan pada saat bimbingan selama ini. Saran, arahan, masukan serta bimbingannya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Devi Yulianti, S.AN., M.A selaku dosen pembimbing kedua penulis. Terima kasih dan permohonan maaf atas kesalahan yang mungkin dilakukan penulis selama mengikuti proses akademis. Segala pelajaran berharga yang diberikan kepada penulis sangat membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.

5. Bapak Simon Sumanjoyo, S.AN, M.PA. selaku dosen penguji serta Sekretaris Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara dan juga motivator bagi penulis yang memberikan kritik dan saran serta mengarahkan penulis dalam penyelesaian dan penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih banyak atas motivasi, arahan dan dukungannya.

6. Bapak Eko Budi Sulistio, S.sos., M.A.P, selaku dosen Akademik (PA) yang telah memberikan bimbingan selama masa studi di kampus sehinga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terima kash banyak telah sabar dalam memberi arahan, saran dan nasehat.


(18)

7. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara, terimakasih atas segala ilmu yang telah penulis peroleh di kampus dapat menjadi bekal yang berharga dalam kehidupan penulis ke depannya.

8. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah berbagi ilmu, pengalaman serta motivasinya selama proses perkuliahan.

9. Ibu Nuraini sebagai staf jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu memberikan pelayanan bagi penulis yang berkaitan dengan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.

10. Pihak Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung yang telah memberikan izin melakukan penelitian, segenap responden dalam penelitian ini yaitu meliputi Kepala Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung, staf pelayanan Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung, notaris, serta masyarakat Bandar Lampung yang melakukan pengurusan administrasi negara. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Keluargaku tercinta yang tak pernah lelah memberikansupportmoril maupun materil, doa serta dukungan kepadaku. Incik Muhammad Amin (papa) dan Yudiawati, S.Pd (mama), semoga ini menjadi awal yang indah sekaligus batu loncatan bagi penulis untuk dapat membahagiakan Papa dan Mama di kemudian hari. Semoga dengan keimanan untuk terus berikhtiar, kerja keras untuk terus berupaya, tawakal untuk berserah diri kepada Allah S.W.T, serta doa dan dukungan dari papa dan mama menjadikan penulis mendapatkan kesuksesan dalam rencana hidupnya demi memberikan manfaat yang terbaik bagi agama, negara, dan keluarga. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal’alamin.


(19)

12. Terima kasih untuk sahabat sekaligus saudara-saudaraku Mb Sari, Mb Fanny, Mb Devita , Ses Raegina, Mb Seva, Mb Kiki, Kak Edo, Thia, Mb Desy, Dimas, Rama. Terima kasih ya untuk kalian yang sudah ada disamping saat suka, duka serta kebersamaan dan dukungannya.

13. Buat sahabat seperjuangan pembuatan skripsi dalam mewujudkan cita-cita masa depan yang lebih baik, Ria, Laras, Nisa, Destriana, Wulan, Esa, Putri, Nurul yang selalu siap untuk membantu, memberi saran dan semangat. 14. Pramata Senja, S.T , terima kasih untuk segalanya yang telah kau berikan

selama ini, yang selalu mendo’akan dan mendukungku. Terima kasih banyak telah memberikan banyak pelajaran yang berarti.

15. Terima kasih juga buat keluarga besar ADUSELON (Angkatan ke Dua Belas Sekelompok Mahasiswa Publik Administation : Pandu, Desmon, Tio, Rizka, Erisa, Datas,Woro, Yulia, Hadi, Bunga M, Bunga J, Fadri, Jodi, Ade,Rofi’I, Julian, Anisa, Meri, Nuzul, Helsi, Lica, Lusi, Oyen, Sari S, Dita, Gusti,Satria, Aden, Hepsa, Abil, Ali, Intan, Karina, Shella, Shelli, Loy, Bogel, Uyung, Ali Syamsuddien, Rachmani, Rahman. Untuk Nurul, Hani, Dewinta, Maritha, Maya L, Eeng, Indah P, Indah, Yogis, Anjas, Ade, Aris, Enggi, Rombongan Batak (Sari, Jeni, Ani, Selly dan Dora), Izal, Gideon, Wayan, Ardiansyah, Daus, Gery, Cita,yang sudah jadi teman selama kurang lebih 4 tahun ini, semoga bisa jadi teman di masa depan juga amin ya Allah.

16. Sahabat-sahabat Kuliah Kerja Nyata Januari 2013, Ona, Rendri, Ikhsan, Satria, Fizi, Tama, Mariana, Dewi, Mei, Prisca, Wita, Mery . Terima kasih telah membuat penulis, berusaha, dan termotivasi. Terima kasih karena pilihan tersebut peneliti dapat bertemu sahabat, teman yang baik, orang-orang hebat, pengalaman serta pengetahuan yang sangat berharga.


(20)

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung Juli 2015 Penulis


(21)

(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat yang kehadirannya tidak mungkin terelakkan. Birokrasi adalah sebuah konsekuensi logis dari diterimanya suatu asumsi bahwa negara mempunyai kewajiban mulia yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya melalui media birokrasi. Sebagai perwujudan dari kewajiban tersebut, maka negara dituntut untuk terlibat langsung menyediakan barang dan jasa publik yang diperlukan oleh rakyatnya. Negara secara aktif terlibat dalam kehidupan sosial rakyatnya, bahkan jika perlu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Dalam rangka itulah, maka negara membangun suatu sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi (Meyer, 2000: 58).

Berkaitan dengan pelayanan publik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, birokrasi publik tentunya memberikan kontribusi yang sangat besar, karena semua yang termasuk dalam lingkup penyelenggaraan negara tidak terlepas dari koteks public service dan public affairs. Barang dan jasa publik hendaknya dapat dikelola secara efisien dan efektif. Sedangkan konsekuensi dari pengelolaan tersebut menjadi tanggung jawab birokrasi. Dengan demikian


(23)

2

peran pemerintah yang sangat strategis tersebut akan banyak ditopang oleh bagaimana birokrasi publik mampu melaksanakan tugas dan fungsinya.

Konteks hubungan birokrasi dengan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik sudah sangat lama terdengar keluhan, namun sampai saat ini belum ada perubahan yang berarti. Bahkan, harapan masyarakat bahwa pergantian rezim akan membawa perbaikan terhadap penyelenggaraan layanan publik ternyata tidak pernah terwujud. Pemerintahan sudah mengalami pergantian selama beberapa kali, tetapi perilaku birokrasi terutama dalam pelayanan publik belum banyak berubah (Tanjung, 2002: 81).

Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik secara garis besar ditentukan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu: bagaimana pola penyelenggaraannya, dukungan sumber daya manusia dan organisasi. Penyelenggaraan pelayanan publik secara garis besar belum optimal terlaksana dikarenakan secara internal masih menghadapi beberapa kendala (Istianto, 2011:143).

Salah satu contoh penyelenggaraan pelayanan publik yang belum optimal terjadi pada pelayanan administrasi pertanahan khususnya pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 di Kota Bandar Lampung. Fenomena menarik yang menjastifikasi adanya masalah layanan publik adalah adanya kecenderungan masyarakat yang membutuhkan layanan lebih memilih menggunakan perantara daripada mengurus secara langsung ke tempat pelayanan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.


(24)

3

Hasil pra survei yang dilakukan oleh peneliti di Kantor Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung melalui wawancara dengan Masnah selaku Kepala Sub Seksi Perkara Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yang menyatakan bahwa dalam pelayanan administrasi pertanahan khususnya pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah di Kantor Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Tetapi selama ini masih banyak terjadi keluhan dari masyarakat mengenai waktu yang cukup lama dalam pengurusan adminitasi pertanahan seperti pembuatan akte jual beli dan Sertifikat Hak Milik atas tanah. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan sertifikat tanah adalah dua bulan atau bisa dikatakan hanya delapan minggu, akan tetapi diketahui bahwa kota Bandar Lampung termasuk salah satu kota yang terhitung lama dalam hal pemberian sertifikat tanah yaitu 26 minggu. Lamanya penerbitan sertifikat tanah ini menjadi suatu permasalahan dalam BPN yang menjadi faktor penyebab lamanya penerbitan sertifikat tanah ini dikarenakan tanah tersebut bermasalah sehingga sertifikatnya sulit untuk diurus dan pelayanan yang diberikan dalam sertifikasi tanah kurang optimal, seperti data yang terdapat pada tabel pembuatan akta tanah sebagai berikut: Tabel 1 Pembuatan akta tanah (Sertifikat Hak Milik, Akte Jual Beli, Hak

Guna Bangunan, Hak Guna Usah) di Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung

Tahun Target Realisasi Persentase (%)

2010 1.550 798 51,5

2011 2.150 1.560 72,6

2012 2.250 1.890 84,0

2013 2.500 1.950 78,0


(25)

4

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pelayanan administrasi pertanahan khususnya pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 di Kota Bandar Lampung selama ini belum mencapai target secara optimal, dimana dari tahun 2010 hingga 2013 pencapaian target pembuatan akta tanah tidak mencapai target yang telah ditetapkan.

Fenomena ini membuktikan bahwa dari berbagai jenis layanan publik, maka pelayanan administrasi pertanahan tetap menarik untuk diteliti. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Analisis Pelayanan Pemetaan Tematik dan Nilai Tanah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung?

2. Apa sajakah faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung?


(26)

5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan dan menganalisis pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung

2. Untuk menjelaskan dan menganalisis faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung.

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dalam bidang akademik mahasiswa Jurusan Administrasi Negara khususnya yang berkaitan dengan pelayanan publik.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung agar dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap pelayanan administrasi pertanahan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik

1. Definisi Pelayanan Publik

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat di definisikan sebagai segala bentuk jasa pelyanan, baik dalam bentuk publik atau jasa publik yang pada dasarnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarkat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menelusuri arti pelayanan umum tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan umum. Oleh karena itu antara kepentingan umum dengan pelayanan umum adanya hubungan yang saling berkaitan. Meskipun dalam perkembangan lebih lanjut pelayanan umum dapat juga timbul karena adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan kegiatan organisasi.

Menurut Kotler dalam Lukman (2000: 8), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pelayanan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan kepada orang lain atau pihak lain yang


(28)

7

dapat memberikan suatu keuntungan dan dapat memberikan manfaat, hasil dari pelayanan berupa kepuasan yang diberiakan walaupun hasil dari pelayanan yang diberikan tidak terikat pada suatu benda.

Menurut Dwiyanto (2005:141), pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bahwa pelayanan umum merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi kewajibannya, akan tetapi tidak disebabkan oleh hal itu saja melainkan pemerintah memang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Sedarmayati (2004:78) pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus sesuai dengan standar pelayanan, karena masyarakat berhak mendapatkan pelayanan dari pemerintah secara prima atau pelayanan yang berkualitas. Definisi pelayanan sebagai suatu pendekatan organisasi total yang menjadi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa sebagai kekuatan penggerak utama dalam pengoperasian bisnis..

Berdasarkan penjelasan di atas, pelayanan yang baik dan memuaskan akan berdampak positif seperti yang dikutip dari Moenir (2010: 98) antara lain:

1. Masyarakat menghargai kepada korps pegawai 2. Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan layanan 3. Masyarakat akan merasa bangga kepada korps pegawai 4. Adanya kegairahan usaha dalam masyarakat

5. Adanya peningkatan dan pengnembangan dalam masyarakat menuju segera tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan Pancasila


(29)

8

2. Dimensi Pelayanan Publik

Setiap pelayanan akan menghasilkan beragam penilaian yang datangnya dari pihak yang dilayani atau pelanggan. Pelayanan yang baik tentunya akan memberikan penilaian yang baik pula dari para pelanggan, tetapi apabila pelayanan yang diberikan tidak memberikan kepuasan, misalnya pelanggan telah mengeluarkan sejumlah biaya untuk pelayanan tetapi imbalan yang diterimanya tidak seimbang, maka akan menimbulkan kekecewaan pelanggan dan bisa memperburuk citra instansi pemberi layanan.

Moenir (2010: 41-42) menjelaskan beberapa factor yang menyebabkan kurang berkualitasnya pelayanan yang diberikan oleh seorang pemberi pelayan :

a. Tidak adanya kesadaran terhadap tugas dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Akibatnya mereka bekerja dan melayani seenaknya padahal orang menunggu hasil kerjanya sudah gelisah.

b. Sistem, prosedural dan sistem kerja yang tidak memadai sehingga mekanisme kerja tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

c. Pengorganisasian tugas pelayanan yang belum selesai, sehingga terjadi simpang siur penanganan tugas, tumpang tindih (over lopping) atau tercecernya suatu tugas karena tidak ada yang menangani.

Pendapatan pegawai yang tidak memenuhi kebutuhasan hidup meskipun secara minimal. Akibatnya pegawai tidak tenang dalam bekerja, berusaha mencari tambahan pendapatan dalam jam kerja dengan cara antara lain ”menjual jasa pelayanan”. Kemampuan pegawai yang tidak memadai untuk tugas yang


(30)

9

dibebankan kepadanya. Akibatnya hasil pekerjaannya tidak memenuhi standar yang ditetapkan.

Menurut Moenir (2010: 98) prinsip-prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi pedoman dalam perumusan tata laksana dan penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik. Sendi-sendi atau prinsip-prinsip pelayanan dapat dipahami dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Kesederhanaan

Sendi atau prinsip kesederhanaan mengandung makna bahwa prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah dan dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan publik. Prinsip kesederhanaan pada hakikatnya lebih menekankan pada aspek prosedur kerja penyelenggaraan pelayanan, termasuk persyaratan maupun pelaksanaan teknis operasional. Prosedur kerja pelayanan publik adalah tata urutan pelaksanaan kerja atau tindakan yang dilewati dan atau dijalankan dalam proses penyelenggaraan pelayanan.

Penyusunan kebijakan atau pengaturan mengenai prosedur pelaksanaan pelayanan publik, hendaknya dirumuskan atau disusun dalam tata urutan atau mekanisme arus kerja yang sederhana, artinya tidak banyak melibatkan atau melewati meja atau pejabat yang tidak terdapat kaitan dengan fungsi utama dalam proses pelayanan. Kesederhanaan prosedur ini didesain untuk tidak mengurangi atau mengabaikan unsur legalitas atau


(31)

10

keabsahan dari hasil pelaksanaan pelayanan publik itu sendiri. Prinsip kesederhanaan ditujukan untuk :

1) Mengurangi jumlah meja dan atau petugas dalam prosedur birokrasi pelaksanaan pelayanan publik.

2) Penyusunan Laporan Akhir Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.

3) Memudahkan masyarakat dalam mengurus, mendapatkan pelayanan, antara lain dengan cara mengurangi kesempatan terjadinya kontak langsung antara petugas dan masyarakat, antara lain dengan melakukan pelayanan melalui internet.

4) Memperkecil terjadinya pelayanan yang birokratis dan prosedur panjang ataupun berbelit-belit, sehingga dengan cara yang didesain secara sederhana akan memperlancar dalam proses serta menciptakan tata laksana pelayanan publik yang baik.

Hal yang perlu mendapat perhatian dan relevan dalam mendukung ciri dan prinsip kesederhanaan pelayanan publik adalah :

1) Mekanisme kerja atau tata urutan pelayanan, artinya jumlah meja yang dilewati dalam proses prosedur pelayanan harus sederhana. Disusun dalam rangkaian prosedur yang hanya mengkaitkan atau melewati simpul, meja pejabat dan atau petugas yang mempunyai ikatan fungsi dalam proses pelayanannya. Apabila harus melibatkan banyak meja atau pejabat dalam proses pelayanan publik, perlu dipertimbangkan hanya yang benar-benar mempunyai kepentingan yang relevan dengan persyaratan legalitas suatu pelaksanaan pelayanan publik, sehingga bukan


(32)

11

semata-mata dikaitkan untuk kepentingan unit dan atau satuan kerja yang bersangkutan. Jadi jelas, pelayanan publik bukan semata-mata dikaitkan untuk kepentingan unit dan satuan kerja yang bersangkutan. 2) Spesifikasi persyaratan pelayanan, artinya dalam menyusun prosedur

pelayanan perlu memperhatikan bagaimana kerumitan mengurus persyaratan yang diperlukan. Dalam mengurus persyaratan tidak terlalu banyak melibatkan instansi atau unit kerja lain, yang berakibat menambah mata rantai birokrasi.

3) Tertib dalam sistem penataan dan penyimpanan dokumen/arsip, antara lain dalam penyelenggaraan pelayanan perlu didukung dengan pengelolaan dokumen/arsip yang berkaitan dengan kegiatan pemberian Laporan Akhir Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Pelayanan yang tertata secara sistematis, rapi, tertib, dan aman. Dengan sistem penyimpanan dokumen/arsip secara tertib akan dapat memudahkan dan mempercepat dalam penemuan kembali berkas, sehingga menunjang kecepatan dan kelancaran proses penyelenggaraan pelayanan.

4) Kapasitas loket dan petugas pelayanan yang cukup, artinya dalam penyelenggaraan pelayanan perlu memperhatikan apakah jumlah loket telah memadai dengan beban/volume permintaan pelayanan. Dalam pelaksanaan teknis operasional pelayanan agar diusahakan pengaturannya untuk tidak terjadi antrean yang berjubel, atau bertumpuknya berkas permohonan pada satu meja /petugas/ pejabat. Dalam hal terjadi beban


(33)

12

kerja tinggi dan penumpukan antrean kerja, maka dapat dilakukan langkah-langkah, antara lain:

1) Menambah sarana loket dan petugasnya, mendahulukan tindakan pelaksanaan pelayanan sesuai nomor urutnya, atau mengelompokkan pelayanan menurut domisili atau wilayah kerja, dan disiapkan sesuai dengan volume/beban pelayanan yang ada.

2) Dapat dilakukan desentralisasi pelaksanaan pelayanan, artinya melimpahkan kewenangan untuk melakukan pelayanan kepada unit kerja/pejabat setingkat di bawah kewenangan kerjanya atau memecah/membagi beban tugas dalam kelompok-kelompok tugas/kerja.

Koordinasi antara unit kerja yang terkait dengan pelayanan publik. Artinya dalam penyelenggaraan pelayanan perlu memperhatikan sejauhmana dilakukan koordinasi dan kerja sama dengan unit kerja lain yang terkait, maupun koordinasi antara komponen kerja di dalam kantor yang bersangkutan, sehingga menunjang kelancaran mengurus persyaratan maupun proses penyelesaian pelayanan.

b. Kejelasan dan Kepastian

Sendi atau prinsip mi mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:


(34)

13

1) Prosedur tatacara pelayanan.

2) Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif.

3) Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan.

4) Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayaran. 5) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

Prinsip kejelasan dan kepastian dalam ketatalaksanaan pelayanan publik, lebih menekankan pada aspek-aspek:

1) Proses arus kerja dalam prosedur tatacara penyelenggaraan pelayanan, artinya perlu diperhatikan apakah sudah digambarkan secara jelas dan pasti dalam bentuk bagan alir, serta informasi mengenai sarana penunjangnya (seperti nama loket/meja/petugas) harus dibuat pula secara lengkap dan jelas sesuai fungsinya.

2) Tata urutan atau bagan alir penanganan pelayanan, serta nama-nama loket dan petugas masing-masing urusan perlu divisualisasikan, dipasang secara terbuka dan jelas.

Untuk mendukung prinsip kejelasan dan kepastian dalam prosedur tatakerja, maka dalam proses pelaksanaan pelayanan perlu dilakukan:

1) Pencatatan secara rapi dan tertib setiap langkah, tahapan kegiatan pelayanan.


(35)

14

2) Harus didukung dengan kelengkapan perangkat administrasi/pencatatan yang sesuai kebutuhan untuk pelaksanaan pelayanan perangkat administrasi, ialah meliputi segenap peralatan, sarana tata usaha yang digunakan mendukung kegiatan pencatatan penyelesaian administrasi. Misalnya : Formulir pemohonan, tanda bukti penerimaan berkas, buku agenda penerimaan berkas permohonan, Medical Record pada Rumah Sakit, Faktur/kuitansi tanda bukti penerimaan pembayaran, kartu kendali atau Buku Monitoring Pelaksanaan Pekerjaan dan lainnya.

3) Tata cara pengolahan biaya, antara lain menekankan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan perlu dilakukan pengelolaan dana/biaya yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan secara tertib, jelas dan Lengkap dengan tanda bukti maupun rincian biaya. Pengelolaan biaya pelayanan perlu dibukukan secara rapi, dan tertib.

4) Demikian pula biaya yang menyangkut kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat, hendaknya harus dinyatakan dan dicatat secara jelas, rinci dan pasti jumlahnya.

5) Konsistensi pelaksanaan dan jadwal penyelesaian; dalam arti bahwa proses pelaksanaan pemberian pelayanan harus memberikan ketegasan dan kepastian sesuai prosedur dan jadwal pelaksanaan pelayanan secara jelas dan dapat dilaksanakan secara konsisten. Termasuk informasi yang berkaitan mengenai kegiatan pelayanan yang diberikan harus konsisten, sesuai dengan fakta dalam kenyataan.


(36)

15

c. Keamanan

Sendi atau prinsip ini mengandung arti proses serta hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Dalam prinsip ini, memberikan petunjuk bahwa dalam proses pelaksanaan pemberian pelayanan agar diciptakan kondisi dan mutu dengan memperhatikan faktor-faktor:

1) Keamanan, dalam arti proses pelaksanaan pelayanan maupun mutu produk pelayanan publik dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat. Mutu produk pelaksanaan pelayanan publik dapat meliputi:

a) Produk Pelayanan Administrasi (dokumen, surat, kartu, gambar, tiket), diperhatikan agar dapat menjamin kepastian atau keabsahan secara hukum, tanpa kesalahan cetak serta tidak menimbulkan keraguan ataupun kekhawatiran bagi masyarakat.

b) Produk Pelayanan Barang (air bersih, tegangan listrik, tindakan perawatan/pengobatan Rumah Sakit, dan sebagainya), perlu diperhatikan standar mutu yang layak.

c) Produk Pelayanan Jasa (perhubungan darat, laut dan udara), perlu memperhatikan standar mutu keamanan dan keselamatan

2) Nyaman, dalam arti bahwa dan kondisi dan mutu dalam proses pelaksanaan-pelayanan hendaknya diciptakan:

a) Kondisi tempat/ruang pelayanan yang dapat memberikan rasa nyaman; b) Terpenuhi secara lancar bagi kepentingan urusan pelayanan, serta;


(37)

16

c) Mutu produk pelayanan yang diberikan pada masyarakat memenuhi ukuran standar, sehingga dapat memenuhi rasa nyaman bagi masyarakat. Kondisi demikian dapat diupayakan dengan misalnya, penyediaan tempat pelayanan yang didukung dengan sarana ruang tunggu/tamu atau serta ditunjang fasilitas-fasilitas yang dapat menciptakan keadaan yang tertib, nyaman, bersih dan aman bagi para pemohon pelayanan. Ruang tunggu yang sesuai dengan volume kedatangan tamu, dilengkapi tempat duduk dan meja/tempat untuk menulis tamu, kamar kecil/toilet, tempat sampah dan lainnya. Demikian pula menyangkut mutu produk pelayanan, seperti air bersih PAM, Arus setrum listrik PLN, mutunya sesuai dengan ukuran mutu yang standar.

d) Tertib, dalam arti proses penyelenggaraan pelayanan publik pelaksanaannya berjalan rapi, berjalan sesuai prosedur, urutan pemberian pelayanannya rutin, tidak semrawut sesuai alur tahapan penyelesaian pekerjaan. Pemberian pelayanan dilakukan secara konsisten sesuai dengan antrean dan menurut tatakerja yang berlaku.

d. Keterbukaan

Prinsip keterbukaan mengandung arti bahwa prosedur/tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. Prinsip keterbukaan


(38)

17

pelayanan memberikan petunjuk untuk menginformasikan secara terbuka segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu yang perlu diupayakan dalam prinsip ini, ialah: 1) Penginformasian instrumen pelayanan secara terbuka (seperti:bagan alir

mekanisme pelayanan, daftar persyaratan, daftar tarif, jadwal waktu, nama loket/ petugas/meja kerja). Langkah ini dapat dilakukan dengan mempersiapkan membuat:

a) Bagan alir prosedur/tatacara dan persyaratan, untuk dipasang/ ditempel di tempat ruang pelayanan, sekaligus dilengkapi dengan keterangan jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

b) Setiap satuan kerja/loket pelayanan dan nama pejabat/petugas penanggungjawabnya perlu dibuat, dicantumkan nama secara jelas dan terbuka.

c) Tarif dan rincian biaya/tarif yang harus dibayar oleh pemohon pelayanan, diinformasikan secara terbuka.

2) Menyediakan fasilitas media informasi, (seperti: papan informasi/ pengumuman, loket informasi/ information desk, kotak saran, media cetak/brosur, monitor TV, yang berfungsi memberikan informasi menyangkut kegiatan pelayanan.

3) Mengadakan program penyuluhan kepada masyarakat, untuk membantu penyebaran dan pemahaman informasi kepada masyarakat, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan.


(39)

18

e. Efisien

Sendi atau prinsip efisien ini mengandung arti:

1) Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan publik yang diberikan.

2) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan memasyarakatkan adanya kelengkapan persyaratan dan satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

Prinsip ini menekankan bahwa dalam merumuskan kebijakan mengenai penyelenggaraan pelayanan publik, perlu memperhatikan hal-hal yang tidak berakibat memberatkan masyarakat, maupun tidak berdampak pemborosan, antara lain:

1) Beban akibat pengurusan persyaratan pelayanan yang harus dipenuhi masyarakat, hendaknya tidak berakibat pengeluaran biaya yang berlebihan. 2) Dalam merumuskan mekanisme kerja mengenal pengurusan prasyarat ataupun

pelaksanaan pelayanan, hendaknya tidak berakibat terjadinya pengurusan yang berulang-ulang (mondar-mandir), sehingga waktu dan tenaga yang besar, serta berdampak biaya besar.


(40)

19

f. Ekonomis

Sendi atau prinsip ini mengandung arti pengenaan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:

1) Nilai barang dan atau dan jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran.

2) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar. 3) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Prinsip ini menekankan bahwa dalam merumuskan kebijakan. Mengenai penyelenggaraan pelayanan publik, hendaknya perlu memperhatikan hal-hal yang berakibat pada biaya ekonomi tinggi yang memberatkan masyarakat antara lain:

1) Dalam penetapan tarif yang berkaitan dengan pelayanan, perlu diperhitungkan besarnya secara layak dan terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat setempat.

2) Mekanisme pelayanan agar dijaga tidak memberikan peluang terjadinya pungutan liar, sehingga tidak berdampak pada ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat.

3) Dalam penetapan tarif pelayanan, agar tetap konsisten dan ada pada peraturan perundangan yang melandasinya.

g. Keadilan yang merata

Prinsip ini mengandung arti cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil


(41)

20

bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam prinsip ini menekankan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik hendaknya perlu memperhatikan hal-hal: 1) Cakupan golongan masyarakat yang menerima pelayanan, hendaknya

meliputi semua kelas sosial yang merata.

2) Tidak membeda-bedakan perlakuan pemberian pelayanan, misalnya menyangkut:

a) Biaya/tarif atau persyaratan yang dikenakan pada masyarakat. b) Urutan tindakan pemberian pelayanan harus sesuai dengan nomor urut

pendaftaran.

c) Kecepatan kelancaran waktu pelaksanaan pelayanan bagi golongan masyarakat tertentu.

h. Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Dalam penerapan prinsip ketepatan waktu ini hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1) Dalam penyelenggaraan pelayanan perlu menjaga konsistensi pelaksanaan jadwal waktu pemberian pelayanan. Untuk itu dalam menyusun jadwal waktu pelaksanaan pelayanan publik, hendaknya benar-benar diperhitungkan beban kerjanya secara realistis. Dihitung beban atau volume kerja rata-rata dan masing-masing meja/petugas, dan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelayanan, kemudian disesuaikan tata urutan kerjanya, sehingga dapat diperkirakan jumlah keseluruhan jam/hari kerja yang


(42)

21

diperlukan untuk memproses/menangani pelayanan tersebut. Sehingga dapat disusun perkiraan jadwal keseluruhan rangkaian kerja penyelesaian pelaksanaan pelayanan publik. Agar dalam pelaksanaannya tidak meleset dari jadwal yang ditetapkan, maka dalam perkiraan waktu/jadwal dapat dibuat perkiraan waktunya sedikit mundur, sehingga jadwal kerja harus dapat dilaksanakan secara konsisten.

2) Mengefektifkan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian oleh pimpinan/atasan Langsung. Untuk mendukung fungsi pengawasan ini dapat dioptimalkan penggunaan sarana pengawasan fungsional, misalnya penerapan sistem monitoring terhadap kegiatan/pekerjaan, melalui:

a) Pencatatan atas setiap kegiatan yang dilakukan bawahan pada buku monitoring, blangko, formulir, kuitansi, bukti penerimaan/setoran. b) Forum pertemuan, rapat sebagai sarana untuk menyusun perencanaan,

memberikan informasi perkembangan kegiatan, laporan/evaluasi pelaksanaan pekerjaan.

Sementara itu Pararsuraman, Zeitthaml dan Berry (2003: 78) berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan. Pendapat tersebut dikemukan sebagai berikut :

a) Reability, mencakup 2 hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dapat dipercaya (depentability). Hal ini berarti perusahan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the firs time) b) Responsiveness, yaitu kemeuan atau kesiapan para karyawan untuk


(43)

22

c) Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan pelayanan tertentu.

d) Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.

e) Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respect, perhatian, dan keramahan yang dimiliki paraContact Person.

f) Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat dipahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

g) Credibility, yaitu sikap jujur dan dapat dipercaya.

h) Securty, yaitu aman dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (financial safety) dan kerahasian (confiden fiality).

i) Undestanding atau knowing the custumer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.

j) Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa bias berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, reorientasi fisik dari jasa.

3. Indikator-Indikator Pelayanan Publik

Menurut Moenir (2010: 98) pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah), dengan ciri sebagai berikut :


(44)

23

1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran;

2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;

3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai :

a. Prosedur/tata cara pelayanan;

b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif;

c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan;

d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/ pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;

5. Efisiensi, mengandung arti :

a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;


(45)

24

b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; 7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang

menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani;

8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.

4. Faktor Penghambat Pelayanan Efektif

Efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam sesuatu perbuatan, dalam buku Ensiklopedi Administrasi, (2003:7). Efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dapat membawa hasil, berhasil guna. Sedangkan menurut Handoko (2003:7)

Efektifitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kenyataannya, sulit sekali memperinci apa yang dimaksud dengan konsep efektifitas dalam suatu organisasi. Pengertian efektifitas dalam suatu organisasi mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang, begantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Bagi sejumlah sarjana ilmu sosial, efektifitas seringkali ditinjau dari


(46)

25

sudut kualitas kehidupan pekerja,menurut Richard M. Steers, (2005:1).

Orientasi dalam penelitian tentang efektifitas menurut Richard M.Steers sebagian besar dan sedikit banyak pada akhirnya bertumpu pada pencapaian tujuan. Georgepoulus dan Tenenbaum (2005:20) berpendapat bahwa konsep efektifitas kadang-kadang disebut sebagai keberhasilan yang biasanya digunakan untuk menunjukkan pencapaian tujuan. Chester I. Barnard dalam Gibson, (2005:27), mendefinisikan efektifitas sebagai pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama. Tingkat pencapaian sasaran itu menunjukkan tingkat efektifitas.

Definisi lain yang dapat dijadikan acuan ialah menurut Emerson dalam Handayaningrat, (2005:16) “Efektifitas ialah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Jelaslah bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya, hal ini dikatakan efektif.Jadi apabila tujuan atau sasaran tidak sesuai dengan yang telah ditentukan, maka pekerjaan itu dikatakan tidak efektif”.

Efektifitas merupakan keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang dikehendaki, maka perbuatan itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mencapai maksud sebagaimana yang dikehendaki.


(47)

26

Menurut Sondang P. Siagian (2007:151) berpendapat bahwa ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektifitas kerja dari organisasi yang memberikan pelayanan. Pertama, Faktor waktu, di sini maksudnya adalah ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. Hanya saja penggunaan ukuran tentang tepat tidaknya atau cepat tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari satu orang ke orang lain. Terlepas dari penilaian subjektif yang demikian, yang jelas ialah faktor waktu dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran efektifitas kerja. Kedua, Faktor kecermatan, Faktor kecermatan dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat efektifitas kerja organisasi yang memberikan pelayanan. Faktor kecermatan disini adalah faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada pelanggan. Pelanggan akan cenderung memberikan nilai yang tidak terlalu tinggi kepada pemberi pelayan, apabila terjadi banyak kesalahan dalam proses pelayanan, meskipun diberikan dalam waktu yang singkat dan yang Ketiga, Faktor gaya pemberian pelayanan, merupakan salah satu ukuran lain yang dapat dan biasanya digunakan dalam mengukur efektifitas kerja. Yang dimaksud dengan gaya disini adalah cara dan kebiasaan pemberi pelayanan dalam memberikan jasa kepada pelanggan. Bisa saja si pelanggan merasa tidak sesuai dengan gaya pelanggan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. Jika berbicara tetang sesuatu hal yang menyangkut kesesuaian, sesungguhnya apa yang dibicarakan termasuk hal yang tidak terlepas kaitannya dengan nilai-nilai sosial yang dianut oleh orang yang bersangkutan.


(48)

27

Sedangkan, Moenir (2010:7) mengatakan bahwa pelayanan adalah kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan yang bersifat jasa. Jadi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus seefektif mungkin. Secara umum pelayanan yang efektif dapat berarti tercapainya tujuan pelayanan yang telah ditetapkan organisasi dan masyarakat merasa puas dengan pelayanan yang didapatnya.

Berdasarkan bermacam-macam pendapat di atas terlihat bahwa efektifitas lebih menekankan pada aspek tujuan dari suatu organisasi, jadi jika suatu organisasi telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka dapat dikatakan telah mencapai efektifitas. Dengan demikian efektifitas pada hakekatnya berorientasi pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

B. Tinjauan Tentang Administrasi Pertanahan

1. Definisi Pertanahan

Tanah sama dengan permukaan bumi adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat 2 Jo Pasal 4 ayat 1), diartikan sama dengan ruang pada saat menggunakannya karena termasuk juga tubuh bumi dan air di bawahnya dan ruang angkasa di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut undang– undang dan peraturan–peraturan lain yang lebih tinggi (Risnarto, 2008: 65).

Keberadaan tanah merupakan suatu hal yang penting bagi manusia, karena tanah merupakan suatu kebutuhan hidup. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan


(49)

28

dengan tanah, dari zaman dahulu hingga sekarang menjadi salah satu agenda terpenting untuk dibahas. Tanah bagi bangsa Indonesia mempunyai dimensi yang khas dan khusus. Tanah bukan sekedar benda mati yang bernilai tunggal, akan tetapi dipandang sebagai benda yang multi nilai. Hal ini menjadi bagian dari filosofis dalam melaksanakan sistem administrasi pertanahan (Hermit, 2008: 87).

Mengingat fungsi strategis dari tanah, sehingga Administrasi Pertanahan menjadi sangat penting., Administrasi pertanahan adalah pemberian hak, perpanjangan hak, pembaruan hak, peralihan hak, peningkatan hak, penggabungan hak, pemisahan hak, pemecahan hak, izin lokasi, izin perubahan penggunaan tanah, serta izin penunjukan dan penggunaan tanah (Hermit, 2008).

Dalam praktek pelaksanaan administrasi pertanahan sering menimbulkan berbagai masalah yang tidak jarang menimbulkan konflik di dalam masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan yang lebih komprehensif, yaitu kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada perbaikan internal birokrasi, tetapi yang lebih penting adalah juga memperhatikan kepentingan publik (Risnarto, 2008: 66).

2. Definisi Administrasi Pertanahan

Menurut Hermit (2008: 89) administrasi Pertanahan (land administration) adalah pemberian hak, perpanjangan hak, pembaruan hak, peralihan hak, peningkatan hak, penggabungan hak, pemisahan hak, pemecahan hak, pembebanan hak, izin lokasi, izin perubahan penggunaan tanah, serta izin penunjukan dan penggunaan tanah.


(50)

29

Kebijakan pertanahan nasional yang dirumuskan dalam pasal 33 UUD 1945 didasarkan pada konsepsi bahwa semua tanah adalah tanah bangsa Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang penguasaannya ditugaskan kepada negara yang pada intinya dirumuskan dalam pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) memberikan kewenangan untuk mengatur dan menetapkan berbagai segi penguasaan tanah yang sejak semula menurut sifatnya selalu dianggap sebagai tugas pemerintah pusat. Pengaturan dan penetapan tersebut yang meliputi perencanaan peruntukan tanah, penguasaan dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai tanah serta pendaftaran tanah, pelaksanaan ketentuan hukumnya pada asasnya selalu dilakukan oleh pemerintah pusat sendiri. Kalaupun ada pelimpahan kewenangan dalam pelaksanaannya, pelimpahan tersebut dilakukan dalam rangka dekonsentrasi kepada pejabat-pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah (Hutagalung, 2008: 59).

Berdasarkan fenomena tersebut, maka diperlukan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara jelas mengatur kewenangan-kewenangan apa yang ada di pemerintah pusat dan kewenagan-kewenangan yang didelegasikan kepada pemerintah daerah. Dari materi muatan yang terdapat dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, kewenangan dari pusat meliputi hukum, kebijakan, pedoman mengenai pemberian hak-hak atas tanah, pendaftaran, landreform, dalam


(51)

30

bentuk undang-undang, peraturan pemerintah maupun keputusan presiden. Sementara itu, kewenangan pemerintah daerah cukup pada pelayanan masyarakat dan pelaksanaan kebijakan yang dapat dituangkan dalam bentuk peraturan daerah maupun keputusan kepala daerah (Hutagalung, 2008: 59).

Dalam rangka menghemat biaya dan memudahkan tersedianya pejabat pelaksana yang professional dan berpengalaman, demikian juga dalam memelihara koordinasi dengan pelaksanaan tugas-tugas kewenangan lain di bidang pertanahan yang ada pada pemerintah, dalam melaksanakan urusan-urusan yang ditugaskan dalam rangka medebewind, tidak perlu pemerintah provinsi, kabupaten/kota membentuk perangkat pelaksana sendiri. Dengan tidak mengurangi tugasnya sebagai perangkat BPN, cukup kentor wilayah BPN provinsi, kantor-kantor pertanahan kabupaten/kota diperbantukan kepada provinsi, kabuoaten/kota yang bersangkutan dengan tetap berstatus perangkat Pemerintah Pusat, demikian juga pejabat dan karyawannya (Harsono, 2006:12).

Kewenangan pemerintah dalam bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota ditegaskan dalam pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Kewenangan tersebut meliputi: pemberian izin lokasi, penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, penyelesaian sengketa tanah garapan, penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan, penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absente, penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat,


(52)

31

pemanfaatan dan penyelesaian tanah kosong, pemberian izin membuka tanah, perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota.

Sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden tersebut, ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam Keputusan Kepala Badan Peranahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tersebut diatur secara rinci kewenangan bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota (Hutagalung, 2008: 59).

Berdasarkan muatan-muatan undang-undang ataupun peraturan pemerintah dan keputusan presiden yang terdapat delegasi kewenagnan, dalam pelaksanaannya dapat dituangkan dalam peraturan daerah yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Khusus untuk masalah-masalah teknis yang dapat berubah dari waktu ke waktu, pelaksanaan peraturan daerah dapat dituangkan dalam keputusan kepala daerah setempat (Hutagalung, 2008: 59).

Dalam rangka menyerahkan kewenangan pertanahan pada pemerintah kabupaten/kota, perlu kiranya difahami makna politik pertanahan lokal dan administrasi pertanahan yang dikendalikan oleh pemerintah kabupaten/kota. Secara garis besar politik pertanahan lokal berkaitan dengan kebijakan pemerintah lokal dalam rangka penataan tata guna tanah bagi peri kehidupan sosial maupun ekonomi guna memenuhi interaksi antarindividu di daerah. Pengaturan ini meliputi pembentukan zona ekonomi, alokasi tanah untuk kepentingan sosial,


(53)

32

penetapan instrumen kebijakan pertanahan, pengawasan terhadap harga pasar tanah dan pencadangan terhadap tanah. Politik pertanahan ini tentu sepenuhnya harus dikendalikan oleh pemerintah kabupaten/kota agar problema aplikasi sumber daya alam maupun sumber daya ekonomi dapat diwujudkan untuk kemaslahatan rakyat setempat. Kewenagan semacam ini memang pada tempatnya diserahkan pada pemerintah kabupaten/kota mengingat kebijakan pemerintah pusat tidak mampu menjangkau setiap detail permasalahan tersebut (Subyanto, 2002:6).

3. Ruang Lingkup Pelayanan Administrasi Pertanahan

Tanah atau “soil” menurut ahli pertanian yaitu bagian daratan Bumi yang tipis

yang merupakan media bagi vegetasi, menurut pendapat ahli geologi tanah sebagai lapisan batuan paling atas, sedangkan menurut ahli ekonomi tanah adalah salah satu aspek ekonomi. Lahan: “land”, yaitu tanah beserta faktor-faktor fisik lingkungannya, seperti lereng, hidrologi, iklim dsb (Hardjowigeno, 2003: 19).

Bidang pertanahan yang dimaksud dengan tanah adalah lahan, sehingga muncul kosakata pendaftaran tanah, bukan pendaftaran lahan. Pertanahan yaitu suatu kebijakan yang digariskan oleh pemerintah di dalam mengatur hubungan antara tanah dengan orang agar tercipta keamanan dan ketentraman dalam mengelola tanah tersebut sehingga tidak melampaui batas.


(54)

33

Menurut Hardjowigeno (2003: 19) ada tiga aspek di dalam pertanahan, yaitu: a. Aspek Hukum, yaitu kelembagaan yang mengurusi masalah keperdataan

tentang tanah. Dan lembaga yang mengurusi hukum perdata pertanahan ini yaitu BPN (Badan Pertanahan Nasional).

b. Aspek Tata Ruang, yaitu kelembagaan yang menangani masalah penataan ruang bagi pembangunan dan tata kota ataupun desa. Masalah tata ruang ini diatur pada Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2003, ada 9 kewenangan di dalamnya, dan pihak yang menangani tata ruang ini yaitu Pemerintah Daerah. c. Aspek Pajak, yaitu kelembagaan yang berperan dalam mengurusi pajak bagi

pertanahan, diantaranya yaitu pajak bumi dan bangunan. Aspek ini merupakan aspek yang memberikan pemasukan bagi Negara. Pada aspek ini lembaga yang berperan yaitu Departemen Keuangan.

Masalah keperdataan tentang pertanahan setelah diurusi oleh Badan Pertanahan Nasional, selanjutnya akan diajukan di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk penyelesaiannya. Segala keputusan di PTUN tidak dapat lagi dirubah dan diganggu gugat. Oleh karena itu betapa pentingnya untuk mendapatkan kekuatan hukum tentang pertanahan agar tidak terjadi masalah. Oleh karena itu demi terjadinya ketertiban di bidang pertanahan pemerintah mengusulkan administrasi pertanahan yang terpadu dan terencana. Administrasi pertanahan yakni menuju kepada penerimaan kegiatan sektor publik untuk mendukung kepemilikan, pembangunan, penggunaan, hak atas tanah dan pemindahan hak atas tanah.


(55)

34

4. Standar Administrasi Pertanahan

Menurut Hardjowigeno (2003: 19) Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sesuai dengan amanat Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, SPM diterapkan pada Urusan Wajib Daerah terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 telah ditegaskan secara terperinci urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang meliputi 16 urusan wajib yaitu:

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan ;

b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang ;

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat ; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum ;

e. Penanganan bidang kesehatan ; f. Penyelenggaraan pendidikan ; g. Penanggulangan masalah sosial ; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan ;


(56)

35

i. Fasilitasi pengambangan koperasi, usaha kecil dan menengah ; j. Pengendalian lingkungan hidup;

k. Pelayanan pertanahan ;

l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil ; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan ; n. Pelayanan administrasi penanaman modal ; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya ; dan

p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun SPM yang meliputi urusan wajib tersebut melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri dan pada umumnya, kegiatan ini telah dilaksanakan dan diputuskan dalam Peraturan Menteri yang terkait dengan urusan wajib daerah. Sebagian urusan wajib dalam bidang pemerintahan Dalam Negeri oleh Pemerintah daerah terangkum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 sebegaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2012.

5. Pelayanan Pemetaan Tematik Dan Nilai Tanah

Pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah Peta Zona menggambarkan besaran-besaran nilai tanah atau harga pasar dan potensi tanah di suatu wilayah tertentu yang berfungsi sebagai informasi spasial yaitu Peta Zona Nilai Tanah (ZNT)


(57)

36

dibuat dengan skala 10.000 atau lebih kecil, dan sebagai informasi textual Peta ZNT pembuatannya memerlukan data harga tanah berdasarkan nilai pasar. Dalam pembuatannya, Peta Zona Nilai Tanah dibatasi dengan penarikan garis batas sebagai batas zona kawasan tersebut dengan mengelompokkan besaran-besaran nilai rata-rata harga pasar tanah. Keakuratan dalam penarikan batas zona sangat dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya sampel serta pola penyebaran data yang diambil sebagai sampel data harga pasar yang disurvei (Hardjowigeno, 2003: 19).

Keakuratan Peta Zona Nilai Tanah akan memberikan informasi yang positif kepada user sebagai pengguna yang bergerak dibidang properti, memberikan informasi kepada instansi pemerintah dalam merencanakan pembangunan untuk kepentingan umum khususnya dalam hal pengadaan tanah untuk pembebasan tanah guna pemberian gantirugi kepada masyarakat yang terkena, dan instansi atau perusahaan lain yang memerlukannya. Karena Peta tersebut digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam perencanaan dan penaksiran harga/nilai tanah, Sementara harga pasar/nilai tanah setiap saat selalu berubah dan cenderung menunujukkan nilai/harga pasar yang meningkat lebih tinggi, maka Peta Zona Nilai Tanah harus selalu di Update setiap waktu secara periodik tertentu (bisa hari, minggu, sebulan, setengah tahun, atau setiap tahun) tergantung dari kecepatan perubahan nilai/harga pasar tanah di wilayah tersebut. Dan untuk penggunaannya di syahkan oleh pejabat yang berwenang. Untuk itu, agar Peta Zona Nilai Tanah yang dihasilkan mempunyai akurasi yang tinggi, diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang, pengambilan jumlah sampel lebih banyak lebih bagus,


(58)

37

dan pengambilan sampel diusahakan merata yang dapat mewakili zona/kawasan tersebut (Hardjowigeno, 2003: 19).

C. Kerangka Pikir

Pelayanan atau birokrasi ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat atau kepentingan publik. Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat yang kehadirannya tidak mungkin terelakkan. Birokrasi adalah sebuah konsekuensi logis dari diterimanya suatu asumsi bahwa negara mempunyai kewajiban mulia yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya melalui media birokrasi.

Salah satu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah Pelayanan Administrasi Pertanahan oleh Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung. Fenomena menarik adalah masalah layanan publik adalah adanya kecenderungan masyarakat yang membutuhkan layanan lebih memilih menggunakan perantara daripada mengurus secara langsung ke tempat pelayanan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Menurut Moenir (2010: 98) pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah), dengan ciri sebagai berikut :

1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran;


(59)

38

2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;

3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian

4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/ pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;

5. Efisiensi, mengandung arti persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan dan dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan. 6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan

masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; 7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang

menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani;

8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.


(60)

39

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun kerangka pikir sebagai berikut: Gambar 1: Model Kerangka Pikir

Sumber: Diolah oleh peneliti

Pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 13 Tahun 2010

1. Efektif 2. Sederhana

3. Kejelasan dan kepastian (transparan) 4. Keterbukaan

5. Efisiensi

6. Ketepatan waktu 7. Responsif 8. Adaptif

Sumber: Moenir (2010: 98) Pelayanan/Birokrasi Melayani kepentingan publik


(61)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif, karena data yang digunakan adalah data kualitatif yang diperoleh melalui metode dan analisis data kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor menyebutnya sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2006:3).

Menurut Nazir (2008: 63) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Berdasarkan pendapat tersebut, maka penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara terperinci bagaimana sifat serta hubungan antara fenomena sosial tertentu. Tidak terlepas dari pokok permasalahan dalam penelitian, maka tujuan dilakukannya penelitian deskripsi ini adalah untuk mendeskripsikan pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung


(62)

41

B. Jenis Data Penelitian 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dengan cara menggali dari sumber informasi (informan) dan dari catatan lapangan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, informan-informan dipilih dengan mendasar pada subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data serta bersedia memberikan informasi data yang berasal dari Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta yang sebenarnya hasil dari wawancara mendalam yang telah dilakukan maupun mengecek kembali data yang sudah ada sebelumnya. Data tersebut bersumber dari dokumentasi berupa surat kabar, buku, situs internet yang berhubungan dengan pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung.

C. Fokus Penelitian

Salah satu jenis pelayanan publik yang menjadi obyek penelitian adalah Administrasi Pertanahan, yakni proses penerbitan sertifikat atas tanah. Peyelenggaraan pelayanan publik ini banyak mendapat sorotan dari berbagai kalangan dikarenakan adanya berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaannya, seperti kelambatan dalam pelayanan, kelaziman penggunaan


(63)

42

perantara dalam mengakses layanan, munculnya biaya-biaya tambahan dalam pelayanan, dan perilaku aparat birokrasi lainnya yang bertentangan dengan norma-norma etika, bahkan yang sangat fatal adalah kerapkali muncul sertifikat ganda sebagai produk layanan, sehingga banyak menimbulkan masalah di dalam masyarakat.

Fokus penelitian ini ditujukan pada pelayanan administrasi pendaftaran tanah di Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung berdasarkan indikator:

a. Efektif, pelayanan lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran

b. Sederhana, pelayanan mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan

c. Kejelasan dan kepastian (transparan), pelayanan mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai : prosedur/tata cara pelayanan; persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif; unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan; rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; dan jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

b. Keterbukaan, pelayanan mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/ pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah


(64)

43

diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta

c. Efisiensi

1) Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;

2) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

d. Ketepatan waktu, ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan

e. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani f. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,

keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang (Moenir, 2010: 98).


(65)

44

D. PenentuanInforman

Dalam penelitian kualitatif, informasi merupakan data yang diperoleh di lokasi penelitian, dalam naskah atau dokumen, dan dariinformanyang telah ditunjuk sebagai kunci pengayaan sumber data. Peneliti akan menggunakan informan

untuk memperoleh berbagai informasi yang dipelukan selama proses penelitian. Informan penelitian dipilih berdasarkan teknik purposive yaitu penentuan infroman secara sengaja yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan peneliti.

Informan dalam penelitian ini dikhususkan pada: (1) Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung atau staf yang mewakilinya, karena informan dianggap mengetahui dan dapat menjelaskan secara detail mengenai pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung, (2) Staf Pelayanan Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung, (3) Notaris (4) Masyarakat Bandar Lampung yang melakukan pengurusan administrasi pertanahan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian. Hal ini karena tujuan utama dari penelitian itu sendiri adalah untuk memperoleh data. Dengan demikian, maka tanpa mengetahui tehnik


(1)

54

ulang terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang sama. Untuk dapat mencapai tingkat reliabilitas dalam penelitian ini, maka dilakukan dengan teknik ulang atau check rechecks dari kegiatan pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung.

4. Objektivitas

Dalam penelitian kualitatif peneliti harus berusaha sedapat mungkin memperkecil faktor subyektifitas. Penelitian akan dikatakan obyektif bila dibenarkan atau di confirm oleh peneliti lain, maka obyektifitas diidentikkan dengan istilah confirmability dimana pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Pada Badan Pertanahan Kota Bandar Lampung juga ungkapkan oleh masyarakat yang melakukan pemetaan tematik dan nilai tanah.


(2)

92

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa 1. Penyelenggaraan pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 di Kota Bandar Lampung melalui pendekatan sporadik yang berdasarkan permohonan masyarakat kurang baik, karena selama ini pelayanan yang diberikan dirasakan masih cukup rumit bagi masyarakat.

2. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 yang ada di Kota Bandar Lampung adalah pelayanan pengurusan dokumen-dokumen dihadapkan pada mekanisme dan prosedur pelayanan yang kurang sinkron antara tersedianya data yang dimiliki, adanya proses pelayanan yang berbelit-belitnya kondisi pelayanan dan warga yang dilayani merasakan adanya diskriminasi pada waktu pelayanan, bahkan biaya pelayanan seperti adanya biaya administrasi yang bersifat tidak sesuai dengan prosedur yang ada.


(3)

93

B. Saran

Pada kesempatan ini penulis mengemukakan beberapa saran yang dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang dalam usaha pemerintah Kota Bandar Lampung khususnya aparat Kota Bandar Lampung dalam memberikan pelayanan khususnya pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 kepada masyarakat. Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut: 1. BPN Kota Bandar Lampung seharusnya memberikan pendidikan teknis maupun

non teknis kepada pegawai melalui kerjasama dengan lembaga lain untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan melalui kerjasama dengan instansi lain untuk menyelenggarakan pelatihan.

2. BPN Kota Bandar Lampung seharusnya meningkatkan kualitas dan pelayanan kepada masyarakat khususnya pada pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 melalui sosialiasi tentang pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah kepada masyarakat. Serta memnialisir faktor-faktor penghambat pelaksanaan kegiatan pelayanan pelayanan pemetaan tematik dan nilai tanah serta tetap harus berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Albrow, 2006,Birokrasi,(Cetakan Ketiga) Tiara Wacana, Yogyakarta

Benveniste, 2007, Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi,

Burn dan Stalker, 2007, The Management of Inovations, Tavistock, London Castles, 2008,Mewujudkan Good Governance MelaluiPelayanan Publik. Pustaka

Ramadhan, Jogjakarta.

Chander dan Plano, 2006, Strategic Marketing, Eighth Edition. McGraw Hill, New York

Dwiyanto, 2005, Teori Budaya Organisasi, Jakarta : BKU Ilmu Pemerintahan Kerjasama IIP-Unpad.

Gerlof, 2005, Budaya Paternalisme dalam Birokrasi, Pelayanan Publik;. Center for Population Policy Studies, Yogyakarta, UGM

Gruber, 2006, Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi Masyarakat. Teori Administrasi Publik. Alfabeta, Bandung

Hardjowigeno, S. 2003.Ilmu TanahUltisol. Edisi Baru. Akademika Pressindo Harsono, 2006,Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta : STIA-LAN Press Hermit, 2008, Ilmu Pemerintahan (Kybernology), Rineka Cipta, Jakarta.

Hutagalung, 2008, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Jilid 1 dan 2, RinekaCipta, Jakarta.

Istianto, 2011. Manajemen Pemerintahan Dalam Perspektif Pelayanan. Publik. Mitra Wacana Media, Jakarta

Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, 2014, Statistik Pertanahan Kota Bandar Lampung, Bandar Lampung.


(5)

Kotler dalam Lukman, 2000, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perancang-an, Implementasi, dan Pengendalian, Alih Bahasa Anecha Anitawati Hermawan, Salemba Empat, Jakarta

Kumorotomo, 2002,Pelayanan Prima Perpajakan. Rineka Cipta: Jakarta. Kusdi, 2009,Transformasi Pelayanan Publik.Pembaruan, Yogyakarta.

Matheus dan Sulistiyani, 2011, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik: Kajian tentang Pelaksanaan Otonomi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Meyer, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia : suatu pendekatan mikro, Djambatan.

Miles dan Huberman, 2008, Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta : Rineka Cipta.

Moenir, 2010,Manajemen Pelayanan Umum Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta Moleong, 2006, Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif,Tarsito Bandung Nazir, 2008, Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta

Palombara, 2004,Membangkitkan Etos Profesionalisme. Gramedia, Jakarta

Pararsuraman, Zeitthaml dan Berry, 2003, Reassessment of Implication For Further Research. Journal Marketing

Purwadarminta, 2006,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka

Risnarto, 2008, Analisis Manajemen Agraria Indonesia, Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Santoso, 2009, Birokrasi Terhadap PeningkatanPelayanan PublikDi Era Otonomi,

Sedarmayati, 2004, Budaya Organisasi, Jakarta : Rineka Cipta.

Subyanto, 2002,Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Jakarta Sujamto, 2006, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Penerbit Ghalia,

Bandung.

Sukidin, 2011, Administrasi Pelayanan Publik, Gramedia, Jakarta

Tanjung, 2002.Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit. Universitas Trisakti. Jakarta.


(6)

B. Sumber Lain

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 tahun 2008 sebegaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 69 Tahun 2012


Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di Lingkungan Int

3 148 90

Analisis Kesesuaian Pencatatan dan Pelaporan Keuangan pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

4 84 92

Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

0 124 257

Dampak Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 4 Ayat 2pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

14 149 189

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

8 130 133

Peran DPRD Dalam Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah (Studi pada DPRD Provinsi Sumatera Utara Priode 2010 – 2011)Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara

1 40 115

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

8 145 136

Pandangan Kritis Eksistensi Pasal 32 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Atas Sertipikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus Di Kota Medan)

6 132 159

Peranan Program Rekapitalisasi Terhadap Perbankan Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998

6 58 93

Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan)

0 42 159