Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

(1)

PROSES PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN

PENANAMAN MODAL KOTA MEDAN

(Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Diajukan Oleh:

MARDIANA HUTAGALUNG

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015


(2)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Mardiana Hutagalung

NIM : 110903007

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul: Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

Medan, 20 Mei 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

NIP: 196110041986011001 NIP:196401081991021001 Drs.M. Ridwan Rangkuti, MSiDrs.M.Husni Thamrin Nasution, M.Si

Dekan,

FISIP USU MEDAN

NIP: 196805251992031002

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

PROSES PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN

PENANAMAN MODAL KOTA MEDAN

(STUDI PADA PENGAWASAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA MEDAN)

Nama : Mardiana Hutagalung

NIM : 110903007

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Badan Penanaman Modal mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan daerah di bidang penanaman modal. Maka secara garis besarnya, Badan Penanaman Modal Kota Medan dalam tahap implementasi pelaksanaan akan dikelola oleh seluruh jajaran aparatur Badan Penanaman Modal Kota Medan. Salah satu fungsinya adalah pengawasan, dimana bidang pengawasan dibagi dengan sub bagian pembinaan dan pengawasan PMDN ( Penanaman Modal Dalam Negeri ) dan PMA ( Penanaman Modal Asing ).

Pengawasan yang dimaksud adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan guna mencegah dan mengurangi terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan pelaksanaan penanaman modal dan penggunaan fasilitas penanaman modal. Maka pemerintah Kota Medan harus dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Kota Mean dengan diperlukan sejumlah faktor - faktor yang dapat menarik minat investor.

Metode yang digunakan adalah metode eksplanatif dengan bentuk penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan implementasi kebijakan. Sumber data dalam penelitian ini adalah Undang – Undang Penanaman Modal, Peraturan Badan Koordiansi Penanaman Modal, Peraturan Daerah Kota Medan, Peraturan Walikota Medan, buku – buku referensi, dan pengawasan penananaman modal sebagai objek penelitian. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan bahan visual

Berdasarkan hasil penelitian terhadap proses pelaksanaan Perwal No. 54 Tahun 2010 dalam pengawasan badan penanaman modal Kota Medan. BPM Kota Medan memberikan berbagai insentif kepada investor yang melakukan investasi di Kota Medan yaitu memberikan kemudahan dalam proses administrasi penanaman modal.

(Key Word) : Proses Pelaksanaan, Pengawasan, Perwal No. 54 Tahun 2010 BPM Kota Medan


(4)

Bismillahirrahmanirrahim...

Assalamua’laikum Wr. Wb,

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah S.W.T karena telah memberikan berkat dan rahmat-Nya lah dan tak lupa pula shalawat berangkaikan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad S.A.W sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ PROSES PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL KOTA MEDAN ( Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan ) sebagai salah satu syarat untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S1) di Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah Untuk mengetahui peran (kinerja) BPM Kota Medan dalam melaksanakan kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan investasi dalam negeri maupun investasi asing serta untuk mengevaluasi proses pelaksanaan kebijakan tersebut diharapkan dapat mengetahui keberhasilan serta hambatan apa yang telah dicapai dari kebijakan tersebut.

Dalam kelancaran proses penulisan skripsi ini berkat bimbingan, pengarahan dan petunjuk serta kerjasama dari berbagai pihak, baik pada tahap persiapan, penyusunan, hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis dalam kesempatan ini menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya khususnya kepada Bapak saya Harun Sabri Hutagalung dan Umak Khairani


(5)

Sikumbang yang penulis cintai, BouDuma Hutagalung yang saya sayangi, Abang dan Kakak tercinta Emir Mahbob Lubis, S.STP, M.Ap, Dr. Desi Rahma Maharani Ritongaserta Bang Maeda Soetopo, S.STP dan Kak Dini yang senantiasa memberikan bantuan moril dan materil sampai selesainya skripsi ini. Ucapan terimakasih serta penghargaan yang setinggi – tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M,Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zakaria, M.SP selaku Pemabntu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs.M.Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, M,Si selaku Dosen Pembimbing yang tak bosan - bosannya memberikan arahan, motivasi, serta bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dra.Elita Dewi, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu Staf Pengajar FISIP USU yang telah berjasa dalam memberikan banyak ilmu, bimbingan dan arahan kepada penulis selama menuntut ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(6)

7. Bapak Kepala Badan Penanaman Modal Kota Medan Drs. Togap P. Nainggolan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, Kepala bidang Pengawasan Bapak Drs. Moh. Amin Rambe, MAP dan Kasubbid Pengawasan PMDN Bapak Edison Sitorus, SH, MH yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi dan membantu memberikan data sekunder terkait penulisan skripsi ini.

8. Bapak/Ibu Staff Badan Penanaman Modal yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu penulis dalam melakukan penelitian di Badan Penanaman Modal Kota Medan.

9. Terima Kasih buat abang saya satu – satunya Hermanto Frengky Hutagalung. Dan buat keluarga besar Hutagalung Bou, Amangboru, Pariban, Kaka sepupu, Adik-adik sepupu, terimakasih buat doa dan dukungan kalian. Terkhusus buat Alm. Op. Kurnia Manalu yang sangat saya cintai dan banggakan.

10.Terima Kasih buat keluarga besar Sikumbang, Ibu Masni Sikumbang, Bapak Masri Tanjung, Mamak Buyung (Rahmad Sikumbang), mami, mamak, etek, bapak, mak tuo, pak tuo, abang – abang tercinta Fadli Sikumbang, Dodi Fhikri Tanjung Amd,Kep. Dan adik – adik tersayang Azis Fahri Tanjung, Riri Fitrahmi, Sutan Al-Ghiffary Lubis, Salsabila Almira Lubis, yang selalu mendoakan dan mendukung saya.

11.Terimakasih buat Keluarga Besar Arman Tambunan, Ani Sikumbang, Bang Indra, Kak Nina, Bang Ilham Suharman Tambunan, Kak Sari,


(7)

Cecek dan Uci yang selalu mendoakan saya. Terkhusus ponaan – ponaan tercinta Ivan Nadra, Ferdiansyah Tambunan, Fathihah Athah Hafizah yang selalu buat tersenyum.

12.Terimakasih buat sahabat Michita 02 Desember 2008, Paguna Dora Sitorus (oland), Amd, S.Kom., Gusmita Sari Tanjung, Nur Intan Pasaribu, dan Arnis Khairani Tanjung. Yang selalu setia menemani saya dalam keadaan suka dan duka, selalu menerima kekurangan saya, dan yang selalu memberikan doa dan dukungannya serta motivasi yang tak henti – hentinya. Missed Michita

13.Buat sahabat Keledai yang Arif dan Bijaksana (hahaha), makasih buat kebersamaan dan kasih sayang kalian. Pasangan kamseupay Finta Kuhini Kamseupay dan Bayu Adzhari Kamseupay, 2 cewek cabe2an sortiran Nurholijah Sekcab’s & Rissa Nurfiani Harahap BendCab’s, Devi Lestari, Wandi Sarden (Sardino Siagian), EJM (Endang Jaka Malik), Cwok AsemManis (Mhd. Fajar Fadly), Boyband (Abdi Permana), Ust. Abdul Haris, Rentenir Pulsa (Rudi Salim). Dan tak lupa buat sahabat saya Qori’ah dan Evi Herdiyanti Simamora. (Bighug) 14.And for last, thank you so much to my Dear Fadlika Sya’bana, S.Sos.

The has made something in my life of different. I’ve found out a reason for me, to change who I used to be and the reason is you.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.YRA


(8)

D A F TA R I S I

LEMBAR PERSETUJUAN ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii


(9)

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 11

1.3 Rumusan Masalah ... 13

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 14

A. Tujuan Penelitian... 14

B. Manfaat Penelitian ... 15

1.5 Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori ... 18

2.2 Implementasi Kebijakan ... 25

2.3 Identifikasi Hubungan Antar Variabel Implementasi ... 36

2.4 Hasil Penelitian Terdahulu ... 38

2.5 Variabel-variabel yang di Anggap Relevan ... 43

2.6 Kebijakan – Kebijakan di Bidang Penanaman Modal ... 50

2.7 Defenisi Konsep... 75

2.8 Defenisi Operasional ... 78

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 80


(10)

3.2 Lokasi Penelitian ... 81

3.3 Populasi Dan Sampel ... 81

3.4 Informan Penelitian ... 83

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 84

3.6 Teknik Analisis Data ... 85

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 87

4.2 Gambaran Umum Badan Penanaman Modal Kota Medan... 96

4.3. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanaman Modal Kota Medan Berdasarkan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 ... 109

4.4 Dinas Pendapatan Kota Medan ... 122

BAB V PENYAJIAN HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian ... 138

5.2 Deskripsi Data Sekunder ... 173

BAB VI ANALISIS DATA 6.1 Analisis Pelaksanaan Kebijakan Perwal 54 Tahun 2010 Dalam Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan ... 207

A. Analisis Karakteristik Pelaksanaan Kebijakan ... 214

B. Analisis Komunikasi ... 217

C. Analisis Sumberdaya ... 222

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan ... 231

7.2 Saran – Saran ... 235

D A F T A R P U S T A K A ... 237 Lampiran


(11)

DAFTAR TABEL


(12)

Tabel 4.2 : Kecamatan dan Kelurahan diKota Medan ... 90

Tabel 4.3 : Indikator Ketenagakerjaan di Kota Medan Tahun 2005-2009 ... 95

Tabel 4.4 : Nama-nama Pejabat Struktural BPM Kota Medan ... 101

Tabel 4.5 : Komposisi Pegawai BPM Menurut Pangkat/Golongan ... 104

Tabel 4.6 : Komposisi Tenaga Kerja Kontrak Berdasarkan Penempatan ... 105

Tabel 4.7 : Komposisi Pegawai BPM Menurut Tingkat Pendidikan ... 106

Tabel 4.8 : Komposisi Pegawai BPM Menurut Golongan dan Eselon ... 106

Tabel 4.9 : Komposisi Tenaga Kerja Kontrak Menurut Tingkat Pendidikan ... 107

Tabel 5.1 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 159

Tabel 5.2 : Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Jabatan ... 160

Tabel 5.3 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Perusahaan ... 161

Tabel 5.4 : Distribusi Jawaban Responden dalam Kebijakan Pemerintah ... 162

Tabel 5.5 : Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kepemimpinan Kepala BPM Kota Medan ... 162

Tabel 5.6 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Tugas BPM Kota Medan ... 163

Tabel 5.7 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kualitas Pelayanan BPM Kota Medan ... 164

Tabel 5.8 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Faktor Pertimbangan dalam Melakukan Penanaman Modal di Kota Medan ... 164

Tabel 5.9 : Distribusi Jawaban Responden dalam Langkah yang Sudah, Sedang, dan Akan diTempuh BPM dalam Investasi... 165

Tabel 5.10 : Distribusi Jawaban Responden dalam Peningkatan Produktivitas PMA dan PMDN oleh BPM Kota Medan ... 166


(13)

Tabel 5.11 : Distribusi Jawaban Responden dalam Komunikasi Pembinaan dan

Pengawasan BPM Kota Medan ... 166

Tabel 5.12 : Distribusi Jawaban Responden dalam Realisasi Hukum Secara Konkrit ... 167

Tabel 5.13 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tindakan BPM dalam Pembinaan dan Pengawasan PMA dan PMDN ... 167

Tabel 5.14 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Jumlah Pegawai WNA maupun WNI ... 168

Tabel 5.15 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kualitas BPM dalam Pembinaan dan Pengawasan PMA dan PMDN ... 169

Tabel 5.16 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Peraturan yang Menyulitkan PMA dan PMDN ... 170

Tabel 5.17 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sarana dan Prasarana PMA dan PMDN ... 170

Tabel 5.18 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Investasi dalam Melakukan PMA dan PMDN ... 171

Tabel 5.19 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sikap Pelaksana Tugas BPM ... 172

Tabel 5.20 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pungutan Liar ... 172

Tabel 5.21 : Distribusi Jawaban Responden Mengenai Hambatan dalam Proses Pembinaan dan Pengawasan BPM ... 173

Tabel 5.22 : Realisasi PMA Tahun 2006 s/d 2010 ... 187

Tabel 5.23 : Realisasi PMDN Tahun 2006 s/d 2010 ... 188

Tabel 5.24 : Kredit Perbankan Berdasarkan Jenis Penggunaan ... 197


(14)

Tabel 5.26 : Daftar Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perusahaan Penanaman Modal Asing204

Tabel 5.27 : Daftar Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri

DAFTAR GAMBAR


(15)

Gambar 2.2 : Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn ... 30

Gambar 2.3 : Model Implementasi Kebijakan Grindle ... 31

Gambar 2.4 : Model Implementasi Mazmania dan Sabatier ... 34

Gambar 2.5 : Model Implementasi George Edwards III ... 36

Gambar 2.6 : Hubungan Antara Variabel-Variabel ... 37

Gambar 4.1 : Kantor Badan Penanaman Modal Kota Medan ... 96

Gambar 4.2 :Bagan Struktur Organisasi Badan Penanaman Modal Kota Medan ... 108

Gambar 5.1 : Alur Proses Perizinan Prinsip PMDN ... 196

BAB I PENDAHULUAN


(16)

PROSES PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN

PENANAMAN MODAL KOTA MEDAN

(STUDI PADA PENGAWASAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA MEDAN)

Nama : Mardiana Hutagalung

NIM : 110903007

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Badan Penanaman Modal mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan daerah di bidang penanaman modal. Maka secara garis besarnya, Badan Penanaman Modal Kota Medan dalam tahap implementasi pelaksanaan akan dikelola oleh seluruh jajaran aparatur Badan Penanaman Modal Kota Medan. Salah satu fungsinya adalah pengawasan, dimana bidang pengawasan dibagi dengan sub bagian pembinaan dan pengawasan PMDN ( Penanaman Modal Dalam Negeri ) dan PMA ( Penanaman Modal Asing ).

Pengawasan yang dimaksud adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan guna mencegah dan mengurangi terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan pelaksanaan penanaman modal dan penggunaan fasilitas penanaman modal. Maka pemerintah Kota Medan harus dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Kota Mean dengan diperlukan sejumlah faktor - faktor yang dapat menarik minat investor.

Metode yang digunakan adalah metode eksplanatif dengan bentuk penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan implementasi kebijakan. Sumber data dalam penelitian ini adalah Undang – Undang Penanaman Modal, Peraturan Badan Koordiansi Penanaman Modal, Peraturan Daerah Kota Medan, Peraturan Walikota Medan, buku – buku referensi, dan pengawasan penananaman modal sebagai objek penelitian. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan bahan visual

Berdasarkan hasil penelitian terhadap proses pelaksanaan Perwal No. 54 Tahun 2010 dalam pengawasan badan penanaman modal Kota Medan. BPM Kota Medan memberikan berbagai insentif kepada investor yang melakukan investasi di Kota Medan yaitu memberikan kemudahan dalam proses administrasi penanaman modal.

(Key Word) : Proses Pelaksanaan, Pengawasan, Perwal No. 54 Tahun 2010 BPM Kota Medan


(17)

1.1Latar Belakang

Dewasa ini bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan disegala bidang. Komponen pembangunan tersebut meliputi sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal yang satu sama lainnya mendukung sebagai satu kesatuan. Salah satu dana dalam pembangunan ekonomi nasional negara adalah dengan mengundang investor ( penanam modal ) baik modal asing maupun modal dalam negeri, artinya kehadiran penanaman modal sangat dibutuhkan dalam meningkatkan perekonomian suatu negara. Mengingat penanaman modal ini sangat penting bagi pembangunan ekonomi, maka dari itu negara Indonesia mengaturnya dalam sebuah perumusan Perundang – Undangan.

Berdasarkan perkembangannya pemerintah Indonesia terus memperbaharui berbagai peraturan untuk lebih menciptakan iklim usaha yang kondusif dan sebagai penguat daya saing perekonomian nasional dan daerah serta mempercepat peningkatan penanaman modal yang dituangkan dalam Undang – Undang terdahulu penanaman modal yaitu Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1968 dan Undang – Undang Nomor 11 dan 12 Tahun 1970, namun seiring berjalannya waktu Undang – Undang tersebut dinyatakan sudah tidak berlaku sesuai dalam pasal 38 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007. Maka dengan diberlakukannya Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini adalah guna memperbaiki kelemahan aturan hukum terdahulu.


(18)

Di dalam kebijakan dasar penanaman modal pada BAB III Pasal 4 ; ( 1 ) pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk, mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal. Sehingga banyak harapan digantungkan dengan dikeluarkannya Undang – Undang penanaman modal ini seperti, peningkatan investasi dan lapangan kerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak bisa hanya dijalankan oleh pemerintah pusat saja melainkan harus dimulai dari titik terendahnya yaitu dari daerah – daerah di wilayah Indonesia.

Dibentuknya Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah maka, otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban suatu daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat daerah berdasarkan peraturan Perundang – Undangan yang berlaku. Upaya untuk melaksanakan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang – Undang tersebut, yaitu dengan dikeluarkannya suatu peraturan daerah maupun kebupaten atau kota. Salah satunya di Sumatera Utara khususnya di Kota Medan yang sudah sejak lama mengurus dan mengatur sistem pemerintahannya.

Kota Medan mempunyai daya tarik penanaman modal PMA dan PMDN, sebagaimana diketahui setelah krisis ekonomi pada akhir tahun 1997, iklim penanaman modal di Kota Medan secara berangsur – angsur mulai menunjukkan


(19)

pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh letak geografis dan potensi demografis Kota Medan yang cukup strategis tetapi juga didukung oleh kebijakan – kebijakan yang bersahabat dengan pasar, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu kewaktu. Langkah – langkah proaktif dan inovasi yang ditempuh dengan mengembangkan kemitraan strategic diantara sesama pelaku usaha dengan pemerintah kota, kenyataannya secara signifikan mampu menumbuhkan minat berinvestasi para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di kota Medan, diberbagai bidang lapangan usaha potensial. Hal ini juga tidak terlepas dari persepsi yang sama dari seluruh stakeholders, tentang perlunya menarik investasi lebih besar untuk menggerakkan roda perekonomian dalam volume yang lebih besar di Kota Medan, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak, sekaligus memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat dan menaikkan pendapatan asli daerah Kota Medan sendiri. Seperti dikutip

dari

Dikaitkan dengan visi dan misi Kota Medan, program dan kegiatan Badan Penanaman Modal juga bertujuan untuk mendukung keberhasilan pencapaian misi ke-3 yakni meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi kota yang merata dan berkelanjutan. Bila dilihat dari sisi proyeksi pencapaian target yang telah ditetapkan dalam RPJMD 2011-2015, sejumlah target tersebut dapat dikatakan sangat optimis, seperti penambahan jumlah investor berskala nasional PMDN dan PMA, diproyeksikan naik dari 32 di tahun 2010 menjadi 96 di tahun 2015. Target pencapaian nilai realisasi PMDN naik dari Rp 511,31 miliar di tahun 2010 menjadi Rp 986,54 miliar, meski sangat optimis dengan pertumbuhan rata-rata 14% per tahun namun masih realistis, mengingat iklim usaha di Kota Medan yang terus membaik dari waktu ke waktu dan meningkatnya daya tarik investasi di Kota Medan. Namun berkaitan dengan proyeksi realisasi PMA, pertumbuhannya jauh di atas pertumbuhan PMDN


(20)

dimana RPJMD mematok hingga 2015, level pertumbuhan yang fantastis rata-rata mencapai 17% per tahun.

Berbagai proyeksi ini tentu membutuhkan kerja keras dari Badan Penanaman Modal Kota Medan untuk mencapainya, dan mengingat minimnya frekwensi pelaksanaan pameran investasi yang hanya dilaksanakan sekali di tahun 2012 dikawatirkan tidak cukup kuat untuk mem-backup target yang telah ditetapkan, apalagi alokasi dana untuk kegiatan promosi investasi ke luar negeri juga sangat minim.Peningkatan Promosi Dan Kerja Sama InvestasiMeningkatnya nilai realisasi PMDN tahun 2015 menjadi 19%nilai realisasi PMDNRp 511,31 milyarRp 986,54 milyar. Meningkatnya nilai realisasi PMA tahun 2015 menjadi 23%nilai realisasi PMAUS$ 75,88 jutaUS$ 162,61 jutaMeningkatnya jumlah persetujuan investasi tahun 2015 menjadi 96 persetujuan, jumlah persetujuan investasi3296. Adanya peraturan daerah yang mendukung iklim usaha yang kondusif, adanya Perda Penanaman Modal (Insentif dan Kemudahan Investasi). Terakomodir dan meningkatnya nilai realisasi PMDN tahun 2015 menjadi 19%nilai realisasi PMDNRp 511,31 milyarRp 986,54 milyar. Meningkatnya nilai realisasi PMA tahun 2015 menjadi 23%nilai realisasi PMAUS$ 75,88 jutaUS$ 162,61 juta.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Badan Penanaman Modal (BPM) Kota Medan, merupakan unsur pendukung tugas Kepala yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan daerah di bidang penanaman modal dan juga meningkatkan PAD Kota Medan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan. Peraturan daerah ini disusun dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dalam rangka pelaksanaan urusan Pemerintah Kota Medan sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009 yang disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,


(21)

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota. Di dalam Peraturan Daerah Kota Medan tersebut terjadi perubahan nomenklatur Lembaga Teknis Daerah, salah satunya adalah penanaman modal. Dari Kantor Penanaman Modal Daerah (KPMD) kota Medan menjadi Badan Penanaman Modal Kota Medan.

Sesuai dengan pasal 134 dan 135 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan, telah diatur tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal Kota Medan. Bahwa untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal Kota Medan, dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut rincian tugas pokok dan fungsi pada setiap jenjang jabatan struktural. Maka dengan berdasarkan hal ini perlu menetapkan Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanaman Modal dalam satu Peraturan Walikota Medan Medan, yaitu Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanaman Modal Kota Medan.

Pembangunan kota seyogianya dikelola secara efektif, efisien dan berkelanjutan (sustainable) dengan melibatkan semua stakeholder dan lapisan masyarakat (pembangunan yang partisipatif). Tugas dan fungsi strategis ini hanya akan dapat terwujud jika proses pembangunan dilakukan dengan perencanaan yang transparan, responsif, terukur, komprehensif dan akuntabel melalui tahapan yang jelas dengan mempertimbangkan seluruh aspek pembangunan yang terkait dan potensi yang dimiliki oleh Kota Medan sebagai Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara.


(22)

Mendukung perwujudan kota masa depan yang berdaya saing dalam hal ini adalah menyangkut kota jasa, perdagangan dan keuangan yang siap bersaing secara regional dan global dengan dukungan infrastruktur sosial ekonomi yang lengkap, pondasi perekonomian yang kuat, tata pemerintahan yang baik, peningkatan sumber daya manusia, serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Secara umum penanaman modal membutuhkan adanya iklim usaha yang kondusif dalam membentuk daya tarik investasi. Untuk itu, Badan Penanaman Modal Kota Medan yang memuat kebijakan publik dan arah kebijakan bidang penanaman modal sesuai yang diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif dan dapat meningkatkan investasi di Kota Medan.

Kemudian dalam rangka mewujudkan citra good governance dalam bidang investasi dan lingkungan bisnis, memberikan pelayanan yang baik, mudah, sederhana, cepat dan transparan dalam perizinan berinvestasi. Membangun sistem informasi dan pengawasan investasi yang efektif dan menyelenggarakan kegiatan – kegiatan pengawasan berskala luas dalam upaya menarik minat investor. Meningkatkan koordinasi dan pengawasan investasi antara tingkat pemerintah, antara pemerintah dengan dunia usaha dan masyarakat (investor). Mewujudkan iklim penanaman modal yang kondusif khususnya melalui peningkatan penyediaan infrastruktur ekonomi yang meningkatkan efesiensi berusaha bagi investor, disamping jaminan kepastian berusaha. Seperti yang dikutip website resmi pemko Medan, yaitu :


(23)

Investasi dikota Medan pada tahun 2000 sebesar Rp 2,7 trilyun, tahun 2001 sebesar Rp 3.3 trilyun, tahun 2002 sebesar Rp 3,0 trilyun, tahun 2003 sebesar Rp 4,0 trilyun, tahun 2004 sebesar 4,4 trilyun. Total perkiraan investasi yang masuk ke kota Medan dari berbagai lapangan usaha selama tahun 2000 – 2004 cenderung cukup masif. Lapangan usaha utama yang menjadi tujuan utama berinvestasi adalah sektor perdagangan, listrik, gas dan air, bangunan, industri, dan angkutan.

Berdasarkan data diatas berbagai variabel penting yang cukup berpengaruh terhadap minat berinvestasi di Kota Medan adalah keamanan dan ketertiban umum serta stabilitas politik, harga berbagai faktor produksi, suku bunga dan lain – lain. Permasalahan utama yang timbul adalah persepsi tentang lama dan panjangnya proses administrasi berinvestasi, serta kurangnya pengawasan investasi (penanaman modal) baik dalam konteks regional, nasional, dan internasional juga menjadi salah satu permasalahan dalam pengembangan investasi di Kota Medan. Kurangnya pengawasan dalam investasi penanaman modal inilah yang menjadi salah satu masalah yang dapat menimbulkan berkurangnya calon investor masuk kedaerah.

Badan Penanaman Modal (BPM) Kota Medan, merupakan unsur pendukung tugas Kepala Daerah, yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota Medan melalui Sekretaris Daerah. Badan Penanaman Modal mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan daerah di bidang penanaman modal.

Maka secara garis besarnya, Badan Penanaman Modal Kota Medan dalam tahap implementasi pelaksanaan akan dikelola oleh seluruh jajaran aparatur Badan Penanaman Modal Kota Medan. Salah satu fungsinya adalah pengawasan, dimana


(24)

bidang pengawasan dibagi dengan sub bagian pembinaan dan pengawasan PMDN ( Penanaman Modal Dalam Negeri ) dan PMA ( Penanaman Modal Asing ) yang menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan rencana, program, dan kegiatan Sub Bidang Pembinaan dan Pengawasan PMDN dan PMA.

b. Penyususnan bahan petunjuk teknis lingkup pembinaan dan pengawasan PMDN dan PMA.

c. Penyusunan bahan kajian dan penyusunan kebijakan teknis pengendalian pelaksanaan PMDN dan PMA.

d. Pelaksanaan pemanatauan, bimbingan, dan pengawsan pelaksanaan PMDN dan PMA.

e. Pelaksanaan pemeriksaan dan evaluasi terhadap LKPM ( Laporan Kegiatan Penanaman Modal ) PMDN dan PMA.

f. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksana tugas. g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang dengan tugas

dan fungsinya.

Salah satu tujuannya adalah mensosialisasikan tentang tata cara pengisian Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dan membuat pemutakhiran data perusahaan – perusahaan yang terdaftar di BKPM dan operasionalnya di kota Medan. Hal ini dapat dilihat dari data lapangan diketahui bahwa hingga tahun 2013 terdapat 173 perusahaan PMDN dan 285 perusahaan PMA yang terdaftar dan beroperasi dikota Medan. Dalam laporan ini terangkum perusahaan PMDN dan PMA berdasarkan bidang usahanya :


(25)

PMDN :“ Industri Kimia, Makanan, B Logam, Min Non Logam, Logam dasar, Kertas, Kayu, Jasa, Perhotelan, Peternakan, Perikanan, Perumahana, Konstruksi, Tekstil, dan Pengangkutan”. PMA ;” Industri Kimia, Industri Makanan, Industri B. Logam, Industri Logam Dasr, Industri Kayu, Industri Tekstil, Industri Lainnya, Usaha Jasa, Usaha Perhotelan, Usaha Perkantoran, Usaha Perumahan, Usaha Konstruksi, Usaha Pert. Tanaman Pangan”.

Hasil yang ingin dicapai adalah agar perusahaan aktif melakukan penyampaian pelaporan LKPM secara aktif dan rutin. Sehingga dapat diketahui perusahaan yang aktif maupun yang tidak aktif atau tidak beroperasi karena pailit, maka dari itulah pengawasan ini di lakukan di Kota Medan oleh Badan Penanaman Modal Kota Medan guna tercipta data yang akurat dilapangan.

Dalam buku Budiman Ginting, salah satu kasus mengenai pengawasan dan ketidakpastian hukum terhadap investor asing dalam kegiatan penanaman modal di Sumatera Utara yakni kasus ;

PT. Socfin Indonesia ( Socfindo ) melawan para Petani dengan Perkara No. 82/G/2009/PTUN-Mdn tanggal 28 agustus 2009. PT. Socfin Indonesia adalah pemegang alas hak atas tanah seluas 390 hektar yang merupakan bahagian dari tanh seluas 2.364,91 hektar yang terletak di Aek Loba Timur berdasarkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No. 2 tertanggal 28 Januari 1998 yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Asahan dengan tenggang waktu 25 tahun yang akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2023. Namun pada tahun 2009 beberapa petani setempat melayangkan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dengan dalil mengakui bahwa tanah tersebut merupakan tanah peninggalan orang tua dari petani-petani tersebut berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. SK.42/HM/LR/1972 luas 48,659 (empat puluh delapan koma enam ratus lima puluh sembilan) hektar, SK No. 118/HM/LR/1971 tanggal 15 November 1971 luas 131,8027 (seratus tiga puluh satu koma delapan ribu dua puluh tujuh) hektar, SK No. 78/HM/LR/1971 tanggal 21 Agustus 1971 luas 47,2505 (empat puluh tujuh ribu koma dua ribu lima ratus lima) hektar, SK No. 10/HM/LR/1972 tanggal 4 Februari 1972 luas 87,9368 (delapan puluh tujuh koma sembilan ribu tiga ratus enam puluh delapan) Hektar. Atas kasus tersebut maka Majelis Hakim PTUN Medan memutuskan mengabulkan gugatan para Penggugat yakni para petani dengan menyatakan sertifikat HGU No. 2 Tahun 1998 dinyatakan batal dan dicabut yang kemudian dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi TUN Medan dengan perkara No.


(26)

39/BDG/2010/PT.TUN-Mdn tanggal 19 Januari 2010 dan Putusan Mahkamah Agung RI dengan perkara No. 382 K/TUN/2010 tanggal 8 juli 2010.

Berdasarkan kasus diatas, ternyata hambatan yang utama dalam melakukan penanaman modal adalah kurang terselenggaranya fungsi pengawasan dibidang investasi. Selain pengawasan hambatan yang disebutkan dari kasus diatas adalah kurangnya koordinasi, penciptaan birokrasi yang kurang efesien, kurangnya kepastian hukum dibidang penanaman modal, serta iklim usaha yang belum kondusif.Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila Kota Medan khususnya Badan Penanaman Modal Kota Medan harus benar – benar mengimplementasikan tugas dan fungsinya BPM.

Pengawasan yang dimaksud adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan guna mencegah dan mengurangi terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan pelaksanaan penanaman modal dan penggunaan fasilitas penanaman modal. Maka pemerintah Kota Medan harus dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Kota Mean dengan diperlukan sejumlah faktor - faktor yang dapat menarik minat investor

Dengan perbaikan berbagai faktor tersebut, investor akan mempertimbangkan kemana modalnya akan diinvestasikan dengan beberapa pertimbangan bahwa calon host country hendaknya dapat memberikan jaminan atas kepastian perlindungan hukum serta meningkatkan pengawasan yang lebih konsisten. Kurangnya pengawasan Badan Penanaman Kota Medan tersebut membuat sebagian tugas BPM lingkup pembinaan dan pengawasan penanaman modal


(27)

dalam negeri dan modal asing akan terbengkalai jika tidak benar – benar di perhatikan.

Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti atau mengangkat masalah tersebut didalam pembuatan skripsi ini, yaitu dengan judul “ Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Dalam Pengawasan Penanaman Modal di Kota Medan “.

1.2Fokus Masalah

Masalah dalam penelitian kualitatif dinamakan fokus. Pada dasarnya perumusan masalah menurut Lincoln dan Guba dalam ( Lexy J. Maleong, 2002 ) bergantung pada paradigma apakah yang dianut oleh seorang peneliti, yaitu apakah ia sebagai seorang peneliti, evaluator, atau sebagai peneliti kebijakan. Masalah adalah lebih dari sekedar pertanyaan dan jelas berbeda dengan tujuan. Menurut Guba masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan.

Penetapan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif bagaimana pun akhirnya akan dipastikan sewaktu peneliti sudah berada diarea atau lapangan penelitian.

Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini dibuat untuk mendeskripsikan tentang “ Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Dalam Pengawasan Penanaman Modal di Kota Medan. Maka dari itu peneliti


(28)

menggunakan variabel independent ( variabel bebas ), yaitu suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain. Variabel ini dipilih dan sengaja dimanipulasi oleh peneliti agar efeknya terhadap variabel lain tersebut dapat diamati dan di ukur sehingga diharapkan mampu untuk menjelaskan kinerja pelaksanaan kebijakan tersebut.

Dalam penelitian ini variabel - variabel yang ada bukan untuk diuji hubungannya, karena variabel dalam penelitian kualitatif merupakan sesuatu yang holistik ( tidak terpisah – pisah ), variabel saling terikat dan berinteraksi dalam fakta – fakta sosial.

Variabel yang mempengaruhi proses pelaksanaan ( implementasi ) dari penelitian ini juga akan di pilih oleh peneliti, yaitu variabel – variabel yang dianggap penting dan relevan dengan penelitian proses pelaksanaan peraturan walikota nomor 54 tentang tugas pokok dan fungsi BPM Kota Medan dalam pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan.

Disamping batasan variabel tersebut, peneliti juga membuat batasan unit analisis atau objek penelitian hanya pada beberapa perangkat daerah Kota Medan sendiri, yaitu Badan Penanaman Modal Kota Medan , dan Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Medan, sehingga unit analisis tidak terlalu luas dan peneliti mampu untuk menyelesaikan penelitian ini.

1.3Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan salah satu tahap diantara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan


(29)

penelitian. Tanpa rumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia – sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa – apa.

Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagi fenomena yang saling terkait diantara fenomena yang satu dengan yang lainnya baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.

Mengingat demikian pentingnya kedudukan perumusan masalah didalam kegiatan penelitian, maka peneliti memilih masalah yang perlu dipecahkan dalam penelitian ini yaitu : “ Bagaimana Proses Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Penanaman Modal di Kota Medan dalam Bidang Investasi di Kota Medan “

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian A. Tujuan Penelitian


(30)

Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah selesai penelitian.

Tujuan penelitian berkaitan dengan rumusan masalah. Jika memperhatikan tujuan penelitian, maka sesungguhnya isinya sama dengan jawaban yang dikehendaki dari rumusan masalah. Apabila rumusan masalah dikemukakan dalam bentuk pertanyaan, maka tujuan penelitian dirumuskan dalam bentuk pernyataan. Yang berbeda hanyalah rumusan kalimatnya saja.

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peran (kinerja) BPM Kota Medan dalam melaksanakan kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan investasi dalam negeri maupun investasi asing.

2. Untuk mengetahui program – program apa saja yang telah diterapkan oleh BPM Kota Medan terhadap penanam modal.

3. Untuk mendeskripsikan tentang bagaimana proses pelaksanaan dari kebijakan tersebut dalam pengawasan penanaman modal didaerah kota Medan melalui Badan Penanaman Modal kota Medan.

4. Untuk mengetahui keberhasilan serta hambatan apa yang telah dicapai dari kebijakan tersebut.


(31)

B. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan ilmiah, referensi bacaan dan tambahan informasi bagi para pembaca mengenai proses pelaksanaan dari kebijakan peraturan walikota Medan dalam pengawasan penanaman modal, melalui Badan Penanaman Modal Kota Medan.

2. Secara Praktis, dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah, lembaga teknis kota Medan (Badan Penanaman Modal) dan investor dalam rangka peningkatan upaya pencapaian program Badan Penanaman Modal tersebut.

1.5 Sistematika Penulisan


(32)

Bab ini terdiri latar belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PURTAKA

Bab ini terdiri dari kerangka teori, temuan hasil penelitian terdahulu, defenisi konsep dan defenisi operasional yang diperlukan peneliti dalam penelitian ini

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian secara umum terutama yang berkenaan atau terkait dengan topik penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisi data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menyajikan gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian.

BAB V : PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

Bab ini memuat gagasan peneliti dan data-data yang diperoleh pada saat penelitian dilapangan.

BAB VI : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan dokumen yang akan dianalisis dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang diteliti.


(33)

BAB VII : PENUTUP

Bab ini memuat simpulan dan saran – saran dari penelitian yang dilakukan serta sebagai rekomendasi kebijakan.

BAB II


(34)

2.1 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir – butir pendapat - pendapat, teori, thesis sipenulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan dan merupakan masukan eksternal bagi peneliti.

Landasan teori atau kerangka teori merupakan bagian dari penelitian yang memuat teori – teori yang berasal dari studi kepustakaan yang berfungsi sebagai kerangka teori dalam menyelesaikan penelitian. Kerangka teori paling tidak berisi tentang deskripsi teori, yaitu uraian sistematis mengenai teori – teori dan hasil penelitian yang relevan dengan variabel – variabel yang sedang diteliti tersebut.

Dengan demikian, dalam landasan teori ini, dikemukakan atau diberikan penjelasan mengenai variabel – variabel yang diteliti, melalui pendefenisian, dan uraian yang lengkap serta mendalam, sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel. Dari landasan teori ini, maka variabel – variabel yang diteliti akan menjadi lebih jelas dan terarah. Jadi, landasan teori merupakan bekal – bekal yang akan digunakan dalam pembahasan penelitian.


(35)

Untuk mengawali diskusi kebijakan publik kita harus membahas apa makna dari gagasan tentang publik dan menjelaskan tentang perkembangan ini baik dalam teori maupun praktik. Ide kebijakan publik mengandung anggapan bahwa ada suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum. Publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Sedangkan makna modern dari gagasan “kebijakan” adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna “administration” (Wilson,1887).

Maka secara etimologi, kebijakan publik terdiri dari dua kata yaitu kebijakan dan publik. Kebijakan publik menitik beratkan pada apa yang oleh Dewey (1927) katakan sebagai “publik dan problem – problemnya“. Kebijakan publik membahas soal bagaimana isu – isu dan persoalan – persoalan tersebut disusun (constructed) dan didefenisikan, dan bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik. Selain itu, kebijakan publik juga merupakan study tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan aktif ( action ) dan pasif ( inaction ) pemerintah“ (Heidenheimer, 1990 : 3). Atau seperti dinyatakan oleh Dye, kebijakan publik adalah study tentang “apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil tindakan tesebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut“ ( Dye, 1976 : 1 ).

Menurut James E. Anderson kebjakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu


(36)

bidang kegiatan tertentu. Sebaliknya David Easton (1953, 1965), walau tidak dianggap sebagai karya utama kebijakan publik telah memberikan konstribusi penting bagi pembentukan pendekatan kebijakan, yaitu melihat proses kebijakan dari segi input yang diterima, dalam bentuk aliran dari lingkungan, dimediasi melalui saluran input (partai, media, kelompok kepentingan) pemerintah didalam sistem politik (withinputs) dan konversinya menjadi output dan hasil kebijakan.

Dengan ini bentuk perhatian terhadap kebijakan publik benar – benar mengandung manfaat yang paling besar terhadap masyarakat, artinya dengan mengenali rakyatnya, berarti pemerintah sangat sadar benar apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya.

2.1.2. Model dan Proses Kebijakan Publik

Model adalah sebuah kerangka sederhana yang merupakan sebuah usaha untuk memudahkan penjelasan terhadap suatu fenomena. Model banyak digunakan untuk memudahkan para pemerhati dan pembelajar tingkat awal. Banyak kesulitan yang akan ditemui jika fenomena sosial harus dijelaskan dengan konsep yang abstrak. Oleh karena itu, model diperlukan untuk menyampaikan fenomena yang rumit dan kompleks, dengan tujuan menyamankan persepsi terhadap sebuah fenomena. Model sendiri lahir dari hasil jerih payah membandingkan beberapa (atau banyak) kasus, sehingga ditemukan sebuah konsistensi gejala / fenomena, dan kemudian abstraksi kedalam sebuah model untuk menjelaskan fenomena tersebut.


(37)

Proses analisis kebijakan secara umum merupakan suatu proses kerja yang meliputi lima komponen informasi kegiatan yang saling terkait dan dilakukan secara bertahap dengan menggunakan berbagai teknik analisis kebijakan publik.

Bagan dari proses analisis kebijakan dibawah ini terjadi secara akumulatif antara komponen informasi dan teknik analisis yang digunakan untuk mengahasilkan dan memindahkannya. Penggunaan teknik – teknik analisis kebijakan (perumusan masalah, peramalan, peliputan, evaluasi, dan rekomendasi) memungkinkan analis memindah salah satu tipe informasi ke informasi lainnya secara berkesinambungan. Informasi dan teknik saling bergantung, dimana keduanya terkait dalam proses pembuatan dan perubahan yang dinamis melalui transformasi informasi kebijakan. Pada konteks ini komponen informasi kebijakan (masalah kebijakan, alternatif kebijakan, tindakan kebijakan, hasil kebijakan, dan hasil guna kebijakan ) ditransformasikan dari satu posisi keposisi lainnya dengan menggunakan teknik analisis kebijakan. Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik. (Dunn, 1994) seperti bagan berikut ini :

Gambar 2.1 Proses Analisis Kebijakan Publik

Perumusan Masalah

Penyimpulan Praktis Masalah Kebijakan


(38)

Sumber : Hessel Nogi S. Tangkilisan,2003 : 7

Dunn (1994) mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Agenda Setting

Yang pertama kali dilakukan pada tahapan ini adalah menentukan masalah publik yang akan dipecahkan. Pada hakekatnya masalah di ditentukan melalui proses problemstructuring.

Woll (1996) mengemukakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

a) Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat

b) Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang pernah dilakukan

c) Isu tersebut mampu dikaitkan dengan isu – isu nasional atau politik yang ada

d) Terjadinya kegagalan pasar (market failure) Hasil Guna

Kebijakan Hasil Kebijakan

Rekomendasi Evaluasi

Peliputan

Tindakan Kebijakan


(39)

e) Tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik

Menurut Dunn (1994)problemstructuring memiliki 4 fase yaitu :

a) Pencarian masalah (problem search) b) Pendefenisian masalah (problen definition) c) Spesifikasi masalah (problem spesification) d) Pengenalan masalah (problem setting)

Sedangkan teknik yang dapat dilakukan untuk merumuskan masalah adalah analisis batasan masalah, analisis klarifikasi, analisis hirarki dan brainstroming, analisis multi prespektif, analisis asumsional serta pemetaan argumentasi.

2. Policy Formulation

Woll (1966) berpendapat bahwa formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap analisis kebijakan publik mulai menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan yang terbaik dari kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain.

3. Policy Adoption

Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para stekeholders atau pelaku yang terlibat.


(40)

Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit – unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya (teknologi dan manajemen), dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Menurut Patton dan Sawicki(1993) bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, mengintreprestasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.

5. Policy Assesment

Dalam tahapan ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakan dalam program kebijakan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai – nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah.

2.2. Implementasi Kebijakan

2.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Pembuatan kebijakan tidak berakhir setelah kebijakan ditentukan atau disetujui. Seperti dinyatakan Anderson : “ Kebijakan dibuat saat ia sedang diatur


(41)

dan diatur saat sedang dibuat “(Anderson, 1975 : 98)”. Implementasi adalah pelaksanaan pembuatan kebijakan dengan cara – cara lain, akan tetapi biasanya kita cenderung menganggap sistem politik sebagai yang menambah problem, dengan menarik garis pemisah antara kebijakan dan administrasi. (Parson, 2008 : 464)

Perbedaan antara kebijakan sebagai politik dan administrasi sebagai implemenatsi, maka penjelasan tentang implementasi akan dikaji lebih lanjut dengan memberikan pengertian terhadap studi implementasi. Studi implementasi adalah studi perubahan, yaitu bagaimana perubahan terjadi, merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Leo Agustino (2006:138), yaitu:

”Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien.”

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn dalam Leo Agustino (2006 : 139) mendefinisikan implementasi kebijakan, sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau


(42)

kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”

Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan, dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yakni pendekatan top down, yang muncul pertama kali. Model ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa – apa yang diperintahkan, dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem. Sedangkan model bottom up menekankan pada fakta bahwa implementasi dilapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan, namun pada dasarnya mereka bertitik - tolak pada asumsi - asumsi yang sama dalam bentuk mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi. (Parson, 2008 : 463 - 471)

Berangkat dari perspektif tersebut, maka timbullah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Sampai sejauhmana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten dengan keputusan kebijakan tersebut?

2. Sejauhmana tujuan kebijakan tercapai?

3. Faktor-faktor apa yang secara prinsipil mempengaruhi output dan dampak kebijakan?

4. Bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan kembali sesuai pengalaman lapangan?

Empat pertanyaan tersebut mengarah pada inti sejauhmana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah digariskan para pembuat kebijakan dilevel pusat. Fokus tersebut membawa konsekuensi pada


(43)

perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai ukuran efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.

2.2.2. Model-Model Implementasi Kebijakan Publik

Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung, saling menentukan dan saling membentuk.

Dalam bukunya Public Policy, Riant Nugroho (2009, 494-495) memberi makna implementasi kebijakan sebagai “cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang”.

Ditambahkan pula, bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu: langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tesebut. Para ilmuwan yang mengembangkan pendekatan ini adalah antara lain Richard Matland (1995), Helen Ingram (1990), dan Denise Scheberle (1997).

2.2.2.1Model Van Meter dan Van Horn

Model yang paling klasik, yakni model yang diperkenalkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn (1975). Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,


(44)

implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel berikut:

1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi 2. Karakteristik agen pelaksana/implementator

3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik

4. Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor.

Model implementasi kebijakan ini dipengaruhi 6 faktor, yaitu :

1) Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan dan keputusan kebijakan secara umum. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiintrepretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen impelementasi.

2) Sumberdaya kebijakan berupa dana pendukung implementasi. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumberdaya non manusia (non human resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti program jaringan pengaman sosial (JPS) untuk kelompok miskin dipedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

3) Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksanaan untuk memakai tujuan yang hendak dicapai bagi keberhasilan suatu program.


(45)

4) Karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program, mencakup struktur birokrasi, norma – norma, dan pola – pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5) Kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok – kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

6) Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan. Disposisi implementor ini mencakup akan tiga hal, yakni : (a) Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, (c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Gambar 2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Komunikasi antar organisasi


(46)

Sumber : Van Meter dan Horn, 1975 : 463

2.2.2.2Model Grindle(1980)

Model Implementasi Kebijakan Publik yang dikemukakan Grindle (1980:7) menuturkan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh Content of Policy (isi kebijakan) dan Contex of Implementation (konteks implementasinya).

Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:

1) Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected). 2) Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).

3) Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned). 4) Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).

5) Para pelaksana program (program implementators). Ukuran dan tujuan

Kebijakan

Sumber daya

Karakteristik badan pelaksana

Disposisi

Pelaksana

Kinerja

Implemen tasi

Lingkungan ekonomi,sosial dan politik


(47)

6) Sumber daya yang dikerahkan (Resources commited).

Gambar 2.3 Model Implementasi Kebijakan Grindle

Tujuan yang ingin dicapai

mengukur keberhasilan Sumber : Samodra Wibawa, 1994 : 23

Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud : Melaksanakan kegiatan

dipengaruhi oleh :

(a) Isi Kebijakan

1. Kepentingan yang dipengaruhi 2. Tipe manfaat 3. Derajat perubahan

yang diharapkan 4. Letak pengambilan

keputusan 5. Pelaksana program 6. Sumberdaya yang

dilibatkan

Hasil kebijakan

a. Dampak pada masyarakat, individu, dan kelompok

b. Perubahan dan penerimaan oleh masyarakat

Tujuan kebijakan

Program aksi dan proyeksi individu yang didesain dan dibiayai

Program yang dijalankan seperti direncanakan ?


(48)

1) Kekuasaan (power).

2) Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involved).

3) Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristics).

4) Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness).

2.2.2.3Model Mazmanian dan Sabatier ( 1983 )

Model yang dikembangkan Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) yang mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model Mazmanian dan Sabatier disebut model kerangka analisis implementasi (a framework for implementation analysis).

Mazmanian - Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel, yaitu:

1. Variabel Independen

Mudah - tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki


(49)

Diartikan sebagai kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana yang memiliki keterbukaan kepada pihak luar, variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio – ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan resorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

3. Variabel Dependen

Yaitu tahapan dalam proses implementasi kebijakan publik dengan lima tahapan, yang terdiri dari : pertama, pemahaman dari lembaga atau badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana; kedua, kepatuhan objek; ketiga, hasil nyata; ke empat, penerimaan atas hasil nyata; dan ke-lima, tahapan yang mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan, baik sebagian maupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.

Gambar 2.4 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Karakteristik Masalah :

1. Ketersedian teknologi dan teori teoritis 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi


(50)

Sumber : Samodra Wibawa, 1994:26

2.2.2.4Model George Edward III ( 1980 )

Menurut George Edward III administrasi publik adalah lack of attention to implementation. Dikatakannya, without effective implementation the decission of policymakers will not be carried out successfully. Edward menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan beureucratic structures.

1) Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan.

Daya Dukung Peraturan 1. Kejelasan / konsistensi, tujuan / sasaran 2. Teori kausal yang memadai

3. Sumber keuangan yang mencukupi 4. Integrasi organisasi pelaksana 5. Dikresi pelaksana

6. Rekrutmendari pejabat pelaksana 7. Akses formal pelaksana keorganisasi lain

Variabel Non – Peraturan

1. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi 2. Perhatian pers terhadap masalah kebijakan 3. Dukungan publik

4. Sikap dan sumberdaya kelompok sasaran utama 5. Dukungan kewenangan

6. Komitment dan kemampuan pejabat pelaksana

PROSES IMPLEMENTASI

Keluaran kebijakan Kesesuain

Dari organisasi keluaran Dampak aktual Dampak yang


(51)

2) Resources berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif. 3) Disposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk

carry out kebijakan publik tersebut, kecakapaan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.

4) Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangan adalah bagaimana agar tidak terjadi beureucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara lembaga-lembaga negara dan/ atau pemerintahan.


(52)

Sumber: Winarno, 2002: 125

2.3. Identifikasi Hubungan Antar Variabel Implementasi dalam Penelitian Pelaksanaan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Maksudnya, adalah pada tahap ini bermacam alternatif strategi diperhitungkan dengan menggunakan kriteria yang berdasarkan atas nilai – nilai yang ada dalam masyarakat. Perhitungan nilai – nilai bergantung pada pendekatan yang dipakai. Pendekatan – pendekatan ini mempunyai nilai berbeda dalam melihat hakekat dari kebijakan publik yang dengan sendirinya mempunyai pengaruh pada proses kebijakan publik.

Di karenakan penelitian sosial pada dasarnya merupakan usaha mencari hubungan diantara variabel – variabel maka atribut apapun juga tidak bervariasi tidak dapat hubungannya dengan sesuatu yang lain. Oleh karena itu seorang peneliti perlu melakukakn identifikasi terlebih dahulu terhadap variabel penelitiannya. Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel – variabel utama dalam penelitian dan penetuan fungsinya masing – masing. Untuk memudahkan pengertian akan fungsi setiap variabel, kita lihat lebih dahulu


(53)

gambar 2.6 yang menggambarkan suatu hubungan umum yang sederhana diantara variabel – variabel berikut ini :

Gambar : 2.6 Hubungan antara variabel -variabel V

VV

Variabel Bebas Variabel Tergantung Sumber : Saifuddin Azwar 1998 : 61

Dalam gambar 2.6, V4 adalah suatu variabel yang variasinya dipengaruhi oleh variasi beberapa variabel lain yaitu, V1, V2,dan V3. Variasi variabel V1, V2,dan V3 dapat terjadi secara alamiah dan dapat pula terjadi lewat manipulasi atau kehendak peneliti sedangkan variasi variabel V4 dalam model ini tergantung pada variasi ketiga variabel tersebut. Variabel V1, V2,dan V3 merupakan variabel bebeas ( independent ) dan variabel V4 merupakan variabel tergantung ( dependent ).

Variabel tergantung ( dependent ) adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain. Besarnyavariabel tersebut diamati dari ada – tidaknya, timbul – hilangnya, membesar – mengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain. Maksudnya variabel tergantung tersebut merupakan kinerja dari implementasi kebijakan tersebut. Sedangkan variabel ( independent ) adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain, yaitu faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kinerja impelementasi tersebut.

V2


(54)

Kinerja implementasi kebijakan merupakan variabel pokok yang akan dijelaskan dalam variabel – variabel lain. Kinerja implemntasi tersebut digambarkan secara sederhana dalam tingkat pencapaian tujuan dari kebijakan tersebut. Sedangkan variabel independent merupakan variabel yang di harapkan mampu menjelaskan kinerja dari seluruh kebijakan tersebut. Variabel independent ini menjelaskan keseluruhan faktor yang memiliki keterkaitan dengan proses implementasi kebijakan yang dilakukan oleh BPM sendiri terhadap investasi yang berada di wilayah Kota Medan.

2.4. Hasil - hasil Penelitian Terdahulu mengenai Pelaksanaan Pengawasan Penanaman Modal Dalam Implementasi Kebijakan

Secara umum, pengawasan diartikan adalah suatu tindakan yang dilakukan agar tidak terjadi pelanggaran, atau tidak menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan. Menurut GR Terry pengawasan diartikan sebagai kontroling yaitu proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standart, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standart. Menurut Saragih ( 1982 : 88 ), pengawasan adalah kegiatan menajer yang mengusahakan agar pekerjaan – pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan hasil yang dikehendaki.

Berdasarkan pengertian diatas peneliti mengambil atau mencantukmakn beberapa penelitian terdahulu, sebagai bahan pertimbangan terhadap isu yang akan diteliti yaitu mengenai pengawasan. Badan Koordinasi Penanaman Modal


(55)

Daerah. Pada penelitian ini Rizky Wahyu Moch. Azhar melakukan penelitian di Provinsi Jawa Barat mengenai pengawasan pada PMA dan PMDN. Di awal penelitiannya ditemukan suatu permasalahan terutama dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pembinaan masih terdapat banyak hal yang menjadi kendala bagi Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat diantaranya yang paling mendasar belum adanya petunjuk teknis yang dimiliki oleh pemerintah daerah, adanya otonomi daerah yang mewarnai kelembagaan investasi di Kabupatenn/Kota yang berbeda-beda kondisi ini mengakibatkan lemahnya koordinasi sering terjadi mutasi pegawai di Kabupaten/Kota khususnya aparatur penanaman modal sehingga mengakibatkan kurang memahami wawasan dan pengetahuan tentang penanaman modal, peraturan daerah yang membebani para investor sehingga biaya ekonomi menjadi tinggi. Kesadaran investor untuk menyampaikan LKPM berkisar antara 4-6%. Kompleksnya permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus disikapi dengan penuh kesungguhan, cermat, teliti dan professional oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap proyek-proyek PMA dan PMDN dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Dalam pembahasan ini, menjelaskan mengenai Pengawasan Preventif oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) supaya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat. Pengawasan preventif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan


(56)

Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat pada dasarnya telah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat beberapa kekurangan, yaitu: tidak adanya Petunjuk Teknis (JUKNIS) tentang tata cara pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN yang berdampak pada ketidakjelasan batas kewenangan kegiatan Investasi antara Provinsi maupun Kabupaten dan Kota, ada ketidakjelasan dalam hal penerapan sanksi-sanksi kepada perusahaan PMA dan PMDN yang melanggar peraturan, pengorganisasian tim pengendalian tidak berjalan dengan apa yang seharusnya, dikarenakan peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih dominan dan daerah kurang dilibatkan. Serta dalam pengawasan represif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat masih terdapat kekurangan, antara lain: belum tersedianya berapa jumlah 105 perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, tahap pembangunan, dan tahap komersil, fungsi koordinasi masih lemah karena proses penyusunan perencanaan belum melibatkan lembaga teknis penanaman modal yang berada di Kabupaten dan Kota, laporan pelaksanaan tugas tim pengendalian dan pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN baru dilakukan secara tertulis dan belum di evaluasi oleh pimpinan untuk mengetahui kinerja tim berdasarkan tingkat struktural.

Dari penelitian diatas dapat diketahui bahwa pengawasan penanaman modal dibidang investasi masih minim. Pengawasan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan penanaman modal memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 belum terlaksana dengan baik. Pengawasan mempunyai peran yang sangat


(57)

penting sebagai suatu upaya yang diperlukan agar rencana investasi yang disetujui oleh pemerintah bagi para penanam modal melalui pemberian persetujuan dapat direalisasikan dengan baik tanpa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan.

Penelitian yang dilakukan Suranto, SH., MH dan Isharyanto, SH., MH dalam joernal yang berjudul “Pengembangan Investasi Daerah Melalui Model Pelayanan Birokrasi Responsif di Kabupaten Sragen dan Kota Surakarta”. Mereka menyebutkan bahwa kendala yang dihadapi dalam Pengembangan Investasi Derah Menuju Modal Pelayanan Birokrasi Yang Responsif di Kota Surakarta, adalah : a) Kendala dunia usaha

Pembinaan dan pengembangan dunia usaha telah dilakukan dengan berbagai upaya seperti : pembinaan dan pelatihan manajemen usaha, promosi dagang,pameran – pameran industri dan perdagangan, baik lokal maupun nasional dan Internasional. Dunia usaha yang berkembang tersebut kemudian mengalami penurunan akibat kerusuhan sehingga banyak fasilitas – fasilitas perdagangan mengalami kerusakan. Selain itu kondisi krisis ekonomi yang dampaknya melanda sampai kedaerah, telah menurunkan daya beli masyarakat, melemahkan sendi-sendi produksi, banyak kegiatan industri yang terhenti sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak dapat dihindarkan dan akhirnya pengangguran dan keluarga miskin menjadi meningkat.

Permasalahan dunia usaha tidak hanya disebabkan oleh ketidak berdayaan pelaku usaha menghadapi krisis ekonomi, tetapi seringkali dikarenakan lingkungan usaha ynag berubah dan menjadi kurang mendukung perkembangan dunia usaha.


(58)

Kebijakan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah kadang juga bersifat kontra produktif terhadap perkembangan dunia usaha. Dampak permasalahan dunia usaha ini tidak semata – mata menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga banyak terkait dengan masalah – masalah sosial serta keamanan dan ketertiban masayarakat.

b) Kendala sumber daya manusia (SDM)

Masalah – masalah yang berkenaan dengan sumberdaya manusia adalah mencakup masalah pendapatan masayarakat yang belum optimal dan merata, pendidikan danketerampilan yang masih relatif terbatas, pelayanan kesehatan yang masih mahal dan belum merata dan lain – lain.

c) Kendala mengenai birokrasi dan hukum

Pelayanan publik yang dikeluhkan terutama terkait dengan ketidak pastian biaya dan lamanya waktu berurusan dengan perizinan birokrasi.

Kemudian didalam joernal Zainal Aqli, Deni Slamet Pribadi, dan Nur Arifudin yang membahas tentang “Pelaksanaan Pengawasan Kegiatan Investasi Oleh Badan Perizinan Dan Penanaman Modal Daerah Di Kalimantan Timur”. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pweijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan antara nilai rancana dan realisasi penanaman modal yang diterbitkan oleh BPPMD.

Dari penelitian tersebut kendala yang dihadapi oleh BPPMD yaitu lemahnya pengawasan terhadap izin prinsip yang dilakukan oleh Sub Bidang Pembinaan Dan Pengawasan Penanaman Modal BPPMD, kurangnya sumberdaya yang


(59)

dimiliki BPPMD, kurangnya pembinaan ke perusahaan penanaman modal mengenai penyampaian Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), dan koordiansi yang kurang antara instansi / lembaga dibidang penanaman modal baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

2.5. Variabel – variabel yang dianggap relevan dalam mempengaruhi Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010.

Proses pelaksanaan kebijakan pemerintah terdapat banyak model-model dalam mengimplementasikan kebijakan yang menggunakan pendekatan top-down dan setiap model menawarkan variabel - variabel yang mempunyai kesamaan juga perbedaan dengan model yang lain, namun dalam penelitian ini tidak semua model tersebut efektif digunakan.

Setelah proses legislasi kebijakan selesai, maka kebijakan publik di implementasikan. Dalam tahap implementasi kebijakan, isi kebijakan, dan akibat – akibatnya mungkin akan mengalami modifikasi dan elaborasi bahkan mungkin akan dinegasikan.

Sebagaimana di ungkapkan Lester dan Stewart 2000( dalam buku Solahuddin Kusumanegara, 47 ), implementasi adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalu proses politik. Kalimat tersebut seolah – olah menunjukkan bahwa implementasi lebih bermakna non politik, yaitu administratif. Secara luas implementasi dapat didefenisikan sebagai proses administrasi dari hukum yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan.


(60)

Teori – teori implementasi berkembang seiring dengan hasil riset yang dilakukan para ahli kebijakn publik. Dari berbagai studi implementasi yang telah dilakukan, studi yang dianggap secara subtansial membantu perkembangan teori implementasi adalah studi yang dilakukan oleh Pressman dan Wildavky pada akhir 1960an. Pressman dan Wildavky melakukan penelitian dalam bentuk studi kasus yang difokuskan pada kesulitan – kesulitan yang dialami pemerintah Kota Oakland di California ketika melaksanakan program latihan personil federal. Islamy (2001) mendeskripsikan studi tersbut sebagai berikut :

“... Dari hasil kajian, mereka menunjukkan bahwa kebijakan tersebut gagal dilaksanakan. Mereka menginterview aktor – aktor yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, menilai hasil kebijakannya, dan mengkaji sebab – sebab mengapa kebijakan tersebut gagal dilaksanakan. Pada prinsipnya implementasi adalah merupakan suatu kecakapan atau kemapuan untuk mewujudkan hubungan sebab akibat sehingga kebijakan yang telah dibuat dapat memberikan hasil. Implementasi menjadi semakkin tidak efektif bila hubungan yang ada diantara berbagai agensi yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut terjadi “defisit”. Oleh karena itulah kebijaakn yang gagal dilaksanakan itu perlu dikaji / dianalisis untuk dicarikan cara pemecahannya., yaitu : tujuan kebijakan harus didefenisikan dengan jelas dan dipahami oleh semua pihak ; sumber – sumber yang diperlukan harus tersedia dengan cukup ; rantai komando harus dapat menyatukan dan mengawasi semua sumber – sumber ; sistem komunikasi harus berjalan dengan efektif ; pengawasan yang ketat harus dilakukan terhadap individu dan organisasi yang terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan tersebut”.

Maka atas kasus yang ditelitinya, Pressman dan Wildavsky menyarankan pada pembuatan kebijakan menerapkan pendekatan top – down dalam melaksanakan kebijakan agar berhasil. Studi ini memberi energi untuk pengembangan lebih lanjut teori – teori dan kerangka analistis implementasi kebijakan, diantaranya sekarang dikenal dua pendekatan yaitu : top – down dan bottom – up. Namun dalam perkembangannya studi implementasi, para penulis studi implementasi pun banyak memiliki keragaman pendapat tentang


(61)

kompleksitas variabel yang dapat terlibat didalamnya. Ada beberapa penulis yang berani menggunakan semua variabel – variabel peneliti tersebut , tetapi tidak sedikit pula yang yang mencoba untuk lebih mngembangkan model – model yang ada sesuai dengan yang terindentifikasi dalam studi mereka.

Secara umum suatu kebijakan dianggap berkualitas dan mampu dilaksanakan bila mengandung elemen berikut ; pertama, tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai atau alasan yang dipakai untuk mengadakan kebijakan itu. Tujuan atau alasan suatu kebijakan dapat dikatakan baik, jika tujuan itu ; a) rasional, artinya tujuan dapat dipahami dan diterima oleh akal sehat. Ini terutama dilihat dari faktor – faktor pendukung yang tersedia. Suatu kebijakan yang tidak mempertimbangkan faktor pendukung, tidak dapat dianggap kebijakan yang rasional ; b) diinginkan ( desirable ), tujuan dari kebijakan menyangkut kepentingan orang banyak, sehingga mendapat dukungan dari banyak pihak. Kedua, asumsi yang dipakai dalam proses perumusan kebijakan itu realistis. Asumsi tidak mengada – ada. Asumsi menentukan sikap validitas suatu kebijakan. Ketiga, informasi yang digunakan cukup lengkap dan benar. Suatu kebijakan menjadi tidak tepat kalau didasarkan pada informasi yang tidak benar atau sudah kadaluarsa ( out of date ). Oleh karena itu dalam studi implementasi yang perlu diingat bahwa pelaksanaan kebijakan adalah upaya pemerintah untuk memenuhi keinginan masyarakat yang tidak terlepas dari berbagai konflik politik dalam masyarakat. Untuk itu, dalam hubungan dengan strategi ini juga perlu diingat pelaksanaan suatu kebijakan pada dasarnya adaalh suatu perubahan atau transformasi yang bersifat multiorganisasional atau bersifat umum (grand theory).


(1)

masyarakat. Tentu saja langkah ini bukanlah hal baru bagi pemerintahan (BPM Kota Medan), BPM sudah dengan sendiri memberikan berbagai insentif kepada investor yang melakukan investasi di Kota Medan yaitu dengan tidak membiarkan pembirian tips atau uang sogokan untuk memperlancar proses kegiatan investasi, namun memberikan kemudahan dalam menyusun administrasi investasi, semua itu diberikan secara gratis.

7.2 Saran – Saran

1. Berdasarkan Perwal Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanaman Modal Kota Medan dalam melaksanakan kegiatan pengawasan PMA dan PMDN di Kota Medan. Kebijakan itu ternyata tidak secara otomatis menyelesaikan permasalahan pelayanan publik oleh instansi pemerintah yang selama ini bercitra buruk, berbelit-belit, lamban, dan berbiaya mahal. Hal tersebut berkaitan dengan persoalan seberapa jauh berbagai peraturan pemerintah tersebut disosialisasikan di kalangan aparatur pemerintah dan masyarakat, serta bagaimana infrastruktur pemerintahan, dana, sarana, teknologi, kompetensi sumberdaya manusia (SDM), budaya kerja organisasi disiapkan untuk menopang pelaksanaan berbagai peraturan tersebut, sehingga kinerja pelayanan publik menjadi terukur dan dapat dievaluasi keberhasilannya. Pemerintah pusat harus benar – benar memberikan kewenangan yang substansional terhadap penanaman modal daerah dalam mengatur dan mengurus investor di daerah masing – masing. Peraturan –


(2)

peraturan tersebut perlu direvisi agar adanya kejelasan tentang tugas dan tanggung jawab BPM Kota Medan dalam investasi.

2. Untuk meningkatkan efektifitas dari pelaksanaan kebijakan Perwal tersebut, BPM sebaiknya menyusun program – program apa saja yang dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di Kota Medan. Dan sebaiknya menyusun beberapang langkah – langkah atau strategi – strategi kelembagaan dalam meningkatkan investasi di Kota Medan.

3. Pengawasan yang dilakukan BPM Kota Medan terhadap PMA dan PMDN sedikit monoton karena hanya melakukan pembuatan SK monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaporan hasil monitoring, evaluasi dan pelaporan, pemutakhiran data PMDN dan PMA. Dalam hal ini hendaknya BPM Kota Medan juga harus lebih memberdayakan PMA dan PMDN dalam pengembangan peluang potensi daerah.

4. Proses Pelaksanaan Kebijakan Perwal tersebut sebenarnya sudah cukup dikatakan berhasil khususnya dibidang pengawasan sendiri. Namun dengan demikian BPM juga perlu peningkatan pelayanan kepada masyarakat untuk menciptakan citra yang baik khususnya pelayanan di bidang Perizinan yang ditangani oleh Badan Penanaman Modal Kota Medan seperti Penerbitan Izin rekomendasi Penanaman Modal di Kota Medan.

5. Tidak adanya koordinasi antara BPM dan DISPENDA menyulitkan peneliti melakukan penelitian, namun dalam hal ini harapan sebenarnya adalah bagaimana menciptakan efesiensi dan efektivitas dibidang


(3)

koordinasi tersebut, agar pengawasan yang dilakukan juga dapat membantu kinerja baik BPM ataupun DISPENDA Kota Medan.

DAFTAR PUSTAKA


(4)

Ardani, Tristiadi, Ardi dan Rahayu Iin Tri. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang : Bayu Media Publishing

Azwar, Saifuddin. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset Basrowi, dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka

Cipta

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial : Format – Format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press

Dunn, William M. 2003. Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Feliatra, DEA. dan Amraini, Zul Said. 2003. Strategi Penyusunan Rencana Penelitian Berdaya Saing Tinggi. Pekan Baru : UNRI Press

Ginting, Budiman. 2007. Hukum Investasi : Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing. Medan : Pustaka Bangsa Press

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok – pokok Materi Metodoligi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor : Ghalia Indonesia

Ilmar, Amnuddin. 2007. Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. Jakarta : Kencana

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta : Gava Media

Jones, O Charles. 1994. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor Kebijakan Publik. Jakarta : Gava Media

Lusiana, dan Setiawan Yudhi. 2012. Usaha Penanaman Modal di Indonesia. Depok : PT Rajagravindo Persada

Moekijat. 1995. Analisis Kebijakan Publik. Bandung : Mandar Maju

Nugroho, Riant. 2009. Kebijakan Implementasi, (Yogyakarta : Pustaka Belajar,) Parsons, Wayne. 2008. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analisis


(5)

Richard L. Daft. 2005. EvaluasiKinerja Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rokhmatussa’diyah, Ana dan Suratman. 2011. Hukum Investasi dan Pasar Modal. Jakarta : Sinar Grafika Offset

Sembiring, Sentosa. 2010. Hukum Investasi : Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Bandung : CV. Nuansa Aulia

Soejono, dan H. Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian : Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Subagyo, Joko P. 1997. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta

Subarsono, A.G. 2005. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori, dan Aplikasi). Yogayakarta : Pustaka Pelajar

Sumarsono, 1984. Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal dan Pasar Modal / Problems Of Invesment In Equitiesand In Secuirities. Bandung : Bina Cipta

Supardi. 2005. MetodologiPenelitian.Bandung: PenerbitAlfabeta.

Tambunan, Tulus. 2006. Iklim Investasi Di Indonesia : Masalah, Tantangan, dan Potensi. Jakarta : Kadin Indonesia

Tankilisan, Hessel Nogi S. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi : Konsep, Strategi, dan Kasus. Yogyakarta : Lukman Offse & Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia

Widjaya, Rai, I.G. 2005. Penanaman Modal : Pedoman Prosedur Mendirikan Perusahaan Dalam Rangka PMA dan PMDN. Jakarta : PT Pradnya Paramita

Sumber Perundang – Undangan

Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Undang – Undang Nomor 11 & 12 tahun 1970 Tentang Penanaman Modal


(6)

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan

Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi Badan Penanaman Modal Kota Medan

Peraturan Walikota Medan Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pendelegasian Wewenang Pengelolaan Perizinan dan Nonperizinan Bidang Penanaman Modal

Himpunan Peraturan Tentang Penanaman Modal Terkait Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Bidang Penanaman Modal Di Kota Medan Edisi 3 jilid 1

Sumber Internet

Yuranisa. 2013. Mengunggah Makalah Pendelegasian Wewenang

Pemerintah Kota Medan 2013. Mengunggah Potensi Kota Medan 20 : 00 wib.


Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Wali Kota No 35 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Di Kota Medan

3 70 113

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

23 220 103

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Politik Anggaran Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Pajak Daerah (Studi Kasus: Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan)

1 64 108

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Studi Tentang Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk Aliran Kepercayaan “Parmalim” Di Kota Medan)

8 91 141

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

8 145 136

Pelaksanaan Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran 2002 Walikota Medan Setelah Keluarnya...

0 20 5

2.1 Kerangka Teori - Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

0 0 62

1.1 Latar Belakang - Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

0 0 17

PROSES PELAKSANAAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL KOTA MEDAN (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Il

0 0 15