Penerapan Preventive Maintenance Untuk Meningkatkan Reliability Pada Boiler Feed Pump PLTU Tarahan Unit 3 & 4

(1)

PENERAPAN PREVENTIVE MAINTENANCE

UNTUK MENINGKATKAN RELIABILITY PADA BOILER FEED PUMP PLTU TARAHAN UNIT 3 & 4

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

OLEH

M E L K I S A P U T R A 0 8 0 4 2 3 0 3 7

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Pemeliharaan dan perawatan merupakan kegiatan untuk menjamin mesin dapat bekerja sebagaimana mestinya. Pemeliharaan dan perawatan menyeluruh untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dikenal dengan Preventive Maintenance. pemeliharaan keterlibatan operator melalui kegiatan autonomous maintenance.

PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan Sektor Tarahan merupakan salah satu perusahaan penghasil listrik dan semua mesinnya beroperasi selama 24 jam. Beroperasinya mesin secara continuos menyebabkan menurunnya tingkat kehandalan sekitar 10% (data dari kinerja pembangkit) dan menyebabkan sering terjadinya breakdown dan downtime yang tinggi pada mesin-mesinnya terutama pada mesin BFP (Boiler Feed Pump). Sehingga kegiatan proses produksinya terhambat dan kehilangan biaya produksi yang cukup besar dan biaya perbaikan sekitar 2 miliar per bulan (data akuntansi).

Metode preventive maintenance merupakan suatu solusi yang dipertimbangkan dalam memperbaiki kinerja mesin yang ada. Perawatan yang teratur (sesuai jadwal) dapat meningkatkan kinerja mesin yang berpengaruh terhadap kehandalan unit dan dapat mengurangi tingkat kerusakan mesin, Dari metode preventive maintenance saat ini, untuk kerusakan BFP mengalami pengurangan, terlihat dari data pemeliharaan belum ada kerusakan sampai bulan februari 2013, dan data ini didukung dari perhitungan yang telah dilakukan.

Dari perhitungan yang dibuat penggantian waktu berkala untuk valve selang waktunya 30 hari sedangkan untuk motor 110 hari, dari pergantian berkala maka terdapat peningkatan reliability pada valve BFP sekitar 49%, sedangkan pada motor mengalami penurunan 9.67% kemungkinan penyebabnya karena terlalu singkatnya jenjang waktu perbaikan. Untuk perhitungan Availability pada valve sebesar 97 % sedangkan motor 98 % ini berarti pada saat terjadi kerusakan dapat langsung diperbaiki oleh pihak pemeliharaan karena ketersediaan barang di gudang sudah terpenuhi.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini untuk diajukan sebagai tugas sarjana.

Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan Tugas Sarjana di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi Ekstensi Strata Satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul untuk Tugas Sarjana ini adalah “Penerapan Preventive Maintenance Untuk Meningkatkan Reliability Pada Boiler Feed Pump PLTU Tarahan Unit 3 & 4”.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, PLTU Tarahan Unit 3,4 Lampung Selatan , dan pembaca lainnya.

Medan, Februari 2013 Penulis,


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama penyusunan Laporan Tugas Sarjana ini, Penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan berbangga hati, Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita, MT., sebagai Ketua Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT., selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik USU.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Koordinator Bidang Manajemen Rekayasa & Produksi, Bapak Ir. Mangara M Tambunan, M.SC., dan Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT. selaku Koordinator Tugas Sarjana di Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Ir. Anizar, M.Kes., sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Ikhsan,ST,M

Eng., selaku Dosen Pembimbing II Penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini, yang telah menyediakan waktunya untuk dapat memberikan bimbingan akademis kepada Penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini. 5. Bapak Mulyadi, selaku Manajer PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera

Bagian Selatan Sektor Tarahan, yang telah memberikan izin bagi Penulis untuk melakukan Riset Tugas Sarjana di perusahaan.

6. Bapak Nelson, selaku selaku pembimbing di PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan Sektor Tarahan, yang telah meluangkan waktunya


(10)

untuk memberikan bimbingan kepada Penulis selama melakukan penelitian di perusahaan.

7. Kepada teman-teman pegawai di PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan Sektor Tarahan yang membantu dalam memberikan semua data yang penulis butuhkan.

8. Kepada Ibu tercinta Laji Nurani Siregar. Spd., beserta saudara-saudara Penulis (Liza Septina) yang selalu memberikan doa, motivasi dan bantuan kepada Penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini.

9. Adelina Jelianti A.Keb, yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan doa, motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini 10.Mahasiswa teman satu angkatan di Departemen Teknik Industri USU yang

telah memberikan bantuan serta semangat kepada Penulis untuk menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini.

Akhirnya, semoga Tuhan selalu memberikan karunia dan berkat-Nya. Penulis menyadari bahwa tugas Sarjana yang disajikan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dan semoga Laporan Tugas Sarjana ini dapat memberikan manfaat.

Medan, Februari 2013 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalah ... I-1 1.2. Perumusan Permasalahan ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi Penelitian... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Laporan ... I-6

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.3. Visi dan Misi Perusahaan ... II-2 2.4. Letak Geografi Perusahaan ... II-3 2.5. Daerah Pemasaran ... II-4 2.6. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... II-4 2.6.1. Struktur Organisasi ... II-4 2.6.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-6 2.6.3. Jumlah Tenaga Kerja pada Perusahaan ... II-10 2.6.4. Jam Kerja ... II-11 2.6.5. Sistem Pengupahan ... II-12 2.7. Proses Produksi ... II-13 2.7.1. Standar Mutu Produk ... II-14 2.7.2. Bahan-bahan yang Digunakan ... II-17 2.7.2.1. Bahan Baku ... II-17 2.7.2.2. Bahan Tambahan Mengetahui ... II-17 2.7.2.3. Bahan Penolong ... II-18 2.7.3. Uraian Proses Produksi ... II-18 2.8. Safety and Fire Protection ... II-20 2.9. Limbah ... II-21


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN III LANDASAN TEORI

3.1. Pemeliharaan (Maintenance) ... III-1 3.1.1. Pengertian Pemeliharaan ... III-1 3.1.2. Tujuan Pemeliharaan ... III-4 3.1.3. Jenis Pemeliharaan ... III-6 3.1.3.1. Corrective Maintenance (CM) ... III-6 3.1.3.2. Preventive Maintenance (PM) ... III-10 3.1.3.3. Pemeliharaan Produktif secara Total (TPM)... III-15 3.2. Konsep-konsep Pemeliharaan ... III-19 3.2.1. Konsep Hubungan Waktu dalam Maintenance ... III-19 3.2.2. Konsep Breakdown (Downtime) ... III-21 3.2.3. Konsep Reliability (Kehandalan) ... III-24 3.2.4. Konsep Availability (Ketersediaan) ... III-26 3.2.5. Konsep Maintainability (Keterawatan) ... III-26 3.3. Distribusi Kerusakan ... III-28 3.3.1. Distribusi Weibull ... III-28 3.3.2. Distribusi Eksponential ... III-30 3.3.3. Distribusi Normal ... III-30 3.3.4. Distribusi Lognormal ... III-31


(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 3.4. Identifikasi Kerusakan Distribusi ... III-32

3.4.1. Index of Fit (r) ... III-32 3.4.2. Uji Kebaikan Suai (Goodness of Fit) ... III-36 3.5. Nilai Tengah dari Distribusi Kerusakan

(Mean Time to Failure) ... III-37 3.6. Nilai Tengah dari Distribusi Perbaikan

(Mean Time to Repair) ... III-38 3.7. Reliabilitas dengan Preventive Maintenance dan Tanpa

Preventive Maintenance ... III-38

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-2 4.4. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.5. Prosedur Penelitian ... IV-4 4.6. Pelaksanaan Penelitian ... IV-4 4.7. Pengumpulan Data ... IV-4 4.7.1. Sumber Data ... IV-4 4.7.2. Metode Pengumpulan Data Penelitian ... IV-5


(15)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 4.8. Pengolahan Data ... IV-6

4.8.1. Penentuan Mesin dan Komponen Kritis ... IV-6 4.8.2. Perhitungan TTF (Time To Failure) dan TTR (Time

To Repair) untuk Masing-masing Komponen ... IV-6 4.8.3. Identifikasi Distribui pada TTF (Time To Failure)

Dan TTR (Time To Repair) pada Masing-masing

Komponen ... IV-7 4.8.4. Menentukan Index of Fit ... IV-7 4.8.5. Melakukan Goodes of Fit Test pada Masing-masing

Komponen ... IV-8 4.8.6. Menentukan Distribusi yang Digunakan ... IV-8 4.8.7. Perhitungan Parameter dari Masing-masing

Distribusi dan Perhitungan MTTF (Mean Time To

Failure) dan MTTR (Mean Time To Repair) ... IV-9 4.8.8. Perhitungan dan Perbandingan Kehandalan

(Reliability) pada MTTF Tanpa dan Dengan

Preventive Maintenance ... IV-10 4.8.9. Perhitungan dan Perbandingan Total Downtime

Sebelum dan Sedah Preventive Maintenance ... IV-10 4.9. Analisa Pemecahan Masalah ... IV-10


(16)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-11

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Tahap Pelaksanaan ... V-1 5.1.1. Membentuk Pemeliharaan Terencana ... V-1 5.1.2. Preventive Maintenance Analysist ... V-2 5.1.3. Penentuan Lini Produksi Kritis ... V-3 5.1.4. Penentuan Nomor Mesin Kritis ... V-5 5.1.5. Penentuan Penggantian Sparepart ... V-6 5.1.6. Perhitungan Selang Waktu Kerusakan dan

Downtime Kerusakan ... V-8 5.1.7. Perhitungan Index of Fit dan Pemilihan Distribusi

Untuk Data Mean Time To Failure (MTTF)... V-9 5.1.7.1. Perhitungan Index of Fit dan Pemilihan

Distribusi untuk Data Mean Time to

Failure (MTTF) ... V-10 5.1.7.2. Perhitungan Index of Fit dan Pemilihan

Distribusi untuk Data Mean Time to

Repair (MTTR) ... V-17 5.1.8. Uji Kecocokan Distribusi (Goodness of Fit Test) ... V-21


(17)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 5.1.9. Perhitungan Availability Jika Dilakukan

Pemeriksaan ... V-34 5.1.10. Perhitungan Availability Total ... V-35 5.1.11. Perhitungan Reliability Setelah Dilakukan

Preventive Maintenance ... V-36 5.2. Usulan Sistem Perawatan ... V-40

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Hasil ... VI-1 6.1.1. Identifikasi Distribusi

(Index of Fit dan Goodness of Fit) ... VI-1 6.1.2. Penentuan Mean Time To Failure (MTTF) ... VI-3 6.1.3. Penentuan Mean Time To Repair (MTTR) ... VI-4 6.1.4. Interval Waktu Penggantian Pencegahan ... VI-5 6.1.5. Tingkat Ketersediaan (Availability) ... VI-5 6.1.6. Tingkat Reliabilitas (Reliability) ... VI-6 6.2. Efektifitas Peralatan ... VI-7 6.3. Autonomous Maintenance ... VI-8 6.4. Preventive Maintenance ... VI-11 6.5. Analisa Penerapan Total Preventive Maintenance ... VI-12


(18)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2 DAFTAR PUSTAKA


(19)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Jumlah Pimpinan PT.PLN (Persero) Sektor

Pembangkitan Tarahan ... II-11 2.2. Jumlah Pegawai Pelaksana PT. PLN (Persero)

Sektor Pembangkitan Tarahan... II-11 2.3. Pengendalian Mutu Air ... II-15 2.4. Sampel Batu Bara ... II-16 2.5. Standar Mutu Limestone ... II-16 3.1. Nilai Parameter Bentuk (β) Distribusi Weibull ... III-29 5.1. Daftar Kerusakan BFP 2012 ... V-3 5.2. Tabel Kerusakan BFP ... V-5 5.3. Sparepart BFP 4B ... V-7 5.4. Data Kerusakan Valve BFP 4B ... V-9 5.5. Data Kerusakan Motor BFP 4B ... V-9 5.6. Tabel Perhitungan Index of Fit dengan distribusi Eksponensial ... V-10 5.7. Tabel Perhitungan Inde of Fit dengan Distribusi Lognormal... V-11 5.8. Tabel Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal ... V-12 5.9. Tabel Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull ... V-14


(20)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.10. Tabel Perbandingan Nilai Index of Fit valve ... V-15 5.11. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Ekponensial ... V-15 5.12. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal ... V-16 5.13. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal ... V-16 5.14. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull ... V-16 5.15. Tabel Perbandingan Nilai Index of Fit Motor (Time to Failure) ... V-17 5.16. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Ekponensial ... V-17 5.17. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal ... V-18 5.18. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal ... V-18 5.19. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull ... V-18 5.20. Tabel Perbandingan Nilai Index of Fit Valve (Time to Repair) ... V-19 5.21. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Ekponensial ... V-19 5.22. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal ... V-19 5.23. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal ... V-20 5.24. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull ... V-20 5.25. Tabel Perbandingan Nilai Index of Fit Motor (Time to Repair) ... V-20 5.26. Perhitungan Interval Penggantian Valve ... V-29 5.27. Perhitungan Interval Penggantian Motor ... V-33


(21)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.28. Perbandingan Availability Penggantian Pencegahan

Dan Pemeriksaan ... V-36 5.29. Perhitungan Reliability Valve ... V-37 5.30. Perhitungan Reliability Motor ... V-38 5.31. Perbandingan Reliability Sebelum dan Sesudah Preventive ... V-39 6.1. Pemilihan Distribusi Mean Time to Failure (MTTF) ... VI-2 6.2. Pemilihan Distribusi Mean Time to Repair (MTTR) ... VI-3 6.3. Pemilihan perbandingan Mean Time To Failure (MTTF) ... VI-3 6.4. Pemilihan perbandingan Mean Time To Repair (MTTR) ... VI-4 6.5. Interval Waktu Penggantian Pencegahan ... VI-4 6.6. Tingkat Availability Total ... VI-5 6.7. Tingkat Reliability Total ... VI-6 6.8. Hasil Preventive maintenanceAnalysist ... VI-14 6.9. Hasil Analisa Perbandingan Maintenance ... VI-17


(22)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. PLTU Tarahan ... II-1 2.2. Lokasi PLTU Tarahan ... II-3 2.3. Struktur Organisasi PLTU Tarahan ... II-5 2.4. Proses Flow Diagram PLTU Tarahan ... II-13 3.1. Relasi Konsep Maintenance ... III-13 3.2. Kurva Total Biaya Pemeliharaan ... III-17 3.3. Maintenance Time Relationship ... III-19 3.4. Langkah-langkah Pengurangan Breakdown ... III-24 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-4 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-12 5.1. Piechart Kerusakan Mesin ... V-5 5.2. Diagram Penggantian Part BFP ... V-6 5.3. Pareto Chat Sparepart BFP 4B ... V-8 5..4. Goodness of Fit Test Valve (Time to Failure) ... V-22 5.5. Goodness of Fit Test Motor (Time to Failure) ... V-23 5.6. Goodness of Fit Test Valve (Time to Repair) ... V-24 5.7. Goodness of Fit Test Motor (Time to Repair) ... V-26 5.8. Kurva Reliability Valve ... V-38 5.9. Kurva Reliability Valve ... V-39


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Tabel Standarized Normal Probabilites ... L-1 2. Schedul Pemeliharaan ... L-2 3. Kartu Kerusakan ... L-3 4. Logsheet Turbin ... L-4 5. Round Sheet Turbin ... L-5 6. Serah Terima shift ... L-6 7. Mesin Produksi ... L-7


(24)

ABSTRAK

Pemeliharaan dan perawatan merupakan kegiatan untuk menjamin mesin dapat bekerja sebagaimana mestinya. Pemeliharaan dan perawatan menyeluruh untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dikenal dengan Preventive Maintenance. pemeliharaan keterlibatan operator melalui kegiatan autonomous maintenance.

PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan Sektor Tarahan merupakan salah satu perusahaan penghasil listrik dan semua mesinnya beroperasi selama 24 jam. Beroperasinya mesin secara continuos menyebabkan menurunnya tingkat kehandalan sekitar 10% (data dari kinerja pembangkit) dan menyebabkan sering terjadinya breakdown dan downtime yang tinggi pada mesin-mesinnya terutama pada mesin BFP (Boiler Feed Pump). Sehingga kegiatan proses produksinya terhambat dan kehilangan biaya produksi yang cukup besar dan biaya perbaikan sekitar 2 miliar per bulan (data akuntansi).

Metode preventive maintenance merupakan suatu solusi yang dipertimbangkan dalam memperbaiki kinerja mesin yang ada. Perawatan yang teratur (sesuai jadwal) dapat meningkatkan kinerja mesin yang berpengaruh terhadap kehandalan unit dan dapat mengurangi tingkat kerusakan mesin, Dari metode preventive maintenance saat ini, untuk kerusakan BFP mengalami pengurangan, terlihat dari data pemeliharaan belum ada kerusakan sampai bulan februari 2013, dan data ini didukung dari perhitungan yang telah dilakukan.

Dari perhitungan yang dibuat penggantian waktu berkala untuk valve selang waktunya 30 hari sedangkan untuk motor 110 hari, dari pergantian berkala maka terdapat peningkatan reliability pada valve BFP sekitar 49%, sedangkan pada motor mengalami penurunan 9.67% kemungkinan penyebabnya karena terlalu singkatnya jenjang waktu perbaikan. Untuk perhitungan Availability pada valve sebesar 97 % sedangkan motor 98 % ini berarti pada saat terjadi kerusakan dapat langsung diperbaiki oleh pihak pemeliharaan karena ketersediaan barang di gudang sudah terpenuhi.


(25)

3. Mengkaji dampak penerapan preventive maintenance terhadap produktivitas perusahaan berdasarkan persepsi para tenaga kerja dan berdasarkan efisiensi mesin produksi.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu :

1. Bagi Perusahaan

a. Membantu perusahaan dalam melakukan kegiatan maintenance, sehingga perusahaan dapat merawat mesin-mesin yang ada atau selalu dalam keadaan yang siap pakai sehingga tidak menghambat jalannya suatu proses produksi.

b. Dapat meningkatkan kehandalan dari mesin-mesin yang ada sehingga kelancaran produksi tetap terjamin.

c. Dapat meminimasi total biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat meningkatkan kinerja dari mesin-mesin produksi dan memperlancar kegiatan proses produksi secara keseluruhan.

2. Bagi Mahasiswa

a. Memahami pentingnya preventive maintenance dan menerapkan teori yang ada untuk mendukung penyelesaian terhadap masalah perawatan mesin itu sendiri serta mampu menerapkan ilmu yang ada pada kondisi nyata di lapangan.


(26)

b. Mengembangkan kemampuan analisa sistem serta melakukan penyusunan suatu sistem informasi yang terkait dengan preventive maintanance pada mesin dan seluruh biaya yang terkait dengan preventive maintenance. c. Dapat menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.

3. Bagi Departemen Teknik Industri

Menambah cakrawala ilmu pengetahuan yang dapat menjadi literatur dan bahan referensi penelitian di Departemen Teknik Industri.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi Penelitian

Batasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah untuk mencapai tujuan dan memberikan ruang lingkup penelitian. Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan di lantai produksi proses air menjadi uap, tidak termasuk bagian kimia dan perubahan air laut menjadi air demin maupun proses batubara.

2. Data perawatan yang digunakan hanya 1 bulan

3. Sistem yang diteliti adalah sistem mesin tunggal yang memerlukan keandalan yang tinggi dan setiap unit memiliki dua keadaan yaitu up (berfungsi) atau down (rusak atau sedang dalam perawatan)

4. Kompensasi untuk kerusakan-kerusakan ringan setelah sebuah perbaikan minimal dilakukan tidak termasuk ke dalam ongkos operasi.


(27)

Sedangkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Diasumsikan waktu yang diperlukan untuk perawatan pencegahan tidak sama

dengan waktu untuk perawatan perbaikan

2. Umur hidup unit mewakili sebuah rata-rata kerusakan yang meningkat,

dimana sebuah unit yang beroperasi jika telah mencapai umur tertentu akan segera diganti dengan sebuah unit yang lain yang standby yang tersedia dan unit tersebut akan menjalani perawatan pencegahan.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Dalam pengerjaan sistematika penulisan tugas sarjana dibagi dalam beberapa bab dengan tujuan untuk memudahkan penelitian, pembahasan dan penilaian tugas sarjana. Sistematika penulisan tugas sarjana adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan, serta sistematika penulisan tugas sarjana.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Dalam bab ini akan diuraikan sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen.

BAB III LANDASAN TEORI

Dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan-tinjauan kepustakaan yang berisi teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah.


(28)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas sarjana.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini memuat data-data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Dalam bab ini akan dianalisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi perusahaan


(29)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Gambar 2.1 PLTU Tarahan

Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Tarahan adalah salah satu dari sektor pembangkit Sumatera Bagian Selatan dengan unit operasi 3 dan 4 yang berkapasitas 2 X 100 MW. PLTU ini berlokasi di desa Ranggai Tri Tunggal (desa Tarahan), Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung dan terletak di tepi teluk Lampung yang berjarak ±15 km dari pusat kota Bandar Lampung ke arah timur dengan lahan seluas ±62,84 Ha yang digunakan untuk Power Plant, Intake, Discharge dan Base Camp.

Pembangunan fisik PLTU ini dimulai sejak tahun 2001 (Lot I : Site Preparation). Kemudian diteruskan pada tahapan pembangunan sipil yang resmi mulai dilakukan pada tanggal 15 September 2004 yaitu pemasangan tiang pertama secara simbolik oleh Wakil Gubernur Lampung, Syamsurya Ryacudu didampingi Direktur Pembangkit PLN Pusat, Ali Herman Ibrahim.


(30)

Proyek ini dibiayai oleh JBIC ODA LOAN No.IP-486 dengan alokasi sebesar 6,41 milyar JPY atau 176,97 Juta USD, dana pendamping dari pemerintah RI ( APBN ) senilai 332,85 milyar diluar biaya perolehan tanah dan pekerjaan persiapan.

Pembangunan PLTU Tarahan ini merupakan kebijakan Pemerintah Indonesia yang ditindak lanjuti oleh PT. PLN (Persero) supaya mengembangkan pembangkit listrik non-BBM dengan memanfaatkan batu bara berkalori rendah. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar batu bara, PT. PLN (Persero) mengadakan kontrak pembelian dengan PT. Bukit Asam supaya menyuplai batu bara untuk PLTU Tarahan dengan pertimbangan lokasi stockpile batu bara yang berasal dari tambang terbuka Tanjung Enim berdekatan dengan PLTU Tarahan.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Tarahan adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan listrik. Adapun ruang lingkup bidang usaha pada perusahaan ini adalah :

1. Air laut dirubah menjadi air tawar dengan sistem desalination.

2. Air tawar dirubah menjadi air murni dengan sistem Water Treatment Plant 3. Air murni dipanaskan menjadi uap untuk memutar turbin yang akan

menghasilkan listrik.

2.3. Visi dan Misi Perusahaan

Visi PLTU Tarahan ialah: “Menjadi PLTU Batubara dengan Kinerja Kelas Dunia”


(31)

Misi dari PLTU Tarahan ialah:

1. Melaksanakan tata kelola pembangkit kelas dunia didukung oleh SDM profesional

2. Menyediakan Energi Listrik yang andal dan efisien

3. Melaksanakan kegiatan pembangkitan yang berwawasan lingkungan

4. Menjadikan budaya perusahaan sebagai tuntutan di dalam melaksankan tugas.

2.4. Letak Geografis Perusahaan

Lokasi PLTU Tarahan berlokasi di desa Ranggai Tri Tunggal (desa Tarahan), Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung dan terletak di tepi teluk Lampung yang berjarak ±15 km dari pusat kota Bandar Lampung ke arah timur


(32)

2.5. Daerah Pemasaran

Setelah PLTU Tarahan menghasilkan energi listrik, maka listrik akan di salurkan ke jaringan tranmisi. Listrik yang di hasilkan dengan tegangan 11kV, dengan menggunakan travo step up maka tegangan 11 kV di naikan ke 150 kV dan disalurkan melalui tranmisi ke P3BS dan kemudian disalurkan ke pelanggan. Harga jual kwh produksi dari pembangkit ke P3BS sebesar Rp 877,-/kwh.

2.6. Organisasi dan Manajemen Perusahaan 2.6.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi bagi suatu perusahaan mempunyai peranan yang penting dalam menentukan dan memperlancar jalannya roda perusahaan. Distribusi tugas, wewenang dan tanggung jawab serta keselarasan hubungan satu bagian dengan bagian yang lain dapat digambarkan dalam suatu struktur organisasi. Dengan demikian diharapkan adanya suatu kejelasan arah dan koordinasi untuk mencapai tujuan perusahaan dan masing-masing karyawan dapat mengetahui dengan jelas dari mana perintah itu datang dan kepada siapa harus dipertanggungjawabkan hasil pekerjaannya.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka struktur organisasi yang digunakan oleh PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Sumatera Selatan adalah struktur organiasasi campuran antara struktur organisasi lini dan fungsional (seperti pada gambar 2.2).

Struktur organisasi lini adalah suatu struktur organisasi dimana wewenang dan kebijakan pimpinan atau atasan dilimpahkan pada satuan-satuan organisasi di


(33)

bawahnya menurut garis vertikal. Sedangkan struktur organisasi fungsional adalah struktur organisasi di mana organisasi diatur berdasarkan pengelompokan aktivitas dan tugas yang sama untuk membentuk unit-unit kerja seperti, enginiring, operasi, pemeliharaan, keuangan, personalia, dan sebagainya yang memiliki fungsi yang terspesialisasi. Spesialisasi di sini akan memberikan efisiensi kerja yang lebih tinggi lagi.

Dari Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa pimpinan tertinggi dipegang oleh seorang Manager dan dibantu beberapa Asisten Manager dan Supervisior yang didalamnya telah terlihat batasan-batasan pertanggungjawaban dari setiap bidang pekerjaan tersebut. Di samping itu, adanya hubungan antara satu seksi dengan seksi lainnya melalui fungsi masing-masing.


(34)

2.6.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian fungsi dan tugas pokok dari tiap-tiap jabatan pada struktur organisasi PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Sumatera Selatan di atas adalah sebagai berikut:

1. Manajer Sektor

Adapun tugas pokok dari seorang Manager Sektor antara lain:

a. Mengelola pembangkit listrik dengan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada, serta memastikan kinerja unit yang handal, efisiensi dan dikelola menurut manajemen operasi.

b. Ketentuan atau peraturan sebagai pedoman pelaksaan tugas.

c. Melakukan inovasi secara berkesinambungan dalam peningkatan kinerja unit pembangkit.

d. Memantau, menganalisa dan mengevaluasi sistem serta prosedur kerja operasi dan lingkungan.

e. Meningkatkan kualitas SDM diunit pembangkit melalui pembinaan, pengembangan dan pelatihan berdasarkan program yang jelas dan tepat guna, sehingga dapat tercapai SDM yang proaktif.

f. Memastikan sasaran kinerja yang ditetapkan Direksi dapat dicapai dengan baik.

g. Memberikan masukan kepada Direksi mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam Rencana Strategis Perusahaan (RSP), agar


(35)

penyelenggaraan pengoperasian unit pembangkit berlangsung secara berkesinambungan.

h. Melakukan koordinasi dengan pihak luar yang terkait dengan aspek pengolahan pembangkit, baik pemerintah daerah maupun phak-pihak terkait lainnya.

i. Membuat laporan secara berkala sebagai bahan masukan dan pengambilan keputusan lebih lanjut.

2. Asisten Manager Enjiniring (Asman Enginiring)

Tugas pokok Asisten Manajer Enjiniring adalah melakukan perencanaan dan evaluasi pengoperasian dan pemeliharaan unit-unit pembangkit tenaga listrik. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Asisten Manajer Enjiniring mempunyai fungsi:

a. Perencanaan pengoperasian pembangkit tenaga listrik, b. Perencanaan pemeliharaan pembangkit tenaga listrik, c. Pengevaluasian pengoperasian pembangkit tenaga listrik, d. Pengevaluasian pemeliharaan pembangkit tenaga listrik,

e. Pengevaluasian masalah lingkungan dan keselamatan ketenagalistrikan, f. Penyelenggaran teknologi informasi.


(36)

3. Asisten Manajer Operasi (Asman Operasi)

Tugas pokok Asisten Manajer Operasi adalah melaksanakan pengoperasian unit-unit pembangkit sesuai dengan rencana dan prosedur yang ditetapkan.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Asisten Manajer Operasi mempunyai fungsi:

a. Penyiapan kebutuhan untuk operasi pusat pembangkit tenaga listrik yang meliputi jadwal jaga,

b. Pengoperasian pembangkit tenaga listrik berdasarkan parameter operasi, c. Pelaksanaan mengatasi gangguan yang terjadi pada pembangkit tenaga

listrik,

d. Pembuatan laporan gangguan, kerusakan dan data operasi,

e. Pembuatan laporan emergency dan tindak lanjut yang telah dilaksanakan, f. Pengurusan limbah bahan bakar.

4. Asisten Manager Pemeliharaan (Asman Pemeliharaan)

Tugas pokok Asisten Manager Pemeliharaan adalah melaksanakan pemeliharaan mesin unit-unit pembangkit tenaga listrik sesuai dengan rencana dan prosedur yang ditetapkan.


(37)

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Asisten Manager Pemeliharaan mempunyai fungsi:

a. Penyiapan kebutuhan bahan untuk pemeliharaan unit-unit pembangkit tenaga listrik,

b. Pelaksaan pemeliharaan rutin unit-unit pembangkit tenaga listrik, c. Pelaksaan pemeliharaan periodik unit-unit pembangkit tenaga listrik, d. Pelaksaan laporan pemeliharaan unit-unit pembangkit tenaga listrik.

5. Asisten Manager Coal dan Ash Handling (Asman Coal dan Ash Handling) Tugas pokok Asisten Manager Coal dan Ash Handling adalah melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan instalasi Coal dan Ash Handling, serta pengelolaan bahan bakar sesuai dengan rencana dan prosedur yang ditetapkan.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Asisten Manajer Coal dan Ash Handling mempunyai fungsi:

a. Penyiapan kebutuhan untuk operasi pusat listrik pembangkit tenaga listrik meliputi bahan bakar dan bahan lain untuk menunjang operasi,

b. Pengoperasi instalasi Coal dan Ash Handling berdasarkan parameter operasi,

c. Pembuatan laporan gangguan, kerusakan dan data operasi Coal dan Ash Handling,


(38)

e. Pengurusan bahan bakar, mulai dari perencanaan, persiapan penerimaan, penyaluran dan pemakaiannya.

6. Asisten Manager Sumber Daya Manusia dan Administrasi (Asman SDM dan ADM)

Tugas pokok Asisten Manager Sumber Daya Manusia dan Administrasi adalah penyelenggarakan tata usaha kepegawaian, kesekretariatan, logistik/angkutan, pergudangan, administrasi bahan bakar/minyak pelumas, anggaran dan keuangan serta akuntansi.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Asisten Manajer Sumber Daya Manusia dan Administrasi mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan tata usaha kesekretariatan,

b. Pelaksanaan tata usaha kepegawaian dan diklat, c. Pelaksanaan tata usaha anggaran dan keuangan,

d. Pelaksanaan tata usaha logistik/angkutan dan pergudangan.

2.6.3. Jumlah Tenaga Kerja pada Perusahaan

Adapun jumlah keseluruhan pegawai di PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Tarahan pada saat ini adalah berjumlah 176 orang dengan perincian seperti pada Tabel 2.1 dan 2.2.


(39)

Tabel 2.1. Jumlah Pimpinan PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Tarahan

No Keterangan Jumlah Orang

1 Manajer Sektor 1

2 Asisten Enjiniring 1

3 Asisten Operasi 1

4 Asisten Pemeliharaan 1

5 Asisten Coal dan Ash Handling 1 6 Asisten SDM dan Administrasi 1

Total 6

(Sumber : Bagian Kepegawaian PT. PLN (PERSERO)Sektor Pembangkitan Tarahan)

Tabel 2.2. Jumlah Pegawai Pelaksana PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Tarahan

No Bagian Jumlah Orang

1 Enjiniring 20

2 Operasi Unit 3 & 4 25

3 Pemeliharaan Unit 3 & 4 24

4 SDM & Administrasi 24

5 Coal & Ash Handling 20

6 Operasi & Pemeliharaan 5 unit 6 24

Total 137

(Sumber : Bagian Kepegawaian PT. PLN (Persero)Sektor Pembangkitan Tarahan)

2.6.4. Jam Kerja

Standar waktu kerja yang berlaku di PT. PLN (Persero) Pembangkit Sumatera Selatan Sektor Pembangkitan Tarahan adalah 8 jam/hari. Khusus bagian pegawai kantor (tata usaha), laboratorium dan pemeliharaan adalah 5 hari kerja dalam seminggu yaitu Senin – Jum’at dengan jam kerja sebagai berikut:


(40)

1. Pukul 07.30 s/d 12.00 WIB : Jam Kerja 2. Pukul 12.00 s/d 13.00 WIB : Jam Istirahat 3. Pukul 13.00 s/d 15.30 WIB : Jam Kerja

Waktu kerja untuk karyawan bagian operasi terbagi menjadi 3 kelompok shift kerja dengan pembagian waktu shift yaitu:

1. Shift pagi pukul 07.30 s/d 15.30 WIB 2. Shift sore pukul 15.30 s/d 22.30 WIB 3. Shift malam pukul 22.30 s/d 07.30 WIB.

2.6.5. Sistem Pengupahan

Sistem penggajian (pengupahan) yang digunakan PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Tarahan adalah sistem pengupahan yang dibayarkan sekali sebulan sesuai dengan gaji pokok/golongan pegawai.

Kesejahteraan umum bagi staff dan pegawai pembangkit merupakan hal yang sangat penting. Produktivitas kerja seorang karyawan sangat dipengaruhi tingkat kesejahteraannya. PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Tarahan memikirkan hal ini dengan memberikan beberapa fasilitas yaitu:

1.Perumahan bagi staff, karyawan dan keluarganya, yang berada di lokasi pembangkit sekitar.

2.Sarana kesehatan (rumah sakit) untuk staff dan pegawai beserta keluarga. 3.Membangun sarana olah raga yang tersedia di lokasi sekitar pembangkit. 4.Sarana air dan listrik bagi setiap pegawai.


(41)

2.7. Proses Produksi

Suatu proses produksi diartikan sebagai kegiatan yang mengubah masukan berupa bahan baku (input) menjadi keluaran (output) yang berupa produk/hasil. Teknologi, mesin, dan peralatan serta berbagai cara kerja direncanakan dan digunakan untuk proses produksi.

Gambar 2.4. Proses Flow Diagram PLTU Tarahan Keterangan Gambar :

1. Coal Conveyor 24. HV Switchyard 47. Outlet Discharge

2. Coal Sila 25. Transmission Tower 48. Coal Truck hoppe

3. Coal Crusher 26. CWP Pit 49. Plant Area Silo

4. Coal Bunker 27. CWP 50. Disposal Area Silo

5. Furnace Boiler 28. Condensar 51. Limestone Silo

6. Cyclone Separator 29. Discharge Pipe 52. Limestone Boiler


(42)

9. ID FAN 32. Air Heater

10.Chimey 33. Ash Dump Truck

11.Condensat Pump 34. Ash Disposal Area 12.Low Pressure Heater 35. Desalination

13.Deaerator 36. Raw Water tank

14.Boiler Feed Pump 37. Water Treatment Plant 15.High Pressure Heater 38. Water Treatment Tank

16.Economiser 39. Make Up Water

17.Steam Drum 40. Chlorination

18.Furnace Superheater 41. Aux Transformer 19.Final Superheater 42. PDC Transformer

20.Steam Turbine 43. MCC

21.Electrical Generator 44. Conection Pit

22.Transformer 45. Intake Tower

23.HV Cable 46. Man Hole

2.7.1. Standar Mutu Produk

Ada komponen kualitas yang dipakai sebagai standar dalam pengendalian mutu air di PLTU Tarahan dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(43)

Tabel 2.3. Pengendalian Mutu Air

Parameter Batasan Satuan

pH 7-8,5

Spec. Conductivity <15 µS/cm

TDS <10 Mg/I

Turbidity <5 NTU

Total Iron <0,3 Mg/I

Total Hardnes 1,54 Mg/I

Ca-Hardness <0,15 Mg/I

Free Res. Chlorine <0,2 Mg/I

Silika <0,1 Mg/I

Total-alkalinity <2 Mg/I

Chloride <4,4 Mg/I

TSS <1 Mg/I

Analisa air dilakukan setiap hari oleh bagian kimia, pagi dan sore hari untuk mengetahui kualitas air.

Pengambilan sampel batu bara di inlet chruser dilakukan 1 kali per hari dan tepatnya pada siang hari adapun Standar mutu batu bara yang ditetapkan PLTU adalah sebagai berikut :


(44)

Tabel 2.4. Sampel Batu Bara

Parameter Satuan Standard

Size Particle (Ukuran Partikel)

> 50 mm % Berat < 4

2,36 - 50 mm % Berat

< 2,36 mm % Berat < 35

Moisture (Kadar air)

Free moisture % Berat

Inherent Moisture % Berat

Total moisture % Berat < 30

Ash Content (Kadar abu) % Berat < 9

Volatile Matter (Kadar Zat Terbang) % Berat

Fixed Carbon (Carbon Tetap) % Berat

Nilai Kalor CAL/G > 5000

Kadar C % Berat

Kadar H % Berat

Kadar N % Berat

Kadar S % Berat <1

Standar mutu limestone yang ditetapkan PLTU Tarahan sebagaimana tercantum pada Tabel 3.3.

Tabel 2.5. Standar Mutu Limestone

Parameter Satuan Standard

Size Particle (Ukuran Partikel)

> 3,35 mm % Berat 0

1,7-3,35 mm % Berat 0

0,25 – 1,7 mm % Berat 40-20

< 0,25 mm % Berat 60-80

Moisture % Berat < 1


(45)

2.7.2. Bahan-bahan yang Digunakan

Dalam menghasilkan produk listik digunakan bahan baku (air murni) yang mempunyai standard air yang sudah ditetapkan. Bahan baku ialah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi dan berperan dalam penentuan mutu produk. Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan dan ikut dalam proses produksi yang meningkatkan kualitas produk. Bahan penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap pada produk akhir, biasanya untuk pengemasan produk atau untuk mendukung proses produksi tetapi tidak ikut terlibat dalam proses.

2.7.2.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam kegiatan produksi dan memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Oleh karena itu bahan baku yang digunakan adalah air murniyang harus memenuhi standar mutu yang telah ditentukan oleh PLTU

2.7.2.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan dalam proses produksi dan bercampur dengan bahan baku yang membentuk produk akhir dan diharapkan dapat meningkatkan mutu produk. Oleh karena itu bahan tambahan yang digunakan adalah HSD, oli, zat kimia dan batu bara yang harus memenuhi standar mutu yang telah ditentukan oleh PLTU.


(46)

2.7.2.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang diperlukan dalam memperlancar penyelesaian suatu produk dimana keberadaan bahan penolong ini tidak mengurangi nilai tambah produk yang dihasilkan tersebut, dan bahan penolong ini tidak terdapat pada produk akhir. Dalam hal ini tidak ada bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi pada PLTU Tarahan.

2.7.3. Uraian Proses Produksi

Ada beberapa tahapan uraian produksi pada PLTU Tarahan, Adapun tahapan uraian proses produksi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sirkit Bahan Bakar

Batu bara merupakan bahan bakar pokok dari PLTU Tarahan, yang menjadi sumber penyuplai batu bara adalah PT. Bukit Asam. Batu bara yang di transfer dari PT. Bukit Asam dengan menggunakan conveyor. Batu bara yang akan di pergunakan untuk bahan bakar di PLTU Tarahan sebelumnya telah melalui beberapa tahap seleksi, mulai dari pemisahan logam-logam yang ikut di transfer bersama batu bara itu. Setelah melalui tahap itu, kemudian batu bara di transfer ke coal crusher untuk di hancurkan menjadi halus dengan ukuran yang kecil. Selesai di hancurkan, batu bara kemudian di transfer ke coal bunker dan kemudian akan di pergunakan untuk bahan bakar.

Di lain pihak selain batu bara yang di pergunakan sebagai bahan bakar pokok, minyak solar pun di pergunakan sebagai bahan bakar, tetapi untuk pergunaan solar tidak menjadi inti bahan bakar pada PLTU Tarahan. Solar di


(47)

pergunakan untuk start awal PLTU Tarahan, setelah temperature dan pressure furnace sudah bias untuk menggunakan batu bara maka solar di non aktifkan atau tidak di pergunakan lagi. Solar di transfer dari mobil tank solar ke tank solar sebagai penampung sebelum di gunakan.

2. Sistem Pengolahan Air

Untuk Pengolahan air kita mulai dari suplai air laut yang di saring sebelum masuk ke Intake sebagai penampung air laut yang akan di pergunakanpada PLTU Tarahan. Sebelum di desalination, air laut di injeksikan chorine dengan tujuan memabukkan atau melemahkan biota-biota laut yang ikut tersalur atau lolos dari penyaringan. Setelah diinjeksi chorin, air laut di salurkan ke desanation untuk di ubah menjadi air tawar. Proses desalination mengunakan proses evaporasi, dengan media pemanas yakni steam yang di suplai dari unit.

Setelah melalui desalination, air yang telah menjadi tawar di salurkan ke raw water tank sebelum masuk ke tahap berikut yakni water treatment plant yang berfungsi untuk menghilangkan kadar garam mineral yang masih terlarut dalam air. Setelah melalui tahap water treatment plant kemudian hasil treatment akan di salurkan ke demin tank. Dan akan di salurkan ke make up water dan siap di pergunakan untuk keperluan pembangkit.

3. Siklus Air dan Uap

Prinsip kerja dari PLTU adalah dengan menggunakan siklus air-uap, air yang merupakan suatu sistem tertutup. Air kondensat atau air dari hasil proses pengondensasian di condenser dan air dari make up water (air yang telah dimurnikan di water treatment) dipompa oleh condensate pump ke pemanas


(48)

tekanan rendah (low pressure heater). Disini air dipanasi kemudian dimasukkan ke deaerator untuk menghilangkan gas udara (oksigen), kemudian air ini dipompa oleh boiler feedwater pump masuk ke pemanas tekanan tinggi (high pressure heater) lalu menuju ke economizer. Dari economizer yang selanjutnya masuk ke boiler drum, di boiler drum masih terbentuk dua fasa, yakni fasa air dan fasa uap, yang masih berbentuk fasa air dialirkan ke pipa down comer untuk dipanaskan pada wall tubes oleh boiler. Uap air ini dikumpulkan kembali pada steam drum, kemudian dipanaskan lebih lanjut pada superheater. Keluar dari superheater sudah berubah menjadi uap kering yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi dan selanjutnya uap ini digunakan untuk menggerakkan sudu-sudu turbin.

Di dalam turbin uap bertekanan memutar turbin. Turbin berputar, generator pun berputar di karenakan turbin dan generator satu poros. Dengan putaran 3000 rpm dan frekuensi 50 hz maka di hasilkan beban dengan besar 100 MW per unit.

Setelah menghasilkan energy listrik, listrik akan di salurkan ke jaringan tranmisi. Listrik yang di hasilkan dengan tegangan 11kV. Dengan menggunakan travo step up maka tegangan 11 kV di naikan ke 150 kV dan disalurkan melalui tranmisi ke P3B dan kemudian ke pelanggan.

2.8. Safety and Fire Protection

Kecelakaan kerja yang terjadi dapat mengakibatkan hambatan-hambatan yang sekaligus juga merupakan kerugian secara tidak langsung seperti kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat hal ini


(49)

akan menyebabkan tingginya biaya produksi. Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan kerja, cacat dan kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja.

Safety and fire protection adalah upaya yang dilakukan agar keselamatan tetap terjaga selama proses produksi berlangsung, dalam hal ini adalah proses pengolahan dari air tawar menjadi listik baik bagi karyawan dan bahan yang terdapat di PLTU Tarahan.

2.9. Limbah

Limbah yang di hasilkan dari proses produksi pembangkit listrik ada dua jenis yakni limbah padat dan cair. Limbah padat berupa abu, di hasilkan dari sisa pembakaran di dalam furnace ada dua jenis abu yakni bottom ash dan fly ash Bottom ash dialirkan melalui ash screw cooler mengunakan belt menuju bottom ash silo, sedangkan fly ash dilewatkan baghouse untuk ditampung dalam fly ash silo , lalu bottom ash dan fly ash dari masing-masing silo diangkut menuju disposal silo untuk kemudian dibuang di ash disposal. Abu yang di buang itu sebagian telah di pergunakan untuk membuat batako dan bahan bangunan lainnya.

Selain limbah padat ada juga limbah cair yakni air-air yang bercampur dengan minyak bekas proses di turbin dan boiler. Air itu di salurkan ke system waste water treatment plant. Bak penampung limbah cair dari unit pembangkit sebelum di salurkan ke WWTP dialirkan dulu ke UNP (Unit Netralising Pit). Air dari ) kemudian dilakukan pengolahan Proses pengolahan limbah menggunakan larutan kimiadan aerasi udara yang di injeksikan dan aerasi udara dengan tujuan


(50)

mengendapkan lumpur dan memisahkan sebagian logam . Setelah melalui semua proses netralisasi dan pengolahan di sistem WWTP, air yang dihasilkan diharapkan telah memenuhi baku mutu limbah sesuai keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, kemudian dibuang ke laut.


(51)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pemeliharaan (Maintenance) 3.1.1. Pengertian Pemeliharaan

Definisi pemeliharaan (maintenance) menurut patrick (2001) adalah suatu kegiatan untuk memelihara dan menjaga fasilitas yang ada serta memperbaiki, melakukan penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu kondisi operasi produksi agar sesuai dengan perencanaan yang ada.

Pemeliharaan atau perawatan (maintenance) adalah tindakan merawat mesin atau peralatan pabrik dengan memperbaharui umur masa pakai dan kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan, 2008). Pengertian lain dari pemeliharaan adalah kegiatan menjaga fasilitas-fasilitas dan peralatan pabrik serta mengadakan perbaikan atau penyesuaian yang diperlukan agar tercapai suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan dan sesuai dengan yang direncanakan.3

1. Setiap peralatan mempunyai umur penggunaan (useful life). Suatu saat mengalami kegagalan/kerusakan.

Pengertian maintenance secara umum yaitu serangkaian aktivitas (baik bersifat teknis dan administratif) yang diperlukan untuk mempertahankan dan menjaga suatu produk atau system tetap berada dalam kondisi aman, ekonomis, efisien dan pengoperasian optimal. Aktivitas perawatan sangat diperlukan karena:

3


(52)

2. Kita tidak dapat mengetahui dengan tepat kapan peralatan akan mengalami kerusakan (Failure).

3. Manusia berusaha untuk meningkatkan umur penggunaan dengan melakukan perawatan (maintenance)

Yang menjadi musuh utama bagian perawatan adalah breakdown, deterioration dan konsekuensi dari semua tipe kejadian yang tidak terencana.

Perawatan (maintenance) berperan penting dalam kegiatan produksi dari suatu perusahaan yang menyangkut kelancaran atau kemacetan produksi, volume produksi, serta agar produksi dapat diproduksi dan diterima konsumen tepat pada waktunya (tidak terlambat) dan menjaga agar tidak terdapat sumber daya kerja (mesin dan karyawan) yang menggangur karena kerusakann biaya kehilangan produksi atau bila mungkin, biaya tersebut dapat dihilangkan.

Dengan demikian, pemeliharaan memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain dari suatu perusahaan. Karena pentingnya aktivitas pemeliharaan maka diperlukan perencanaan yang matang untuk menjalankannya, sehingga terhentinya proses produksi akibat mesin rusak dapat dikurangi seminimum mungkin.

Pemeliharaan yang baik akan mengakibatkan kinerja perusahaan meningkat, kebutuhan konsumen dapat terpenuhi tepat waktu, serta nilai investasi yang dialokasikan untuk peralatan dan mesin dapat diminimasi. Selain itu pemeliharaan yang baik juga dapat meningkatkan kualitas produksi yang dihasilkan dan mengurangi waste yang berarti mengurangi ongkos produksi.


(53)

Sedangkan manajemen pemeliharaan (maintenance management) adalah pengorganisasian perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas produksi. Manajemen pemeliharaan adalah pengelolaan peralatan dan mesin-mesin siap pakai (ready to use). Dalam usaha menjaga agar setiap penggunaan peralatan dan mesin secara kontinu dapat berproduksi, diperlukan pemeliharaan sebagai berikut4

1. Secara kontinu melakukan pengecekan (inspection). :

2. Secara kontinu melakukan pelumasan (lubricating)

3. Secara kontinu melakukan perbaikan (reparation)

4. Melakukan penggantian spare part, disertai penyesuaian reliablitas.

Pelaksanaan dari perawatan ini memerlukan beberapa hal penting, yaitu diantaranya:

1. Orang yang berwenang atau bertanggung jawab terhadap pelaksanaan.

2. Perencanaan dan penjadwalan perawatan

3. Pengawasan untuk dapat menjaga agar tujuan perawatan dapat terpenuhi.

4. Diperlukan pula penyesuaian bila terjadi suatu penyimpangan, perubahan terhadap kinerja produksi.


(54)

Peranan bagian maintenance ini tidak hanya menjaga agar kegiatan dilantai produksi dapat berjalan dengan baik ataupun juga agar produk dapat diproduksi dan diserahkan kepada pelanggan tepat pada waktunya, akan tetapi untuk menjaga agar pabrik dapat bekerja secara efisien dengan menekan atau mengurangi kemacetan-kemacetan menjadi seminimum mungkin.

Jadi dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka peralatan pabrik dapat dipergunakan untuk produksi sesuai dengan rencana, dan diharapkan dapat menurunkan tingkat kerusakan selama peralatan tersebut dipergunakan untuk proses produksi.

3.1.2. Tujuan Pemeliharaan

Secara umum, masalah pemeliharaan sering terabaikan sehingga kegiatan pemeliharaan tidak teratur, yang pada akhirnya apabila mesin dan peraltan mengalami kerusakan dapat mempengaruhi kapasitas produksi. Dengan demikian, kegiatan pemeliharaan harus dilakukan secara tetap dan konsisten.

Kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas mesin tentu memiliki tujuan. Tujuan utama dari fungsi perawatan adalah:

1. Memperpanjang usia kegunaan asset.

2. Menjamin ketersediaan peralatan dan kesiapan operasional perlengkapan serta peralatan yang dipasang untuk kegiatan produksi.

3. Membantu mengurangi pemakaian atau penyimpangan diluar batas serta menjaga modal yang ditanamkan selama waktu yang ditentukan.


(55)

4. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

5. Menekan tingkat biaya perawatan serendah mungkin dengan melaksanakan kegiatan perawatan secara efektif dan efisien.

6. Memenuhi kebutuhan produk dan rencana produksi tepat waktu.

7. Meningkatkan keterampilan para supervisor dan operator melalui kegiatan pelatihan.

8. Menghindari kegiatan maintenance yang dapat membahayakan keselataman para pekerja.

Tujuan utama dilakukannya pemeliharaan menurut Patrick (2001) yaitu: 1. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi

kebutuhan yang sesuai dengan target serta rencana produksi.

2. Mengurangi pemakaian dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan sesuai degnan kebijaksanaan perusahaan.

3. Menjaga agar kualitas produk berada pada tingkat yang diharapkan guna memenuhi apa yang dibutuhkan produk itu sendiri dan menjaga agar kegiatan produksi tidak mengalami gangguan.

4. Memperhatikan dan menghidari kegiatan-kegiatan operasi mesin serta peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja.

5. Mencapai tingkat biaya serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya.


(56)

6. Mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik mungkin dan total biaya serendah mungkin.

3.1.3. Jenis Pemeliharaan

3.1.3.1. Corrective Maintenance (CM)

Menurut pendapat Patrick (2001) corrective maintenance (CM) merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin atau fasilitas produksi mengalami kerusakan atau gangguan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Kegiatan CM ini sering disebut dengan kegiatan reparasi atau perbaikan. CM biasanya tidak dapat kita rencanakan dahulu karena kita hanya bisa memperbaikinya setelah terjadi kerusakan, bahkan terkadang perbaikan tersebut bisa tertunda dan terlambat.

Perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya preventive maintenance maupun telah diterapkannya preventive maintenance, akan tetapi sampai pada suatu waktu tertentu fasilitas produksi atau peralatan yang ada tetap rusak. Dalam hal ini, kegiatan corrective maintenance bersifat perbaikan yaitu menunggu sampai kerusakan terjadi terlebih dahulu, kemudian baru diperbaiki agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat dipergunakan kembali dalam proses produksi sehingga operasi dalam proses produksi dapat berjalan lancar dan kembali normal.


(57)

Apabila perusahaan hanya mengambil tindakan untuk melakukan corrective maintenance saja, maka terdapat faktor ketidakpastian akan lancarnya fasilitas dalam proses produksi maupun peralatannya sehingga akan menimbulkan efek-efek yang dapat menghambat kegiatan produksi jikalau terjadi kerusakan maupun gangguan yang tiba-tiba terjadi pada fasilitas produksi yang dipakai perusahaan.

CM juga biasa disebut sebagai mean active corrective maintenance time (MACMT), dimana itu hanya meliputi active time (meliputi dokumentasi) yang melibatkan designer.

Tidakan corrective maintenance (CM) ini kelihatannya lebih murah biayanya dibandingkan tindakan preventive maintenance (PM). Tentu saja pernyataan ini benar selama gangguan kerusakan belum terjadi pada fasilitas maupun peralatan ketika proses produksi berlangsung.

Namun, saat kerusakan terjadi selama proses produksi berlangsung, maka biaya perawatan akan mengalami peningkatan akibat terhentinya proses produksi. Selain itu, biaya-biaya perawatan dan pemeliharaan akan membengkak pada saat terjadinya kerusakan tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tindakan CM lebih memusatkan permasalahan setelah permasalah itu terjadi, bukan menganalisa masalah untuk mencegahnya agar tidak terjadi.

Oleh karena tindakan CM itu jauh lebih mahal, maka sedapat mungkin harus dicegah dengan megintensifkan kegiatan preventive maintenance. Diperlukan juga adanya pertimbangan bahwa dalam jangka panjang untuk


(58)

mesin-mesin yang mahal dan termasuk dalam “critical unit” dari proses produksi, PM akan jauh lebih menguntungkan dibandingkan CM.

Menurut pendapat Patrick (2001) Corrective Maintenance dapat dengan dihitung dengan MTTR (Mean Time To Repair) dimana time to repair ini meliputi beberapa aktivitas yang biasanya di bagi ke dalam 3 grup, yaitu:

1. Preparation time

Waktu yang dibutuhkan untuk persiapan seperti mencari orang untuk pekerjaan, travel, peralatan sudah dipenuhi atau belum dan tes perlengkapan. 2. Active Maintenance Time

Waktu yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Meliputi waktu untuk mempelajari repair charts sebelum actual repair dimulai dan waktu yang dihabiskan dalam memverifikasi bahwa kerusakan tersebut sudah diperbaiki. Kemungkinan juga meliputi waktu untuk post-repair documentation ketika hal tersebut harus diselesaikan sebelum perlengkapan tersedia. Contonya Aircraft

3. Delay Time (Logistic Time)

Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu komponen dalam mesin untuk diperbaiki.

Perawatan korektif merupkan studi dalam menentukan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan atau kemacetan yang terjadi berulang kali. Tindakan perawatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang sama. Prosedur ini ditetapkan pada peralatan atau mesin yang sewaktu waktu dapat terjadi kerusakan.


(59)

Pada umumnya usaha untuk mengatasi kerusakan itu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mencatat data trouble/kerusakan, melakukan kemudian meng-improve peralatan sehingga trouble/kerusakan yang sama tidak terjadi lagi.

2. Improve peralatan sehingga perawatan menjadi lebih mudah. 3. Merubah proses.

4. Merancang kembali komponen yang gagal. 5. Mengganti dengan komponen yang baru 6. Meningkatkan prosedur perawatan preventif

7. Meninjau kembali dan merubah sistem pengoperasian.

Dengan demikian, didapatkan kesimpulan bahwa pemeliharaan korektif memusatkan permasalahan setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisa masalah untuk mencegahnya agar tidak terjadi.

Breakdown maintenance menurut Tampubolon (2004) adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau terjadinya kelainan pada fasilitas dan peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Contohnya mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses konversi, selama masih ada garansi (after sale service), tidak terlalu menekankan pada pemeliharaan preventif, cukup pada keadaan apabila mesin dan peralatan sudah mengalami kerusakan sehingga perlu pembokaran secara total (breakdown).

Pada dasarnya kativitas ini tidak tepat untuk disebut aktivitas perawatan. Yang termasuk dalam katagori ini adalah semua aktivitas yang tidak terencana (unscheduled) yang disebabkan oleh kerusakan (breakdown) peralatan.


(60)

3.1.3.2. Preventive Maintenance (PM)

Preventive Maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, umumnya secara periodi, dimana sejumlah tugas pemeliharaan seperti inspeksi, perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan dan penyesuaian dilaksanakan.

Menurut Adam (1992) pengertian preventive maintenance adalah kegiatan perawatan dan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan mesin. Mesin akan mengalami nilai depresiasi (penurunan) apabila dipakai terus menerus. Oleh karena itu, dibutuhkan inspeksi dan servis secara rutin maupun periodik. Contohnya apakah mesin sudah dilubrikasi atau belum, apakah ada komponen/part yang rusak sehingga harus digantikan komponen lainnya.

Dengan adanya preventive maintenance, diharapkan semua mesin yang ada akan terjamin kelancaran proses kerjanya sehingga tidak ada yang terhambat dalam proses produksinya dan bisa selalu dalam keadaaan optimal.

Menurut pendapat Patrick (2001) preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu produksi. Jadi, semua fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan (preventive maintenance) akan terjamin kontinuitas kerjanya dan selalu diusahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat. Selain itu, menurut Patrick (2001) efektivitas dan


(61)

ekonomi dari preventive maintenance dapat ditingkatkan dengan mengambil account dari distribusi time to failure (TTF) pada komponen yang akan dirawat dan failure rate dari sistem yang ada.

Kegiatan pemiliharaan atau perawatan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang tak terduga yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Pemeliharaan preventif sangat penting untk mendukung fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan “critical unit”. Kategori komponen kritis menurut Tampubolon (2004) yaitu:

1. Kerusakan fasilitas atau peralatan akan membahayakan keselamatan atau kesehatan para pekerja.

2. Kerusakan fasilitas akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan 3. Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh proses

produksi.

4. Modal yang ditanam (investasi) dalam fasilitas tersebut cukup mahal harganya.

Manfaat preventive maintenance Patton (1995), yaitu: 1. Memperkecil overhoul (turun mesin)

2. Mengurangi kemungkinan reparasi berskala besar. 3. Mengurangi biaya kerusakan/pergantian mesin

4. Memperkecil kemungkinan produk-produk yang rusak. 5. Meminimalkan persediaan suku cadang.

6. Memperkecil hilangnya gaji-gaji tambahan akibat penurunan mesin (overhoul)


(62)

7. Menurunkan harga satuan dari produk pabrik.

Dalam perusahaan, preventive maintenance dapat dibedakan atas 2 macam berdasarkan kegiatan/aktivitasnya Tampubolon (2004), yaitu:

1. Routine Maintenance

Kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin. Contonya, yaitu pembersihan fasilitas atau peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, pengecekan isi bahan bakarnya dan apakah termasuk dalam pemanasan (warming up) dari mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai beroperasi sepanjang hari.

2. Periodic Maintenance

Kegiatan perawatan yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu. Program ini mencakup:

a. Peninjauan pada seluruh catatan, termasuk kartu order inspeksi atau kartu historical peralatan.

b. Peninjauan biaya perbaikan

c. Peninjauan “kerugian produksi” karena adanya pekerjaan perawatan.

d. Peninjauan untuk jaminan order pekerja perbaikan dan pengaturan kembali mengenai prioritas kerja yang diutamakan.

e. Peninjauan terhadap alternatif apa yang didahulukan atau dijadwalkan terlebih dahulu.

preventive maintenance merupakan tindakan perawatan pencegahan dalam rangkauan aktivitas pemeliharaan dengan tujuan:


(63)

1. Memperpanjang umur produktif asset dengan mendeteksi bahwa sebuah asset memiliki titik kritis penggunaan (criticall wear pint) dan mungkin akan mengalami kerusakan.

2. Mengeliminir kerusakan peralatan dan hasil produksi yang cacat serta meningkatkan ketahanan mesin dan kemampuan proses.

3. Mengurangi waktu yang terbuang pada kerusakan peralatan dengan membuat aktivitas pemeliharaan peralatan.

4. Menjaga biaya produksi seminimum mungkin

preventive maintenance yaitu teknik perawatan dimana dilakukan inspeksi terhadap asset peralatan untuk memprediksi terhadap kerusakan/kegagalan yang akan terjadi. Beberapa contoh teknik perawatan prediktif: vibration monitoring, thermography, tribology, process parameters, visual inspection, ultrasonic monitoring, other non-dstructive techniques.

Gambar 3.1. Relasi Konsep maintenance

Kemungkinan dari perawatan yang direncanakan (scheduled maintenance):

1. Mengurangi down-time, meningkatkan up-time 2. Mengurangi breakdown maintenance


(64)

3. Meningkatkan efisiensi peralatan

4. Memperpanjang umur hidup peralatan (umur produktif) 5. Mengurangi jumlah standby-equipment

6. Mengurangi persediaan/stock spare parts 7. Distribusi pekerja (labor) yang lebih seimbang 8. Mengurangi overtime

a.Standarisasi prosedur operasi, biaya dan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan

b.Meningkatkan produktivitas

c.Lebih efisien dalam cost perawatan d.Meningkatkan kualitas produk, dsb.

preventive maintenance juga meliputi:

1. Melakukan pencatatan dan pengelolaan data tentang perawatan, kegagalan, dan penggunaan (dasar analisis peralatan)

2. Semua jenis kegiatan predictive. Termasuk inspeksi, melakukan pengukuran, inspeksi part untuk kualitas, analisis pelumas, temperature, getaran,

kebisingan, pencatatan semua data dari kegiatan predictive untuk trend analysis.

3. Perbaikan minor (30 menit) dorongan yang besar kearah produktivitas 4. Writing up setiap kondisi yang memerlukan perhatian khusus yang

berpotensial kearah kegagalan


(65)

6. Menggunakan frekuensi dan severity kegagalan untuk meningkatkan PM task list.

7. Training dan upgrading kemampuan system PM

Sistem preventive maintenance dirancang untuk 2 tujuan: 1. Mendeteksi lokasi critikal “potential failure

2. Menganulir “potential failure

3.2. Konsep-konsep pemeliharaan

3.2.1. Konsep Hubungan Waktu dalam Maintenance

Gambar 3.3. Maintenance Time Relationship 1. Up Time

Waktu (period of time) dimana mesin/peralatan ada dalam kondisi baik sehingga dapat melakukan fungsi seperti seharusnya (melakukan fungsi dalam kondisi yang ditetapkan dan dengan maintenance yang ditetapkan pula)


(66)

2. Down Time

Waktu (period of time) dimana mesin/peralatan tidak berada dalam kondisi untuk melakukan fungsinya. Downtime dihitung mulai saat mesin tidak berfungsi sampai mesin kembali dalam keadaan dapat berfungsi seperti seharusnya, setelah dilakukan perbaikan.

3. Operating Time

Waktu (period of time) dimana mesin melakukan fungsi seperti seharusnya OPERATING TIME < UP TIME

4. Standby Time

Waktu (period of time) dimana mesin berada dalam kondisi untuk dapat berfungsi seperti seharusnya, tetapi mesin tidak dioperasikan

Up time = Operating Time + Standby Time 5. Maintenance Time

Waktu dimana kegiatan maintenance dilakukan termasuk delay-delay yang terjadi selama pelaksanaan kegiatan

6. Active Maintenance Time

Bagian dari maintenance time, dimana kegiatan/pekerjaan maintenance benar-benar dilakukan.

7. Logistic Time

Waktu dalam downtime, dimana kegiatan maintenance belum dapat dimulai karena alasan logistik.


(67)

Waktu dalam downtime, dimana kegiatan maintenance belum dapat dimulai karena alasan administrative

9. Corrective Maintenance Time

Waktu dalam active maintenance time, dimana dilakukan kegiatan corrective maintenance

10.Preventive Maintenance Time

Waktu dalam active maintenance time, dimana dilakukan kegiatan preventive maintenance.

Active Maintenance Time = CM Time + PM Time 3.2.2. Konsep Breakdown (Downtime)

Breakdown dapat didefinisikan sebagai berhentinya mesin pada saat produksi yang melibatkan engineering dalam perbaikan, biasanya mengganti sparepart yang rusak, dan lamanya waktu lebih dari 5 menit (berdasarkan definisi OPI-Overall Performance Index).

Downtime mesin merupakan waktu menggangur atau lama waktu dimana unit tidak dapat lagi menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi dapat lagi menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi apabila suatu unit mengalami masalah seperti kerusakan mesin yang dapat menggangu kinerja mesin secara keseluruhan termasuk kualitas produk yang dihasilkan atau kecepatan produksinya sehingga membutuhkan waktu tertentu untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi semula.


(68)

a. Maintenance delay

Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan sumber daya maintenance untuk melakukan proses perbaikan. Sumber daya maintenance dapat berupa alat bantu, teknisi, alat tes, komponen pengganti dan lain-lain. b. Supply delay

Waktu yang dibutuhkan untuk personel maintenance untuk memperoleh komponen yang dibutuhkan dalam proses perbaikan. Terdiri dari lead time administrasi, lead time produksi, dan waktu transportasi komponen pada lokasi perbaikan.

c. Access Time

Waktu untuk mendapatkan akses ke komponen yang mengalami kerusakan d. Diagnosis Time

Waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab kerusakan dan langkah perbaikan yang harus ditempuh untuk memperbaiki kerusakan.

e. Repair or replacement unit

Waktu aktual yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses pemulihan setelah permasalah dapat diidentifikasikan dan akses ke komponen yang rusak dapat dicapai.

f. Verification and alignment

Waktu untuk memastikan bahwa fungsi daripada suatu unit telah kembali pada kondisi operasi semula.

Breakdown pada mesin dan peralatan produksi biasanya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:


(69)

a. Debu, kotoran, bahan dasar.

b. Gesekan, umur mesin, kelonggaran, kebocoran c. Karat, perubahan bentuk, cacat, retak

d. Suhu, getaran, dan faktor-faktor kimiawi lainnya e. Kelemahan rancangan

f. Kurang perawatan pencegahan

g. Pengetesan sementara sebelumnya tidak sempurna h. Kesalahan operasional

i. Kualitas sperepart yang rendah

j. Dan faktor-faktor penyebab kerusakan yang lainnya.

Dalam hal ini, penghilangan konsep lama penanganan breakdown mutlak dilakukan, yaitu “ini adalah hal yang biasa, terjadi breakdown pada mesin!”. Ini tidak sesuai dengan visi dan misi utama pilar maintenance sebagai bagian dari Total Productive Maintenance (TPM), yaitu Breakdown Reduction to achieve “Zero Losses”. Dalam hal ini kita harus meneliti fakta penting yang terjadi selama ini di lapangan. Yaitu bahwa sebagai besar dari breakdown yang terjadi adalah pengulangan dan disebabkan oleh hal-hal yang sederhana.

Langkah-langkah pengurangan breakdown sebagai fungsi utama dari breakdown maintenance:


(70)

Gambar 3.4. Langkah-langkah Pengurangan Breakdown 3.2.3. Konsep Reliability (Kehandalan)

Yang dimaksud dengan keandalan adalah:

1. Peluang sebuah komponen atau sistem akan dapat beroperasi sesuai fungsi yang diinginkan untuk suatu periode waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi operasi yang telah ditetapkan, Ebeling (1997)

2. Peluang dari sebuah unit yang dapat bekerja secara Normal ketika digunakan untuk kondisi tertentu setidaknya bekerja dalam suatu kondisi yang telah ditetapkan, Dhillon and Reiche (1995)

Terdapat 4 elemen yang signifikan dengan konsep reliability, diantaranya yaitu:

1. Probability (peluang)

Setiap item mimiliki umur atau waktu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga terdapat sekelompok item yang memiliki rata-rata hidup tertentu. Jadi, untuk mengidentifikasi distribusi frekuensi dari suatu item


(71)

dapat dilakukan dengan cara melakukan estimasi waktu hidup dari item tersebut agar diketahui umur pemakaiannya sudah berapa lama.

2. Performance (kinerja)

Kehandalan merupakan suatu karakteristik performasi sistem dimana suatu sistem yang handal harus dapat menunjukkan performasi yang memuaskan jika dioperasikan.

3. Time (Waktu)

Reliability / kehandalan suatu sistem dinyatakan dalam suatu periode waktu karena waktu merupakan parameter yang penting untuk melakukan penilaian kemungkinan suksesnya suatu sistem. Peluang suatu item untuk digunakan selama setahun akan berbeda dengan peluang item untuk digunakan dalam sepuluh tahun. Biasaya faktor waktu berkaitan dengan kondisi tertentu, seperti jangka waktu mesin selesai diperbaiki sampai mesin rusak kembali (mean time to failue) dan jangka waktu mesin mulai rusak sampai mesin tersebut diperbaiki (mean time to repair).

4. Condition (Kondisi)

Perlakuan yang diterima oleh suatu sistem dalam menjalankan fungsinya dalam arti bahwa dua buah sistem dengan tingkat mutu yang sama dapat memberikan tingkat kehandalan yang berbeda dalam kondisi operasionalnya. Misalnya kondisi temperatur, keadaa atmosfer dan tingkat kebisingan di mana sistem dioperasikan.


(72)

3.2.4. Konsep Availability (Ketersediaan)

Availability adalah probabilitas komponen atau sistem dapat beroperasi sesuai dengan fungsinya pada kondisi operasi normalnya apabila tindakan perawatan pencegahan dan pemeriksaan dilakukan. Availability total meliputi penggantian pencegahan pemeriksaan dalam arti availabilty merupakan proporsi waktu teoritis yang tersedia untuk komponen dalam system dapat beroperasi dengan baik.

3.2.5. Konsep Maintainability (Keterawatan)

Menurut Ebeling (1997) definisi maintainability adalah probabilitas bahwa suatu komponen yang rusak akan diperbaiki dalam jangka waktu (T), dimana pemeliharaan (maintainability) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Menurut pendapat Patrick (2001) kebanyakan sistem engineereed itu dipelihara (dimaintain), sistem akan diperbaiki kalau terjadi kerusakan dan pemeliharaan akan dibentuk pada sistem tersebut untuk menjaga pengoperasian yang ada dalam sistem pemeliharaan ini (system maintainability)

Menurut pendapat Patrick (2001) maintainability mempengaruhi tingkat availability secara langsung. Waktunya diambil untuk memperbaiki kerusakan dan menyelesaikan preventive maintenance secara rutin untuk mengambil sistem dari available state yang ada. Jadi terdapat hubungan yang erat antara reliability dengan maintainability, dimana yang satu mempengaruhi yang lainnya dan kedua-duanya mempengaruhi availability dan cost yang ada.


(73)

Berdasarkan pendapat dari Patrick (2001) sistem dari maintainability itu cukup diatur dengan design dimana design tersebut menentukan features seperti aksesbilitas, kemudahan dalam tes, diagnosis kerusakan juga kebutuhan untuk kalibrasi, lubrikasi dan tindakan preventive maintenance lainnya.

Langkah-langkah pengambilan tindakan maintenance, yaitu:

1. What : berarti menentukan jenis komponen yang perlu diberlakukan pemeliharaan rutin. Tipe komponen digolongkan dalam jenis:

a. Komponen Kritis : komponen yang frekuesi kerusakannya sangat sering b. Komponen Mayor : komponen yang frekuensi kerusakannya cukup tinggi c. Komponen Minor : komponen yang frekuensi kerusakannya jarang.

2. How : berarti menentukan bagaimana cara/tindakan pemeliharaan yang diambil:

a. Inspeksi rutin

b. Preventive Maintenance c. Corrective Maintenance

3. Who : berarti menentukan siapa yang akan bertanggung jawab atas kerusakan dan yang bertanggung jawab untuk mereparasinya

4. Where: berarti menentukan tempat yang akan digunakan untuk

mereparasinya.

5. Why: berarti apa penyebab kerusakan? 6. When: berarti kapan perawatan dilakukan?


(74)

3.3. Distribusi Kerusakan

Pendekatan yang digunakan untuk mencari kecocokan antara distribusi keandalan dengan data kerusakan; terbagi 2 cara, yaitu:

1. Menurunkan distribusi kehandalan secara empiris langsung dari data kerusakan. Dengan kata lain, kita menentukan model matematis untuk kehandalan, laju kerusakan, dan rata-rata waktu kerusakan secara langsung berdasrkan pada data kerusakan. Cara ini disebut juga dengan non-parametric method. Hal ini dikarenakan metode ini tidak membutuhkan spesifikasi dari distribusi secara teoritis tertentu dan selain itu juga tidak membutuhkan penaksiran dari parameter untuk distribusi.

2. Mengidentifikasi sebuah distribusi kehandalan secara teoritis, menaksir parameter, dan kemudian melakukan uji kesesuaian distribusi. Metode ini akan menggunakan distribusi teoritis dengan tingkat kecocokan tertinggi dan data kerusakan sebagai model distribusi reliabilitas yang digunakan untuk menghitung kehandalan, laju kerusakan, dan rata-rata waktu kerusakan.

Terdapat 4 macam distribusi yang digunakan agar dapat mengetahui pola data yang terbentuk, distribusi tersebut antara lain: distribusi weibull, Exponential, Normal dan Lognormal.

2.3.1. Distribusi Weibull

Distribusi weibull merupakan distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu kerusakan karena distribusi ini b aik digunakan untuk laju kerusakan yang meningkatkan maupun laju kerusakan yang menurun.


(75)

Terdapat dua parameter yang digunakan dalam distribusi ini yaitu θ yang disebut dengan parameter skala (scale parameter) dan β yang disebut dengan parameter bentuk (shape parameter)

Fungsi reliability yang terdapat dalam distribusi weibull yaitu, Ebeling (1997):

Reliability function: R(t) =

β θ)

(t

e Dimana, θ > 0, β > 0, dan t > 0

Dalam distribusi weibull yang menentukan tingkat kerusakan dari pola data yang terbentuk adalah parameter β. Nilai-nilai β yang menunjukkan laju kerusakan terdapat dalam tabel berikut, Ebeling (hal. 63):

Tabel 3.1 Nilai Parameter Bentuk (β) Distribusi Weibull

Nilai Laju Kerusakan

0 < β < 1 Laju kerusakan menurun (decreasing failure rate) → DFR

β = 1 Laju kerusakan konstan (constant failure rate) → CFR Distribusi Exponential

1 < β < 2 Laju kerusakan meningkat (increasing failure rate) → IFR kurva berbentuk konkraf

β = 2 Laju kerusakan linier (linier failure rate) → LFR Kurva distribusi Rayleigh

β > 2 Laju kerusakan linier (Increasing failure rate) → IFR Kurva berbentuk konveks

3 ≤ β ≤ 4 Laju kerusakan meningkat (Increasing failure rate) → IFR Kurva berbentuk simetris Distribusi Normal

Jika parameter β mempengaruhi laju kerusakan maka parameter θ mempengaruhi nilai tengah dari pola data.


(76)

2.3.2. Distribusi Exponential

Distribusi exponential digunakan untuk menghitung keandalan dari distribusi kerusakan yang memiliki laju kerusakan konstan. Distribusi ini mempunyai laju kerusakan yang tetap terhadap waktu, dengan kata lain probabilitas terjadinya kerusakan tidak tergantung pada umur alat. Distribusi ini merupakan distribusi yang paling mudah untuk dianalisa.

Parameter yang digunakan dalam distribusi exponential adalah λ, yang menunjukkan rata-rata kedatangan kerusakan yang terjadi.

Fungsi reliability yang terdapat dalam distribusi eksponential yaitu Ebeling (1997):

Reliability function : R(t) = e−λt

Dimana t > 0, λ > 0

2.3.3. Distribusi Normal

Distribusi Normal cocok untuk digunakan dalam memodelkan fenomena keausan (kelelahan) atau kondisi wear out dari suatu item. Sebenarnya distribusi ini bukanlah distribusi reliablitas murni karena variable acaknya memiliki range antara minus tak hingga sampai plus tak hingga. Akanb tetapi, karena hampir untuk semua nilai μ dan σ, peluang untuk variable acak yang memiliki nilai negative dapat diabaikan, maka distribusi Normal dapat digunakan sebagai pendekatan yang baik untuk proses kegagalan.


(77)

Parameter yang digunakan adalah µ (nilai tengah) dan σ (standar deviasi). Karena hubungannya dengan distribusi Lognormal, distribusi ini dapat juga digunakan untuk menganalisa probabilitas Lognormal.

Fungsi reliability yang terdapat dalam distrubusi Normal yaitu Ebeling, (1997):

Reliability function : R(t) = 

     − Φ σ µ t

Dimana µ > 0, σ > 0 dan t > 0

2.3.4. Distribusi Lognormal

Distribusi Lognormal menggunakan dua parameter yaitu s yang merupakan parameter bentuk (shape parameter) dan tmed sebagai paremeter lokasi

(location parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan. Distibusi ini dapat memiliki berbagai macam bentuk, sehingga sering dijumpai bahwa data yang sesuai dengan distribusi Weibull juga sesuai dengan distribusi Lognormal.

Fungsi reliability yang terdapat pada distribusi Lognormal yaitu Ebeling (1997):

Reliability function: R(t) = 1- 

     Φ med t t n s1 1


(78)

3.4. Identifikasi Kerusakan Distribusi

Pengidentifikasian distribusi dapat dilakukan dalam 2 tahap, yaitu Index of Fit (r) dan Goodness of Fit Test.

3.4.1. Index of Fit (r)

Dengan metode Least Square Curve Fitting, dicari nilai index of fit (r) atau korelasi antara t; (atau 1n t;) sebagai x dengan y yang merupakan fungsi dari distribusi teoritis terhadap x. Kemudian ditribusi yang terpilih adalah distribusi yang nilai index of fit (r) terbesar distirbusi dengan nilai r yang terbesar akan dipilih untuk diuji dengan menggunakan Goodnes of Fit Test.

Rumus umum yang terdapat dalam metode Least Square Curve Fitting adalah: 4 . 0 3 . 0 ) (1 + − = n i t F

Dimana: i = data waktu ke-t

n = jumlah data kerusakan

              −               −             − =

= = = = = = − n i n i n i n i n i n i n i y y n x x n y x y x n r fit of Index 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 ) (


(79)

Gradien:

a. Untuk Distribusi Weibull, Normal, Lognormal

= = = = =       −             − = n i n i n i n i n i x x n y x y x n b 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1

b. Untuk Distribusi Exponential

x b y a Intersep x y x b n i n i − = =

= = : 1 2 1 1 1 1

Dalam menentukan distirbusi yang hendak digunakan untuk menghitung MTTF, MTTR dan Reliabilty, proses yang harus dilakukan adalah mencari nilai r untuk masing-masing ditribusi sehingga didapatkan nilai r terbesar yang

kemudian akan diuji lagi menurut hipotesa distribusinya, Ebeling (1997). Dibawah ini adalah rumus-rumus mencari nilai r, yaitu:

1. Distribusi Weibull

( )

          − = = 1 1 1 1 1 1 1 1 ) ( 1 t F n n y t n x


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)