ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI, LABA USAHA, DAN PERMINTAAN AYAM RAS PEDAGING PROBIOTIK DI KOTA METRO

(1)

ABSTRAK

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI, LABA USAHA, DAN PERMINTAAN AYAM RAS PEDAGING PROBIOTIK

DI KOTA METRO

Oleh

ANDINI FITRIA HADI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik, laba usaha ayam ras pedaging proiotik dan non probiotik, serta faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging probiotik. Penelitian diadakan di Kecamatan Metro Pusat dan Kecamatan Metro Utara Kota Metro yang dipilih secara sengaja pada September 2014. Penelitian menggunakan metode purposive sampling. Sampel terdiri dari delapan peternak ayam ras pedaging dan 33 konsumen ayam ras pedaging probiotik. Penelitian menggunakan metode full costing dan variable costing untuk harga pokok produksi dan laba, serta analisis regresi linear berganda untuk faktor yang mempengaruhi permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik lebih tinggi dibandingkan ayam ras pedaging non probiotik. Metode full costing menunjukkan harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik yaitu Rp16.329,06 dan Rp15.824,37. Metode variable costing menunjukkan harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik yaitu Rp15.409,74 dan Rp14.932,55. Laba usaha ayam ras pedaging.probiotik lebih kecil dari ayam ras pedaging non probiotik (Rp922.542,19 berbanding dengan Rp1.238.754,05). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging probiotik adalah harga ayam ras pedaging probiotik, harga ayam ras pedaging non probiotik, harga ayam buras, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan tentang kesehatan.

Kata Kunci: ayam ras pedaging, harga pokok produksi, laba, permintaan, probiotik


(2)

ABSTRACT

THE MAIN PRODUCTION COST ANALYSIS, PROFIT, AND DEMAND OF PROBIOTIC BROILERS

IN METRO CITY

By

ANDINI FITRIA HADI

This study aims to analyze the main production cost of probiotic and non probiotic broilers, the profit of probiotic and nonprobiotic broiler business, and factors which influence the demand of probiotic broilers. The research was conducted in purposively chosen Central Metro and North Metro Subdistricts of Metro City in September 2014. This research used purposive sampling method. Samples consisted of eight broiler breeders and 33 consumers of probiotic broilers. Data were analyzed using full costing and variable costing methods to find out the main production cost and profit, and multiple linear regression analysis to determine factors influencing the demand. The results showed that the main production cost of probiotic broilers was higher than that of nonprobiotic broilers. The full costing method showed that the main production costs of probiotic broilers and nonprobiotic broilers were Rp16,329.06 and Rp15,824.37. The variable costing method showed that the main production cost of probiotic broilers and nonprobiotic broilers were Rp15,409.74 and Rp14,932.55. The profit of probiotic broilers was lower than nonprobiotic broilers (Rp922,542.19 compared to Rp1,238,754.05). Factors influencing the demand of probiotic broilers were the price of probiotic broilers, price of nonprobiotic broilers, price of range chickens, the number of family members, and health knowledge.


(3)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI, LABA USAHA DAN PERMINTAAN AYAM RAS PEDAGING PROBIOTIK

DI KOTA METRO

Oleh

Andini Fitria Hadi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN

pada Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 5 April 1992 dari pasangan Amran Hadi, S.E. dan Maryana. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan

pendidikannya di Taman Kanak-kanak Pertiwi pada tahun 1998, tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Rawa Laut pada tahun 2004, tingkat SLTP di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2007, tingkat SLTA di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2010 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama di bangku kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Landasan Perdagangan Internasional (LPI) semester ganjil tahun 2013 dan Dasar-dasar Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (DDPK) semester genap tahun 2014. Pada tahun 2013, penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Bank Rakyat

Indonesia (BRI) Cabang Tanjung Karang dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Penulis pernah menjadi tenaga enumerator (surveyor) Bank Indonesia (BI) Cabang Bandar Lampung tentang kondisi perekonomian, harga-harga, kondisi keuangan konsumen, dan rencana pembelanjaan konsumen pada bulan Januari– Maret 2014.


(7)

Universitas Lampung periode 2011/2012 menjadi anggota bidang IV (Pendanaan dan Dana Usaha). Penulis melaksanakan penelitian pada tahun 2014 di


(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah memberikan ridho dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Harga Pokok Produksi, Laba Usaha dan Permintaan Ayam Ras Pedaging Probiotik di Kota Metro”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada:

1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., sebagai Pembimbing Pertama atas

bimbingan, motivasi, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Helvi Yanfika, S.P., M.E.P., selaku Pembimbing Kedua atas bimbingan, motivasi, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.


(9)

4. Novi Rosanti, S.P., M.E.P., selaku Pembimbing Akademik, atas bimbingan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Keluarga tercinta dan tersayang, Papa Amran Hadi, S.E., Mama Maryana, adik-adik tersayang Rachmat Saleh Hadi Nugraha, Bella Sabrina Hadi, Nurul Pratiwi Hadi, dan seluruh keluarga yang selalu memberikan kasih sayang yang tidak akan tergantikan oleh apapun dan siapapun. Doa, perhatian, dukungan, semangat yang luar biasa untuk penulis dalam menjalankan kehidupan dan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Pak Uda Andi, Bapak Wahyu dan Mbak Wulan, atas bantuan, doa, semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian di Kota Metro.

9. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Agribisnis (Mba Iin, Mba Aii, Mas Kardi, Mas Bukhari, Mas Boim) atas semua ilmu yang telah diberikan dan bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Universitas Lampung. 10. Hery Susanto, yang telah memberi motivasi, doa, saran, dan dorongan selama

penulis menyelesaikan skripsi.

11. Sahabat-sahabat tercinta, Annisa Incamilla, Devi Ariantika, Ellis Nurhidayati, Kurnisa Ayi Pertiwi, I Rani Mellya Sari, Raisa Diti, Lina Febri Yanti, Susi


(10)

12. Sahabat seperjuangan Yuni, Terisia, Sastra, Erisa, Madumita, Meitri, Ita, Ike, Tati, Nisya, Ayulia, yang senantiasa memberikan motivasi, doa, dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman Agribisnis 2010 Dwi, Hani, Aya, Sinta, Adel, Hasni, Tania, Asih, Tunjung, Ita, Fitri, Marcela, Tyas, Wida, Vega, David, Maryadi, Hasan,Hendra, Kholis, Pramulyanto, Andika, Rahmat, Chandra, Roche, Cherry, Doni, Riza,Altri, Wahyu, dan seluruh teman Agribisnis 2010 lainnya, terima kasih atas bantuan, doa, semangat, dan kebersamaan selama ini. 14. Kakak-adik Sosek 2007 – 2014 dan Almamater tercinta serta seluruh pihak

yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Tujuan Penelitian ... 11

C.Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

A.Tinjauan Pustaka ... 12

1. Deskripsi ayam ... 12

a. Ayam ras pedaging (broiler)... 12

b. Penentuan lokasi ternak ayam ... 13

c. Teknis budidaya ... 14

d. Penyakit pada ayam ... 18

e. Panen dan pascapanen ... 20

2. Probiotik ... 22

3. Agribisnis ... 23

4. Akuntansi biaya ... 24

5. Harga pokok produksi (HPP) ... 26

a. Biaya bahan baku ... 27

b. Biaya tenaga kerja ... 28

c. Biaya overhead pabrik (BOP)... 29

6. Metode Penyusutan Anuitas ... 31

7. Laba ... 32

8. Metode penentuan harga pokok produksi ... 33

a. Full costing method ... 33

b. Variable costing method ... 33

9. Teori permintaan ... 35


(12)

III. METODE PENELITIAN ... 47

A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 47

B.Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ... 51

C.Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 53

D.Analisis Data ... 53

1. Analisis harga pokok produksi dan laba ... 53

2. Analisis regresi linear berganda ... 56

a. Pengujian parameter secara bersamaan (Uji-F) ... 56

b. Pengujian parameter secara individual (Uji-t) ... 57

c. Uji multikolinearitas ... 58

d. Uji heteroskedastis ... 59

e. Analisis koefisien determinasi (R²) ... 60

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 61

A.Keadaan Umum Kota Metro ... 61

B.Keadaan Umum Kecamatan Metro Pusat ... 66

1. Keadaan geografis ... 66

2. Demografi ... 67

C.Keadaan Umum Kecamatan Metro Utara ... 70

1. Keadaan geografis ... 71

2. Demografi ... 73

D.Keadaan Umum Peternakan Ayam di Kota Metro ... 75

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 77

A.Keadaan Umum Responden ... 77

1. Umur responden ... 77

2. Tingkat pendidikan responden ... 79

3. Jumlah anggota keluarga ... 81

4. Pengalaman usaha ... 82

5. Luas lahan peternakan ... 83

B.Usaha Peternakan Ayam Ras ... 84

1. Masa kosong kandang ... 84

2. Penerimaan DOC ... 85

3. Masa pemeliharaan ... 85


(13)

C.Analisis Harga Pokok Produksi Ayam Ras Pedaging dengan

Menggunakan Biaya Produksi di Kecamatan Metro Utara ... 100

1. Biaya produksi ... 101

a. Biaya bahan baku ... 101

b. Biaya tenaga kerja langsung ... 103

c. Biaya overhead pabrik variabel ... 104

d. Biaya overhead pabrik tetap ... 109

2. Penerimaan ... 111

D.Harga Pokok Produksi (HPP) Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Metro Utara ... 112

1. Harga pokok produksi ayam ras pedaging dengan metode full costing ... 114

2. Harga pokok produksi ayam ras pedaging dengan metode variable costing ... 117

E. Laba Usaha Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Metro Utara ... 124

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ayam Ras Pedaging Probiotik di Kecamatan Metro Pusat ... 124

1. Uji multikolinearitas ... 124

2. Uji heteroskedastis ... 125

3. Koefisien determinasi (R²) ... 125

4. Pengujian parameter secara bersamaan (uji-F) ... 126

5. Pengujian parameter secara individual (uji-t) ... 127

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

A.Kesimpulan ... 134

B.Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut

lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, tahun 2010-2012 ... 2 2. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut

bidang pertanian di Kota Metro, tahun 2009-2011 ... 3 3. Produksi daging ayam ras pedaging di Provinsi Lampung per

kabupaten/ kota, tahun 2012 ... 4 4. Populasi ternak unggas di Kota Metro per kecamatan, tahun 2012... 5 5. Tiga jenis pakan berdasarkan kandungan nutrisi ... 18 6. Sebaran peternak ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2013 ... 51 7. Sebaran konsumen ayam ras pedaging probiotik di Kota Metro,

tahun 2014 ... 52 8. Harga pokok produksi menggunakan variable costing ... 55 9. Harga pokok produksi menggunakan full costing... 55 10. Jumlah penduduk dan sex ratio menurut kecamatan di Kota Metro,

tahun 2013 ... 64 11. Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kota Metro,

tahun 2013 ... 65 12. Luas wilayah, RW dan RT per kelurahan di Kecamatan Metro Pusat

tahun 2012 ... 67 13. Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Metro


(15)

15. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan per kelurahan di

Kecamatan Metro Pusat, tahun 2012 ... 70 16. Luas wilayah, RW dan RT per kelurahan di Kecamatan Metro Utara

tahun 2013 ... 72 17. Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Metro

Utara, tahun 2013 ... 73 18. Jumlah peduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Metro

Utara, tahun 2013 ... 74 19. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan per kelurahan di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2013 ... 75 20. Populasi ternak unggas di Kota Metro per kecamatan, tahun 2013 ... 75 21. Sebaran peternak ayam ras pedaging berdasarkan kelompok umur di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 78 22. Sebaran konsumen ayam ras pedaging probiotik berdasarkan

kelompok umur di Kecamatan Metro Pusat, tahun 2014 ... 78 23. Sebaran peternak ayam ras pedaging berdasarkan tingkat pendidikan

di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 79 24. Sebaran konsumen ayam ras pedaging probiotik berdasarkan tingkat

pendidikan di Kecamatan Metro Pusat, tahun 2014 ... 80 25. Sebaran peternak ayam ras pedaging berdasarkan jumlah anggota

keluarga di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 81 26. Sebaran konsumen ayam ras pedaging probiotik berdasarkan jumlah

anggota keluarga di Kecamatan Metro Pusat, tahun 2014 ... 82 27. Sebaran peternak ayam ras pedaging berdasarkan tingkat pendidikan

di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 83 28. Total biaya bahan baku DOC per periode produksi pada usaha ternak

ayam ras pedaging di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 102 29. Total upah tenaga kerja per periode produksi pada usaha ternak


(16)

31. Total biaya lain-lain per periode produksi pada usaha ternak ayam

ras pedaging di Kecamatna Metro Utara, tahun 2014 ... 109 32. Total biaya overhead pabrik tetap per periode produksi pada usaha

ternak ayam ras pedaging di Kecamatna Metro Utara, tahun 2014 ... 110 33. Total penerimaan ayam ras pedaging per periode produksi pada di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 111 34. Harga pokok produksi ayam ras pedaging dengan metode full costing

di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 115 35. Harga pokok produksi ayam ras pedaging kapasitas 1.000 ekor

dengan metode full costing di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 116 36. Harga pokok produksi ayam ras pedaging dengan metode variable

costing di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 118 37. Harga pokok produksi ayam ras pedaging kapasitas 1.000 ekor

dengan metode variable costing di Kecamatan Metro Utara, tahun

2014 ... 119 38. Laba usaha pada ternak ayam ras pedaging probiotik dan non

probiotik di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 121 39. Laba usaha pada ternak ayam ras pedaging kapasitas 1.000 ekor di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 122 40. Hasil uji-F (analisis varians) ... 126 41. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging

probiotik di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 127 42. Identitas responden peternak ayam ras pedaging probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 140 43. Identitas responden peternak ayam ras pedaging non probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 140 44. Data investasi ayam ras pedaging probiotik di Kecamatan Metro

Utara, tahun 2014 ... 141 45. Data investasi ayam ras pedaging non probiotik di Kecamatan Metro


(17)

47. Total biaya bahan baku dan biaya pendukung ayam ras pedaging non

probiotik di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 146 48. Total biaya lain-lain pada usaha ayam ras pedaging probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 150 49. Total biaya lain-lain pada usaha ayam ras pedaging non probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 150 50. Penyusutan peralatan ayam ras pedaging probiotik di Kecamatan

Metro Utara, tahun 2014 ... 152 51. Penyusutan peralatan ayam ras pedaging non probiotik di Kecamatan

Metro Utara, tahun 2014 ... 152 52. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 1 ayam ras pedaging

probiotik, tahun 2014 ... 153 53. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 2 ayam ras pedaging

probiotik, tahun 2014 ... 154 54. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 3 ayam ras pedaging

probiotik, tahun 2014 ... 155 55. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 4 ayam ras pedaging

probiotik, tahun 2014 ... 156 56. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 1 ayam ras pedaging non

probiotik, tahun 2014 ... 157 57. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 2 ayam ras pedaging non

probiotik, tahun 2014 ... 158 58. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 3 ayam ras pedaging

probiotik, tahun 2014 ... 159 59. Biaya penyusutan anuitas oleh peternak 4 ayam ras pedaging

probiotik, tahun 2014 ... 160 60. Biaya perawatan kandang ayam ras pedaging probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 161 61. Biaya perawatan kandang ayam ras pedaging non probiotik di


(18)

63. Penerimaan hasil produksi ayam ras pedaging non probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 162 64. Biaya tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 163 65. Biaya tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging non probiotik di

Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 164 66. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging probiotik

dengan metode full costing, tahun 2014... 165 67. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging non probiotik

dengan metode full costing, tahun 2014... 165 68. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging probiotik

dengan metode variable costing, tahun 2014... 166 69. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging non probiotik

dengan metode variable costing, tahun 2014... 166 70. Laba usaha ternak ayam ras pedaging probiotik di Kecamatan Metro

Utara, tahun 2014 ... 167 71. Laba usaha ternak ayam ras pedaging non probiotik di Kecamatan

Metro Utara, tahun 2014 ... 168 72. Total biaya bahan baku dan biaya pendukung ayam ras pedaging

probiotik kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun

2014 ... 169 73. Total biaya bahan baku dan biaya pendukung ayam ras pedaging non

probiotik kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun

2014 ... 169 74. Total biaya lain-lain pada usaha ayam ras pedaging probiotik

kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 173 75. Total biaya lain-lain pada usaha ayam ras pedaging non probiotik

kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 173 76. Penyusutan peralatan ayam ras pedaging probiotik kapasitas 1.000


(19)

78. Biaya penyusutan peralatan ayam ras pedaging probiotik kapasitas

1.000 ekor dengan metode anuitas, tahun 2014 ... 179 79. Biaya penyusutan peralatan ayam ras pedaging non probiotik

kapasitas 1.000 ekor dengan metode anuitas, tahun 2014 ... 183 80. Penerimaan hasil produksi ayam ras pedaging probiotik kapasitas

1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 185 81. Penerimaan hasil produksi ayam ras pedaging non probiotik

kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 185 82. Biaya tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging probiotik kapasitas

1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 186 83. Biaya tenaga kerja pada usaha ayam ras pedaging non probiotik

kapasitas 1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 187 84. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging kapasitas

1.000 ekor dengan metode full costing, tahun 2014 ... 188 85. Harga pokok produksi usaha ternak ayam ras pedaging kapasitas

1.000 ekor dengan metode variable costing, tahun 2014 ... 188 86. Laba kotor dan laba bersih usaha ternak ayam ras pedaging kapasitas

1.000 ekor di Kecamatan Metro Utara, tahun 2014 ... 188 87. Identitas responden konsumen ayam ras pedaging probiotik di

Kecamatan Metro Pusat, tahun 2014 ... 189 88. Input regresi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras

pedaging probiotik, tahun 2014 ... 165 89. Output regresi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam

ras pedaging probiotik, tahun 2014 ... 191 90. Uji multikolinearitas ... 194 91. Uji heteroskedastis ... 195


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kurva permintaan ... 36 2. Kerangka pemikiran analisis harga pokok produksi, laba usaha

dan permintaan ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik di

Kota Metro, tahun 2014 ... 46 3. Persentase luas wilayah kecamatan di Kota Metro, tahun 2012 ... 61 4. Pengaruh pengetahuan tentang kesehatan terhadap permintaan


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian berperan aktif untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Letak geografis Indonesia yang menguntungkan pada garis khatulistiwa memungkinkan Indonesia untuk menanam dan memanen

berbagai jenis hasil pertanian sepanjang tahun. Selain itu, pertanian juga bermanfaat sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia bahan baku, penghasil devisa, dan pembangun ketahanan daerah, sehingga diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pertanian memberikan kontribusi tinggi terhadap perekonomian Indonesia, baik secara regional maupun nasional. Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi dari sektor pertanian. Jumlah PDRB yang diperoleh ini selalu mengalami peningkatan drastis dari tahun 2010 hingga tahun 2012, seperti yang disajikan pada Tabel 1.


(22)

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, tahun 2010-2012 (juta rupiah)

No Lapangan usaha 2010 2011 2012

1 Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan

39.917.414 45.478.685 51.927.562 2 Pertambangan dan

penggalian

2.161.754 2.672.150 2.840.577 3 Industri pengolahan 17.120.714 20.555.157 22.841.435 4 Listrik dan air bersih 595.503 691.203 788.597

5 Bangunan 3.968.970 4.397.009 4.855.562

6 Perdagangan, restoran dan hotel

16.503.762 20.481.520 22.930.103 7 Pengangkutan dan

telekomunikasi

11.011.468 14.716.358 16.676.478 8 Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan

6.844.990 7.633.617 8.892.445

9 Jasa-jasa 10.252.694 11.282.562 13.168.600

PDRB 108.404.270 127.908.260 144.561.358

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013

Berdasarkan Tabel 1, nilai PDRB Provinsi Lampung yang tertinggi berasal dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Nilai PDRB tersebut meningkat sebesar 23,12 persen dari tahun 2010-2012. Peternakan yang merupakan subsektor pertanian berperan sebagai penyedia protein hewani yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia.

Peternakan juga merupakan lapangan usaha yang menyumbangkan nilai tinggi untuk PDRB Kota Metro yang juga merupakan bagian dari Provinsi Lampung. PDRB dari subsektor peternakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan PDRB subsektor peternakan sebesar 10,3 persen dari tahun 2009-2011. Subsektor ini menjadi penyumbang terbesar kedua pada bidang pertanian, dilihat dari Tabel 2.


(23)

Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto Kota Metro atas dasar harga berlaku menurut bidang pertanian di Kota Metro tahun 2009-2011 (juta rupiah)

No Lapangan usaha 2009 2010 2011

1 Tanaman bahan makanan 57.677 67.464 78.129

2 Tanaman perkebunan 2.451 2.594 2.687

3 Peternakan dan hasilnya 51.658 54.319 57.590

4 Kehutanan 0 0 0

5 Perikanan 2.531 3.573 4.466

Pertanian 114.316 127.949 142.872

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Metro, 2012

Salah satu komoditas peternakan yang paling populer di dunia usaha agribisnis adalah ayam ras pedaging. Usaha ternak ayam ras pedaging memiliki prospek yang cerah karena minat masyarakat untuk mengkonsumsi ayam ras pedaging cukup tinggi. Masyarakat menyukai ayam ras pedaging karena dagingnya lembut dan tidak kenyal sehingga cocok bagi semua umur dan lapisan. Konsumen ayam ras pedaging menyebar di seluruh pelosok negeri. Ayam ras pedaging sering dikonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga namun banyak pengusaha yang memanfaatkan bisnis ayam ras pedaging seperti usaha rumah makan, perusahaan pengolah ayam, dan lain-lain. Kalangan peternak kecil mengembangkan usaha dalam skala kecil sebagai sambilan usaha taninya. Pengusaha besar membangun industri ayam ras pedaging secara besar-besaran (Setyono dan Ulfah, 2012).

Ayam ras pedaging merupakan komoditas ternak yang relatif baru

dibandingkan dengan ternak sapi, kambing, kerbau, domba, itik atau ayam buras, namun bisnis ayam ras pedaging telah mengalami perkembangan yang pesat dan memiliki posisi strategis. Bisnis ayam ras pedaging mampu


(24)

(Setyono dan Ulfah, 2012). Masyarakat lebih memilih untuk membeli daging ayam karena harga daging ayam lebih murah dibandingkan harga daging sapi dan daging ayam lebih mudah diolah untuk penyajian makanan.

Perkembangan bisnis ayam ras pedaging pesat berdampak pada peningkatan produksi daging ayam ras pedaging untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Produksi daging ayam ras pedaging di Provinsi Lampung tergolong tinggi yaitu 31.452,650 ton pada tahun 2012. Setiap kabupaten dan kota di Provinsi Lampung dapat memproduksi daging ayam ras pedaging dengan jumlah yang besar. Kabupaten Pesawaran memproduksi daging ayam ras pedaging

dengan jumlah tertinggi yaitu 8.662,180 ton pada tahun 2012, sedangkan Kota Metro menempati urutan ketujuh dalam produksi ayam ras pedaging, dengan jumlah 1.218,309 ton pada tahun 2012, dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi daging ayam ras pedaging di Provinsi Lampung per kabupaten/ kota, tahun 2012

No Kabupaten / kota Produksi

(ton)

1 Lampung Barat 19,489

2 Tanggamus 984,054

3 Lampung Selatan 6.802,108

4 Lampung Timur 2.683,809

5 Lampung Tengah 1.209,870

6 Lampung Utara 1.420,970

7 Way Kanan 579,714

8 Tulang Bawang 180,232

9 Pesawaran 8.662,180

10 Pringsewu 2.216,669

11 Mesuji 235,923

12 Tulang Bawang Barat 398,693

13 Bandar Lampung 4.840,630

14 Metro 1.218,309

Jumlah 31.452,650


(25)

Kota Metro sebagai salah satu sentra usaha peternakan unggas memiliki populasi ayam ras tertinggi yaitu 1.345.750 ekor, dibandingkan populasi ayam buras, ayam petelur, dan itik. Kecamatan Metro Utara merupakan kecamatan yang telah membudidayakan ayam ras terbanyak yaitu 1.267.850 ekor pada tahun 2012. Dengan uraian tersebut, peneliti memilih Kecamatan Metro Utara sebagai tempat penelitian. Data populasi ternak unggas di Kota Metro per kecamatan tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi ternak unggas di Kota Metro per kecamatan, tahun 2012 (ekor)

No Kecamatan Ayam

buras

Ayam petelur

Ayam

ras Itik

1 Metro Selatan 22.700 2.700 41.600 7.800

2 Metro Timur 24.400 5.050 27.000 2.700

3 Metro Barat 21.600 1.150 6.050 7.150

4 Metro Pusat 17.700 2.500 3.250 7.200

5 Metro Utara 30.923 0 1.267.850 12.000

Jumlah 117.323 11.400 1.345.750 36.850

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 2013

Kota Metro juga merupakan kota perintis berdirinya usaha ternak ayam ras pedaging probiotik. Ayam probiotik merupakan ayam ras pedaging yang dipelihara dengan memberikan tambahan pakan berupa probiotik dan jamu-jamuan sehingga meningkatkan rasa dan menghasilkan daging ayam yang sehat dan berkualitas. Ayam probiotik aman dikonsumsi karena bebas residu antibiotik, residu hormon, dan kandungan lemak rendah (Kelompok Peternak Ayam Berkat Usaha Bersama, 2014). Populasi ternak ayam ras pedaging probiotik di Kota Metro adalah 14.900 ekor pada tahun 2014, tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Metro Utara 3.800 ekor, Metro Timur 2.600 ekor, dan Metro Pusat 8.500 ekor. Wilayah Metro Barat dan Metro


(26)

Selatan tidak memiliki usaha ternak ayam ras pedaging probiotik (Kelompok Peternak Ayam Berkat Usaha Bersama, 2014).

Usaha ayam ras pedaging probiotik belum terlalu diminati, terbukti dari jumlah peternak ayam ras pedaging probiotik yang masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah peternak ayam ras pedaging non probiotik. Jumlah peternak ayam ras pedaging probiotik adalah 15 orang, sedangkan jumlah peternak ayam ras pedaging non probiotik adalah 36 orang. Kecamatan Metro Utara memiliki 4 peternak ayam ras pedaging probiotik dan 21 peternak ayam ras pedaging non probiotik (Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Metro, 2013).

Berdasarkan hasil pra survei, minat masyarakat untuk berwirausaha ayam ras pedaging probiotik masih rendah, karena ayam ras pedaging probiotik masih menjadi produk eksklusif di Kota Metro dan pengetahuan masyarakat tentang ayam ras pedaging probiotik masih sedikit. Faktor lain adalah tata cara pemeliharaan ayam ras pedaging probiotik lebih sulit dibandingkan ayam non probiotik dan serapan pasar produk ayam ras pedaging probiotik ini tertentu. Produk ayam ras pedaging probiotik lebih banyak dipasarkan ke Jakarta dibandingkan Kota Metro. Produk telah dipasarkan di Jakarta ke berbagai supermarket besar seperti Giant, Carrefour, Hypermart, Trans Market, Hero, dan lain-lain, tetapi produk ini hanya dikonsumsi oleh rumah tangga dan tidak dijual ke pasar tradisional maupun modern di wilayah Kota Metro (Kelompok Peternak Ayam Berkat Usaha Bersama, 2014).


(27)

Perkembangan bisnis ayam ras pedaging berhubungan erat dengan pertumbuhan perekonomian daerah dan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk diikuti oleh perkembangan kesempatan kerja. Semakin banyak orang yang menerima pendapatan maka daya beli

masyarakat bertambah, sehingga permintaan juga meningkat (Sukirno, 2010). Berdasarkan pernyataan tersebut, semakin tinggi populasi dan pendapatan masyarakat, permintaan ayam ras pedaging juga semakin tinggi sehingga peternak akan meningkatkan jumlah produksi ayam ras pedaging pula. Jumlah produksi ayam dapat ditingkatkan dengan penambahan jumlah bahan baku. Pada proses produksi, peternak harus mengetahui harga pokok

produksi usaha tersebut untuk mengendalikan biaya yang dikeluarkan. Lambajang (2013) menyatakan bahwa perhitungan harga pokok produksi yang benar akan berimplikasi pada penerapan harga jual yang benar pula, sehingga nantinya mampu menghasilkan laba sesuai yang diharapkan.

Harga pokok produksi dipelajari dalam akuntansi biaya. Akuntasi biaya merupakan bidang akuntansi yang khusus mencatat, menetapkan, dan mengendalikan biaya. Akuntansi biaya ini memusatkan pada akumulasi biaya, penilaian persediaan, dan perhitungan serta penetapan harga pokok suatu produk (Firmansyah, 2014). Harga pokok produksi harus dihitung dengan sebaik-baiknya dengan cara mengefisiensikan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang. Harga pokok produksi meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Ketiga biaya tersebut harus dicatat dan digolongkan dengan cermat. Harga pokok produksi akan berpengaruh terhadap penentuan harga jual, pemantauan


(28)

realisasi biaya produksi, perhitungan laba atau rugi usaha secara periodik, dan penentuan harga pokok persediaan barang jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca (Mulyadi, 1999).

Pada usaha ayam ras pedaging, peternak masih menggunakan pencatatan yang sederhana, sehingga hasil perhitungan akan menghasilkan informasi biaya yang kurang akurat. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang tercantum dalam harga pokok produksi merupakan biaya yang memiliki proporsi paling besar dan biaya produksi tidak langsung merupakan bagian kecil dalam biaya produksi (Firmansyah, 2014). Perhitungan harga pokok produksi berperan penting dalam penyajian informasi ringkas dan akurat bagi pemilik usaha. Hasil perhitungan tersebut akan berpengaruh terhadap

penentuan harga jual dan laba yang tepat.

Ternak ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik menjalin kemitraan dengan koperasi dan perusahaan. Koperasi dan perusahaan memberikan sejumlah dana untuk membiayai proses produksi usaha ternak ayam ras pedaging. Ayam yang dihasilkan harus dijual langsung ke koperasi dan perusahaan bersangkutan, sehingga peternak memperoleh kepastian dalam memasarkan produknya.

Biaya produksi yang dikeluarkan peternak tidak selalu sama, terkadang mengalami perubahan pada beberapa jenis biaya, sehingga laba yang diperoleh juga akan berubah. Peternak sebaiknya mengetahui secara akurat dan terperinci seberapa besar harga pokok produksi yang dihasilkan dan menentukan apakah harga jual telah sesuai dengan biaya produksi untuk


(29)

mendapatkan laba yang sesuai harapan. Harga jual berpengaruh terhadap keuntungan yang akan diperoleh peternak. Peternak ayam ras pedaging probiotik menjual ayam ke KPA Berkat Usaha Bersama seharga Rp17.000,00 per kg, sedangkan peternak ayam ras pedaging non probiotik menjual ayam ke perusahaan mitra seharga Rp16.500,00 sampai Rp17.000,00 per kg sesuai dengan kesepakatan. Perbedaan harga jual dapat disebabkan oleh biaya produksi ayam ras pedaging probiotik lebih besar dibandingkan dengan ayam ras pedaging non probiotik.

Berdasarkan waktu pemeliharaan, ayam ras pedaging probiotik dipelihara 35 hari, sedangkan ayam ras pedaging non probiotik dipelihara hanya 30-33 hari (pra survei, 2014). Waktu pemeliharaan ayam ras pedaging probiotik lebih panjang menyebabkan harga pokok produksi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik juga meningkat. Jika harga pokok produksi dapat diturunkan maka harga jual produk dapat ditekan dan diharapkan permintaan produk meningkat, yang pada akhirnya akan

meningkatkan laba usaha (Mulyadi, 1999). Penentuan harga jual yang terlalu tinggi akan menyebabkan jumlah permintaan produk lebih sedikit dan kurang bersaing di pasar. Berdasarkan hukum permintaan, semakin tinggi harga barang maka semakin sedikit kuantitas barang yang diminta (Sukirno, 2010).

Permintaan ayam ras pedaging probiotik masih rendah yaitu Metro 1.000 ekor per bulan, Bandar Lampung 400 ekor per bulan, Bekasi 400 ekor per bulan, dan Jakarta 12.500 ekor per bulan (Kelompok Peternak Ayam Berkat Usaha Bersama, 2014). Pemaparan diatas memberi gambaran bahwa


(30)

permintaan ayam di Kota Metro masih sangat rendah dibandingkan dengan permintaan ayam di luar kota (Jakarta). Rendahnya permintaan di Kota Metro dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu harga ayam ras pedaging probiotik, harga ayam ras pedaging non probiotik, harga ayam buras, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga (Sukirno, 2010), dan pengetahuan tentang kesehatan berdasarkan hasil pra survei. Peternak juga mengalami kesulitan untuk memenuhi jumlah permintaan yang besar dari luar kota karena jumlah peternak tergolong kecil dan jumlah produksi ayam ras pedaging probiotik masih rendah. Perbedaan permintaan ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik terlihat jelas, dimana ayam ras pedaging non probiotik telah dikenal masyarakat secara luas dan permintaan konsumen terhadap ayam tersebut juga sangat tinggi, sehingga penelitian akan

menfokuskan pada permintaan ayam ras pedaging probiotik agar diketahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan permintaan konsumen.

Berdasarkan uraian sebelumnya, permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai:

1. Berapa harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik di Kecamatan Metro Utara?

2. Berapa laba yang diperoleh dari usaha ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik di Kecamatan Metro Utara?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging probiotik di Kecamatan Metro Pusat?


(31)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui harga pokok produksi ayam ras pedaging probiotik dan non

probiotik di Kecamatan Metro Utara.

2. Mengetahui laba yang diperoleh dari usaha ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik di Kecamatan Metro Utara.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging probiotik di Kecamatan Metro Pusat.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi: 1. Pemerintah

Sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk membuat keputusan dan kebijaksanaan dalam pengembangan usaha ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik.

2. Pengusaha

Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan usaha untuk meningkatkan laba usaha ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik, serta meningkatkan permintaan ayam ras pedaging probiotik.

3. Peneliti lain


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Deskripsi Ayam

Santoso dan Sudaryani (2011) menyatakan bahwa ayam(Gallus gallus domesticus) adalah unggas yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi keperluan hidup pemeliharanya. Kawin silang antar ras ayam telah menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni dengan bermacam-macam fungsi, yaitu ayam potong (untuk diambil daging), ayam petelur (untuk diambil telur), dan ayam dipelihara untuk kesenangan. Ayam menunjukkan perbedaan morfologi di antara ayam jantan dan ayam betina. Ayam jantan (jago, rooster) berukuran lebih besar, lebih atraktif, memiliki jalu panjang, berjengger lebih besar, dan bulu ekornya panjang menjuntai. Ayam betina (babon, hen) berukuran kecil, jalu pendek, berjengger kecil, dan bulu ekor pendek. Ayam mudah beradaptasi di berbagai tempat jika ketersediaan makanan di tempat.

a. Ayam Ras Pedaging (Broiler)

Santoso dan Sudaryani (2011) mengemukakan bahwa ayam ras pedaging disebut juga broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil


(33)

persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Ayam ras pedaging memiliki ciri-ciri meliputi bobot relatif besar, pemberian asupan

makanan yang tinggi, pertumbuhan sangat cepat, dan mengandung banyak lemak pada tubuhnya. Ayam ras pedaging baru dikenal di Indonesia sejak tahun 1980-an. Hingga kini ayam ras pedaging telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihan.

Kelebihan ayam ras pedaging adalah dapat dipanen setelah lima sampai enam minggu masa pemeliharaan. Masa pemeliharaan yang relatif pendek mengakibatkan proses produksi dilakukan lebih cepat sehingga banyak peternak baru serta peternak musiman berminat untuk

mengembangkan usaha ini di berbagai wilayah Indonesia. Ayam ras pedaging yang dipotong pada umur yang tepat dapat menghasilkan daging yang empuk, tekstur kulit yang halus dan tulang dada yang masih lentur, dengan peletakan lemak yang belum banyak (Santoso dan Sudaryani, 2011).

b. Penentuan Lokasi Ternak Ayam

Setyono dan Ulfah (2012) berpendapat bahwa pemilihan lokasi sangat mempengaruhi nilai keuntungan usaha. Lokasi untuk kegiatan bisnis mencakup lokasi wilayah usaha dan lokasi kandang. Lokasi wilayah usaha yang baik merupakan lokasi dekat sumber bahan baku dan lokasi dekat wilayah konsumen. Lokasi dekat sumber bahan baku dipilih dekat perusahaan pembibitan atau pabrik makanan ternak (pakan).


(34)

Lokasi dekat wilayah konsumen dipilih dengan melihat jumlah penduduk yang tinggi. Pendekatan wilayah konsumen juga dapat ditinjau dari prospek masa depan yang ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi.

c. Teknis Budidaya

Seorang peternak perlu memahami tiga unsur produksi sebelum memulai usaha yaitu manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (pemberian pakan).

(1) Pengelolaan Usaha Peternakan (a) Perkandangan

Tipe kandang ayam ras pedaging ada dua, yaitu bentuk panggung dan postal (litter). Kandang panggung adalah kandang yang dibuat dengan sistem kolong sehingga lantai kandang renggang. Tinggi kolong sekitar 0,5-1,5 m. Model kandang panggung yang banyak digunakan berukuran panjang 50-100 m, lebar 7-10 m, dan tinggi 4-5 m. Kandang postal adalah kandang yang berlantai rapat seperti lantai tanah atau semen. Alas pada kandang postal ditaburi bahan organik seperti sekam, pasir, serutan kayu, dan bahan lain yang daya serap tinggi. Sebagian besar peternak menggunakan tipe postal karena biaya pembuatan relatif lebih murah dan dapat mengurangi kaki ayam lecet (Setyono dan Ulfah, 2012).


(35)

Abidin (2005) menyatakan bahwa sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi persyaratan

temperatur antara 32 - 35ºC, kelembaban antara 60 - 70 persen, penerangan atau pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, dan model

kandang disesuaikan dengan umur ayam. Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m², lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan

menurun, ayam cenderung banyak minum, stres, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.

(b) Peralatan

Santoso dan Sundaryani (2011) menyatakan bahwa peralatan yang digunakan dalam pemeliharaan ayam ras pedaging, meliputi:

(i) Litter (alas lantai)

Alas lantai atau litter harus dalam keadaan kering sehingga atap tidak boleh bocor dan air hujan tidak ada yang masuk,


(36)

alas litter berupa terpal plastik atau kertas sekali pakai. Pada bagian atas alas litter, diberi bahan litter. Tebal litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari sekam padi atau serutan kayu dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasil serutan kayu dengan panjang antara 3–5 cm.

(ii) Tirai atau layar

Tirai berfungsi sebagai penahan dingin dari tiupan angin. Bahan tirai dapat berupa kain atau plastik yang mudah ditutup dan dibuka.

(iii)Indukan atau brooder

Brooder berbentuk bundar atau persegi empat dengan areal jangkauan 1-3 m dengan alat pemanas di tengah. Indukan berfungsi seperti induk ayam yang

menghangatkan anak ayam ketika baru menetas. (iv) Tempat bertengger

Tempat bertengger adalah untuk tempat istirahat atau tidur, dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh ke lantai yang mudah dibersihkan dari luar. Tempat bertengger harus tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari tempat bertelur.

(v) Instalasi air minum dan tempat pakan

Instalasi air minum yang diperlukan meliputi sumur, pompa air, paralon, drum penampungan dan tempat


(37)

minum otomatis. Tempat pakan ayam diletakkan dengan cara digantung. Penggantung lajur tempat pakan dibuat dari bambu yang membujur dari timur ke barat.

(vi) Instalasi pemanas

Jenis pemanas yang digunakan daam peternakan adalah listrik, gas, batubara, dan minyak tanah. Pemanas gas menghasilkan sinar infrared yang berguna bagi tumbuh kembang ayam. Selain itu, pemanas juga bersih, stabil dan dapat disetel sesuai suhu yang ideal bagi ayam. (vii)Alat-alat rutin

Alat-alat rutin termasuk alat kesehatan ayam seperti suntikan, gunting operasi, pisau potong operasi kecil, dan lain-lain.

(2) Pembibitan

Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit atau Day Old Chicken (DOC) atau ayam umur sehari yang baik yaitu pusarnya menutup rapi, kakinya besar dan basah seperti berminyak,

pantatnya tidak kotor atau tidak terdapat pasta putih, DOC terlihat aktif, dan berat DOC tidak kurang dari 37 gram. DOC memerlukan tempat yang bersih dan steril dari bibit penyakit. Peternak juga harus memperhatikan suhu ruang kandang, pemberian vitamin dan antibiotik. Pemantauan DOC harus dilakukan secara teratur (Santoso dan Sundaryani, 2011).


(38)

(3) Pemberian Pakan

Santoso dan Sudaryani (2011) menyatakan bahwa pemberian pakan untuk ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik adalah full feed, artinya tabung ayam tidak boleh kosong. Penambahan pakan pada tabung minimal tiga kali sehari untuk merangsang ayam makan dan tempat pakan harus sering digoyang. Apabila peternak ingin mengganti jenis pakan sebaiknya pakan diberikan dengan cara dicampur berangsur-angsur antara pakan lama dan pakan baru agar ayam tidak mengalami stress. Pakan ayam terbagi menjadi beberapa jenis yaitu mash (tepung), crumbles (butiran pecah), dan pelet(butiran utuh). Mash dibuat oleh peternak dengan cara mencampur pakan sendiri dan biasa digunakan oleh peternak ayam petelur. Crumbles dipakai oleh peternak pedaging sedangkan pelet diberikan pada ayam broiler yang telah berumur empat minggu.

Tabel 5. Tiga jenis pakan berdasarkan kandungan nutrisi

Jenis Pakan Lama

Pemberian

Protein (persen)

Energi Metabolisme (kkal/kg pakan)

Prastarter 1-7 hari 23-24 3.050

Strarter 8-28 hari 21-22 3.100

Finisher 29-panen 18-20 3.200 - 3.300

Sumber: Santoso dan Sudaryani, 2011

d. Penyakit Pada Ayam

Penanggulangan penyakit pada ayam harus dilakukan oleh setiap peternak, karena serangan penyakit dapat mematikan bagi ternak ayam,


(39)

sehingga produksi ayam juga akan menurun. Peternak terlebih dahulu harus mengetahui gejala ayam yang terserang penyakit. Santoso dan Sudaryani (2011) memaparkan beberapa jenis penyakit yang sering menyerang ternak ayam, yaitu:

(1) Aspergillosis

Aspergillosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Jamur berasal dari penetasan yang dipakai untuk alas kandang, atau pakan ayam. Gejala penyakit ini adalah anak ayam terlihat sukar

bernapas, saat dibuka bingkainya, akan terlihat butiran-butiran kecil berwarna kuning pada paru-parunya. Pengendalian

penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan membuang sumber penyakit dan memberikan fungistat pada makanan.

(2) Ascites

Penyakit ini dipengaruhi oleh kapasitas paru-paru yang terbatas yang tidak dapat diimbangi dengan kecepatan pertumbuhan ayam, serta suplai oksigen dari lingkungan yang sedikit. Penyakit ditandai oleh cairan pada bagian dada dan perut, anak ayam akan menciap-ciap. Pencegahan dilakukan dengan menjaga sirkulasi udara di kandang.

(3) Kolibasilosis

Penyakit ini merupakan infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri Ezcherichia coli. Gejanya meliputi ayam kurus, badan kusam, nafsu makan turun, diare, dan pertumbuhan terganggu. Pencegahan dilakukan dengan perbaikan sanitasi lingkungan,


(40)

pakan, dan air. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik nitrofurans dan neomisin.

(4) Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)

Tetelomemiliki gejala berupaayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi dengkuran, lesu, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer kehijauan yang spesifik, adanya gejala “tortikolis”, yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu dan lumpuh. Pengendalian dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar atau dibuang. (5) Gumboro

Gumboro disebabkan oleh virus gumboro. Penyakit ini menyerang sel bursa fabricili yang bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi pembentuk kekebalan tubuh. Gejala yang terlihat seperti anak ayam lesu, bulunya mengerut, tubuh ayam menjadi kering, anak ayam mematuki duburnya sendiri, kotoran encer berlendir berwarna putih, angka kematian dapat mencapai 31 persen. Pengurangan dehidrasi pada ayam dapat diberikan air minum yang dicampur molafase sebanyak 10 persen.

e. Panen dan Pascapanen

Peternak memperoleh hasil utama dari usaha ternak ayam pada masa panen berupa daging ayam atau telur ayam. Hal-hal yang dilakukan pada pascapanen (Abidin, 2005) yaitu:


(41)

(1) Stoving

Stoving yaitu penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di kandang penampungan (houlding ground). (2) Pemotongan

Pemotongan ayam dilakukan di lehernya, prinsipnya agar darah keluar keseluruhan atau sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini dilakukan agar kualitas daging bagus, tidak mudah tercemar dan mudah busuk.

(3) Pengulitan atau Pencabutan Bulu

Caranya ayam yang telah dipotong dicelupkan ke dalam air panas (51,7- 54,4ºC). Lama pencelupan ayam adalah 30 detik. Bulu-bulu yang halus dicabut dengan membubuhkan lilin cair atau dibakar dengan nyala api biru.

(4) Pengeluaran Jeroan

Jeroan dikeluarkan dengan memotong bagian bawah dubur sedikit, lalu seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan.

(5) Pemotongan Karkas

Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah semua jeroan sudah dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, maka kaki ayam atau paha ditekukan di bawah dubur, kemudian ayam didinginkan dan dikemas.


(42)

2. Probiotik

Anonim (2014) menyatakan probiotik adalah mikroorganisme hidup yang dapat memberikan efek baik atau kesehatan pada organisme lain dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan keseimbangan mikroba dalam pencernaan dan mengurangi mikroba yang tidak dikehendaki seperti E.coli, Salmonella, Clostridium, Lactobacillus, Carnobacterium, beberapa kelompok Bacillus, dan Pseudomonas. Probiotik bisa membunuh bakteri yang merugikan (patogen) dan membantu penyerapan nutrisi pada hewan atau tumbuhan, sehingga pertumbuhannya menjadi optimal. Probiotik dapat meningkatkan Metabolisme Energi (ME) dan Total Digestible Nutrien (TDN) sehingga imbangan antara protein dan energi lebih bagus, kandungan lemak lebih rendah. Kualitas daging ayam akan lebih baik, daging lebih padat dan berserat. Probiotik juga mengurangi bau kotoran ayam sehingga udara sekitar tempat pemeliharaan lebih segar.

Fuller(1997)dalam Akhadiarto (2010) berpendapat bahwa kelebihan dari pemberian probiotik untuk ayam adalah meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan kecernaan pakan, meningatkan daya tahan tubuh,

meningkatkan produksi telur dan daging,serta meningkatkan pertumbuhan mikroba yang menguntungkan. Probiotik unggas yang biasa digunakan untuk ayam ras pedaging adalah Bio-B. Probiotik ini bersifat cair, mengandung mikroba, seperti Lactobacillus, serta ditambah dengan beberapa zat perangsang tumbuh dari bahan alami (organik). Probiotik


(43)

diberikan melalui air minum agar efektif dan efisien. Probiotik berbentuk cairan akan mudah dilarutkan dalam air. Pada ayam ras pedaging, Bio-B diberikan sebanyak 1 cc/liter air minum. Dosis yang lebih tinggi justru kurang efektif namun tidak membahayakan. Pemberian dilakukan sejak DOC (Day Old Chick) dan diberikan setiap hari hingga panen. Usahakan diberikan pada pagi hari sehingga tidak ada probiotik yang tersisa pada sore hari.

Penambahan probiotik baik digunakan untuk menggantikan antibiotik dalam ransum karena tidak menimbulkan residu metabolik dalam jaringan ternak. Penambahan probiotik dalam ransum ayam pedaging masih lebih baik dibanding dengan penambahan antibiotik untuk menekan mortalitas. Fungsi probiotik sama dengan antibiotik yaitu meningkatkan kekebalan. Perbedaannya adalah antibiotik merupakan zat kimia yang diserap di dalam usus, yang dapat menimbulkan residu dalam jaringan dan dapat menyebabkan adanya mutasi mikroorganisme, sedangkan probiotik

merupakan mikroorganisme hidup, tanpa menyebabkan residu dan mutasi, karena kerjanya hanya mendesak mikroorganisme patogen keluar dari dalam tubuh (Daud, 2005).

3. Agribisnis

Saragih (2010) berpendapat bahwa agribisnis merupakan suatu cara untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari empat subsistem yang terkait satu sama lain. Keempat subsistem tersebut adalah


(44)

subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis usahatani, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem agribisnis penunjang. Subsistem agribisnis usahatani adalah kegiatan di tingkat petani, pekebun, peternak dan

nelayan, serta dalam arti khusus, termasuk pula kegiatan hutan yang berupaya mengelola input untuk menghasilkan produk pertanian. Usaha ternak ayam ras pedaging termasuk dalam subsistem agribisnis usahatani. Soekartawi (1997) berpendapat bahwa konsep agribisnis merupakan konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan pertanian.

4. Akuntansi Biaya

Schaum (2007) dalam Firmansyah (2014) menyatakan bahwa akuntansi biaya adalah suatu prosedur untuk mencatat dan melaporkan hasil pengukuran dari biaya pembuatan barang atau jasa. Fungsi utama dari akuntansi biaya adalah melakukan akumulasi biaya untuk penilaian persediaan dan penentuan pendapatan. Akuntansi biaya berguna untuk menghitung biaya suatu produk yang mengandung unsur bahan baku, upah langsung, dan overhead pabrik.

Manfaat akuntansi biaya menurut Firmansyah (2014) dapat dijabarkan sebagai:

a. Menyajikan informasi biaya untuk perhitungan harga pokok produksi Untuk perhitungan harga pokok produk, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan dan meringkas biaya pembuatan produk dan


(45)

penyerahan jasa. Biaya yang disajikan adalah biaya historis. Akuntansi biaya dalam penentuan harga pokok produk ditujukan untuk kebutuhan pihak luar perusahaan.

b. Menyajikan informasi biaya untuk membantu manajemen dalam perencanaan dan pengendalian laba

Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk proses produksi. Apabila biaya sudah ditetapkan, akuntansi biaya akan memantau apakah pengeluaran biaya yang sesungguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya. Analisis terhadap selisih biaya akan dilakukan jika terjadi penyimpangan, kemudian manajer akan melakukan tindakan koreksi, sehingga biaya produksi dapat dikendalikan dan laba dapat diperoleh maksimal. Akuntansi biaya untuk tujuan pengendalian biaya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak dalam perusahaan.

c. Menyajikan informasi biaya untuk pengambilan keputusan Akuntansi biaya menyajikan informasi biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Informasi biaya yang digunakan tidak dicatat dalam catatan akuntansi, tetapi diolah sehingga menjadi hasil peramalan. Hasil peramalan ini yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Pengambilan keputusan di masa yang akan datang merupakan keputusan khusus sebagian besar kegiatan manajemen perusahaan. Akuntansi biaya mengembangkan berbagai konsep informasi biaya untuk pengambilan keputusan manajemen seperti biaya kesempatan,


(46)

biaya hipotesis, biaya tambahan, biaya terhindarkan, dan pendapatan hilang.

Firmansyah (2014), sasaran akuntansi biaya adalah transaksi keuangan yang berhubungan dengan biaya secara umum dan tujuan akuntansi biaya menyediakan informasi biaya untuk kepentingan manajemen. Dengan suatu sistem akuntansi biaya, perubahan biaya-biaya dapat digolongkan setiap hari. Melalui laporan kinerja biaya per unit, dapat dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh manajemen. Tindakan perbaikan dapat dilakukan segera jika penyimpangan cukup besar dari tujuan.

5. Harga Pokok Produksi (HPP)

Supriyono (1999) menyatakan bahwa harga pokok produksi adalah aktiva atau jasa yang dikorbankan atau diserahkan dalam proses produksi. Hansen dan Mowen (2005) berpendapat bahwa suatu perusahaan perlu mengetahui besarnya harga pokok produksi yang dihasilkan karena harga pokok produksi dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam

menentukan harga jual, memantau biaya produksi, memperkirakan berapa keuntungan yang akan diperoleh dari hasil penjualan, dan menentukan harga pokok persediaan barang jadi dan produk. Harga pokok produksi meliputi semua biaya dan pengorbanan yang perlu dikeluarkan dalam menghasilkan produk.


(47)

Unsur-unsur harga pokok produksi digolongkan menjadi tiga, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (Mulyadi, 1999).

a. Biaya Bahan Baku

Biaya bahan baku merupakan biaya bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap untuk dipasarkan, atau siap diserahkan kepada pemesan (Bambang dan Kartasapoetra, 1988). Elemen yang dapat mempengaruhi biaya bahan baku menurut Mulyadi (1999) adalah:

(1) Harga faktur, termasuk biaya angkut dari setiap satuan yang dibeli. (2) Biaya pemesanan, yaitu biaya yang terjadi dalam rangka

melaksanakan kegiatan pemesanan bahan, terdiri dari biaya pemesanan tetap dan variabel.

(a) Biaya pemesanan tetap, yaitu biaya pemesanan yang besarnya tetap sama dalam periode tertentu, tidak dipengaruhi frekuensi pemesanan.

(b) Biaya pemesanan variabel, yaitu biaya pemesanan yang jumlah totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan frekuensi pemesanan. Semakin tinggi frekuensi pemesanan maka total biaya pemesanan variabel semakin tinggi.

(3) Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang terjadi dalam rangka melaksanakan kegiatan penyimpanan bahan, terdiri dari biaya penyimpanan tetap dan variabel.


(48)

(a) Biaya penyimpanan tetap, yaitu biaya penyimpanan bahan yang jumlah totalnya tidak dipengaruhi jumlah atau besarnya bahan yang disimpan di gudang

(b) Biaya penyimpanan variabel, yaitu biaya penyimpanan bahan yang jumlah totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan jumlah atau besarnya bahan yang disimpan.

b. Biaya Tenaga Kerja

Firmansyah (2014) menyatakan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai tenaga manusia, baik secara fisik maupun mental, yang

dikeluarkan oleh para karyawan untuk kegiatan produksi. Biaya tenaga kerja adalah imbalan yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja, yang dapat dinilai dengan satuan uang atas pengorbanan yang diberikan dalam kegiatan produksi. Biaya tenaga kerja dalam pertanian terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya tenaga kerja luar keluarga.

Biaya tenaga kerja menurut Supriyono (1999), dapat dibagi kedalam tiga golongan, yaitu:

(1) Gaji dan upah reguler, yaitu jumlah gaji dan upah bruto dikurangi dengan potongan-potongan, seperti pajak penghasilan karyawan dan biaya asuransi hari tua.

(2) Premi lembur.


(49)

Akuntansi biaya tenaga kerja pada dasarnya dikelompokkan menjadi tiga hal (Firmansyah, 2014), yaitu:

(1) Pencatatan dan perhitungan waktu kerja

Kegiatan dilaksanakan oleh bagian personalia dengan dibuatkan kartu jam hadir bulanan atau harian atau dapat pula didasarkan pada satuan produk yang dihasilkan oleh pekerja tersebut. Upah yang dibayarkan dapat ditentukan berdasarkan jumlah output yang dihasilkan atau berdasarkan jumlah jam kerja karyawan.

Perusahaan biasanya telah menentukan jumlah (satuan) produk yang harus dihasilkan untuk tenggang waktu tertentu (per jam atau per hari).

(2) Perhitungan jumlah biaya tenaga kerja

Pencatatan dan perhitungan jam kerja dapat dipakai sebagai dasar untuk penyusunan daftar gaji, baik untuk tenaga kerja langsung maupun tidak langsung, atau tenaga kerja bagian pemasaran, umum, dan bagian administrasi.

(3) Pembebanan biaya tenaga kerja

Perhitungan jumlah gaji dan upah pada bagian (2) selanjutnya dialokasikan ke masing-masing jenis biaya, seperti gaji, premi lembur, dan biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja.

c. Biaya Overhead Pabrik (BOP)

Biaya overhead pabrik adalah semua biaya untuk memproduksi suatu produk selain dari bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya


(50)

overhead pabrik terdiri atas berbagai elemen biaya yang tidak dapat dibebankan secara langsung pada pekerjaan atau produk tertentu (Dunia dan Wasilah, 2011). Biaya overhead pabrik (BOP) dikelompokkan atas dasar tingkah laku perubahannya terhadap volume aktivitas, yaitu biaya tetap dan biaya variable. Biaya overhead pabrik tetap merupakan BOP yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah ayam ras pedaging yang dipelihara. Biaya overhead pabrik variabel merupakan BOP yang berubah sebanding dengan volume produksi yang dihasilkan. (Mulyadi, 1999).

Firmansyah (2014) menyatakan biaya-biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu biaya bahan penolong atau bahan pembantu, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan aktiva tetap pabrik, biaya reparasi dan pemeliharaan, biaya asuransi pabrik, biaya jasa kepada orang lain, biaya lain yang sifatnya tidak langsung, dan biaya yang berhubungan dengan proses produksi. Contoh BOP tetap adalah penyusutan bangunan pabrik (factory’s building depreciation), penyusutan mesin dan peralatan (depreciation on machineries and equipment), gudang (warehousing cost), dan pemeliharaan pabrik dan mesin (factory and machineries maintenance). Contoh BOP variabel adalah listrik, air untuk pabrik (factory’s utilities), pengemasan (packaging/bottling and labor cost) dan ongkos kirim (inbound and outbound deliveries).


(51)

6. Metode Penyusutan Anuitas

Anuitas merupakan suatu rangkaian pembayaran dengan jumlah yang sama pada setiap interval. Besar kecil jumlah pembayaran pada setiap interval tergantung pada jumlah pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga. Tingkat bunga pada setiap interval tergantung pada interval bunga majemuk yang dilakukan, bisa terjadi pada setiap bulan, setiap kuartal, setiap enam bulan, maupun setiap tahun (Ibrahim, 2009).

Metode anuitas identik dengan perhitungan annuity yang didasarkan pada nilai aset atau original cost sebagai present value, baik sebagai akibat kenaikan inflasi maupun sebagai perubahan teknologi, disediakan dana cadangan sebesar 18 persen dari nilai aset pada setiap tahun untuk mengatasi harga. Sebaliknya, penggunaan metode penyisihan dana (singking fund method) sama dengan deposito di bank pada setiap tahun dan aset dana digunakan sebagai dana untuk membeli aset baru pada akhir umur ekonomis (Ibrahim, 2009).

Nilai aset yang disusut digunakan untuk menghitung penyusutan per tahun dengan rumus sebagai:

i

R= An ...(1) (1 – (1 + i)-n)

Keterangan:

R = Annuity (jumlah penyusutan per tahun) An = Nilai aset yang disusut

i = Interest rate (tingkat bunga) n = Jangka waktu


(52)

7. Laba

Firdaus (2008) berpendapat bahwa laba merupakan imbalan bagi suatu bisnis yang telah berani menanggung resiko. Semakin besar resiko yang dihadapi perusahaan, maka semakin besar laba yang akan diperoleh perusahaan tersebut jika perusahaan tersebut berhasil. Jika perusahaan gagal dalam menghadapi resiko tersebut maka perusahaan akan mengalami kerugian. Perusahaan dapat memperoleh laba dari jumlah penjualan yang tinggi namun perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing juga mampu memperoleh laba yang memuaskan. Perusahaan harus memiliki ciri khas yang menonjol dan kreatifitas yang tinggi dalam pengelolaannya

dibandingkan perusahaan lain. Laba merupakan tolak ukur suatu

keberhasilan atau kegagalan manajer dalam mengatur dan memanfaatkan sumber daya agribisnis (Suprehatiningsih, 2009).

Semakin banyak permintaan konsumen akan suatu sumber daya, maka semakin tinggi pendapatan perusahaan dan akan mempengaruhi jumlah laba perusahaan pula. Ketika suatu perusahaan tidak mampu memperoleh laba, maka perusahaan tersebut tidak dapat melanjutkan persaingan bisnisnya, bahkan bisa tutup. Perusahaan memiliki tujuan utama, yaitu memperoleh laba sesuai target perusahaan. Laba akan menjadi motivasi utama bagi keberadaan suatu bisnis (Downey dan Erickson, 1988).

Arti lain dari laba adalah pendapatan dikurangi dengan biaya total (Tunggal, 1994). Pendapatan diperoleh dari penjualan produk sebesar Y dengan menerapkan harga produk P. Biaya total yang dikeluarkan


(53)

perusahaan adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi output Y, yaitu sebesar jumlah input yang digunakan dikalikan dengan harga input.

8. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Setiap perusahaan perlu menghitung biaya produksi secara rinci sebagai dasar menghitung harga pokok produksi. Perusahaan menentukan harga pokok produksi agar lebih mudah menentukan harga jual dari suatu pesanan. Dua pendakatan yang dapat digunakan dalam perhitungan biaya-biaya tersebut, yaitu metode full costing dan variable costing.

a. Full Costing Method

Mulyadi (1999) menyatakan bahwa metode full costing adalah suatu metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik bersifat variabel maupun tetap. Biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal. Metode full costing memiliki keunggulan, yaitu metode sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), yang digunakan dalam laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan masyarakat umum.

b. Variable Costing Method

Metode variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang


(54)

berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi yang bersifat variabel ke dalam harga pokok produksi, meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel (Mulyadi, 1999). Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap tidak melekat pada persediaan tersebut, tapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya (Firmansyah, 2014). Suatu biaya digolongkan sebagai biaya variabel apabila memenuhi: (1) harga barang atau jasa tidak berubah,

(2) metode dan prosedur produksi tidak berubah-ubah, (3) tingkat efisiensi tidak berfluktuasi.

Mulyadi (1999) menyatakan bahwa kelebihan metode variable costing adalah laba yang dihitung sangat dipengaruhi oleh tingkat penjualan. Tingkat penjualan yang tinggi merupakan indikator yang baik untuk menilai kinerja perusahaan. Variable costing juga memiliki kelemahan, yaitu pemisahan biaya-biaya ke dalam biaya variabel dan biaya tetap akan sulit dilakukan. Metode variable costing tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim yang disebut Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), sehingga laporan keuangan harus dibuat berdasarkan metode full costing untuk kepentingan pajak dan umum. Pada metode variable costing tidak diperhitungkan biaya overhead pabrik tetap dalam harga pokok persediaan, mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah dan akan mengurangi jumlah modal kerja yang dilaporkan dalam analisis keuangan.


(55)

9. Teori Permintaan

Nopirin (2000) menyatakan bahwa permintaan adalah berbagai kombinasi harga dan jumlah yang menunjukkan jumlah suatu barang yang ingin dan dapat dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga untuk suatu periode tertentu. Permintaan terhadap suatu barang dapat terjadi jika konsumen memiliki keinginan dan kemampuan untuk memilikinya. Boediono (2002) menyatakan permintaan suatu barang menunjukkan jumlah yang siap untuk dibeli pada berbagai kemungkinan harga. Teori permintaan ini menganalisis hubungan antara jumlah suatu barang dengan harga barang tersebut, dengan asumsi bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah yang diminta dianggap tidak berubah atau ceteris paribus.

Hukum permintaan merupakan suatu hipotesis yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang, maka semakin banyak permintaan atas barang tersebut. Semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit permintaan atas barang tersebut (Sukirno, 2004). Hubungan terbalik antara harga dan kuantitas barang yang diminta dapat dijelaskan oleh keadaan: (1) jika harga suatu barang naik, maka konsumen akan mencari barang pengganti (substitusi); dan (2) jika harga barang naik, maka pendapatan merupakan kendala (pembatas) bagi konsumen, sehingga pembelian barang menjadi berkurang (Sumarsono, 2007).

Hukum permintaan membentuk kurva permintaan karena hanya


(56)

Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara harga barang (output) yang diminta dan harga per unit. Kurva permintaan akan membentuk garis yang condong ke kanan bawah dalam kasus khusus. Bentuk yang condong ke kanan bawah ini menyatakan adanya hubungan yang berlawanan antara harga dan jumlah barang, dengan menganggap variabel-variabel lainnya tetap, tidak berubah (Rosyidi, 2006).

Gambar 1. Kurva permintaan (menunjukkan hubungan antara tingkat harga dan jumlah barang yang diminta)

Sumber: Sukirno (2004)

Rosyidi (2006) menyatakan fungsi permintaan menunjukkan hubungan antara variabel tidak bebas dan semua macam variabel bebas yang dapat mempengaruhi besarnya variabel terikat. Fungsi permintaan ditulis sebagai:

Qd = f (Px, Py, I, T, N)...(1) Keterangan:

Q = jumlah barang yang diminta Px = harga barang itu sendiri Py = harga barang lain I = tingkat pendapatan T = selera


(57)

Berdasarkan hubungan variabel bebas dan variabel tidak bebas dalam fungsi permintaan, maka permintaan dipengaruhi oleh beberapa faktor (Sukirno,2010), antara lain:

a. Harga barang yang bersangkutan

Keadaan harga suatu barang mempengaruhi jumlah permintaan terhadap barang tersebut. Jika harga naik, maka permintaan terhadap barang tersebut akan turun. Jika harga turun, maka permintaan terhadap barang tersebut akan naik. Hubungan harga dengan permintaan adalah hubungan yang negatif, artinya bila satu naik, maka yang lainnya akan turun dan begitu juga sebaliknya. Semua ini berlaku dengan catatan faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan dianggap tetap.

b. Harga barang lain

Perubahan harga pada suatu barang akan berpengaruh terhadap permintaan barang lain. Keadaan ini dapat terjadi jika kedua barang tersebut mempunyai hubungan saling menggantikan (substitusi) atau saling melengkapi (komplemen). Jika tidak berhubungan (netral), maka permintaan salah satu barang tidak akan mempengaruhi permintaan barang lainnya.

c. Tingkat pendapatan

Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan akan mempengaruhi jumlah permintaan barang.


(58)

menjadi empat golongan, yaitu barang inferior, barang esensial, barang normal dan barang mewah.

(1) Barang inferior, yaitu barang yang banyak diminta oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Jika pendapatan bertambah tinggi, maka permintaan barang inferior berkurang. Para pembeli yang mengalami kenaikan pendapatan akan mengurangi pengeluaran terhadap barang inferior dan mengganti dengan barang yang lebih baik mutunya. Contoh barang inferior adalah ubi kayu.

(2) Barang esensial, yaitu barang yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Barang esensial terdiri dari kebutuhan pokok masyarakat seperti makanan (beras, kopi dan gula) dan pakaian yang utama. Pengeluaran untuk membeli barang esensial tidak akan berubah walaupun pendapatan meningkat atau menurun. (3) Barang normal, yaitu barang yang mengalami kenaikan permintaan

sebagai akibat dari kenaikan pendapatan. Dua faktor yang

menyebabkan barang normal mengalami kenaikan permintaan jika pendapatan pembeli bertambah, yaitu:

(a) pertambahan pendapatan menambah kemampuan untuk membeli lebih banyak barang,

(b) pertambahan pendapatan memungkinkan para pembeli menukar konsumsi mereka dari barang yang kurang baik mutunya dengan barang yang lebih baik.

(4) Barang mewah, yaitu barang yang dibeli masyarakat yang


(59)

d. Selera

Selera merupakan variabel yang mempengaruhi besar kecilnya

permintaan. Selera dan pilihan konsumen terhadap suatu barang bukan saja dipengaruhi oleh struktur umur konsumen, tapi juga karena faktor adat dan kebiasaan setempat, tingkat pendidikan, atau lainnya. Faktor selera dan pilihan menentukan perubahan permintaan, sehingga variabel ini dianggap cukup penting, hanya saja di dalam praktek variabel ini sulit diukur.

e. Jumlah penduduk

Semakin banyak jumlah penduduk, maka semakin besar pula barang yang dikonsumsi dan permintaan meningkat. Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan permintaan bertambah, tetapi pertambahan penduduk biasanya akan diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Semakin banyak orang yang menerima pendapatan maka akan menambah daya beli masyarakat. Pertambahan daya beli ini akan menambah permintaan.

Engel, etal. (1994) menyatakan bahwa permintaan dapat pula dipengaruhi oleh pengetahuan. Kepribadian seseorang dapat digambarkan melalui pengetahuannya. Pengetahuan dalam hal ini menyangkut apa yang sudah diketahui oleh konsumen, sehingga merupakan faktor penentu utama dalam perilaku konsumen dalam permintaan. Permintaan akan meningkat ketika konsumen mengetahui bahwa suatu barang mempunyai kegunaan yang dibutuhkan konsumen.


(60)

Bentuk persamaan linear untuk permintaan dapat dilakukan dengan Model Regresi Linear Berganda (Ghozali, 2006). Regresi linear berganda dilakukan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen. Umumnya bentuk persamaan yang digunakan adalah:

Yi = �0 + �1X1 + �2X2 + �3X3 + �4X4 + µ...(1)

Model estimasi yang digunakan untuk membentuk persamaan regresi diatas adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Hal ini disesuaikan dengan tujuan analisis regresi yaitu tidak hanya mengestimasi �1 dan �2, tetapi juga menarik inferensi nilai yang benar dari �1 dan �2.

10. Kajian Penelitian Terdahulu

Hadini, dkk (2011) melakukan penelitian tentang analisis permintaan dan prediksi konsumsi serta produksi daging broiler di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Metode penelitian adalah analisis deskriptif

menggunakan data sekunder (time series). Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan daging broiler secara bersama-sama sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk, pendapatan, harga daging broiler, harga daging sapi, harga daging ayam buras, harga telur, harga ikan bandeng, harga minyak goreng serta harga beras. Pada uji t, harga telur tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan daging broiler, namun variabel independen lain berpengaruh signifikan terhadap permintaan daging broiler.


(61)

Penelitian lain dilakukan oleh Rohmad (2013), yaitu tentang analisis produktivitas usaha peternakan ayam pedaging pola kemitraan perusahaan pengelola di Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri. Data diuji statistik dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman. Hasil penelitian tentang struktur biaya dan pendapatan usaha peternakan ayam pedaging per ekor menunjukkan bahwa pendapatan pola swadaya atau mandiri lebih tinggi 171,5 persen dibandingkan dengan pola kemitraan perusahaan pengelola.

Wahyudi, dkk (2011) melaksanakan penelitian tentang analisis

profitabilitas usaha peternakan ayam petelur Allakkuang Farm Kecamatan Maritengngae. Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya produksi yang dikeluarkan adalah Rp1.319.570.900,00 per tahun. Keuntungan bersih didapat dari penjualan produk dan non produk adalah Rp227.225.764,00 per tahun.

Daud (2005) melaksanakan penelitian mengenai performa ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa pemberian probiotik dan prebiotik baik digunakan untuk menggantikan antibiotik dalam ransum karena tidak menimbulkan residu metabolik dalam jaringan ternak.

Kusuma (2005) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternak probiotik dan non probiotik pada usaha ternak ayam ras pedaging. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa


(62)

berdasarkan analisis rasio konversi pakan (feed convertion ratio), peternakan probiotik memiliki nilai FCR sebesar 1,62, sedangkan peternakan non probiotik memiliki nilai sebesar 1,68. Artinya untuk mencapai berat badan ternak sebesar 1 kg, peternak probiotik

membutuhkan 1,62 kg penggunaan jumlah pakan dan peternak non probiotik membutuhkan 1,68 kg pakan. Hal ini mengindikasikan bahwa peternakan probiotik mampu menekan penggunaan pakan sehingga menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan peternakan non probiotik.

Penelitian tentang analisis harga pokok produksi dan analisis laba telah beberapa kali dilakukan, tetapi pada usaha ternak ayam ras pedaging probiotik di Kota Metro belum pernah dilakukan penelitian mengingat usaha ini belum terlalu dikenal masyarakat luas. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diadakan penelitian tentang analisis harga pokok produksi dan laba usaha ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik, serta

permintaan ayam ras pedaging probiotik di Kota Metro.

B. Kerangka Pemikiran

Usaha ayam ras pedaging merupakan usaha yang populer di Provinsi

Lampung, termasuk di Kecamatan Metro Utara. Usaha ini bergerak di bidang peternakan dan telah berkontribusi tinggi untuk PDRB Kota Metro

berdasarkan Tabel 2. Usaha ayam ras pedaging tergolong baru dibandingkan usaha ternak sapi, kambing, domba, dan itik, namun bisnis ini berkembang pesat bahkan mampu menempati posisi yang strategis. Perkembangan bisnis


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai: 1. Harga pokok produksi (HPP) ayam ras pedaging probiotik dan non

probiotik dengan metode full costing yaitu Rp16.329,06 per kg dan

Rp15.824,37 per kg, sedangkan HPP ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik dengan metode variable costing yaitu Rp15.409,74 per kg dan Rp14.932,55 per kg. Perbedaan HPP disebabkan oleh jumlah produksi yang dihasilkan dan total biaya produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik yang dikeluarkan.

2. Laba usaha ternak ayam ras pedaging probiotik yaitu Rp922.542,19 sedangkan laba usaha ternak ayam ras pedaging non probiotik yaitu Rp1.238.754,05. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah penerimaan dan biaya produksi ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik.

3. Faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging probiotik adalah harga ayam ras pedaging probiotik, harga ayam ras pedaging non probiotik, harga ayam buras, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan tentang kesehatan.


(2)

B. Saran

Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai:

1. Peternak ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik diharapkan dapat meningkatkan laba usaha yang diperoleh dengan menambah modal usaha sehingga DOC yang diperoleh lebih banyak.

2. Peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitan tentang strategi pengembangan usaha ayam ras pedaging probiotik dan non probiotik agar usaha dapat lebih berkembang dan menguntungkan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2005. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Akhadiarto. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik Temban, Biovet dan Biolacta Terhadap Persentase Karkas, Bobot Lemak Abdomen dan Organ Dalam Ayam Broiler. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 12, No. 1, April 2010. Manado.

Anonim. 2014. Probiotik. www.id.wikipedia.org/wiki/Probiotik Diakses tanggal 28 Januari 2014.

Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2014. Metro Dalam Angka. BPS Kota Metro. Metro.

___________________________. 2013. Metro Pusat Dalam Angka. BPS Kota Metro. Metro.

___________________________. 2012. Metro Dalam Angka. BPS Kota Metro. Metro.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2013. PDRB Provinsi Lampung Menurut Sektor Usaha 2012. www.lampung.bps.go.id. Diakses tanggal 28 Januari 2014.

Bambang dan Kartasapoetra. 1988. Kalkulasi dan Pengendalian Biaya Produksi. Bina Aksara. Jakarta.

Boediono. 2002. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1 Ekonomi Mikro. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Daud, M., 2005. Performa Ayam Pedanging Yang Diberi Probiotik dan Prebiotik Dalam Ransum. Jurnal Ilmu Ternak Volume 5 Nomor 2, Desember 2005. NAD.

Dinas Peternakan. 2013. Buku Statistik Peternakan 2013. Dinas Peternakan Propinsi Lampung. Bandar Lampung.


(4)

Dinas Peternakan. 2014. Buku Statistik Peternakan 2014. Dinas Peternakan Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 2013. Buku Statistik Peternakan 2013. Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Metro. Metro. Downey dan Erickson. 1988. Manajemen Agribisnis Edisi Kedua. Erlangga.

Jakarta.

Dunia, F.A., dan Wasilah. 2009. Akuntansi Biaya Edisi 2. Salemba Empat. Jakarta.

Engel, J. F., R. D. Blackwell, dan P.W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta.

Firdaus, M. 2008. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.

Firmansyah. 2014. Akuntansi Biaya itu Gampang. Niaga Swadaya. Jakarta. Ghozali. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Universitas Diponegoro. Semarang.

Hadini, H.A., Nurtini S, dan Endang S. 2011. Analisis Permintaan dan Prediksi Konsumsi serta Produksi Daging Broiler di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Buletin Peternakan Vol. 35(3): 202-207, Oktober 2011. Kendari. Hansen dan Mowen. 2005. Manajemen Biaya. Salemba Empat. Jakarta. Ibrahim, Y. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.

Kelompok Peternak Ayam Berkat Usaha Bersama. 2014. Pra Survey Penelitian Ayam Ras Pedaging Probiotik di Kota Metro. Yosomulyo. Metro.

Kurniawati N, Ismono H, Sayekti WD. 2014. Analisis Manajemen Produksi dan Penentuan Harga Pokok Produksi (HPP) Pada Berbagai Tingkat Peternak Ayam Broiler. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis Vol. 2 No 3 Juni 2014. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Krista dan Harianto. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Ayam Kampung. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Kusuma, A.K. 2005. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Non Probiotik Pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(5)

Laisa DD, Sayekti WD, Nugraha A. 2013. Analisis Harga Pokok Produksi dan Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan Teri Nasi Kering di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis Vol. 1 No 2 April 2013. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Lambajang, A. 2013. Analisis Perhitungan Biaya Produksi Menggunakan Metode Variabel Costing PT. Tropika Cocoprima. Jurnal Edisi Vol. 1 No. 3Juni 2013. Manado.

Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Aditya Media.Yogyakarta.

Nopirin. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Riwayadi. 2014. Akuntansi Biaya. Salemba Empat. Jakarta.

Rohmad. 2013. Analisis Produktivitas Usaha Peternakan Ayam Pedaging Pola Kemitraan Perusahaann Pengelola di Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri. Jurnal Manajemen Agribisnis, Vol. 13, No. 1, Januari 2013. Kediri.

Rosyidi, S. 2006. Pengantar Ilmu Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Santoso, H., dan Sudaryani. 2011. Pembesaran Ayam Pedaging Hari per Hari di Kandang Panggung Terbuka. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Penerbit Andi. Yogyakarta. Saragih, B. 2010. Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian.

IPB Press. Bogor.

Setyono, D.J., dan Ulfah. 2012. 7 Jurus Sukses Menjadi Peternak Ayam Ras Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sigit, C. 2010. Seri Belajar Kilat SPSS 18. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Siswandari GA, Ismono H, Santoso H. 2013. Pengaruh Sertifikasi Tanah UKM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak Penggemukan Sapi di Desa Rajabasa Lama 1 Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis Vol. 1 No 4 Oktober 2013. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Soekartawi. 1997. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(6)

Sugiyono. 2011. Metode Penelitan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Sukirno, S. 2004. Pengantar Teori Mikroekonomi Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

________. 2010. Mikroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta. Sumarsono, S. 2007. Ekonomi Mikro Teori dan Soal Latihan. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen, Teori Dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Bogor.

Suprehatiningsih. 2009. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba pada SIR 20 di PT. XXX. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Supriyono. 1999. Akuntansi Biaya Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok I. BPFE. Yogyakarta.

Tunggal, W.A. 1994. Sistem Manajemen Biaya Cetakan Pertama. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Wahyudi, dkk. 2011. Analisis Profitabilitas Usaha Peternakan Ayam Petelur Allakkuang Farm Kecamatan Maritengngae. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah. Parepare.