Kerangka Teori Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511K/PDT/1995 Tanggal 09 September 1997

15 3. Bagaimanakah peranan perhimpunan penghuni pada Rumah Susun Griya Sukaperdana Medan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam kepemilikan bersama? 2. Muchairani, Nim: 087011076, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul: “Analisis Yuridis Kepemilikan Hak Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun”. Penelitian tesis atas nama Muchairani dengan mengangkat permasalahan: 1. Bagaimana status kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun? 2. Apakah kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun sesuai dengan asas pemisahan horizontal yang dianut oleh UUPA? 3. Bagaimana prosedur hukum perjanjian jual beli atas satuan rumah susun? Jika dihadapkan pada penelitian yang telah ada, judul yang akan dibahas dalam penelitian ini berbeda baik dari segi permasalahan maupun pembahasan. Oleh karena itu penelitian ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sesuai dengan etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, Universitas Sumatera Utara 16 pegangan teoritis, baik disetujui maupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan. 15 Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana penulis untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. 16 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 17 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 18 Landasan teori dapat memperkuat kebenaran dari permasalahan yang di analisis. Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut: 19 a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta; b. Teori tersebut sangat berguna di dalam klasifikasi fakta; c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang di uji kebenarannya. Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis, dengan merumuskan masalah penelitian di dalam kerangka teoritis yang relevan sehingga mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum. 15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hal. 80. 16 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 259. 17 J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Jilid I, FE UI, 1996, hal. 203. 18 Ibid, hal. 16. 19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1981, hal. 121. Universitas Sumatera Utara 17 Teori kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran positivisme yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya karena hukum itu otonom, sehingga semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kan berpendapat bahwa “tujuan hukum adalah untuk menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya”. 20 Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh- sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia. 21 Adapun tujuan dari hukum menurut L. J Van Apeldoorn adalah “mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki perdamaian”. 22 Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan- kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa serta harta benda terhadap pihak yang merugikannya. 23 Menurut Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa: “Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Adapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa 20 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha, 2006, hal. 74. 21 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1995, hal. 49. 22 L. J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramitra, 2005, hal. 10. 23 Muhammad Yamin,dan Abdul Rahim Lubis, Op. Cit, hal. 110. Universitas Sumatera Utara 18 kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, set tamen scripta” undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya”. 24 Seperti halnya permasalahan untuk mencari tujuan kepastian hukum dari diberlakukannya pendaftaran tanah tersebut, dimana masih banyaknya status tanah yang kurang mendapat kepastian hukum di Negara ini. Sehingga antara kegiatan yang seharusnya das sollen dengan yang seadanya das sein sangat menyolok didalamnya, 25 karena sekalipun telah terbit sertifikat pemilikan masih saja muncul orang-orang yang tidak mempunyai bukti secara formal akhirnya menguasai tanah tersebut. Menurut pendapat Boedi Harsono menyatakan sungguhpun pendaftaran tanah di negara menurut Pasal 19 ayat 1 bertujuan untuk menjamin kepastian hukum tetapi bukan maksudnya akan mempergunakan apa yang disebut sistem positif. 26 Bahwa Undang-Undang Pokok Agraria tidak memerintahkan dipergunakannya sistem positif dapat disimpulkan ketentuan Pasal 19 ayat 2 huruf C Undang-Undang Pokok Agraria, dimana bahwa surat tanda bukti hak yang akan dikeluarkan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Ayat ini tidak menyatakan bahwa surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang mutlak. Para petugas pendaftaran tanah tidaklah bersikap pasif artinya mereka tidaklah menerima begitu saja apa yang diajukan dan dikatakan oleh pihak-pihak yang meminta pendaftaran tersebut. Pada pembukuan tanah untuk pertama kali maupun 24 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1988, hal. 136. 25 Ibid, hal. 110. 26 Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Bagian I, Jilid II. Universitas Sumatera Utara 19 pada pendaftaran atau pencatatan perubahan-perubahannya kemudian, para petugas pelaksana diwajibkan untuk mengadakan penelitian seperlunya untuk mencegah terjadinya kekeliruan. Dalam penentuan batas-batas tanah ditetapkan dengan memakai sistem contradictoire delimitatie, sebelum tanah dan haknya dibukukan diadakan pengumuman, perselisihan-perselisihan diajukan ke pengadilan kalau tidak dapat diselesaikan sendiri oleh yang berkepentingan. 27 Sejauh mungkin diusahakan agar keterangan-keterangan yang ada pada tata usaha Kantor Pendaftaran Tanah itu selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut merupakan tuntutan dari ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 bahwa keterangan-keterangan yang ada pada Kantor Pendaftaran Tanah mempunyai kekuatan hukum dan surat-surat tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan hal tersebut, sistem yang dipakai Undang-Undang Pokok Agraria adalah sistem Negatif bertendens Positif. Pengertian Negatif di sini adalah bahwa adanya keterangan- keterangan yang ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat dirubah dan dibetulkan sedangkan pengertian tendens Positif ialah bahwa adanya peranan aktif dari petugas pelaksana pendaftaran tanah dalam hal penelitian terhadap hak-hak atas tanah yang di daftar tersebut. 28 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, mengatur tujuan dari Pendaftaran tanah adalah untuk: 27 Bachtiar Efendi, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Bandung: Alumni, 1993, hal. 54. 28 Ibid. Universitas Sumatera Utara 20 1. Memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. 2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. 3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata menyatakan bahwa alat bukti hak dapat digunakan untuk: a. Mendalilkan kepunyaan suatu hak; b. Meneguhkan kepunyaan hak sendiri; c. Membantah kepunyaan hak orang lain; d. Menunjukkan kepunyaan hak atas suatu peristiwa hukum. Dengan demikian, pembuktian hak atas tanah merupakan proses yang dapat digunakan pemegangnya untuk mendalilkan kepunyaannya, meneguhkan kepunyaannya, membantah kepunyaan atau untuk menunjukkan kepunyaan atas sesuatu pemilikan hak atas tanah dalam suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu. Kemudian dalam kaitannya dengan pembuktian hak atas tanah, maka dapat dibedakan menjadi yaitu pembuktian hak baru atas tanah dan pembuktian hak lama atas tanah. Universitas Sumatera Utara 21 Demikian halnya dengan pengakuan hak atas sesuatu hal oleh seseorang atau masyarakat haruslah didasarkan pada bukti kepemilikan yang sah dan kuat, salah satunya adalah hak atas tanah dan rumah. Tanpa bukti hak tertulis, maka seseorang atau masyarakat tidak dapat serta-merta membuat pernyataan atas hak kepemilikan tersebut. Dalam hal penyediaan perumahan oleh negara dan pemilikannya oleh negara tidaklah cukup memadai, karena masih harus diberikan jaminan kepastian hukum atas pemilikan rumah tersebut. Khususnya dalam menjamin kepastian hukum dalam pemilikan rumah tersebut, maka pembangunan perumahan atau rumah tersebut harus dilakukan di atas tanah yang dimilikinya dan dikukuhkan dengan hak-hak atas tanah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 29

2. Konsepsi

Dokumen yang terkait

Penerbitan Sertipikat Hak Milik Yang Berasal Dari Alas Hak Surat Pernyataan Yang Kemudian Dinyatakan Palsu (Studi Kasus MA NO. 1339/K/PDt/2009)

0 33 127

Tinjauan Yuridis Atas Pensertifikatan Tanah yang Berasal dari Hak Ulayat (Studi Kasus Putusan MA No. 274/K/PDT/2005)

3 52 113

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TERKAIT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH Penyelesaian Sengketa Tanah Terkait Kepemilikan Hak Atas Tanah (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.87/Pdt.G/2011/PN.Ska).

0 6 16

Analisis Terhadap Putusan MA No. 574K/PDT/2012 Tentang Sengketa Kepemilikan Hak Atas Tanah eks. eigendom verponding No. 1493 Terkait Keabsahan Hibah dan Pengalihan Tanah Sengketa.

0 3 2

PELAKSANAAN GUGATAN GANTI KERUGIAN AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PENGUASAAN TANAH TANPA HAK (Studi Kasus Putusan Nomor : 13/Pdt.G/2010/PN.Wkb).

0 7 90

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO.724K/PDT/2009 TENTANG PENGUASAAN TANAH TANPA HAK | SUPRATMAN | Legal Opinion 5942 19779 1 PB

0 0 10

Analisis Kasus Atas Putusan Mahkamah Agung No. 189 Pk Pdt 2009 Tentang Keabsahan Kepemilikan Dan Peralihan Hak Atas Tanah

0 0 15

BAB II TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPEMILIKAN DAN PENGUASAAN TANAH ATAU RUMAH (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2511KPDT1995 TANGGAL 9 SEPSTEMBER 1997) A. Keberadaan Girik Dalam Hukum Tanah Nasional - Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas

0 1 32

Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511K/PDT/1995 Tanggal 09 September 1997

0 0 27