Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah tanah dan rumah merupakan masalah yang senantiasa menarik perhatian dikarenakan tanah merupakan sumber kehidupan selain air sedangkan rumah merupakan sumber kebutuhan dasar manusia. 1 Dalam kehidupan ini tidak ada manusia yang tidak membutuhkan tanah, apalagi negara–negara yang masih agraris. Selain itu juga tidak ada manusia yang tidak membutuhkan rumah. Oleh karena itu, masalah pertanahan masih merupakan masalah yang utama yang masih dihadapi oleh negara yang penghidupan ekonominya masih ditunjang dari sektor pertanian. Eksistensi tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti dan sekaligus memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup dan kehidupan, sedangkan capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi. 2 Konsiderasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menyatakan kewajiban Negara mengatur kepemilikan dan penggunaan tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “.....mewajibkan negara untuk mengatur pemilikan tanah dan 1 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti di Indonesia Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing, Bandung: Mandar Maju, 2013, hal. 33. 2 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang: Bayumedia, 2007, hal. 1. Universitas Sumatera Utara 2 memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun gotong royong”. 3 Undang-Undang Pokok Agraria telah menjamin adanya hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh pemilik tanah dan dengan kegiatan pendaftaran tanah Pemerintah telah memberikan jaminan kepastian hukum atas pemilikan tanah dan rumah warga negara, termasuk pemberian berbagai fasilitas kemudahan dalam pengurusan hak atas tanahnya, telah juga memberikan landasan bagi setiap kegiatan pembangunan di bidang perumahan dan pemukiman yang berkepastian hukum. Dalam hal pengelolaan dan pengendaliannya juga mendapat campur tangan dari Pemerintah sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dalam rangka peningkatan harkat dan martabat kehidupan warga negara dan keluarganya, maka dalam pemilikan rumah juga harus didukung oleh sarana dan prasarana yang mendukung ketertiban keamanan dan kenyamanan, tidak hanya keamanan fisik tetapi dikaitkan dengan keamanan dalam penguasaan dan penggunaan tanah dan rumah berupa pemberian jaminan kepastian hukum dalam pemilikan dan pemanfaatan rumah tersebut. Semua itu tidak lepas dari tugas dan peran negara dalam rangka mensejahterakan rakyat. Pengakuan hak atas sesuatu hal oleh seseorang atau masyarakat haruslah didasarkan pada bukti kepemilikan yang sah dan kuat, salah satunya adalah hak atas 3 S. Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah, Medan: Cet. 1, Pustaka Bangsa Press, 2006, hal. 10. Universitas Sumatera Utara 3 tanah dan rumah. Tanpa bukti hak tertulis, maka seseorang atau masyarakat tidak dapat serta-merta membuat pernyataan atas hak kepemilikan tersebut. Sebuah bukti hak tertulis merupakan hal yang sangat diprioritaskan kedudukannya didalam lingkup hukum perdata. Karena hak atas tanah dan rumah, termasuk didalam ranah lingkup hukum perdata, maka bukti hak atas tanah dan rumah adalah sesuatu yang mutlak ada. Dengan telah diberlakukannya Undang- Undang Pokok Agraria UUPA Nomor 5 Tahun 1960, masyarakat dapat mengenal beberapa jenis kepemilikan hak atas tanah, diantaranya adalah hak menguasai dari negara, hak ulayat dari masyarakat adatkomunitas adat dan hak-hak perseorangan orang dan badan hukum. Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka sebagai implementasi dari Pasal 19 UUPA diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yaitu Pendaftaran Tanah dengan sistem Rechts-Cadaster, bukan Fiscale-Cadaster jadi tujuan pokoknya adalah adanya kepastian hukum. 4 Menurut Budi Harsono, menyebutkan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah menghendaki adanya: 5 1. Peraturan hukum pertanahan yang tertulis yang dilaksanakan dengan baik. 2. Diselenggarakannya pendaftaran tanah yang efektif dan efisien. Pemerintah melakukan kegiatan pendaftaran tanah 6 dengan sistem yang sudah melembaga sebagaimana yang dilakukan dalam kegiatan pendaftaran selama ini, 4 Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, Medan; USUpress, 2006, hal. 51. 5 Budi Harsono, Land Registration in Indonesia Paper Law Asia, Jakarta: Conference, hal. 1. 6 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan pendaftaran tanah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya Universitas Sumatera Utara 4 mulai dari permohonan seorang atau badan, diproses sampai dikeluarkan bukti haknya sertipikat dan dipelihara data pendaftarannya dalam buku tanah. 7 Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis, sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan, artinya bahwa hukum hanya memberikan jaminan atas bukti hak kepemilikan tersebut kepada seseorang, dan bukti ini tidak satu-satunya sebagai bukti, hanya sebagai alat bukti yang kuat saja. 8 Moch. Isnaini mengemukakan bahwa “sertipikat hak atas tanah bukan merupakan satu-satunya alat bukti yang bersifat mutlak, justru sebaliknya baru merupakan alat bukti awal yang setiap saat dapat digugurkan pihak lain yang terbukti memang lebih berwenang”. 9 Salah satu bukti kepemilikan lain adalah Girik yang sebenarnya merupakan tanda bukti pembayaran pajak tanah sebelum berlakunya UUPA jo Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Girik tersebut dapat disertakan dalam proses administrasi Pendaftaran Tanah. Girik bukan merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah, namun semata-mata hanyalah merupakan bukti pembayaran pajak-pajak atas tanah, dengan demikian, apabila di atas bidang tanah yang sama, terdapat klaim dari pemegang girik dengan klaim dari pemegang surat tanda bukti hak atas tanah sertipikat, maka pemegang sertipikat atas tanah menurut hukum akan memiliki klaim hak kebendaan yang lebih kuat. Namun 7 Muhammad Yamin Lubis,dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung: CV. Mandar Maju, 2010, hal. 104. 8 Ibid, hal. 112 9 Moch. Isnaini, Benda Terdaftar Dalam Konstelasi Hukum Indonesia, Jurnal Hukum, Nomor 13 Volume 7 Tanggal 7 April 2000, hal. 56. Universitas Sumatera Utara 5 demikian, persoalan tidak sesederhana itu. Dalam hal proses kepemilikan surat tanda bukti hak atas tanah melalui hal-hal yang bertentangan dengan hukum, maka akan berpotensi untuk timbulnya permasalahankonflik pertanahan. 10 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman yang disempurnakan dengan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa “rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya”. Dalam konteks yuridis, dimana penyediaan perumahan oleh negara dan pemilikannya oleh negara tidaklah cukup memadai, karena masih harus diberikan jaminan kepastian hukum atas pemilikan rumah tersebut. Khususnya dalam menjamin kepastian hukum dalam pemilikan rumah tersebut, maka pembangunan perumahan atau rumah tersebut harus dilakukan di atas tanah yang dimilikinya dan dikukuhkan dengan hak-hak atas tanah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 11 Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman mengatur bahwa pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret, danatau rumah susun, dapat dilakukan diatas tanah: 1. Hak milik; 10 Bintatar Sinaga, Keberadaan Girik Sebagai Surat Tanah, Kompas, 24 September 1992. 11 Muhammad Yamin Lubis,dan Abdul Rahim Lubis, Op. Cit, hal. 104. Universitas Sumatera Utara 6 2. Hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas tanah pengelolaan; atau 3. Hak pakai di atas tanah negara. Seiring dengan semakin langkanya tanah karena semakin banyak tanah yang diperlukan untuk berbagai keperluan, seperti dalam pembangunan rumah sehingga dapat menimbulkan permasalahan dimana ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan suatu tanah yang bukan miliknya untuk dibangun suatu rumah seperti permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, dimana tanah tersebut merupakan harta pusaka tinggi seperti ditunjukkan dalam putusan Pengadilan Negeri Pariaman, tanggal 10 Nopember 1994 Nomor: 05PDT.GPN.PRM, putusan Pengadilan Tinggi Padang tanggal 5 Juni 1995 Nomor: 55PDT.G1995 PT.PDG, dan sengketa tersebut berlanjut sampai proses di Mahkamah Agung dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 16 September 1997 Nomor: 2511KPDT.G1995. Sebelum sengketa ini diajukan ke tingkat pengadilan sebenarnya sudah lebih dahulu dilakukan suatu musyawarah bersama antara para pihak yaitu Haji Basyarudin cs dengan Ibrahim cs, dalam musyawarah kekeluargaan yang dilaksanakan pada tanggal 18 Pebruari 1993 jam 14.00 wib tersebut dimana telah disepakati secara bersama bahwa tanah yang menjadi sengketa tersebut adalah milik Haji Basyarudin yang diperolehnya secara turun-temurun dari Marak. alam musyawarah tersebut juga sudah saling sepakat bahwa pihak Ibrahim cs tidak boleh menggarap atau mendirikan rumah diatas tanah tersebut tanpa sepengetahuan pihak Haji Basyarudin cs. Universitas Sumatera Utara 7 Timbulnya sengketa hukum mengenai tanah tersebut berawal dari pengaduan suatu pihak orang atau badan hukum yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. 12 Sehingga sengketa tersebut diajukan ke tingkat pengadilan. Latar belakang masalah ini berawal dari gugatan Ibrahim sebagai PenggugatPembandingPemohon Kasasi I, dan Yusman sebagai PenggugatPembandingPemohon Kasasi II, melawan Haji Basyarudin selaku TergugatTerbandingTermohon Kasasi I dan Haji Cik Kena selaku TergugatTerbandingTermohon Kasasi II. Adapun objek perkara dalam gugatan tersebut yaitu sebidang tanah harta pusaka tinggi. Dimana penggugat asli I adalah mamak kepala waris dalam kaumnya dan penggugat asli II adalah anggota kaumnya. Menurut penuturan penggugat asli I harta objek perkara tersebut merupakan sebahagian dari harta pusaka tinggi kaum para penggugat asli yang diwarisi dari ninik penggugat asli bernama Tirajab. Adapun asal mula pemberian tanah pusaka tinggi tersebut berdasarkan surat penetapan tanggal 2 Oktober 1896 ninik penggugat asli Tirajab, suaminya Karim suku Mandahiling dan anaknya Kamisah telah menerima pemberian dari si Gadung cs suku Piliang, sebidang tanah ukuran panjang 63 depa besar, lebar 39 depa besar dan diatasnya ada batang rambia, kelapa, dimana tanah tersebut sebahagian dari tanah 12 Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung: Mandar Maju, , 1991, hal . 22 . Universitas Sumatera Utara 8 pemberian kepada Tirajab diatasnya ada 69 batang pohon kelapa diantaranya 30 batang masih menghasilkan, 3 batang disambar petir dan 36 telah mati. Hasil kelapa ± 300 buah sekali panen dan setahun 4 kali panen. Pemberian tanah tersebut sesuai dengan surat penetapan Gadung Cs adalah untuk selama-lamanya turun temurun sampai ke cucu dan waris dari Tirajab, dan para penggugat asli adalah waris dari Tirajab. Dimana yang memberi tanah objek perkara tersebut adalah kaum suku piliang yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan perempuan seperti dalam gugatan. Anggota kaum para penggugat asli banyak yang merantau, yang tinggal hanya seorang perempuan yang sudah tua yaitu Samah yang diduga menderita lupa ingatan, yang berakibat tidak dapat berfungsi sebagai mamak dalam mengurus kepentingan kaum, keadaan tersebut menimbulkan niat bagi Tamin salah seorang pemberi, ingin menguasai kembali harta tersebut dan secara langsung dan tanpa hak menguasai sebahagian harta objek perkara. Dengan demikian Tamin telah menguasai tanah tersebut dengan cara yang melanggar hukum. Tamin dipenjara karena suatu tindak pidana pemerkosaan, dan anggota kaum tidak ada yang mengurusnya kecuali Marak yaitu mamak para tergugat asli. Marak dengan maksud tertentu juga menguasai harta objek perkara yang secara melawan hak telah dikuasai Tamin. Akhirnya setelah Tamin keluar dari penjara tahun 1957 penguasaannya kepada Marak, karena itu perbuatan Marak adalah perbuatan melanggar hukum. Nenek moyang Marak adalah orang pendatang berasal dari kenagarian Pauh Kurai Taji Kecamatan Pariaman Selatan. Anggota kaum para pengguggat asli saat itu tidak dapat berbuat apa-apa, karena mereka tidak bisa baca Universitas Sumatera Utara 9 tulis. Harta tersebut kini dikuasai para tergugat asli selaku waris dari Marak dan karenanya penguasaan itu tanpa hak dan melawan hukum. Dimana diatas tanah objek perkara tersebut tumbuh pohon kelapa yang hasil panennya 1200 buah tiap tahun yang telah diambil dan dinikmati para tergugat asli sejak tahun 1957 atau selama 37 tahun. Para penggugat asli telah dirugikan setiap tahun 1200 buah kelapa senilai 1200 x Rp. 200,- = Rp. 240.000,- selama 37 tahun dengan demikian berjumlah 37 x Rp. 240.000,- = Rp. 8. 880. 000,- atau sesuai dengan taksiran pertimbangan hakim. Karena telah ditemukannya surat tertanggal 2 Oktober 1896 , kaum para penggugat asli mengusulkan kembalinya harta pusaka tersebut, termasuk objek perkara adalah sebahagian dari harta pusaka para penggugat asli, karenanya wajar sekiranya tanah objek perkara diserahkan kembali kepada para penggugat asli. Para penggugat asli telah berusaha dengan cara baik-baik namun tidak berhasil. Menurut keterangan dari para saksi yang dihadirkan dari pihak tergugatterbandingtermohon kasasi menyatakan bahwa memang benar sebenarnya tanah tersebut adalah milik Haji Basyarudin. Tanah tersebut selama ini dikuasai oleh Haji Basyarudin yang diterimanya secara turun temurun dari ayahnya an. Marak kemudian setelah Marak meninggal, Haji Basyarudin meneruskan kepemilikan tanah tersebut dengan membayar Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah tersebut. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah yang dilakukan oleh Haji Basyarudin selama ini hanya merupakan Girik yaitu bukti pembayaran pajak-pajak atas tanah dan Girik bukan merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah, Universitas Sumatera Utara 10 dengan demikian, apabila di atas bidang tanah yang sama, terdapat klaim dari pemegang girik dengan klaim dari pemegang surat tanda bukti hak atas tanah sertipikat, maka pemegang sertipikat atas tanah menurut hukum akan memiliki klaim hak kebendaan yang lebih kuat. Hal ini yang sering menimbulkan permasalahan dimana diatas tanah yang berstatus girik dapat dikuasai atau dimiliki oleh orang lain, sehingga seharusnya dilakukan peningkatan dari status kepemilikan tanah tersebut. Pada saat itu yang ada di tanah tersebut hanya pohon kelapa, namun setelah lama Haji Basyarudin kembali dari kota Jakarta, dimana Haji Basyarudin tersebut menurut keterangannya memiliki isteri dua, dimana satu berada di Jakarta. Pada bulan Mei 2013 Haji Basyarudin pulang dari Jakarta untuk melakukan pengukuran tanah namun menemui adanya bangunan 3 tiga unit rumah yang ditempati oleh ibu Sutrijon dan adik-adik Sutrijon. Sutrijon Cs tersebut merupakan kemenakan dari penggugat objek perkara Ibrahim. Tanah dimana tempat didirikannya rumah tersebut adalah milik dari Haji Basyarudin. Dalam Pasal 43 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur bahwa pembangunan untuk rumah tinggal, rumah deret danatau rumah susun dapat dilakukan diatas tanah: 1 Hak Milik; 2 Hak Guna Bangunan baik atas tanah negara maupun diatas tanah pengelolaan; dan 3 Hak Pakai di atas tanah Negara. Secara jelas undang-undang ini menentukan bahwa jika disebut pemilikan rumah, maka maksudnya adalah pemilikan rumah berikut hak atas tanahnya. Dengan Universitas Sumatera Utara 11 demikian jelas bahwa pemberian status hak atas tanah atas pemilikan rumah secara hukum mencakup pemilikan rumah berikut tanahnya. 13 Sedangkan dalam kasus penelitian ini dimana pemilikan rumah tersebut tanpa dasar kepemilikan karena tidak bersama hak atas tanahnya, karena rumah tersebut didirikan di atas tanah yang bukan miliknya. Rumah tersebut didirikan di atas tanah hak milik orang lain, sehingga hal tersebut yang menimbulkan suatu permasalahan untuk diteliti. Didalam konsep hukum sebutan “menguasai” atau dikuasai dengan dimiliki ataupun kepunyaan dalam konteks yuridis mempunyai artimakna berbeda dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula. Arti dikuasai tidak sama dengan pengertian dimiliki. Jika menyebutkan tanah tersebut dikuasai atau menguasai dalam arti “possession” makna yuridisnya adalah tanah tersebut dikuasai seseorang secara fisik dalam arti faktual digarap, dihuni, namun belum tentu bahwa secara yuridis dia adalah pemilik atau yang mempunyai tanah tersebut. Demikian juga bila menyebutkan bahwa tanah tersebut di miliki atau kepunyaan dalam arti “Ownership” dalam pengertian juridis, maka dapat diartikan bahwa tanah tersebut secara yuridis merupakan tanah milik atau kepunyaan, namun bukan berarti juga dia secara fisik menguasai tanah tersebut, karena mungkin adanya hubungan kerjasama atau kontraktual tertentu. 14 Putusan Mahkamah Agung No. 2511KPDT1995 tanggal 09 September 1997 tersebut putusannya telah inkrah dan sudah menentukan secara jelas siapa pemilik 13 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Op. Cit, hal. 92. 14 Boedi Djatmiko, Tanah Negara Dan Wewenang Pemberiannya, www.tripod.com. Online internet tanggal15 Mei 2014. Universitas Sumatera Utara 12 tanah yang sebenarnya, namun saat dilaksanakannya eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung tersebut, banyak sekali terjadi kendala dari pihak yang dikalahkan dan bahkan tidak dapat dilaksanakannya suatu eksekusi terhadap tanah dan bangunan tersebut. Menurut Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa “eksekusi pada hakekatnya adalah realisasi dari pada kewajiban para pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan”. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, sehingga dilakukan penelitian terhadap hal tersebut dan penulis ingin membatasi kasus ini, dengan judul “Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511KPDT1995 Tanggal 09 September 1997”

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Penerbitan Sertipikat Hak Milik Yang Berasal Dari Alas Hak Surat Pernyataan Yang Kemudian Dinyatakan Palsu (Studi Kasus MA NO. 1339/K/PDt/2009)

0 33 127

Tinjauan Yuridis Atas Pensertifikatan Tanah yang Berasal dari Hak Ulayat (Studi Kasus Putusan MA No. 274/K/PDT/2005)

3 52 113

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TERKAIT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH Penyelesaian Sengketa Tanah Terkait Kepemilikan Hak Atas Tanah (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.87/Pdt.G/2011/PN.Ska).

0 6 16

Analisis Terhadap Putusan MA No. 574K/PDT/2012 Tentang Sengketa Kepemilikan Hak Atas Tanah eks. eigendom verponding No. 1493 Terkait Keabsahan Hibah dan Pengalihan Tanah Sengketa.

0 3 2

PELAKSANAAN GUGATAN GANTI KERUGIAN AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PENGUASAAN TANAH TANPA HAK (Studi Kasus Putusan Nomor : 13/Pdt.G/2010/PN.Wkb).

0 7 90

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO.724K/PDT/2009 TENTANG PENGUASAAN TANAH TANPA HAK | SUPRATMAN | Legal Opinion 5942 19779 1 PB

0 0 10

Analisis Kasus Atas Putusan Mahkamah Agung No. 189 Pk Pdt 2009 Tentang Keabsahan Kepemilikan Dan Peralihan Hak Atas Tanah

0 0 15

BAB II TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPEMILIKAN DAN PENGUASAAN TANAH ATAU RUMAH (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2511KPDT1995 TANGGAL 9 SEPSTEMBER 1997) A. Keberadaan Girik Dalam Hukum Tanah Nasional - Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas

0 1 32

Pengakuan Penguasaan Dan Pendudukan Tanah Tanpa Alas Hak Kepemilikan Yang Berakibat Sengketa: Studi Kasus Putusan MA NO. 2511K/PDT/1995 Tanggal 09 September 1997

0 0 27