17
c. Perkosaan
Artinya adalah memasukkan alat kelamin pria ke dalam alat kelamin wanita dan sudah ada penetrasi dengan disertai ancaman
dan kekerasan.
d. Sodomi
Artinya adalah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam anus atau dubur.
D. Perlindungan Korban
Pengertian korban menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban adalah seseorang yang mengalami
penderitaan fisik, mental, danatau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
Pengertian korban menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah
seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual,
ekonomi, dan atau sosial, yangdiakibatkan tindak pidana perdagangan
orang. Pengertian korban menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah orang yang mengalami kekerasan danatau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah
tangga.
1. Perlindungan Korban Tindak Pidana Secara Umum
Korban kejahatan ‘dapat’ hadir dalam proses peradilan pidana dengan dua kualitas yang berbeda. Pertama, korban hadir sebagai
saksi. Fungsi korban untuk memberi kesaksian dalam rangka
18
pengungkapan kejahatan yang sedang dalam proses pemeriksaan, baik pada tahap penyidikan, tahap penuntutan maupun pada tahap
pemeriksaan di sidang pengadilan. Kedua, korban hadir sebagai pihak yang dirugikan. Fungsi korban dalam hal ini adalah mengajukan
tuntutan ganti kerugian terhadap pelaku kejahatan yang telah mengakibatkan atau menimbulkan kerugian atau penderitaan bagi
dirinya.
10
Paradigma perlindungan korban dikonstruksikan oleh hukum dan perundang-undangan yang berlaku, yaitu KUHP dan KUHAP
termasuk kebijakan instasional birokrasi penegak hukum. Oleh karena itu bentuk perlindungan korban pun telah dikonstruksikan dalam
perundang-undangan. Dalam hal ini berarti bahwa realitas sosial perlindungan korban dimungkinkan mengalami pendegradasian
karena adanya kekurangan atau hambatan dalam perundang- undangan, sehingga kurang mengakomodasi respon terhadap korban.
Sehubungan dengan upaya perlindungan korban melalui peradilan pidana selama ini banyak ditelantarkan. Masalah kejahatan senantiasa
difokuskan pada apa yang dapat dilakukan pada penjahat dan kurang dipertanyakan apa yang dapat dilakukan terhadap korban. Setiap
orang menggangap bahwa jalan terbaik untuk menolong korban
10
Andi Matalata, Santunan Bagi Korban, dalam Sahetapy, 1987, hal. 43-44
19
adalah dengan menangkap si penjahat, seakan-akan penjahat adalah satu-satunya sumber kesulitan bagi korban.
11
Perlindungan korban tidak hanya berjuang untuk mewujudkan
the justice of law
untuk
new legislation process
Proses pembuatan undang-undang yang baru, tapi juga lebih dari itu adalah mengkaji
“in justice of law” yang dapat dipraktekkan para penegak hukum. Dengan demikian konsep perlindungan hukum dalam rangka
perlindungan korban adalah bagaimana mewujudkan hukum sebagai alat perwujudan perlindungan. Para penegak hukum, baik polisi, jaksa,
maupun hakim tidak hanya menerapkan hukum karena ada suatu yang dilanggar, melainkan karena sesuatu yang “adil the just” yang perlu
dilindungi dan diwujudkan. Perlindungan hukum yang adil dipahami sebagai bahwa semua
orang diberlakukan sama sebagai manusia lainnya. Hal ini mencakup dua hal, yaitu penyamaan semua orang di dalam hukum yang
mendasari asas dan prinsip “
equality before the law
” persamaan kedudukan di depan hukum dalam penegakan hukum yaitu apakah
para penegak hukum telah mewujudkannya, maupun kesamaan di dalam hukum
equality in law
, sebagai pedoman untuk menganalisis apakah isu ketentuan peraturan perundang-undangan telah mengatur
persamaan di depan hukum. Konsep ini untuk mengejawantahkan perlindungan korban sebagai salah satu pihak dalam peradilan pidana,
11
Muliana W. Kusumah, Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup Kriminologi, Bandung, 1981, hal.2
20
mampukah
quality before the law
maupun
equality in law
mampu direfleksikan dalam perlindungan hukum.
12
Konsep perlindungan korban tersebut di atas memunculkan pertanyaan yaitu bagaimanakah bekerjanya lembaga dan pranata
hukum khususnya dalam peradilan pidana terhadap perlindungan korban dalam kedua bentuk di atas. Mengingat bekerjanya peradilan
pidana berada dalam dimensi sosial yang melibatkan masyarakat dan berbagai konstruksi sosial. Maka bekerjanya lembaga dan pranata
hukum untuk bersungguh-sungguh melindungi korban harus diliat sebagai suatu proses sosial yang melibatkan masyarakat sebagai
totalitas. Paradigma di atas memberikan suatu kajian bahwa dalam kerangka
perlindungan hukum untuk mewujudkan perlindungan korban dalam peradilan pidana, melibatkan paradigma moral atau akal budi tidak
hanya habitat
perundang-undangan pranata
yang harus
mengakomodasi, melainkan juga perilaku penegak hukum atau lembaga, dan didukung oleh masyarakat dengan berbagai aspek
kehidupan seperti politik, ekonomi, budaya, yang saling berinteraksi, pengaruh dan mempengaruhi, dan bersinergi.
Korban tindak pidana memiliki 2 bagian yaitu korban tindak pidana secara langsung Direct victims dan korban tindak pidana
yang tidak langsung indirect victims of crime. Yang dimaksud dengan korban langsung adalah korban yang langsung mengalami dan
12
C. Maya Indah, Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan Kriminologi, Widya Sari, 2010, hal.145
21
merasakan penderitaan dengan adanya tindak pidana kejahatan. Korban langsung memiliki karakteristik, yaitu:
a. Korban adalah orang, baik secara individu atau secara kolektif
b. Menderita kerugian, termasuk luka-luka fisik, mental,
penderitaan emosional, kehilangan pendapatan, penindasan terhadap hak-hak dasar manusia
c. Disebabkan oleh adanya perbuatan atau kelalaian yang
terumuskan dalam hukum pidan baik dalam taraf nasional maupun local levels
d. Atau disebabkan oleh adanya penyalahgunaan kekuasaan.
Korban tidak langsung yaitu korban dari turut campurnya seseorang dalam membentuk korban langsung atau turut melakukan
pencegahan timbulnya korban, tetapi dia sendiri menjadi korban tindak kejahatan, dalam hal ini adalah pihak ketiga, dan atau mereka
yang menggantungkan hidupnya kepada korban langsung, seperti istri atau suami, anak, dan keluarga terdekat.
13
2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak