BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Badan Litbangkes 2010, dan data Riskesda 2007 masalah gizi merupakan masalah yang sangat serius dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Hasil Riskesda 2007 dan 2010 menunjukkan prevalensi yang terjadi pada anak balita berkisar 36 - 40 persen Supraptini, 2007.
Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas nutrisi. Sebuah riset juga menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak
meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta buruknya kualitas makanan. Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen
kematian anak WHO, 2011. Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada balita di Indonesia karena terlambat memberikan makanan
pendamping ASI MP-ASI sehingga bayi tidak akan suka makan selain ASI pada umur lebih dari 6 bulan Alfrida, 2003.
Salah satu penyebab terjadinya kekurangan energi protein KEP pada balita adalah rendahnya pengetahuan dan kurangnya keterampilan keluarga
khususnya ibu tentang cara pengasuhan anak, meliputi praktik pemberian makan anak, upaya pemeliharaan kesehatan dan praktik pengobatan anak, serta praktik
kebersihan diri anak. Oleh karena itu upaya perbaikan gizi masyarakat harus dilakukan melalui pemberdayaan keluarga khususnya ibu sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kemandirian keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi serta mengatasi masalah gizi dan kesehatan anggota keluarganya Ayu, 2008.
Kekurangan gizi pada balita ini meliputi kurang energi dan protein serta kekurangan zat gizi seperti vitamin A, zat besi, iodium dan zinc. Seperti halnya
angka kematian ibu AKI, angka kematian balita di Indonesia juga tertinggi di ASEAN BAPPENAS, 2004. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi gizi
kurang menjadi 17,9 dan gizi buruk menjadi 4,9, artinya kemungkinan besar sasaran pada tahun 2014 sebesar 15,0 untuk gizi kurang dan 3,5 untuk gizi
buruk dapat tercapai. Perkembangan setiap anak pada awal kehidupannya sangat tergantung pada orang tua terutama ibu, yang melahirkan dan yang pertama
membantu segala keperluannya. Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya perbaikan gizi masyarakat yang lakukan adalah peningkatan program ASI
Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vitamin A, tablet besi bagi ibu hamil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata laksana
kasus gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan DEPKES, 2010. Pemberian makanan tambahan pendamping ASI MP-ASI dimulai sejak
bayi berusia 6 bulan, namun bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Menurut Prasetyono 2009 bayi siap diberikan makanan padat pada usia 6-9 bulan, jika
makanan padat sudah mulai diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik, serta
menyebabkan gangguan pencernaan dan sebagainya. Oleh karena itu, sangatlah tepat apabila DEPKES menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan,
Universitas Sumatera Utara
dan dilanjutkan sampai bayi berumur sekurang-kurangnya 2 tahun dengan makanan tambahan pendamping ASI MP-ASI.
Berdasarkan penelitian Hayati 2012 Pemberian MP-ASI pada Etnis Banjar di Kelurahan Teluk Lerong Ilir menunjukkan adanya hubungan faktor suku
dalam pemberian MP-ASI. Kebanyakan pemberian makanan pendamping dilakukan setelah 2-3 hari bayi lahir, jenis MP-ASI yang diberikan berbeda-beda.
Frekuensi dan cara pemberiannya juga bervariasi. Namun, sebagian kecil ibu di daerah ini justru terlambat memberi MP-ASI kepada bayinya. Mereka mengaku
belum memberi MP-ASI sampai bayi mereka berusia 9 bulan bahkan 1 tahun, dikarenakan bayi menolak makanan yang diberikan. Makanan pendamping AS1
seperti pisang lumat, bubur susu, pepaya lumat sebaiknya diberikan pada bayi umur diatas 4 bulan. Tetapi secara tradisional di negara berkembang biasanya ibu-
ibu telah memberikan makanan tambahan sejak minggu-minggu pertama
kelahiran Setywati, 1999.
Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Ibnu 2013 pemahaman ibu baduta tentang Makanan Pendamping ASI tidak secara teoritis,
hanya berdasarkan pada konsep ibu sendiri yang merupakan gabungan antara pengetahuan ibu dan Passang pesan turun temurun yang menjadi pedoman hidup
masyarakat Ammatoa. Bayi mulai diberikan MP-ASI jika sudah ada tanda-tnda seperti: menangis dan mengigit-gigit jarinya, tidak ada umur pasti pertama
diberikan hanya berdasarkan kebutuhan. Menurut Supraptini 2003 sebagian daerah di Indonesia masih banyak yang memberikan makanan tambahan terlalu
dini, bahkan sebelum mencapai 4 bulan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan fenomena yang sering diamati peneliti di Desa Huta Rakyat, hampir keseluruhan ibu yang memberikan MP-ASI terlalu dini kepada bayinya,
dan tidak ada spesifikasi umur pertama diberikan makanan pendamping. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan lima orang ibu yang berada di desa
tersebut, semuanya mengaku bahwa mereka memberi makanan pendamping ketika bayinya masih berusia dibawah tiga bulan, dan dua orang ibu yang
memberikan makanan pendamping ketika bayinya belum mencapai usia satu bulan. Jenis makan pendamping yang diberikan cukup beragam, ada yang
memberikan bubur susu, pisang yang dikerok, dan ada ibu yang memberikan bubur
saring. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti
pengetahuan ibu tentang pemberian ASI dan MP ASI pada bayi yang berusia dibawah satu tahun di Desa Huta rakyat Kecamatan Sidikalang.
1.2. Tujuan Penelitian