2.2.3.1 Tingkatan-Tingkatan Keterbukaan Diri
Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam keterbukaan diri. Menurut Powell Dayakisni 2003:89 dalam Lubis
2015 : 23 , tingkatan-tingkatan keterbukaan diri dalam komunikasi, yaitu:
a. Basa-basi : merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau
dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi
basa-basi sekedar kesopanan. b.
Membicarakan orang lain : yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya.walaupun pada tingkat
ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat : sudah mulai dijalin hubungan yang
erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain. d.
Perasaan : setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat
setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh haruslah didasarkan atas
hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan perasaan-perasaan yang mendalam.
e. Hubungan puncak : pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam,
individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang sejati haruslah
berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
2.2.4 Teori Interaksional Simbolik
Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumer
menyatukan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik lewat tulisannya, dan juga diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey, William I. Thomas, dan
Charles H. Cooley Mulyana, 2001 : 68.
Universitas Sumatera Utara
Paham mengenai interaksi simbolik adalah suatu cara berfikir mengenai pikiran, diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada
tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi. Menurut paham interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga
menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya menjawab pertanyaan siapakah anda sebagai manusia Morissan 2009 :75.Interaksi simbolik
didasarkan pada ide-ide tentang individu daninteraksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitasyang merupakan ciri manusia,
yakni komunikasi atau pertukaran simbol yangdiberi makna. Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes 1993 mengatakan bahwa ada tiga tema
besar yang mendasari asumsi dalam teori interaksi simbolik West Turner, 2008 : 98-104 :
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang
diberikan orang lain terhadap mereka. b.
Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia. c.
Makna dimodofikasi melalui proses interpretif. 2.
Pentingnya konsep mengenai diri a.
Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan oranglain.
b. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku.
3. Hubungan antara individu dan masyarakat
a. Orang dan kelompok- kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan
sosial. b.
Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusiadari
sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusiaharus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk danmengatur
perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yangmenjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain,situasi,
objek dan bahkan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia.Sebagaimana ditegaskan Blumer, dalam pandangan interaksi simbolik,
prosessosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan,bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan
dalamproses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yangmemungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan
Universitas Sumatera Utara
justrumerupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosialMulyana, 2001: 68-70.
2.2.5 Gender