Fungsi Cerita Aek Sipitu Dai dalam masyarakat Batak Toba

Pareme karena dari sinilah awal keturunan Lottung yang menikah dengan boru Pareme dan Simatupang, Aritonang, dan Siregar. 2. Cerita tersebut diungkapkan dalam bahasa Batak Toba. Cerita ini tidak mempunyai kesamaan dengan cerita masyarakat lain seperti, Karo, Simalungun, Mandailing dan Pakpak Dairi.

4.1.3 Fungsi Cerita Aek Sipitu Dai dalam masyarakat Batak Toba

Sulit dipastikan bilamana sebuah karya sastra dari cerita rakyat diciptakan dan oleh siapa anonim. Namun, dapat dipastikan bahwa nilai yang dikandung karya tersebut punya pengaruh bagi kehidupan masyarakat karena karya tersebut hidup. Sudah tentu pengaruh tersebut mempunyai tujuan kearah positif dalam tata kehidupan manusia foducate. Demikian juga halnya dengan cerita Aek Sipitu Dai yang hidup pada masyarakat Batak subetnik Toba. Sama halnya dengan cerita rakyat lainnya, penulis pertama fist writter atau rakyat ini juga mempunyai kedudukan yang penting bagi masyarakat subetnik Toba. a. Sebagai sistem proyeksi projekrive system Sipitu Dai ini bila dianalisis lebih jauh, terasa merupakan karya yang mempunyai tender yang lebih dalam. Maksudnya, melalui cerita rakyat ini dapat diambil hikmah positif dari apa yang tersirat atau tersurat. Atau melalui kejadian- kejadian yang terdapat dalam cerita tersebut, masyarakat diaharapkan mengepresikannya kepada segala tindakannya sehari-hari. Dengan harapan, hal-hal negatif yang tercantum dalam cerita tersebut dapat ditekan dalam tatanan kehidupan sosial. Sementara faktor positifnya dibiarkan berkembang. Universitas Sumatera Utara Sebagai contoh yang dapat kita lihat berdasarkan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Batak Toba adalah bahwa Aek Sipitu Dai masih dapat kita lihat bukti peninggalannya dapat diyakini mempunyai mistis tersendiri bagi masyarakat penganutnya. b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Dalihan Na Tolu, yang khususnya hidup dikalangan tradisi etnik Batak mengajar masyarakat agar mempunyai kedudukannya di lembaga-lembaga adat. Demikian juga halnya dengan masyarakat Batak Toba, yang membagi pranata sosial masyarakat atas tiga kelompok yaitu: - Hula-hula - Dongan Tubu - Boru Berdasarkan yang tiga inilah masyarakat Batak Toba dalam melangsungkan pranata-pranata sosialnya dalam kehidupan sehari-hari dan juga pada saat adanya upacara-upacara kebesaran dikalangan orang Batak Toba. c. Sebagai alat pengawas norma-norma masyarakat Cerita merupakan kebenaran yang pasti dan menetapkan suatu kebenaran absolut yang tidak bisa diganggu gugat. Melalui cerita diperoleh tentang kenyataan yang terjadi. Dalam cerita dapat diperlihatkan suatu tabir misteri, mewahyukan peristiwa promordial yang masih selalu diceritakan dan diulang-ulang kembali pada waktu sekarang. Universitas Sumatera Utara Karena alasan kebenaran unsur cerita, maka melalui cerita itu pula muncul paksaan untuk melaksanakannya. Sebab dalam cerita diperoleh nilai norma-norma yang positif bila dilaksanakan masyarakat. Tetapi bila hal ini tidak dilaksanakan, akan ada sanksinya baik dari masyarakat itu sendiri atau pada penguasa alam. Dalam cerita Aek Sipitu Dai Mula Jadi Na Bolon selain berfungsi sebagai penolong juga dapat mengawasi pelaksanaan norma-norma dalam kehidupan sosial masyarakat.

4.1.4 Nilai-nilai sosiologi Sastra Aek Sipitu Dai dalam Masyarakat Batak Toba