Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia

35 rendah, sedangkan pendapatan yang relatifmenengah lebih sering bekerja untuk mencari lebih banyak nasabah dengan Bank Dunia pada pembangunan iklim investasi. 50

II.2.2 Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia

Untuk melihat kemiskinan di Indonesia, ternyata sebelumnya Bank Dunia belajar dari sejarah untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Sejarah Indonesia memberi banyak pelajaran tentang keberhasilan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di masa lalu. Pelajaran ini dapat bermanfaat ketika mencari strategi penanggulangan kemiskinan yang efektif untuk masa mendatang. Bank Dunia membuat catatan-catatan tersebut, antara lain: Pertama, catatan Indonesia menunjukkan seperti apa kekuatan penggerak pertumbuhan dalam penanggulangan kemiskinan tatkala ia berdampak pada rakyat penduduk miskin. Kedua, catatan Indonesia menunjukkan bahwa penyaluran pengeluaran negara secara bijaksana ke dalam upaya-upaya dan program-program yang bermanfaat bagi penduduk miskin adalah kunci bagi penanggulangan kemiskinan. Ketiga, pengalaman Indonesia diterpa guncangan krisis ekonomi justru semakin menunjukkan perlunya mewujudkan perlindungan sosial bagi penduduk miskin. Keempat, pengalaman masa lalu Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia harus membangun pemerintahan yang dapat bermanfaat bagi penduduk miskin. 51 50 Cathy L. Gagnet dan World Bank, World Bank Annual Report 2003, vol. 1 Year In Review, The International Bank for Reconstruction and DevelopmentThe World bank, Washington DC. Hal. 12-13. 51 The World Bank, 2006, Indonesia Making the New Indonesia Work For The Poor, Jakarta. Hal. 19-21. 36 Menurut Bank Dunia, Indonesia memiliki peluang emas untuk menurunkan kemiskinan dengan pesat. Pertama, dengan melihat sifat kemiskinan, memusatkan perhatian pada beberapa bidang unggulan dapat memberi beberapa kemenangan dengan cepat dalam perang melawan kemiskinan dan rendahnya hasil pengembangan manusia. Kedua, sebagai negara penghasil minyak dan gas, Indonesia berada di posisi untuk memperoleh keuntungan dalam beberapa tahun ke depan dari sumber-sumber daya keuangan. Hal ini disebabkan oleh harga minyak yang lebih tinggi dan penurunan subsidi bahan bakar. Ketiga, Indonesia masih dapat memperoleh keuntungan lebih jauh dari proses-proses demokratisasi dan desentralisasinya yang terus berlanjut. Kemiskinan di Indonesia memiliki tiga ciri yang menonjol: i Banyak rumah tangga terkonsentrasi di sekitar garis kemiskinan pendapatan nasional sejumlah kurang lebih 1,55 dolar AS perhari PPP Public-Private Partnerships Kemitraan Publik dan Swasta, membuat bahkan banyak penduduk tidak miskin rentan terhadap kemiskinan; ii ukuran kemiskinan pendapatan tidak mencakup jangkauan kemiskinan sebenarnya di Indonesia; banyak dari mereka yang kemungkinan tidak miskin secara pendapatan dapat diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin berdasarkan kekurangan akses ke layanan-layanan pokok dan hasil pengembangan manusia yang buruk; dan iii dengan melihat ukuran besar dan kondisi berbeda-beda kepulauan Indonesia, kesenjangan regional merupakan ciri pokok kemiskinan di negara ini. 52 Adapun faktor-faktor penentu kemiskinan di Indonesia, Bank Dunia dalam bagian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengungkap faktor-faktor 52 The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development, IFC International Finance Corporation: World Bank Group Jakarta. Hal. 50. 37 penentu dan arti penting relatif dari karakteristik, aset dan akses utama pada rumah tangga sebagai faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan correlates of poverty . Beberapa faktor kunci memang berpengaruh pada kemiskinan dan karena itu juga berperan bagi upaya dalam penanggulangan kemiskinan. Bank Dunia menguraikan lima korelasi faktor penentu dalam kemiskinan, antara lain: 1. Faktor Korelasi Dalam Pendidikan a. Kemiskinan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan yang tidak memadai. b. Melampaui jenjang pendidikan sekolah dasar dengan meningkatkan kesejahteraan secara berarti. c. Meningkatkan capaian jenjang pendidikan di wilayaharea tertentu yang berkorelasi dengan pengurangan kemiskinan yang lebih besar. 2. Faktor Korelasi Dalam Pekerjaan Bekerja di sektor pertanian memiliki korelasi yang kuat dengan kemiskinan. Kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian memiliki tingkat konsumsi yang jauh lebih rendah dan karena itu memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi miskin dibandingkan mereka yang bekerja di sektor lain. Dengan menggunakan kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian informal sebagai dasar base, faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan menunjukkan bahwa kepala rumah tangga di daerah pedesaan yang bekerja di sektor pertanian formal memiliki korelasi dengan kenaikan tingkat konsumsi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 3,1 persen, sedangkan mereka yang bekerja di sektor industri informal dengan nilai koefisien sebesar 5,4 persen. 38 Koefisien korelasi yang lebih tinggi terdapat pada kepala rumah tangga yang bekerja di sektor industri formal 11,7 persen. Koefisien korelasi yang tertinggi terdapat di sektor jasa: sektor jasa informal sebesar 14 persen, sedangkan sektor jasa formal sebesar 22 persen, yang berlaku untuk daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Mengingat sedikitnya porsi penduduk miskin yang bekerja di sektor formal dan sektor nonpertanian, di samping kenyataan bahwa bekerja di sektor-sektor yang lebih menguntungkan tersebut memiliki korelasi dengan pengurangan kemiskinan, maka perpindahan tenaga kerja ke sektor pertanian formal, atau ke sektor nonpertanian formal maupun informal, akan membuka jalan keluar dari kemiskinan. 3. Faktor Korelasi Dalam Gender Meskipun tingkat kemiskinan terlihat sedikit lebih rendah pada rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan, namun pada kenyataannya tidaklah demikian: rumah tangga yang dengan kepala keluarga laki-laki masih jauh lebih beruntung dibandingkan rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan. Pada tahun 1999, dengan menganggap karakteristik-karakteristik yang lain bersifat tetap, rumah tangga di daerah perkotaan yang dikepalai laki-laki memiliki tingkat pengeluaran 14,4 persen lebih tinggi daripada rumah tangga yang dipimpin perempuan. Kesenjangan gender ini bahkan lebih mencolok di daerah pedesaan, di mana terdapat perbedaan tingkat pengeluaran sebesar 28,4 persen. Pada tahun 2002, kesenjangan gender ini semakin melebar menjadi 15,8 persen di daerah perkotaan dan 31,1 persen di daerah pedesaan. Hasil yang tampak berlawanan antara analisis regresi yang mengindikasikan bahwa rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan jauh 39 lebih miskin dan analisis deskriptif sederhana yang menunjukkan bahwa rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan sedikit kurang miskin, hanya dapat dijelaskan oleh karakteristik-karakteristik yang tak teramati, seperti kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami goncangan dan rendahnya akses kepada instrumen-instrumen untuk meredam dan menghadapi goncangan, yang mungkin berkorelasi dengan aspek gender kepala rumah tangga. Penilaian terhadap risiko dan kerentanan di antara beberapa tipe rumah tangga dan tahap- tahap siklus hidup yang berbeda mengindikasikan bahwa rumah tangga miskin dengan kepala keluarga perempuan memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami guncanganguncangan negatif akibat konflik, masalah kesehatan dan risiko ekonomi. 4. Faktor Korelasi Dalam Akses Terhadap Pelayanan dan Infrastruktur Dasar a. Kemiskinan jelas berkaitan dengan rendahnya akses terhadap fasilitas dan infrastruktur dasar. b. Rumah tangga di daerah pedesaan yang memiliki lebih banyak akses kepada pendidikan sekolah menengah jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menjadi miskin. c. Akses kursus informal dapat menjadi faktor kunci dalam mobilitas ekonomi ke atas, khususnya di daerah perkotaan. d. Akses lembaga perkreditan setempat juga menaikkan secara berarti tingkat pengeluaran dan mengurangi kemungkinan rumah tangga untuk menjadi miskin. e. Akses jalan memiliki korelasi dengan tingkat konsumsi yang lebih tinggi. 40 f. Akses telekomunikasi memiliki kaitan yang tidak signifikan dengan konsumsi pada tingkat nasional, tetapi cukup signifikan pada sebagian wilayah. 5. Faktor Korelasi Dalam Lokasi Geografis Dengan adanya ketimpangan antarwilayah, tidaklah mengherankan bila lokasi geografis juga berkorelasi dengan kemiskinan. Dewasa ini, di samping wilayah yang sangat luas yang dimiliki Indonesia, dimungkinkan untuk menggunakan teknik disagregasi geografis yang lebih baik untuk mengonfirmasi ketimpangan-ketimpangan tersebut dan memfokuskan upaya penanggulangan kemiskinan pada tingkat yang terendah. Indonesia terdiri dari 33 provinsi; 440 kabupaten atau kota; 5.850 kecamatan dan 73.219 desakelurahan. Namun, sejalan dengan tujuan penilaian atas kemiskinan nasional ini, meskipun penting untuk menangkap berbagai gambaran yang terpisah sebanyak mungkin, penilaian ini diputuskan untuk secara khusus difokuskan pada perbedaan-perbedaan geografis dan temuan-temuan di enam wilayah pengelompokan kepulauan yang luas: Sumatera, JawaBali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa TenggaraMaluku dan Papua. 53 Sebuah analisis akan kemiskinan, faktor-faktor penentunya, dan sejarah Indonesia dalam menurunkan kemiskinan menunjuk pada tiga cara untuk memerangi kemiskinan. Tiga cara untuk membantu penduduk mengangkat diri mereka sendiri dari kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi, layanan sosial, dan belanja publik. Masing-masing dari cabang ini mengatasi satu atau lebih ciri-ciri pembentuk kemiskinan di Indonesia: kerentanan, multidimensi dan kesenjangan 53 The World Bank, 2006, Indonesia Making the New Indonesia Work For The Poor, Jakarta. Hal. 46-50. 41 sosial. Dengan kata lain, strategi kemiskinan yang efektif untuk Indonesia memiliki tiga komponen: 1. Membuat Pertumbuhan Ekonomi Berguna bagi Masyarakat Miskin. Pertumbuhan ekonomi telah dan akan terus menjadi hal penting dalam menurunkan kemiskinan. Membuat pertumbuhan berguna bagi masyarakat miskin sekaligus merupakan kunci menghubungkan masyarakat miskin di seluruh bagian-bagian kepulauan Indonesia yang berbeda-beda dengan proses pertumbuhan, baik antara daerah pedalaman dan perkotaan maupun antara kelompok-kelompok regional dan kepulauan yang beragam. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengatasi masalah kesenjangan regional. Untuk mengatasi karakteristik kerawanan kemiskinan yang dikaitkan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apa pun yang dapat mengalihkan distribusi ini ke sayap kanan akan dengan cepat menurunkan insidensi dari dan kerentanan terhadap kemiskinan pendapatan. 2. Membuat Layanan Sosial Berguna bagi Masyarakat Miskin. Pemberian layanan sosial pada masyarakat miskin, baik oleh sektor publik maupun swasta, penting untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal ini merupakan kunci dalam mengatasi dimensi nonpendapatan dari kemiskinan. Indikator pengembangan manusia yang tertinggal, seperti angka kematian ibu yang tinggi, harus ditanggulangi dengan meningkatkan kualitas layanan yang disediakan untuk orang miskin. Hal ini melampaui tingkat-tingkat belanja publik: hal tersebut mengenai meningkatkan sistem pertanggungjawaban, mekanisme pemberian layanan, dan bahkan proses-proses pemerintah. Kedua, sifat kesenjangan regional melampaui kesenjangan pendapatan dan sebagian 42 besar tecermin pada kesenjangan dalam akses ke layanan yang, pada gilirannya, menghasilkan kesenjangan dalam hasil pengembangan manusia di seluruh wilayah. Karena itu, membuat layanan berguna bagi masyarakat miskin merupakan kunci untuk mengatasi masalah kesenjangan regional dalam kemiskinan. 3. Membuat Belanja Publik Berguna bagi Masyarakat Miskin. Selain pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, pemerintah dengan menargetkan belanja publik pada masyarakat miskin dapat membantu mereka dalam melawan kemiskinan pendapatan dan nonpendapatan. Belanja publik dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan pendapatan melalui sistem modern perlindungan sosial yang menggandakan usaha-usaha mereka dalam menangani ketidakpastian ekonomi. Selain itu, belanja publik dapat digunakan untuk meningkatkan hasil-hasil pengembangan manusia dan karenanya, mengatasi aspek multidimensi nonpendapatan dari kemiskinan. Membuat belanja berguna bagi masyarakat miskin sangat berkaitan menimbang ruang keuangan yang makin bertambah yang ada di Indonesia saat ini. 54 Tiga transformasi yang sedang berlangsung di Indonesia, setiap transformasi dapat kurang lebih memihak masyarakat miskin. Langkah-langkah kebijakan yang dapat membuat perubahan-perubahan ini menurunkan kemiskinan dengan pesat termasuk: 1. Selama Indonesia bertumbuh, ekonominya diubah dari ekonomi pertanian sebagai andalannya menjadi ekonomi yang akan lebih bergantung pada jasa 54 The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development, IFC International Finance Corporation: World Bank Group, Jakarta. Hal. 50-51. 43 dan industri. Prioritas untuk membuat pertumbuhan ini berguna bagi masyarakat miskin adalah iklim investasi pedesaan yang lebih bersahabat, terutama lewat jalan-jalan desa yang lebih baik. 2. Sementara demokrasi mengambil alih, pemerintah ditransformasi dari keadaan di mana layanan sosial diberikan dari pusat menuju ke pemberian layanan yang lebih bergantung pada pemerintah daerah. Prioritas untuk membuat layanan berguna bagi masyarakat miskin adalah kapasitas pemerintah daerah yang lebih kuat dan insentif yang lebih baik untuk penyedia jasa. Sementara Indonesia menyatu secara internasional, sistem-sistem perlindungan sosialnya dimodernisasi sehingga Indonesia merata secara sosial dan kompetitif secara ekonomi. Prioritas untuk membuat belanja publik berguna bagi masyarakat miskin adalah dengan beralih dari intervensi pasar untuk komoditas yang dikonsumsi masyarakat miskin seperti bahan bakar dan beras ke penyediaan dukungan pendapatan yang ditargetkan padarumah-rumah tangga yang miskin, dan menggunakan ruang keuangan untuk meningkatkan layanan- layanan kritis seperti pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi. 55 55 Ibid , Investing in Indonesia‟s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development. Hal. 51. 44

BAB III BANTUAN LUAR NEGERI

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang

2 51 121

Peran Bantuan Luar Negeri terhadap Perekonomian Daerah (Studi Bantuan World Bank dalam EIRTP II Second Eastern Indonesia Region Transport Project terhadap Perekonomian Kabupaten Lombok Tengah)

0 21 42

EFEKTIVITAS BANTUAN BANK DUNIA PADA PERCEPATAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA (Studi pada PNPM Mandiri di Kendari Sultra)

1 7 46

Analisis bantuan luar negeri bank dunia (World Bank) dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia periode 2007-2009 (studi kasus PNPM Mandiri)

0 9 117

Bantuan luar negeri kanada ke Indonesia dalam upaya pengentasan kemiskinan di bawah cida’s aid effectiveness action plan 2009-2013

3 30 79

PENDAHULUAN Analisis Mengukur Tingkat Efisiensi Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Pada Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia Periode 2009-2012).

0 2 12

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA BANK MUAMALAT INDONESIA DAN BANK MANDIRI DENGAN MENGGUNAKAN Analisis Kinerja Keuangan Pada Bank Muamalat Indonesia Dan Bank Mandiri Dengan Menggunakan Metode Camels Periode 2009-2011.

0 2 15

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA BANK MUAMALAT INDONESIA DAN BANK MANDIRI DENGAN MENGGUNAKAN Analisis Kinerja Keuangan Pada Bank Muamalat Indonesia Dan Bank Mandiri Dengan Menggunakan Metode Camels Periode 2009-2011.

0 1 13

world bank era baru dalam pengentasan kemiskinan di indonesia

1 6 403

Economy Sejarah Bank Indonesia Moneter

0 0 8