24
BAB II KEMISKINAN DI INDONESIA
II.1 Masalah Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan di Indonesia memang terjadi sangat rumit, pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang cukup parah. Kontraksi
ekonomi tersebut menimbulkan dampak sosial yang sangat besar dan membalikkan banyak kemajuan di sektor sosial yang telah dicapai dalam dekade
sebelumnya. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengangguran meningkat sedikit dari 4,7 persen pada tahun 1997 menjadi 5,5 persen pada tahun 1998, upah riil
menurun sekitar sepertiga. Tingkat kemiskinan selama krisis, dari awal terjadinya krisis pada pertengahan tahun 1997 ke puncak krisis pada akhir tahun 1998 telah
meningkat menjadi 164 persen. Jelas bahwa kemiskinan meningkat dengan cepat seiring dengan memburuknya krisis ekonomi, hal ini menyiratkan bahwa sejumlah
besar mengalami kemiskinan dalam waktu singkat.
37
Disamping itu, dalam mencari penyebab krisis ekonomi tersebut, hal ini menjadi pusat perhatian di dalam pemerintahan. Penyebab krisis ekonomi tersebut
adalah bahwa ada terjadinya pemerintahan yang buruk bad governance, yang biasa dikenal sebagai KKN Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia yang
telah melemahkan perekonomian Indonesia, sehingga menimbulkan penderitaan dari krisis periodik. Karena masalah tersebut, Indonesia menempati bagian atas
dalam daftar negara-negara paling korup di dunia dalam waktu yang lama.
37
Asep Suryahadi dan Sudarno Sumarto, 2010, “Poverty and Vulnerability In Indonesia Before
and After The Economic Crisis ”, dalam Poverty and Social Protection In Indonesia, Joan
Hardjono, Nuning Akhmadi dan Sudarno Sumarto, ISEAS Publishing, Pasir Panjang. Hal. 36-37.
25 Disamping itu, pengurangan kemiskinan dan tata pemerintahan merupakan kedua
hal yang saling terkait. Tata pemerintahan yang buruk telah melakukan upaya- upaya penanggulangan kemiskinan yang tidak efektif, sementara proyek-proyek
pengurangan kemiskinan malah menyediakan lahan subur bagi korupsi.
38
Dengan adanya korupsi tersebut, secara tidak langsung hal ini juga merugikan masyarakat miskin, yaitu:
1. Peningkatan harga barang dan jasa yang harus dibayar oleh masyarakat
miskin; 2.
Mengurangi pendapatan oleh penduduk miskin dengan cara pajak semi-legal, ilegal dan retribusi;
3. Adanya tindakan dukungan untuk masyarakat miskin, padahal hal itu malah
justru sebaliknya; 4.
Menciptakan ketimpangan atau ketidaksamaan dalam kepemilikan aset, karena orang-orang kaya dapat mempengaruhi pemerintah untuk mengejar
kebijakan yang akan meningkatkan kekayaan mereka sendiri seperti perlakuan pajak yang menguntungkan dan nilai tukar mata uang yang tidak
tersedia bagi masyarakat miskin; dan 5.
Mencegah orang miskin dalam melakukan investasi baru atau membuka bisnis baru, karena mereka tahu bahwa orang-orang yang berbisnis akan selalu
menang dan terhubung dengan kontrak proyek-proyek pemerintah, karena adanya praktek korupsi. Akibatnya, mereka tidak dapat meningkatkan standar
kehidupan mereka, dan menjadikan selalu tetap miskin.
38
Sudarno Sumarto, Asep Suryahadi, Alex Arifianto, 2003, “Governance and Poverty Reduction:
Evidence From Newly Decentralized Indonesia ”, dalam The Role Of Governance In Asia,
Yasutami Shimomura, Japan Institute Of International Affairs and ASEAN Foundation, Singapore. Hal. 28.
26 Singkatnya, ada sebuah konsensus yang kuat bahwa tata kelola
pemerintahan yang baik itu sangat diperlukan bagi upaya untuk pengurangan kemiskinan secara efektif dan untuk mengurangi adanya praktek korupsi.
39
Pada tahun 2000-2005 jumlah penduduk miskin malah cenderung menurun dari 38,70
juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000
menjadi 15,97 persen pada tahun 2005.
40
Tetapi di awal tahun 2005, telah dindikasikan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia telah mencapai 51, atau mencapai 114,64 juta jiwa. Diduga
bahwa kenaikan jumlah penduduk miskin itu disebabkan oleh beberapa hal yang saling berkaitan. Hal-hal tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Aceh dan sebagian wilayah
Sumatera Utara telah menyebabkan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat lenyap dari dua wilayah tersebut. Memang banyak juga mereka yang tinggal
di wilayah itu selamat dari musibah tersebut. Tapi satu hal yang pasti bahwa hal ini akan berimplikasi terhadap penambahan jumlah pengangguran dan
kemiskinan dari penduduknya. 2.
Kenaikan harga bahan bakar minyak BBM yang terjadi beberapa kali hingga awal bulan Oktober di tahun 2005 ini tentu telah membebani biaya-biaya
produksi. Ini tentu pada gilirannya mengakibatkan turunnya kemampuan daya beli, dan bahkan hanya untuk bertahan hidup pun, bagi masyarakat yang
secara umum memang sudah sangat berat saat ini. Dampak ikutan berikutnya
39
Ibid . “Governance and Poverty Reduction: Evidence From Newly Decentralized Indonesia”.
Hal. 32-33.
40
Berita Resmi Statistik, 2009, Badan Pusat Statistik, No. 4307Th. XII. Hal. 1.
27 yakni meningkatnya jumlah orang yang dikategorikan sebagai penduduk
miskin. 3.
Kenaikan harga minyak internasional dan melemahnya nilai tukar rupiah tampaknya juga bisa dilihat sebagai penyebab yang berpengaruh terhadap
melemahnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan produk-produk primer, apalagi sekunder, yang memang diperlukan selama ini dalam kehidupan
mereka sehari-hari.
41
Terkait dalam hal tersebut, faktor utama yang menyebabkan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia secara signifikan bukanlah kenaikan harga BBM,
melainkan kenaikan harga beras. Ada dua alasan dalam hal tersebut, yaitu;
Pertama
, kenaikan harga BBM, pada April dan Oktober 2005 yang secara kumulatif mencapai rata-rata 143 persen, hanya menurunkan kesejahteraan
masyarakat miskin, karena telah dimbangi dengan program bantuan langsung
tunai BLT. Kedua, tiga per empat dari orang miskin merupakan konsumen
bersih net consumer beras, sehingga kenaikan harga beras berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan angka kemiskinan.
42
Dampak dari perubahan harga tersebut sudah bisa ditebak yakni akan makin membebani biaya hidup masyarakat secara umum. Secara sederhana, tapi
memang terlihat sangat nyata, kita bisa mengidentifikasi beberapa hal di balik makin besarnya biaya hidup yang harus ditanggung oleh masyarakat. Beberapa
hal tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Ada kecenderungan kenaikan secara berkala dari harga-harga seperti air bersih, tarif angkutan, tarif komunikasi dan tarif dasar listrik;
41
Hari Susanto, 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru, Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Jakarta. Hal. 8-9.
42
Fahmy Radhi, 2008, Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat, Republika, Jakarta. Hal. 44.
28 2.
Pada saat bersamaan harga kebutuhan pokok rumah tangga penduduk terus ikut-ikutan mengalami kenaikan meski pemerintah berulang kali dalam
berbagai kesempatan mengatakan bahwa harga kebutuhan pokok tidak boleh membebani masyarakat. Pernyataan yang lebih bersifat himbauan ini dalam
kenyataannya berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di pasar. Faktanya hampir semua harga kebutuhan pokok rumah tangga bergerak naik;
3. Harga bahan bakar minyak yang terus cenderung naik beberapa kali dalam
setahun memiliki kaitan dengan alasan beratnya beban subsidi yang ditanggung pemerintah selama ini sebagaimana terlihat dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara. Kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap kecenderungan naiknya inflasi yang
konon, bagi banyak pengamat ekonomi, bergerak laksana sebuah spiral.
43
Di bulan Februari pada tahun 2008 kondisi pengangguran mencapai 8,46 atau menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mencapai 9,75 akibat kenaikan BBM. Turunnya angka pengangguran sebesar
1,12 juta orang dalam setahun terakhir ini disebabkan oleh dua faktor: Pertama,
seluruh sektor ekonomi menunjukkan peningkatan serapan tenaga kerja dan pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor keuangan yang mencapai 11,5.
Demikian pula sektor keuangan memiliki angka elastisitas serapan tenaga kerja yang paling tinggi, di mana untuk setiap I satu persen pertumbuhan sektor
keuangan maka tenaga kerja di sektor tcisebut akan mengalami pertumbuhan
3,6. Kedua, pertumbuhan kesempatan kerja mencapai 2.43 lebih besar dari
pertumbuhan angkatan kerja yang mencapai 1.76. Hal ini menandakan baik
43
Hari Susanto, 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru, Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Jakarta. Hal. 8.
29 tenaga kerja yang pertama kali bekerja maupun yang sebelumnya menganggur
dapat bekerja. Apabila ditinjau dari status pekerjaan utama, sebagian besar tenaga kerja
diserap oleh sektor informal. Berdasarkan data Februari 2003 jumlah pekerja informal mencapai 70,55 juta orang atau 69,1 dari total penduduk usia 15 tahun
ke atas yang bekerja. Persentase pekerja informal ini hampir tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan data Februari 2006 yaitu sebesar 69,8. Tingkat
penghasilan pekerja informal ini relatif kecil dan tidak pasti. Artinya, meskipun pekerja informal ini tidak terhitung sebagai pengangguran, namun mereka sangat
rentan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk kenaikan harga BBM. Misalnya para penjual gorengan, bubur, dan makanan kecil lainnya di
pinggir jalan semakin tertekan akibat kenaikan harga dan kelangkaan minyak tanah.
44
Untuk lebih rinci mengenai kemiskinan di Indonesia pada periode 1999- 2009 bisa dilihat di tabel 1.
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia
Pada Tahun 1999-2009
Tahun Jumlah Penduduk Miskin Juta
Persentase Penduduk Miskin Kota
Desa Kota + Desa
Kota Desa
Kota + Desa 1999
15,64 32,33
47,97 19,41
26,03 23,43
2000 12,30
26,40 38,70
14,60 22,38
19,14 2001
8,60 29,30
37,90 9,76
24,84 18,41
2002 13,30
25,10 38,40
14,46 21,10
18,20
44
Tim Jumpa Pers-Pusat Penelitian Ekonomi, 2008, “Problema Pengangguran dan Kemiskinan di
Tengah Gejolak Harga BBM: Telaah Kritis Kebijakan dan Solusi Alternatif ”, Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan , vol. XVI, no. 1, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Jakarta. Hal. 82.
30 2003
12,20 25,10
37,30 13,57
20,23 17,42
2004 11,40
24,80 36,10
12,13 20,11
16,66 2005
12,40 22,70
35,10 11,68
19,98 15,97
2006 14,49
24,81 39,30
13,47 21,81
17,75 2007
13,56 23,61
37,17 12,52
20,37 16,58
2008 12,77
22,19 34,96
11,65 18,93
15,42 2009
11,91 20,62
32,53 10,72
17,35 14,15
Sumber: Badan Pusat Statistik BPS
45
Menurut Lembaga Penelitian SMERU, kemiskinan di Indonesia berwajah majemuk, berubah dari waktu ke waktu, atau dari satu tempat ke tempat lain, hal
ini mengandung berbagai dimensi dan masalah yang kompleks, antara lain: 1.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar sandang, pangan, papan;
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi; 3.
Tidak adanya jaminan masa depan karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga;
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal;
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam;
6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat;
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan; 8.
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;
45
Berita Resmi Statistik, 2009, Badan Pusat Statistik, No. 4307Th. XII. Hal. 2-5.
31 9.
Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial anak-anak terlantar, Perempuan korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal
dan terpencil.
46
Ada banyak penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia, dan tidak ada satu jawaban pun yang mampu menjelaskan semuanya sekaligus. Ini ditunjukkan
oleh adanya berbagai pendapat mengenai penyebab kemiskinan sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat tertentu yang mencoba mencari penyebab
kemiskinan. Tetapi Lembaga Penelitian SMERU menyimpulkan bahwa penyebab dasar kemiskinan antara lain:
1. Kegagalan kepemilikan, terutama tanah dan modal;
2. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana;
3. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor;
4. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang
kurang mendukung; 5.
Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antar sektor ekonomi ekonomi tradisional versus ekonomi modern;
6. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat;
7. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola
sumber daya alam dan lingkungannya; 8.
Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik good governance; 9.
Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
47
46
Paket Informasi: Dasar Penanggulangan Kemiskinan, Lembaga Penelitian SMERU untuk Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan BKPK. Hal. 2.
47
Ibid, Paket Informasi: Dasar Penanggulangan Kemiskinan. Hal. 4
32
II.2 Ukuran dan Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia