36 Dari grafik pada Gambar 4.10 di atas dapat dilihat bahwa bilangan iodin
semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya rasio kulit jengkol : asam nitrat. Bilangan iodin paling besar diperoleh pada rasio 20:2.
Pada rasio 20:0,5 ; 20:1 dan 20:2 mgml, bilangan iodin terus meningkat. Bilangan iodin meningkat dari rasio 20:0,5 ke 20:1. Namun pada rasio 20:2,
peningkatan yang ada tidak terlalu besar, sehingga dapat dianggap bahwa rasio 20:1 merupakan rasio kulit jengkol : asam nitrat yang paling optimum dalam menyerap
senyawa iodin. Hal ini disebabkan oleh jumlah aktivator yang digunakan pada rasio 20:1 sudah cukup untuk memodifikasi adsorben dari kulit jengkol yang digunakan.
Secara teori, semakin meningkatnya rasio kulit jengkol : aktivator yang digunakan maka daya serap adsorben akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan
adanya dehidrasi kimia serta kondensasi yang semakin kuat sehingga menghasilkan struktur pori yang besar [46].
Dengan membandingkan teori dan hasil yang diperoleh dari penelitian, dapat disimpulkan bahwa kondisi rasio kulit jengkol : asam nitrat yang paling optimum
dalam menyerap senyawa iodin yaitu sebesar 20:1 dengan bilangan iodin 634,50 mgg.
Berdasarkan data Standar NasionaI Indonesia 1995, standar kualitas karbon aktif untuk daya serap terhadap iodin yaitu minimal 750 mgg [33]. Dalam hal ini
adsorben kulit jengkol belum memenuhi standar karbon aktif berdasarkan SNI karena bilangan iodin yang optimum yaitu sebesar 634,50 mgg masih dibawah
standar karbon aktif SNI. Hal ini dapat disebabkan karena aktivasi tidak dilakukan
dengan cara karbonisasi.
4.2 ADSORPSI LOGAM Cd II PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM
Limbah cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair yang berasal dari salah satu industri pelapisan logam di sekitar Kawasan Industri Medan
KIM. Kandungan logam Cd II awal dalam limbah cair sebelum dilakukan proses adsorpsi dengan adsorben adalah sebesar 20,35 ppm.
4.2.1 Pengaruh Massa Adsorben terhadap Kapasitas Adsorpsi Logam Cd II
Universitas Sumatera Utara
37 Pada penelitian ini dapat dilihat kemampuan adsorpsi adsorben yang paling
baik dari variasi massa adsorben tertentu yang dinyatakan sebagai kapasitas adsorpsi mgg, sebagaimana digambarkan melalui grafik pada Gambar 4.4. Konsentrasi
logam Cd II dalam limbah cair sebesar 20,35 ppm dengan adsorbansi 0,487.
Gambar 4.11 Pengaruh Massa Adsorben terhadap Kapasitas Adsorpsi Adsorben
Dari grafik pada Gambar 4.11 di atas dapat dilihat bahwa kapasitas adsorpsi cenderung menurun seiring dengan semakin banyaknya massa adsorben. Kapasitas
adsorpsi yang paling besar diperoleh pada massa adsorben 0,5 gram yaitu sebesar 1,32 mgg dengan adsorbansi 0,219.
Pada massa adsorben 0,5; 1 dan 1,5 gram, kapasitas adsorpsi terus menurun. Pada massa adsorben 0,5 g konsentrasi Cd II berkurang menjadi 7,09 ppm dengan
kapasitas adsorpsi 1,32 mgg. Pada massa adsorben 1 g dengan konsentrasi Cd II 9,26 ppm diperoleh kapasitas adsorpsi 0,55 mgg. Pada massa adsorben 1,5 g dengan
konsentrasi 11,96 ppm diperoleh kapasitas adsorpsi 0,27 mgg. Hal ini dapat terjadi karena pada dosis lebih dari 0,5 adsorben membentuk gumpalan-gumpalan yang
menyebabkan berkurangnya luas permukaan adsorben [5] dan perpindahan massa yang terjadi saat proses adsorpsi berlangsung menjadi kurang baik.
Secara teori, semakin meningkatnya dosis adsorben yang digunakan maka kapasitas adsorpsi juga akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan situs atau luas
permukaan adsorpsi meningkat bersamaan dengan berat dari adsorben, sehingga -0.1
0.1 0.3
0.5 0.7
0.9 1.1
1.3 1.5
0.5 1
1.5
K ap
asitas Adso
rp si
m gg
Massa Adsorben g
Universitas Sumatera Utara
38 memberikan hasil kapasitas adsorpsi yang lebih besar pada massa adsorben yang
lebih besar [47]. Kapasitas adsorpsi dapat berkurang dengan meningkatnya massa adsorben dapat disebabkan oleh terbentuknya gumpalan yang menyebabkan
menurunnya luas permukaan keseluruhan [48]. Hal ini juga bisa disebabkan oleh kendala-kendala teknis seperti pola pengontakan, perbandinagn luas wadah dengan
mixer, dan juga penggunaan magnetic stirrer yang memungkinkan lengketnya logam-logam berat pada saat adsorpsi berlangsung.
Dengan membandingkan teori dan hasil yang diperoleh dari penelitian, dapat disimpulkan bahwa massa yang paling optimum dalam menjerap logam Cd II yaitu
sebesar 0,5 yang dinyatakan dengan kapasitas adsorpsi sebesar 1,32 mgg. Rendahnya kapasitas penyerapan logam Cd pada adsorben dapat terjadi karena
adanya logam-logam lain seperti krom Cr, tembaga Cu, seng Zn, nikel Ni dan Timbal Pb dalam limbah cair industri pelapisan logam sehingga terjadi kompetisi di
dalam proses adsorpsi logam berat. Berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup, kandungan Cd II yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan untuk limbah cair industri pelapisan logam adalah sebesar 0,1 ppm. Namun konsentrasi Cd II yang paling rendah dalam limbah
cair pada penelitian ini adalah sebesar 7,09 ppm. Kadar tersebut masih jauh dengan baku mutu lingkungan hidup. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa
kemungkinan. Pertama, limbah cair yang digunakan berasal dari inlet buangan yang memiliki konsentrasi ion Cd II yang masih tinggi. Kedua proses adsorpsi
merupakan pengolahan tingkat ke-3, dimana ada 2 proses pengolahan limbah yang dilakukan di industri pelapisan logam terlewati.
4.3 KARAKTERISTIK GUGUS FUNGSI PADA ADSORBEN KULIT JENGKOL DENGAN SPEKTROFOTOMETRI FTIR