BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Utara dengan ketinggian 2.451 m di atas permukaan laut. Hutan Gunung Sinabung
dikenal secara lokal, nasional, maupun internasional sebagai kawasan ekowisata yang banyak dikunjungi oleh pencinta alam. Gunung ini terletak di tanah Karo
dan masih memiliki vegetasi yang bagus. Masyarakat sekitar memanfaatkan keindahan alam gunung ini sebagai tempat wisata dan tanah di kaki gunung
sebagai lahai lahan pertanian. Kawasan hutan Gunung Sinabung masuk dalam kawasan hutan Sibayak II.
Kawasan ini merupakan suatu bahan studi yang menarik. Menurut Laporan Eksplorasi Flora Nusantara yang dikemukakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia LIPI, 2003 kawasan hutan Sibayak II yang berada di sekitar hutan Gunung Sinabung berbatasan dengan tanah-tanah perkebunan milik masyarakat
dengan kondisi yang masih bagus. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya pohon-pohon berukuran besar. Lebih lanjut LIPI mengemukakan kawasan hutan
tersebut masih cukup baik dengan variasi flora yang cukup tinggi. Menurut Aththorick et al. 2006, kawasan hutan gunung Sinabung
merupakan salah satu hutan pegunungan tropis di Indonesia yang memiliki keanekaragaman pohon yang tinggi termasuk tumbuhan bawah. Jenis-jenis dari
suku Araceae dan paku-pakuan sangat banyak dijumpai. Namun demikian, adanya jalan masuk menuju puncak yang sering dilalui orang dapat menjadi
ancaman bagi kelestarian dan berkurangnya keragaman vegetasi penutup lantai hutan gunung Sinabung khususnya di jalur pendakian Sigarang-garang.
Gunung Sinabung berjarak 86 km dari kota Medan, Sumatera Utara. Di Indonesia, gunung api tipe B seperti gunung Sinabung tidak mendapat perhatian
yang lebih seperti gunung api tipe A. Setelah letusan pada bulan Agustus 2010,
Universitas Sumatera Utara
status gunung Sinabung dinaikkan menjadi gunungapi tipe A. Menurut Widhiastuti 2012, letusan gunung Sinabung tahun 2010 telah mengakibatkan
berbagai kerusakan fisik dan perubahan vegetasi di kawasan hutan Gunung Sinabung, terutama pada zona pegunungan atas hingga puncak.
Berbagai penelitian mengenai keanekaragaman tumbuhan bawah di hutan pegunungan sudah banyak dilakukan, diantaranya penelitian Pitra 2008 di hutan
Gunung Sinabung dengan luas plot 0,006 ha ditemukan 141 jenis tumbuhan bawah. Siregar 2005 juga melakukan penelitian serupa dengan luas area
pengamatan 0,18 ha ditemukan 224 jenis tumbuhan bawah, dan pada penelitian Sari 2005 ditemukan 44 jenis tumbuhan paku dengan luas plot 0,25 ha. Selain
itu, pada penelitian Abdiyani tahun 2007 di Dataran Tinggi Dieng dengan luas plot 0,01 ha ditemukan 79 jenis tumbuhan bawah, dengan 58 jenis berpotensi
sebagai tumbuhan obat. Setelah letusan tahun 2010, vegetasi di hutan Gunung Sinabung
mengalami kerusakan dan terjadi suksesi sekunder. Salah satu vegetasi yang terganggu yaitu tumbuhan penutup lantai hutan, sehingga tumbuhan tersebut
rusak. Sampai saat ini belum ada informasi maupun data mengenai tumbuhan penutup lantai hutan di jalur pendakian Sigarang-garang, karena penelitian
sebelumnya hanya pada jalur pendakian Lau Kawar, untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang analisis vegetasi tumbuhan penutup lantai hutan gunung
Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang Kabupaten Karo Sumatera Utara.
1.2 Permasalahan