saham dengan manajemen menjadi tidak kentara. Keputusan berapa besar dividen yang akan dibagikan pada RUPS, menjadi hal yang dapat mengurangi
konflik antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Kebijakan dividen selain menjadi potensi munculnya konflik
keagenan antara manajer dan pemegang saham, dapat juga menjadi media yang mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham mayoritas dan
pemegang saham minoritas.
2.1.3 Insider Ownership
Kepemilikan orang dalam insider ownership adalah sebuah ukuran persentase saham yang dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris
ataupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan Jensen and Meckling, 1976 dalam Agus Sartono
2001. Berkaitan dengan teori keagenan, Yudha 2011 berpendapat bahwa
meningkatnya kepemilikan manajemen, maka biaya agensinya juga akan ikut turun, dengan asumsi bahwa manajer tersebut tetap mengharapkan
peningkatan kesejahteraan yang lebih pada keputusannya. Semakin besar kepemilikan insidernya maka semakin besar pula informasi yang dimiliki
oleh manajemen sekaligus pemilik perusahaan. Pemilik yang merangkap sebagai manajemen mengakibatkan biaya
agen menjadi kecil karena biaya pengawasan yang berkurang. Dengan begitu tingkat insider ownership yang tinggi mampu menekan biaya agen yang
diperlukan karena pemilik juga ikut andil sebagai pihak manajemen.
Universitas Sumatera Utara
Pemilik perusahaan yang sekaligus menjadi pihak manajemen mempunyai kekuatan yang besar dalam menentukan kebijakan dividen.
Dengan begitu, manajer biasanya akan cenderung membatasi pembagian dividen dan menggunakan dananya untuk melakukan ekspansi di waktu yang
akan datang. Beberapa pendapat mengatakan bahwa insider ownership adalah
kepemilikan saham oleh directors direkturmanajemen dan commossioners komisaris dengan rumus matematis Yudha, 2011 :
D C SHRS
it
TOTSHRS
it
Keterangan: D C SHRSit : Kepemilikan saham oleh direktur dan komisaris
perusahaan i pada Tahun t. TOTSHRSit : Jumlah total dari saham biasa perusahan yang beredar.
2.1.4 Risiko Pasar β
Peningkatan beta β mencerminkan semakin tingginya risiko pasar. Dalam Suhartono 2004: 42, menurut D’Souza dan Saxena 1999,
Tingginya tingkat resiko suatu perusahaan akan berdampak bagi perusahaan tersebut. Dalam memperoleh dana untuk investasi, perusahaan memerlukan
dana dari luar perusahaan. Namun perusahaan akan kesulitan memperolehnya karena tingginya tingkat resiko. Dengan demikian
Universitas Sumatera Utara
perusahaan harus membiayai kebutuhan investasinya menggunakan dana dari dalam perusahaan. Hal ini akan berdampak juga dengan besarnya dividen
yang akan dibagikan.
Sebagaimana menurut Jogiyanto 1998 dalam Yudha 2011 mengatakan bahwa perusahaan enggan untuk menurunkan dividen, jika
perusahaan memotong dividen, maka hal tersebut dianggap sebagai sinyal buruk karena dianggap perusahaan membutuhkan dana. Untuk perusahaan
dengan resiko yang tinggi, probabilitas untuk mengalami laba menurun juga akan tinggi.
Resiko dalam saham itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Resiko sistematis systematic risk
Resiko yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti halnya inflasi, resesi, suku bunga yang tinggi, dan keadaan perang. Resiko ini
tidak dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi, sebab faktor-faktor tersebut mempengaruhi saham secara negatif.
2. Resiko diversifikasi difersifiable risk
Resiko yang disebabkan oleh kejadian acak seperti perkara hukum, pemogokan, program pemasaran yang sukses dan tidak
sukses. Resiko ini dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi, sebab resiko ini muncul karena kejadian yang bersifat acak.
Menurut Husnan 2001 penilaian ter hdapa beta β sendiri dapat di
kategorikan ke dalam tiga kondisi yaitu: 1.
Apabila β = 1, berarti tingkat keuntungan saham i berubah secara proposional dengan tingkat keuntungan pasar. Ini menandakan
bahwa risiko sistematis saham i sama dengan risiko sistematis pasar
2. Apabila β 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih
besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih
besar dibandingkan dengan risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering disebut sebagai saham agresif.
3. Apabila β 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih
kecil dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih
kecil dibandingkan dengan risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering disebut juga sebagai saham defensif.
Untuk mengukur nilai beta β dapat dilakukan dengan persamaan regresi berdasarkan pada model indeks tunggal atau model pasar, sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
R= α
1
+ β
i
.R
M
+ e
1
Keterangan: R1 : Return sekuritas ke I.
α1 : Suatu variabel acak yang menunjukkan komponen dari return sekuritas ke I yang independen terhadap kinerja pasar.
β1 : Merupakan koefisien yang mengukur perubahan R akibat dari perubahan R
m
R
m
: Tingkat return dari indeks pasar. e1 : Menunjukkan bahwa persamaan linier yang dibentuk
mengandung kesalahan atas variabel ini juga sering disebut sebagai variabel pengganggu.
Sementara tingkat keuntungan pasar saham R
m
dihitung dengan menggunakan data indeks harga saham gabungan dengan formula:
Rm
t
= IHSG
t
– IHSG
t-1
IHSG
t-1
Keterangan: t
= hari ke t t-1 = hari sebelumnya.
Sedangkan keuntungan saham i R
i
ditentukan dengan menggunakan perubahan harga saham yang terjadi setiap hari dengan
formula: R
it
= P
t
– P
t-1
P
t-1
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: P
t
= Harga saham untuk hari ke t P
t-1
= Harga saham hari sebelumnya Dari hasil perhitungan beta harian beta koreksi kemudian dijumlahkan
selama satu tahun dan selanjutnya dibagi dengan n jumlah data beta dalam satu tahun Dari sini dihasilkan beta tahunan. Rumus mencari beta adalah
sebagi berikut:
Beta = [n. ∑R
M.
R
I
]
-
∑R
M.
∑R
I
[n ∑R
M 2
] . ∑R
m 2
Keterangan: n
= Periode jumlah data R
I
= Return sekuritas R
m
= Return pasar
2.1.5 Debt to Equity Ratio DER