85
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Jalan Tirtosari Ujung terletak di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung. Jalan Tirtosari Ujung merupakan sebuah jalan yang terletak di
lingkungan 12 yang berada pinggiran jalur perlintasan kereta api yang menghubungkan Kota Medan dengan Bandara Kualanamu dan Kota lain seperti
Kota Tebing Tinggi, Pematangsiantar, Tanjung Balai dan Rantau Prapat. Jalan Tirtosari Ujung mulai ditempati penduduk sekitar tahun 80-an. Pada saat itu
rumah di Jalan Tirtosari Ujung masih di kerumuni banyak tumbuhan lalang. Rumah warga hanya berupa bangunan non permanen yang terdiri dari dinding
yang berbahan kayu dan papan bekas murahan serta atap yang terdiri dari seng – seng murahan pula. Namun seiring berjalannya waktu rumah warga telah berubah
menjadi semi permanen dengan dinding setengah batu dan setengah papantriplek murahan dan berlantai semen.
Saat ini, mayoritas masyarakat yang tinggal di Jalan Tirtosari Ujung beragama Kristen dan bersuku Batak Toba. Masing - masing dari mereka
memiliki asal yang berbeda. Ada yang merupakan penduduk asli Kota Medan dan ada yang merupakan kaum migran yang datang dari berbagai daerah di Sumatera
Utara. Pekerjaan yang mereka geluti saat ini mayoritas berada di sektor informal yaitu pemulung dan peternak. Sesekali jika ada tawaran pekerjaan mereka
sementara beralih profesi menjadi buruh bangunan, tukang becak dan pengrajin keranjang belanjaan.
Universitas Sumatera Utara
86
Berdasarkan observasi dan wawancara, kondisi kemiskinan di Jalan tirtosari Ujung merupakan masalah kerentanan. Sebab hidup mereka sangat bergantung
pada adanya tenaga, jumlah barang bekas yang dipulung, jumlah ternak yang dibesarkan dan tawaran kerja yang ada. Hal ini disebabkan tidak adanya dan akses
untuk memperoleh pekerjaan yang layak di Kota Medan. Rendahnya modal yang terdiri dari keahlian, keterampilan, pendidikan dan materi membuat masyarakat
tersebut tidak dapat bersaing di Kota. Sehingga menjadi pemulung adalah alternatif yang menjanjikan. Hanya dengan modal tenaga untuk berjalan
menelurusuri tumpukan sampah kota, pemulung berhasil memperoleh barang bekas dan makananan sisa yang dapat jual dan untuk pakan ternak. Meskipun
jumlah uang yang diperoleh tidak maksimal seperti orang - orang yang memiliki akses dan modal besar.
Penghasilan rata - rata masyarakat pemulung di Jalan Tirtosari Ujung sekitar Rp 20.000 - Rp 50.000 perhari. Penghasilan tersebut habis terbagi untuk biaya
kehidupan setiap hari. Diantaranya untuk biaya makan pangan, air bersih, listrik, bensin kendaraan, pendidikan anak dan sewa rumah. Masih banyak warga
masyarakat di Jalan Tirtosari Ujung yang menyewa rumah. Dari 9 informan yang diwawawancarai, terdapat 5 informan yang masih menyewa rumah. Biaya untuk
sewa rumah per mencapai Rp 2.000.000 - Rp 2.500.000 per tahunnya Secara sosiologis, indikasi kemisknan tidak hanya dilihat dari segi
penghasilan saja. Deepa Narayan dalam karyanya Voices Of The Poor, Deepa Narayan,dkk memberikan empat dimensi utama dari defenisi kemiskinan yang
dirumuskan oleh masyarakat miskin sendiri, yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
87
a. Pada dasarnya masyarakat miskin tidak memiliki benda - benda fisik
sebagai modal hidupnya. Masyarakat pemulung di Jalan Tirtosari Ujung tidak memiliki tanah yang memadai. Sebab tanah yang ditempati saat ini
seluruhnya milik PJKA. Kepemilikian atas rumah tidak dimiliki oleh masyarakat pemulung secara keseluruhan. Masih ada banyak terdapat
masyarakat pemulung yang menyewa rumah di lingkungan 12 tepatnya di pinggiran rel kereta api Jalan Tirtosari Ujung. Kepemilikan peralatan kerja
seperti besi pengkail sampah bernilai tidak ada. Pemulung tersebut umumnya menggunakan tangganya langsung untuk memilah benda
pungutannya di tempat sampah. Selain itu peralatan kerja pemulung dalam bidang kendaraan berupa becak dengan kondisi sederhana. Ini diperoleh
dari hasil berhemat agar bisa mencari barang bekas dan makanan sisa lebih banyak lagi. Sedangkan untuk kendaraan pribadi seperti sepeda motor
tidak semua pemulung memilikinya. Umumnya masyarakat pemulung yang memiliki sepeda motor adalah pemulung yang memiliki anak muda.
Dimana anak mudanya ikut mencari uang untuk kebutuhan keluarga dan biaya cicilan sepeda motor tersebut.
b. Pada dasarnya masyarakat miskin juga tidak memiliki kualitas sumber
daya manusia yang cukup baik yang dapat menjamin keberhasilan hidup mereka. Masyarakat pemulung di Jalan Tirtosari Ujung mayoritas adalah
kaum migran. Mereka bermigrasi dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan yang layak di Kota. Namun oleh karena rendahnya pendidikan
dengan pendidikan terkahir hanya SD, SMP dan SMA beberapa orang. Begitu juga dengan anak - anaknya, dari 9 informan hanya 3 informan
Universitas Sumatera Utara
88
yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Itu pun berasal dari kemauan anak dari pemulung, bukan dari dorongan pemulung itu sendiri.
Sebab mereka menyadari bahwa biaya untuk sekolah ke perguruan tinggi sangat mahal. Sehingga mereka tidak berani untuk mendorong anaknya
masuk perguruan tinggi. Namun, ada anak pemulung yang berupaya terlepas dari kemiskinan. Ia pergi bekerja untuk membiayai kuliahnya
sendiri. Ada juga yang memohon bantuan kepada sanak saudara. Seperti anak dari salah satu informan bernama Ibu R. Sirait, anaknya yang ketiga
sedang kuliah jurusan D3 Akuntansi di Universitas Sumatera Utara. Untuk biayanya ia dibantu oleh pamannya sejumlah Rp 200.000 per 2 minggu.
c. Setiap masyarakat senantiasa memiliki aset sosial yang dibutuhkan untuk
mempertahankan hidupnya. Begitu juga dengan masyarakat miskin seperti pemulung yang tinggal di Jalan Tirtosari Ujung. Mereka melakukannya
melalui kekerabatan dan asosiasi sesama penghuni lingkungan 12. Hal ini terbangun karena adanya rasa senasib dan rasa kekeluargaan. Pekerjaan
yang sama, suku yang sama, agama yang sama adalah faktor – faktor yang membuat kekerabatan semakin terbangun erat.
d. Dari aset lingkungan, pada umumnya masyarakat miskin diperkotaan
memang kurang atau malah tidak memiliki sumber - sumber lingkungan seperti modal hidup mereka seperti air baku, udara bersih, tanaman,
lapangan hijau, pohon - pohon, dsb. Di Jalan Tirtosari Ujung tidak semua masyarakatnya memiliki air baku yang layak konsumsi. Terlihat dari 9
informan dalam penelitian ini, hanya 2 informan yang memiliki air air baku layak minum yang diperoleh dari air sumur yang jernih. Selebihnya
Universitas Sumatera Utara
89
masyarakat Jalan Tirtosari Ujung memperoleh air baku dengan membeli air bersih layak konsumsi seharga Rp 4.000,- per galon. Sebab PDAM
belum memberikan aliran air bersihnya masuk kewilayah ini, selain itu air sumur yang terdapat dirumah mereka airnya sangat keruh. Sehingga tidak
bisa digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Jika mengacu pada indikator - indikator yang dikemukakan oleh para ahli
diatas yang diikuti dengan hasil observasi dan wawancara lapangan maka secara sosiologis masyarakat pemulung yang berada di Jalan Tirtosari Ujung termasuk
terhadap kategori kelompok rentan vunerable group. Sebab, penghasilan yang di peroleh dari hasil memulung, beternak dan membuat keranjang hanya Rp 50.000 -
Rp 70.000 per hari. Dimana penghasilan tersebut terkuras habis untuk biaya kehidupan sehari - hari diantaranya biaya konsumsi pangan, air listrik dan biaya
pendidikan anak. Selain itu tidak adanya fasilitas air bersih yang memadai, pendidikan yang rendah, luas bangunan yang hanya berukuran 15 x 5 m dengan
rumah semi permanen. Namun, jika mengacu pada indikator BPS maka masyarakat pemulung yang
berada di Jalan Tirtosari Ujung tidak termasuk kriteria miskin. Sebab dari 14 standar kriteria miskin yang ditetapakan BPS harus ada minimal 9 variabel
terpenuhi agar dapat dikatakan miskin. Namun masyarakat di Jalan Tirtosari Ujung tidak mencapainya.
Meskipun masyarakat pemulung tersebut hidup dalam lingkar kemiskinan, bukan berarti mereka miskin pula dalam hal tindakan kolektif. Adapun upaya
tindakan kolektif yang pernah dilakukan adalah mengupayakan masuknya air
Universitas Sumatera Utara
90
bersih layak konsumsi dari PDAM. Namun, hal ini ditolak oleh pemerintah setempat dengan alasan tanah yang tempati bukanlah tanah milik mereka pribadi.
Akan tetapi milik PJKA sehingga tidak bisa di masukkan pipa airnya. Sebab sewaktu - waktu PJKA akan menggunakan tanah tersebut untuk keperluannya.
Meskipun demikian, warga masyarakat Jalan Tirtosari Ujung berupaya meminta langsung kepada PDAM. Hal ini pun mendapat respon baik dari pihak PDAM,
mereka mengabulkan permohonan tersebut dengan syarat semua warga yang berada di Jalan Tirtosari Ujung bersedia dan mau membayar uang adminitrasi
terkait biaya pemasangan. Oleh karena keterbatasan biaya, beberapa masyarakat Tirtosari Ujung pun menolak. Penolakan tersebut dilakukan karena keterbatasan
biaya yang dimiliki. Padahal jika dikalkulasikan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli air minum galon setiap hari biayanya hampir sama. Hal ini pun
didukung oleh adanya air sumur rumah pemulung yang tidak terlalu keruh. Sehingga dari mereka berubah pikiran untuk tidak mau ikut pembiayaan
memasang air bersih tersebut. Namun, ini disebabkan oleh faktor kemiskinan. Jika tidak, kemungkinan ia sangat mau jika dimasukkan air bersih ke kawasan Jalan
Tirtosari Ujung.
5.2 Saran