xxxvi
wāsytaraktu fī kulli nasyā ţ i al-madrasati ... dakhaltu jami’iyataal-tamśīliwa
jami’iyyataal- khiţābati wa jam’iyyataaryādati wa jam’iyyataal-mawsīqi wa
jam’iyyata ar-rasmi...‘aku mengikuti semua aktivitas di sekolah, juga menggabungkan diri dalam kelompok drama, ikut kelompok diskusi, tak
ketinggalan pula ikut olahraga atletik, ikut bermain musik serta kegiatan kesenian lainnya.’
Identifikasi citra perempuan dalam novel
ﺕﺍﺮﻛﺬﻣﺔﺒﻴﺒﻁ
mu ẕakkarat
ṭabībah ‘Memoar Seorang Dokter Perempuan’ Karya Nawâl as-Sa’dâwī digunakan untuk melihat perempuan yang dipresentasikan melalui karya sastra.
Untuk mengungkapkan citra perempuan tersebut dapat ditelusuri melalui peran tokoh perempuan tersebut dalam masyarakat. Secara leksikal peran dapat
didefinisikan sebagai peringkat tingkah yang diharapkan untuk dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat KBBI, 2002: 854.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis Novel
ﺔﺒﻴﺒﻁ ﺕﺍﺮﻛﺬﻣ
Mu ẕakkarat Ṭabībah ‘Memoar Seorang
Dokter Perempuan’ Karya Nawāl as-Sa’dāwī
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
xxxvii
Novel ini mengisahkan tentang sosok “Aku” yang terlahir sebagai seorang perempuan Mesir. Sejak kecil “Aku” mendapat perlakuan yang berbeda dari
saudara laki-lakinya, baik dalam makan, bermain, melakukan pekerjaan, berpakaian, ataupun dalam bertingkah laku. Ia merasa tidak bebas sebagaimana
saudara laki-lakinya. Dalam hal berpakaian misalnya, ibunya akan marah bila melihat baju yang dikenakannya tersingkap ke atas paha. Hal ini yang demikian
tidak dapat diterima oleh “Aku” sehingga hal itu menimbulkan tekanan dalam dirinya karena keberadaannya sebagai perempuan.
Ketika dewasa “Aku” memilih untuk belajar di fakultas kedokteran agar ingin dipandang sejajar dengan laki-laki. Dan “Aku” sangat menyukai dunia ilmu
pengetahuan, dikarenakan ilmu pengetahuan tegas dan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini yang membawa “Aku” menjadi seorang dokter
yang kaya dan sukses, juga merasa berhasil menunjukkan bahwa “Aku” tidak berbeda dari laki-laki. Tentunya hal ini sangat menarik karena latar yang diambil
adalah Mesir pada tahun 1940-1960 dan dapat dilihat pada saat itu latar belakang politik dan sosialnya yang masih konservatif dan menjadikannya sebuah
fenomena baru dalam isu kesetaraan gender. Novel ini merupakan kisah sosok “Aku” yang merupakan perempuan
keturunan Mesir yang semenjak kecil dia tidak merasa beruntung dilahirkan sebagai seorang perempuan. Hal ini dirasakannya mulai dari perlakuan ibunya
kepadanya yang berbeda dengan perlakuan ibunya kepada saudara laki-lakinya sampai dengan perubahan fisik dalam tubuhnya sebagai perempuan. Perlakuan
berbeda ini dimulai dari cara berpakaian, tata krama pada saat makan juga saat bermain. “Aku” tumbuh sebagai seorang perempuan yang memiliki tubuh yang
langsing dan lebih tinggi dari anak seumurannya juga memilki rambut yang panjang. Hal ini justru membuat nya semakin membuat dirinya merasa kasihan
kepada diriya sendiri, bahkan dia membenci adanya payudara di dalam dirinya yang merupakan suatu ciri kewanitaan yang membuat dirinya tidak leluasa
melakukan aktivitas.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
xxxviii
Dalam bidang pendidikan “Aku” seorang perempuan yang cerdas dan itu merupakan suantu kebanggaan tersendiri bagi ayahnya. Ketika tamat sekolah
“Aku” memilih kuliah di Fakultas Kedokteran karena menurutnya bidang kedokteran adalah sesuatu yang mengerikan dan mengundang rasa hormat bahkan
setengah rasa memuja dari ibu, ayah, dan saudara laki-lakinya. Dan menurutnya ilmu kedokteran adalah ilmu yang tidak membedakan antara perempuan dan laki-
laki. Karena keseriusannya menggeluti bidang kedokteran akhirnya “Aku” menjadi seorang dokter perempuan yang sukses dan memilki nama yang cukup
melambung. Di tengah-tengah kesuksesannya sebagai dokter perempuan “Aku” juga menginginkan sosok pendamping hidup dan “Aku” bertemu seorang lelaki
yang saat itu telah menarik perhatiannya. Mereka pun menikah tetapi di tengah pernikahannya “Aku” merasa semua terbatasi karena kehendak suaminya, bahkan
“Aku” dilarang membuka prakteknya karena suaminya merasa tugas seorang istri hanya di rumah mengurus rumah dan suami. Hal ini sangat bertentangan dengan
apa yang telah dijalankan “Aku” selama hidupnya. Perbedaan ini akhirnya membawa perceraian di antara mereka berdua dan membuat “Aku” merasakan
kebebasan seperti pada saat sebelum “Aku” menikah. Setelah terjadinya perceraian “Aku” kembali fokus dengan karirnya dan
menikmati kesendiriannya, padasaat kesediriannya itu “Aku” merenungi kebahagiaan apa yang telah dicapainya selama ini dan merasa kesukesessan
bukanlah kebahagiaan yang sebenarnya “Aku” rasakan. Sampai akhirnya “Aku” bertemu dengan seorang lelaki seniman dan menganggap profesi sebagai dokter
mempunyai seni tersendiri. Hal inilah yang membuat “Aku” merasa lelaki itulah yang cocok dengannya dan mengerti dengan profesinya sebagai perempuan yang
bukan hanya berdiam diri dirumah untuk melayani suami. Akhirnya “Aku” merasakan bahwa ia membutuhkan kehadiran orang lain untuk membantunya dan
melepaskan rasa keegoisannya selama ini.
3.2 Sekilas tentang Biografi Pengarang