3
MENAKAR INDEPENDENSI DAN NETRALITAS JURNALISME DAN MEDIA DI INDONESIA
Amir Effendi Siregar, Rahayu, Puji Rianto, Wisnu Martha Adiputra
A. Pendahuluan
M e n j e l a n g p e m i l i h a n u m u m , independensi dan netralitas jurnalisme
dan media di Indonesia semakin banyak dipertanyakan orangkarena keterlibatan
pemilik media dalam aktivitas atau partai politik tertentu. Abu Rizal Bakrie,
misalnya, pemilik Anteve dan TV Oneadalah Ketua Umum Golkar, sekaligus
kandidat calon presiden. Metro TV yang dimiliki Surya Paloh adalah pendiri
Partai Nasdem. Hary Tanoesoedibjo yang menguasai MNCTV, RCTI, dan Global TV
adalah kandidat wakil presiden dari Partai Hanura. Dalam situasi semacam ini,
menjadi tidak mengherankan jika orang
lantas mulai berikir sejauh mana media- media yang menggunakan milik danpublic
domain itu independen, tidak digunakan para pemiliknya untuk memerjuangkan
kepentingan politik mereka.
Kekuatiran di atas juga terkait erat dengan gencarnya iklan politik dan
pemberitaan yang ditayangkan oleh suatu stasiun televisi dimana pemiliknya
merupakan pengurus partai danatau mencalonkan diri sebagai presidenwakil
presiden. Berdasarkan catatan Komisi Penyiaran Indonesia KPI, pada saat
Hary Tanoesoedibjo, pemilik RCTI dan MNC group, masih di Partai NasDem,
antara bulan Oktober sampai dengan November 2012, stasiun televisi swasta
tersebut telah menayangkan sebanyak 127 iklan partai tersebut. Kemudian,
ketika Hary Tanoesoedibyo berpindah ke Partai Hanura, dalam periode yang
sangat singkat, yaitu 2-15 April 2013, KPI mencatat adanya 11 berita tentang Hanura
yang muncul tidak hanya di RCTI, tapi juga di seluruh grup MNC MNC TV dan
Global TV. Pemberitaan tentang Aburizal Bakrie yang mencalonkan diri sebagai
presiden RI juga banyak bermunculan di TV One. KPI mencatat 10 pemberitaan dan
143 kali tayangan iklan politik tentang Si Pemilik sepanjang April 2013.
Beberapa kenyataan di atas lantas lantas memicu pertanyaan mendasar-
dan mungkin juga filosofis-berkaitan dengan bagaimana sebenarnya persoalan
independensi dan netralitas jurnalisme dan media ini dipandang dan disikapi? Dengan
kata lain, apakah jurnalisme dan media diperkenankan untuk tidak independen
dan tidak netral atau sebaliknya bahwa jurnalisme dan media harus menjaga
independensi dan netralitasnya dalam situasi apapun tanpa terkecuali? Di sinilah,
sebuah penelitian yang serius dan hati-hati
1. Artikel ini merupakan rangkuman dari laporan penelitian berjudul “Menakar Independensi dan Netralitas
Jurnalisme dan Media Di Indonesia” 2014 yang disusun oleh PR2Media bekerja sama dengan Dewan Pers. 2.
Peneliti pada Pemantau Regulasi dan Regulator Media PR2Media, Yogyakarta.
4
perlu dilakukan. Penelitian dilakukan untuk menjawab
suatu pertanyaan mendasar, y a k n i b a g a i m a n a
independensi dan netralitas jurnalisme dan media di
Indonesia.
Beberapa ahli telah melakukan penelitian
semacam itu. Dalam k o n t e k s I n d o n e s i a ,
penelitian Annet Keller 2010 barangkali menjadi
salah satu penelitian independensi dan otonomi
r e d a k s i y a n g l a y a k dirujuk. Meskipun begitu,
penelitian Keller lebih
membahas media-media cetak nasional, dan belum
menyasar penelitian di media elektronik, dalam
hal ini media online dan
televisi. Padahal, media- media ini mempunyai
sifat yang sangat berbeda, terutama medium televisi
karena ia menggunakan frekuensi milik publik atau
public domain.
B. Masalah Penelitian