Pendahuluan 90271.jurnal edisi9 juni

3 MENAKAR INDEPENDENSI DAN NETRALITAS JURNALISME DAN MEDIA DI INDONESIA Amir Effendi Siregar, Rahayu, Puji Rianto, Wisnu Martha Adiputra

A. Pendahuluan

M e n j e l a n g p e m i l i h a n u m u m , independensi dan netralitas jurnalisme dan media di Indonesia semakin banyak dipertanyakan orangkarena keterlibatan pemilik media dalam aktivitas atau partai politik tertentu. Abu Rizal Bakrie, misalnya, pemilik Anteve dan TV Oneadalah Ketua Umum Golkar, sekaligus kandidat calon presiden. Metro TV yang dimiliki Surya Paloh adalah pendiri Partai Nasdem. Hary Tanoesoedibjo yang menguasai MNCTV, RCTI, dan Global TV adalah kandidat wakil presiden dari Partai Hanura. Dalam situasi semacam ini, menjadi tidak mengherankan jika orang lantas mulai berikir sejauh mana media- media yang menggunakan milik danpublic domain itu independen, tidak digunakan para pemiliknya untuk memerjuangkan kepentingan politik mereka. Kekuatiran di atas juga terkait erat dengan gencarnya iklan politik dan pemberitaan yang ditayangkan oleh suatu stasiun televisi dimana pemiliknya merupakan pengurus partai danatau mencalonkan diri sebagai presidenwakil presiden. Berdasarkan catatan Komisi Penyiaran Indonesia KPI, pada saat Hary Tanoesoedibjo, pemilik RCTI dan MNC group, masih di Partai NasDem, antara bulan Oktober sampai dengan November 2012, stasiun televisi swasta tersebut telah menayangkan sebanyak 127 iklan partai tersebut. Kemudian, ketika Hary Tanoesoedibyo berpindah ke Partai Hanura, dalam periode yang sangat singkat, yaitu 2-15 April 2013, KPI mencatat adanya 11 berita tentang Hanura yang muncul tidak hanya di RCTI, tapi juga di seluruh grup MNC MNC TV dan Global TV. Pemberitaan tentang Aburizal Bakrie yang mencalonkan diri sebagai presiden RI juga banyak bermunculan di TV One. KPI mencatat 10 pemberitaan dan 143 kali tayangan iklan politik tentang Si Pemilik sepanjang April 2013. Beberapa kenyataan di atas lantas lantas memicu pertanyaan mendasar- dan mungkin juga filosofis-berkaitan dengan bagaimana sebenarnya persoalan independensi dan netralitas jurnalisme dan media ini dipandang dan disikapi? Dengan kata lain, apakah jurnalisme dan media diperkenankan untuk tidak independen dan tidak netral atau sebaliknya bahwa jurnalisme dan media harus menjaga independensi dan netralitasnya dalam situasi apapun tanpa terkecuali? Di sinilah, sebuah penelitian yang serius dan hati-hati 1. Artikel ini merupakan rangkuman dari laporan penelitian berjudul “Menakar Independensi dan Netralitas Jurnalisme dan Media Di Indonesia” 2014 yang disusun oleh PR2Media bekerja sama dengan Dewan Pers. 2. Peneliti pada Pemantau Regulasi dan Regulator Media PR2Media, Yogyakarta. 4 perlu dilakukan. Penelitian dilakukan untuk menjawab suatu pertanyaan mendasar, y a k n i b a g a i m a n a independensi dan netralitas jurnalisme dan media di Indonesia. Beberapa ahli telah melakukan penelitian semacam itu. Dalam k o n t e k s I n d o n e s i a , penelitian Annet Keller 2010 barangkali menjadi salah satu penelitian independensi dan otonomi r e d a k s i y a n g l a y a k dirujuk. Meskipun begitu, penelitian Keller lebih membahas media-media cetak nasional, dan belum menyasar penelitian di media elektronik, dalam hal ini media online dan televisi. Padahal, media- media ini mempunyai sifat yang sangat berbeda, terutama medium televisi karena ia menggunakan frekuensi milik publik atau public domain.

B. Masalah Penelitian