48
sekaligus mengontrol dan memarginalkan wacana dan ideologi kelompok-kelompok
lain. Seperti penegasan Tony Bennett, media adalah agen konstruksi sosial yang
mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya.
12
Bagi James Lull, bukan sebatas media berpihak kepada kelompok dominan
melainkan bahkan para produsen ideologi dominan tersebut menjadi elit informasi.
Mereka menguasai lembaga-lembaga yang menyalurkan bentuk-bentuk
simbolik dari komunikasi, termasuk media massa. Media komunikasi misalnya surat
kabar atau televisi cenderung dimiliki oleh para anggota kelas berada yang
diharapkan menjalankan media tersebut bagi kepentingan kelas mereka sendiri.
2. Konglomerasi Media dan
Implikasinya Salah satu fenomena mutakhir dalam
industri media adalah konglomerasi media, dimana sebuah grup media
memiliki perusahaan-perusahaan media dengan jumlah yang cukup banyak,
tersebar mulai dari media televisi, radio, koran, majalah, online, dan sebagainya.
B u k u y a n g p a l i n g g a m b l a n g menjelaskan hal ini adalah Media
Monopoly karya Ben Bagdikian, yang telah direvisi berkali-kali untuk
terus memutakhirkan data mengenai perkembangan kepemilikan media di
Amerika Serikat. Menurut Bagdikian, jumlah pemilik media di Amerika pada
tahun 1983 berjumlah 50 perusahaan. Namun, 20 tahun kemudian, tepatnya
pada tahun 2003, 50 perusahaan media tersebut telah diakuisisi oleh lima
perusahaan besar yang memonopoli industri media di Amerika, yaitu AOL-
Time Warner, Disney, Viacom, The News Corporation, dan Bertelsmann.
13
Kelima raksasa media tersebut, ditambah Vivensi
dan Sony Columbia, menguasai studio- studio film utama di Amerika, hampir
seluruh jaringan televisi Amerika, 80-85 pasar musik dunia, sejumlah besar satelit
penyiaran seluruh dunia, sejumlah besar penerbitan buku dan majalah, hampir
semua saluran televisi kabel komersial, dan masih banyak lagi.
14
Apa dampak konglomerasi media ini? Yang jelas, para konglomerat ini
menjadikan media sebagai bisnis besar untuk mengumpulkan laba sebesar-
besarnya dengan wilayah garapan seluas- luasnya. Namun, implikasi konglomerasi
media tidak hanya dalam ranah bisnis, namun juga pada ranah politik. Di
Amerika Serikat, lobi-lobi para raksasa media kepada para politisi sangat ampuh,
terlebih jika lawan politik mereka adalah publik yang tidak berdaya.
Chesney 2006 menegaskan, ”....it makes the media giants
perticularly effective political lobbyists at the national, regional, and global levels.
The media giants have had a heavy hand in drafting these laws and regulations,
13. Ben Bagdikian, The New Media Monopoly, Boston: Beacon Press, 2003. 14.
Robert McChesney, “Global Media, Neoliberalism Imperialism”, 2006, www.thirdworldtraveler. comRobert_McChesney_page.html.
15. Robert McChesney, ibid.
49
implikasi konglomerasi media tidak hanya dalam
ranah bisnis, namun juga pada ranah politik.
and the public tends to have little or no input.”
15
Konglomerasi media juga memiliki implikasi yang sangat mendasar dalam
pemberitaan. Contoh paling nyata adalah bias kepentingan pemilik modal
dalam dukungan Murdoch melalui The Sun dan The Times of London untuk
kampanye Thatcher pada 1998, serta dukungan melalui New York Times untuk
Reagan. Contoh lain, Norman Chandler menyediakan Los Angeles Times sebagai
media kampanye Nixon sepanjang karir politiknya.
16
Bagi para konglomerat pemilik industri media, kekuasaan mereka
bukan lagi berasal dari akses namun kepemilikan atas media itu sendiri.
17
Bias pemberitaan juga terlihat dari hilangnya
daya kritis media di hadapan para pemilik modal. Dalam hal ini, media cenderung
mengangkat sebuah isu dengan perspektif yang sejalan dengan kepentingan pemilik
modal. Selain itu, media cenderung memilih isu-isu yang tidak bertentangan
dengan kepentingan pemilik modal.
18
3. Independensi Media