BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada
sektor migas saja sebab migas adalah jenis sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.
Oleh karena itu sektor pertanian haruslah dikembangkan untuk dapat menopang ekspor Indonesia. Beberapa jenis sektor pertanian yang masih menjadi andalan
Indonesia antara lain minyak kelapa sawit, kopi, kakao, tembakau, teh, karet dan yang lainnya.
Kakao adalah salah satu komoditas ekpor pertanian andalan Indonesia. Tahun 2011, nilai ekspor kakao olahan ditargetkan meningkat 61 persen,
sedangkan untuk biji kakao, nilai ekspornya ditargetkan meningkat 22 persen. Demikian diungkapkan Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu. Kakao dan
minyak kelapa sawit prospeknya cukup baik karena permintaan tinggi, kopi juga punya potensi yang besar untuk diekspor ke Amerika, kata Wakil Menteri
Pertanian Bayu Krisnamurthi usai bertemu Wakil menteri pertanian AS di kantor kementerian perekonomian, Jl Lapangan Banteng, Selasa 542011 detik.com
.
Berdasarkan dua pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa perkebunan kakao di Indonesia masih menjanjikan untuk masa ke depan.
Universitas Sumatera Utara
Kualitas biji kakao Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan biji kakao terbaik dunia yang berasal dari Ghana. Pada umumnya petani kakao Indonesia
tidak melakukan fermentasi pada biji kakao yang baru dipanen. Ketika biji kakao dikeluarkan dari buahnya, untuk hasil yang terbaik seharusnya dilakukan
fermentasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan tetapi pada umunya petani kakao Indonesia langsung melakukan pengeringan tanpa proses fermentasi.
Hal inilah yang merendahkan citra mutu kakao Indonesia. Perkembangan ekspor kakao dan produk kakao Indonesia cukup pesat.
Hampir sekitar 80 dari produksi kakao nasional diekspor karena daya serap industri pengolahan dalam negeri relatif rendah. Namun citra mutu kakao
Indonesia yang dikenal rendah serta rendahnya kapasitas industri pengolahan dapat menghambat peningkatan daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia.
Daya saing produk kakao Indonesia di samping dipengaruhi oleh besarnya
pemintaan dunia juga ditentukan oleh harga produk kakao Indonesia yang relatif
lebih murah karena mutunya yang rendah, murahnya tenaga kerja, dan alam yang cukup produktif dibandingkan dengan negara pesaing. Selain itu, kondisi sosial
budaya, situasi politik dan hubungan kelembagaan perdagangan internasional juga
mempengaruhi daya saing produk kakao Indonesia di pasar dunia.
Produk olahan biji kakao di dalam negeri biasanya dikemas dalam bentuk coklat batangan, bubuk kakao, mentega, lemak kakao, susu coklat dan bentuk
lainnya. Permintaan dalam negeri akan produk olahan kakao setiap tahunnya semakin meningkat, tetapi Indonesia masih tergolong rendah dalam kategori
pengonsumsi kakao.
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah tabel yang menunjukkan produksi biji kakao beberapa negara di dunia :
Tabel 1.1 Produksi biji kakao oleh beberapa negara di dunia
Produksi biji kakao dunia ribu ton Negara 200506 200607 200708 200809 200910
Pantai Gading 1407,8 1229,3 1382,4 1223,2 1190,0 Kamerun 171,1 169,1 184,8 226,6 205,0
Ghana 740,5 614,5 729,0 662,4 645,0 Nigeria 210,0 220,0 230,0 250,0 260,0
Brazil 161,6 126,2 170,5 157,0 158,0 Indonesia 585,0 545,0 485,0 490,0 525,0
Ekuador 117,5 123,5 111,0 130,0 140,0 Togo 73,0 78,0 111,0 105,0 110,0
Dominica 45,9 42,2 45,3 55,0 55,0 Venezuela 19,5 22,6 16,6 20,5 20,0
Malaysia 33,9 32,8 30,6 22,4 18,0 PNG 51,1 49,3 51,5 51,0 57,0
Peru 31,4 31,4 34,0 35,9 35,0 Dunia 3810,7 3439,3 3732,3 3592,6 3596,3
Sumber : Laporan Tahunan ICCO International Cocoa Organization 2005 - 2010 Dari data di atas dapat ditentukan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke tiga
produsen kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Indonesia menyumbang sekitar 16 persen produksi kakaonya untuk dunia. Produksi kakao
Indonesia berdasarkan tabel di atas bersifat fluktuatif. Dari rentang tahun 2005 sampai dengan tahun 2010,puncak produksi kakao Indonesia terjadi pada sekitar
tahun 2005 – 2006 dan terendah pada sekitar tahun 2007 – 2008.
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah tabel yang menunjukkan konsumsi kakao negara – negara di dunia
Tabel 1.2 Konsumsi kakao oleh beberapa negara di dunia
Konsumsi kakao dunia ribu ton Negara 200304 200405 200506 200607 200708 200809
Perancis 229,9 246,3 239,2 250,0 235,0 230,0 Jerman 307,1 277,7 310,0 315,0 317,0 310,0
Italy 100,7 108,7 111,1 95,0 105,6 89,6 Inggris 219,7 220,0 222,0 223,0 225,0 230,0
Rusia 177,4 183,6 178,1 195,1 200,0 182,0 Brazil 94,0 88,4 99,3 128,9 143,4 161,2
Amerika Serikat 775,0 781,0 800,0 795,0 750,0 710,1 Jepang 162,6 152,6 165,0 167,0 165,7 157,4
Meksiko 62,0 59,7 55,0 60,0 60,0 58,0 Kanada 71,6 63,1 74,3 75,7 69,7 83,5
Dunia 3240,0 3305,0 3441,0 3577,0 3633,0 3516,0
Sumber : Laporan Tahunan ICCO 2005 - 2010 Dari tabel di atas diketahui bahwa negara Amerika Serikat adalah
pengonsumsi kakao terbesar di dunia. Amerika Serikat mengkonsumsi sekitar 20 persen dari seluruh konsumsi kakao dunia. Konsumsi kakao oleh negara Amerika
Serikat berdasarkan tabel di atas bersifat fluktuatif. Dari rentang tahun 2003 sampai tahun 2009, puncak konsumsinya terjadi sekitar tahun 2005 – 2006 yaitu
sekitar 800 ribu ton kakao. Dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 terdapat penurunan konsumsi kakao setiap tahunnya dan terendah terjadi pada tahun 2008
– 2009.
Universitas Sumatera Utara
Harga biji kakao internasional setiap hari tercatat di bursa New York dan London dan bersifat fluktuatif. Fluktuasi harga biji kakao internasional sangat
bergantung pada permintaan biji kakao dunia dan produksi biji kakao dunia. Apabila produksi biji kakao negara Pantai Gading atau Ghana merosot tajam
maka harga akan naik, begitu juga jika permintaan terhadap kakao meningkat maka harga kakao akan naik. Harga biji kakao di pasaran Sumatera Utara
ditentukan oleh fluktuasi harga biji kakao Internasional. Eksportir dan pedagang pengumpul menentukan harga dengan cara mengikuti fluktuasi harga biji kakao
internasional. Berikut data yang menunjukkan fluktuasi harga biji kakao internasional dari tahun ke tahun :
Tabel 1.3 Data triwulan harga kakao internasional tahun 2002-2010
Sumber : Laporan Tahunan ICCO International Cocoa Organization 2000 - 2010 Tahun
Harga Internasional Tahun
Harga Internasional 2002.1
1541,21 2006.3
1617,50 2002.2
1609,77 2006.4
1604,96 2002.3
1999,56 2007.1
1812,43 2002.4
2017,39 2007.2
2049,14 2003.1
2136,78 2007.3
1999,26 2003.2
1746,82 2007.4
2001,29 2003.3
1582,60 2008.1
2462,28 2003.4
1546,09 2008.2
2782,13 2004.1
1565,64 2008.3
2323,12 2004.2
1417,81 2008.4
2239,12 2004.3
1612,11 2009.1
2587,78 2004.4
1607,42 2009.2
2598,64 2005.1
1677,75 2009.3
2970,55 2005.2
1544,68 2009.4
3423,12 2005.3
1491,57 2010.1
3296,10 2005.4
1464,64 2010.2
3205,94 2006.1
1555,88 2010.3
3058,75 2006.2
1584,14 2010.4
2961,61
Universitas Sumatera Utara
Grafik 1.1 Data triwulan harga biji kakao internasional tahun 2002-2010 Sumber : Laporan Tahunan ICCO International Cocoa Organization 2000 - 2010
Harga biji kakao internasional mulai tahun 2003 sampai 2009 mengikuti trend naik dan puncaknya pada triwulan terakhir tahun 2009. Pada awal tahun
2008 sempat merosot apabila dibandingkan pada harga akhir tahun 2007, namun seiring waktu harga terus merangkak naik dan mencapai puncaknya sekitar tahun
2009. Berdasarkan laporan Departemen Perindustrian tahun 2007, Sumatera
Utara menduduki peringkat ke empat daerah penghasil biji kakao terbesar di Indonesia setelah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara
dengan menyumbang sekitar 7,85 dari seluruh produksi kakao nasional. Menurut data di atas, dapat dikatakan Sumatera Utara bisa menjadi lumbung biji
kakao Indonesia. Hanya saja akhir – akhir ini beberapa petani kakao mengubah lahan pertanian kakaonya menjadi lahan sawit karena serangan hama banyak
menyerang tanaman kakao. Mudahnya proses penanaman serta pemeliharaan kelapa sawit membuat beberapa petani kakao mengubah haluan menjadi petani
1000 2000
3000 4000
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010
Harga kakao internasional
Universitas Sumatera Utara
sawit. Berikut tabel yang menunjukkan ekspor kakao Sumatera Utara untuk beberapa tahun :
Tabel 1.3 Volume ekspor kakao Sumatera Utara
Tahun Berat bersih kg
Nilai FOB 2002
34.014.854 41.585.320
2003 25.797.851
36.937.451 2004
33.622.046 44.891.642
2005 34.417.993
43.762.723 2006
39.523.299 47.060.307
2007 46.594.479
70.244.184 2008
47.820.752 102.567.021
2009 51.515.968
126.680.245 2010
58.051.000 163.908.000
Sumber : BPS Sumatera Utara tahun 2002 – 2010
Grafik 1.2 Volume Ekspor Kakao Sumatera Utara 2002 – 2010 Sumber : BPS Sumatera Utara tahun 2002 – 2010
Hampir setiap tahunnya ekspor kakao Sumatera Utara menunjukkan
kecenderungan meningkat, kecuali terjadi penurunan pada tahun 2003 jika dibandingkan dengan tahun 2002. Pada tahun 2010 ekspor kakao Sumatera
mencapai puncaknya jika dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya. Kakao yang dimaksudkan data di atas adalah biji kakao dan produk olahannya. Produk
10000000 20000000
30000000 40000000
50000000 60000000
70000000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Universitas Sumatera Utara
olahan biji kakao yang diekspor oleh Sumatera Utara ke beberapa negara adalah bubuk kakao, pasta kakao, mentega kakao, lemak kakao, minyak kakao dan
produk coklat dalam bentuk batangan maupun tablet. Dari data di atas, secara umum ekspor kakao Sumatera Utara menunjukkan peningkatan yang cukup
berarti, baik dari segi berat maupuan dari nilai FOBnya. Penurunan hanya terjadi pada tahun 2003 saja. Penurunan kemungkinan dipicu oleh merosotnya harga biji
kakao internasional pada sekitar tahun 2003. Kenaikan produksi kakao Sumatera Utara tentu saja dipicu oleh meluasnya
lahan pertanian kakao rakyat di provinsi ini. Untuk memiliki kebun kakao, tidak membutuhkan areal yang luas seperti halnya kebun sawit. Hal inilah yang
menyebabkan banyak petani – petani kecil menanam kebunnya yang tidak begitu luas dengan tanaman kakao. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan luas lahan
kakao rakyat di provinsi Sumatera Utara :
Tabel 1.4 Luas lahan kakao rakyat di provinsi Sumatera Utara dari tahun ke tahun
Tahun Belum
Produktif ha Produktif
ha Tidak
Produktif ha Total
ha 2001
6.169 20.687
1.458 28.314
2002 7.505
21.112 889
29.635 2003
9.239 22.205
1.179 32.623
2004 9.746
21.362 1.196
32.304 2005
13.027,33 30.414,24
1.074,40 44.515,97
2006 13.433,47
34.320,47 1.418,00
49.171,94 2007
15.786,30 38.098,73
2.543,45 56.428,48
2008 18.906,73
39.667,74 1.646,75
60.221,22 2009
19.744,94 42.618,26
3.727,75 66.090,95
2010 16.976,53
39.822,77 2.571,60
59.370,90
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2001 - 2010
Universitas Sumatera Utara
Data di atas menunjukkan bahwa setiap tahunnya luas lahan kakao rakyat di Sumatera Utara semakin meningkat dan puncaknya pada tahun 2009. Hal ini
mengindikasikan sampai tahun 2009 semakin banyak petani di Sumatera Utara yang menanami lahannya dengan tanaman kakao. Namun pada tahun 2010 lahan
kakao berkurang jika dibandingkan dengan tahun 2009. Hal ini disebabkan banyaknya petani kakao yang mengalihkan perkebunan kakaonya menjadi
perkebunan kelapa sawit. Sumatera Utara mengekspor kakaonya ke beberapa negara, antara lain
China, Thailand, Singapura, Filiphina, Malaysia, Amerika Serikat, Spanyol dan negara lainnya. Tahun 2009 tujuan ekspor terbesar biji kakao terbesar Sumatera
Utara adalah negara Malaysia disusul oleh Amerika Serikat dan Singapura. Setiap tahunnya Amerika Serikat masih menjadi tujuan utama ekspor kakao Sumatera
Utara. Sebagai pengonsumsi kakao terbesar di dunia, sudah sepantasnya Amerika tetap menjadi salah satu tujuan utama ekspor kakao Sumatera Utara.
Berdasarkan data dari ICCO, impor biji kakao Amerika Serikat dari beberapa negara berfluktuatif setiap tahunnya. Fluktuasi kemungkinan terjadi
akibat beberapa faktor di dalam negeri Amerika Serikat. Berikut ini adalah data impor biji kakao oleh Amerika Serikat:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.5 Volume impor biji kakao Amerika Serikat
Sumber : ICCO tahun 2004-2009
Grafik 1.3 Impor Biji Kakao Amerika Serikat Sumber : ICCO tahun 2004-2009
Amerika Serikat memiliki beberapa perusahaan pengimpor biji kakao dunia, di
mana perusahaan – perusahaan tersebut mengolah biji kakao menjadi produk turunan untuk dapat dinikmati oleh penduduk Amerika Serikat maupun diekspor
kembali ke beberapa negara lain. Adapun perusahaan – perusahaan yang dimaksud adalah Berdex International, Blomer Chocolate, Pacon Express, Cocoa
Barry US Inc, Van Leer Chocolate Inc, General Cocoa, Nestle, dan Prudent Trading.
200 400
600 800
200405 200506
200607 200708
200809
Impor Biji Kakao AS ribu ton
Tahun Impor Kakao Ribu ton
200405 741,61
200506 750,05
200607 611,87
200708 565,06
200809 662,36
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat di benua Eropa merupakan masyarakat yang paling tinggi konsumsi kakaonya. Konsumsi rata - rata per jiwa kakao masyarakat Amerika
Serikat juga tergolong tinggi di dunia. Negara – negara lain yang konsumsi rata – rata per jiwa kakaonya lebih tinggi dari Amerika Serikat adalah Belgia, Inggris,
Norwegia, Swiss, Denmark, Jerman, dan Irlandia. Adapun konsumsi rata - rata per jiwa kakao masyarakat Amerika Serikat setiap tahun adalah
Tabel 1.6 Data konsumsi rata-rata per jiwa kakao AS
Tahun Konsumsi kgjiwa
200001 2,463
200102 2,302
200203 2,372
200304 2,643
200405 2,640
200506 2,678
200607 2,636
200708 2,467
200809 2,328
Sumber : ICCO tahun 2000-2009
Grafik 1.4 Data konsumsi rata-rata per jiwa kakao AS Sumber : ICCO tahun 2000-2009
2,1 2,2
2,3 2,4
2,5 2,6
2,7
Konsumsi Kakao per jiwa AS
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data tentang areal perkebunan kakao rakyat di Sumatera Utara yang meningkat setiap tahunnya dan data yang menunjukkan bahwa Amerika Serikat
adalah negara pengimpor biji kakao terbanyak di dunia, maka ekspor kakao Sumatera Utara ke Amerika Serikat merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan dan diperhitungkan. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan data ekspor biji kakao dan produk olahannya dari Sumatera Utara ke Amerika Serikat
Tabel 1.7 Data volume ekspor kakao Sumatera Utara ke Amerika Serikat
Tahun Berat bersih kg
Nilai FOB US 2002
605.318 1.087.786
2003 660.347
1.804.551 2004
6.980.000 11.153.861
2005 5.319.166
9.404.606 2006
3.136.886 7.574.397
2007 7.363.391
13.653.594 2008
7.061.145 20.606.659
2009 13.505.452
33.669.316 2010
9.131.117 26.336.501
Sumber : BPS Badan Pusat Statistik Prov Sumatera Utara tahun 2002 - 2010
Universitas Sumatera Utara
Grafik 1.5 Volume Ekspor Kakao Sumatera Utara ke Amerika Serikat 2002 - 2010
Sumber : BPS Badan Pusat Statistik Prov Sumatera Utara tahun 2002 – 2010 Berdasarkan tabel di atas, volume ekspor kakao Sumatera Utara ke Amerika
Serikat berfluktuatif sekitar tahun 2004 – 2009. Kenaikan harga biji kakao internasional ternyata tidak serta merta mengangkat ekspor kakao Sumatera Utara
ke Amerika Serikat. Salah satu faktor yang juga turut mempengaruhi ekspor kakao adalah pertumbuhan ekonomi negara pengimpor. Di bawah ini adalah data
tahunan persentase perubahan GDP Amerika Serikat.
Tabel 1.8 Tabel perubahan GDP AS tahun 2002 - 2010
Tahun Perubahan GDP AS
2002 3,5
2003 4,7
2004 6,4
2005 6,5
2006 6,0
2007 4,9
2008 1,9
2009 -2,5
2010 4,2
Sumber : Badan Statistik Amerika Serikat tahun 2002 - 2010
2.000.000 4.000.000
6.000.000 8.000.000
10.000.000 12.000.000
14.000.000 16.000.000
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010
Ekspor Kakao Sumatera Utara ke AS
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2005 dan 2006 masih menunjukkan angka positif, tetapi ekspor kakao Sumatera Utara ke Amerika
Serikat justru menurun pada masa itu. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat menunjukkan angka negatif pada tahun 2009 ketika terjadinya krisis
ekonomi global tetapi pada tahun itu permintaan ekspor kakao Sumatera Utara oleh Amerika Serikat justru meningkat. Ini mengindikasikan masih ada beberapa
faktor lainnya yang mempengaruhi permintaan kakao oleh Amerika serikat. Faktor GDP , ekspor barang substitusi dari kakao, kurs Rupiah terhadap Dollar
menjadi faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor kakao Sumatera Utara dari Amerika Serikat. Hal inilah yang menjadi pembahasan pada penelitian
ini.
1.2 Rumusan Masalah