E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang
“Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di bidang pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang” belum pernah dilakukan
dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang Penyelesaian sengketa tanah namun jelas berbeda
dengan penelitian ini Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas- asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian
ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan
dan perumusan masalah.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini syarat pokok fundamental bagi adanya
suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya
menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia
dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai sarana pembangunan dapat diartikan, bahwa hukum sebagai penyalur arah kegiatan
manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Teori ini dikemukakan oleh Roscoe Pound, yakni “Law as A Tool as Social
Engineering”
15
. Dimana hukum harus diusahakan bersifat antisipatif, sehingga tidak menghambat laju perkembangan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi.
Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan justice, Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah
untuk melindungi diri dari kerugian” the end of the justice to secure from enjury.
16
Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur
kehendak the element of will.
17
Maka teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga
dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu
15
Roscoe Pound, “Social Control Through Law: Jural Postulets”, Cet.1, dikutip dalam Filsafat Hukum dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta:
Universitas Indonesia, 2001, hal. 578-579, dikutip dari Pound, Jurisprudence, Vol.3, hal.8-10, dikutip dari Stone, Human Law and Human Justice 1965, hal.280.
16
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, disampaikan pada “Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera
Utara”, Medan: Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 17 April 2004, hal. 4-5.
17
George Whitecross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, edisi kedua, London: Oxford University Press, 1951, hal. 221.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
berkurangnya penderitaan.
18
Akan tetapi menurut John Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang, contohnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan
ada tingkat perekonomian kuat. Jadi negara harus bertindak sebagai penyeimbang terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus
melindungi hak dan kepentingan pihak yang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga bahwa ketidakmerataan dalam pemberian perlindungan kepada orang-orang yang
tidak beruntung itu.
19
Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun terdapat perbedaan bangsa, kekuasaan, jabatan,
kedudukan, dan lain-lain. Teori ini sangat penting terutama dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang menggunakan mediasi sebagai alternatif
penyelesaiannya Dalam hal mediasi merupakan cermin dari utilitarianisme. Teori tersebut
untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham 1748-1832
20
. Teori utilitarianisme menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik
secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
18
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 79.
19
O.K. Thariza, “Teori Keadilan: Perspektif John Rawls”, Dikutip dari httpokthariza.multiply.comjournalitem, Diakses tanggal 5 Mei 2009.
20
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
Teori utilitarianisme ini juga mendapat dukungan dari Thomas Hobbes 1588-1679.
21
Filsafat Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip utilitas. Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi
undang-undang hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan ketentraman sebagai hal yang bermanfaat. Hal ini dapat dipahami dari salah satu fungsi
mediasi tersebut yaitu untuk tercapainya penyelesaian sengketa pertanahan. Hukum adalah salah satu kaidah sosial yang digunakan oleh manusia untuk
menata diri mereka agar tertib dan berkeadilan. Masih banyak tatanan lain yang hidup, berkembang dan sampai hari ini digunakan oleh masyarakat, seperti tatanan
adat, sosial, moral dan juga agama. Bersama dengan hukum, sekalian tatanan itu bekerja menciptakan harmoni dan keteraturan perikehidupan manusia.
Meminjam bahasa Satjipto Rahardjo, model penyelesaian sengketa dengan cara kompromi dan perdamaian merupakan ciri khas Indonesia distinctly
Indonesian.
22
Oleh karena itu, menghadapi kecenderungan makin banyaknya sengketa tanah yang telah, sedang dan bakal terjadi di masa mendatang dan cacat
penyelesaian sengketa di pengadilan, maka pendekatan penyelesaian sengketa yang berbasiskan budaya setempat dapat dimajukan sebagai alternatif. Salah satu
kemungkinan yang dapat dikemukakan sebagai doktrin atau asas alternatif itu adalah menyatakan bahwa Indonesia lebih mengunggulkan “supremacy of moral justice”
21
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius , 1982, hal. 63.
22
Satjipto Rahardjo, “Transformasi Nilai-nilai dalam Penemuan dan Pembentukan Hukum Nasional”, disampaikan pada seminar Proses Pembangunan Hukum dalam PJP II, Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Jakarta, 12-14 Juni 1995.
Universitas Sumatera Utara
daripada “supremacy of law”. Dalam supremacy of moral justice, nilai-nilai yang dimajukan dalam penyelesaian sengketa adalah perdamaian, moral dan keadilan,
empati, kebenaran dan komitmen.
23
Dengan asas baru tersebut, kebekuan, penyelesaian sengketa secara litigasi dapat didobrak dan digantikan dengan cara-cara
lain yang lebih segar, efisien dan berkeadilan, yakni dengan memberikan tekanan yang istimewa terhadap aspek moral daripada aspek perundang-undangan semata.
Penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa secara alternatif juga didukung oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Demikian pula Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menegaskan bahwa setiap
perkara perdata yang masuk di pengadilan diwajibkan untuk diselesaikan melalui proses mediasi sebelum disidangkan.
Dari paparan terlihat bahwa penyelesaian non-litigasi sengketa tanah mendapatkan habitus yang cocok di Indonesia khususnya Jawa di mana budaya
rukun harmoni, saling menghormati dan komunalisme lebih menonjol dari pada
budaya saling sengketa dan individualisme-liberalisme.
Dari berbagai sengketa yang berkaitan dengan masalah pertanahan yang terjadi di Sumatera Utara, pada dasarnya dapat dilihat adanya sengketa yang timbul di
antara warga masyarakat, sengketa antara warga masyarakat dengan perusahaan
23
Hal ini berbeda dengan implementasi konsep rule of law dalam kehidupan berhukum dimasyarakat. Dalam rule of law, cara berhukum diwujudkan dalam penyelesaian konflik,perundang-
undangan, prosedur, kebenaran hukum legal justice dan birokrasi. Lihat ibid.
Universitas Sumatera Utara
perkebunan, dan sengketa antara warga masyarakat dengan instansi ataupun lembaga pemerintah.
Sengketa-sengketa pertanahan di daerah ini sebenarnya timbul bukan saja karena dampak proses reformasi yang sedang berjalan, tetapi beberapa sengketa
sudah terjadi, dan benih-benih persengketaan itu memang sudah ada jauh sebelum era reformasi dimulai. Kalau pada saat rezim Orde Baru berkuasa masyarakat diliputi
rasa takut untuk menanyakan, menuntut, ataupun menggugat pihak yang sedang berkuasa, tidak demikian halnya pada masa ini.
2. Konsepsional