B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan mediasi dalam sengketa pertanahan studi kasus di
Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang? 2.
Bagaimana keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang?
3. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam penyelesaian mediasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui penerapan mediasi dalam sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang
2. Untuk mengetahui keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam penyelesaian mediasi.
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi di bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis untuk mengetahui dinamika
masyarakat dan seluruh proses mekanismenya, khususnya masalah mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di bidang pertanahan. Selain itu
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata peraturan hukum dalam kasus mengenai alternatif penyelesaian
sengketa pertanahan.
2. Secara Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan, dan advokat
serta Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT maupun Badan Pertanahan Nasional BPN serta mediator, sehingga aparat penegak hukum
dan para pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tanah mempunyai persepsi yang sama.
Universitas Sumatera Utara
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang
“Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di bidang pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang” belum pernah dilakukan
dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang Penyelesaian sengketa tanah namun jelas berbeda
dengan penelitian ini Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas- asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian
ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan
dan perumusan masalah.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini syarat pokok fundamental bagi adanya
suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya
menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia
dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai sarana pembangunan dapat diartikan, bahwa hukum sebagai penyalur arah kegiatan
manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Teori ini dikemukakan oleh Roscoe Pound, yakni “Law as A Tool as Social
Engineering”
15
. Dimana hukum harus diusahakan bersifat antisipatif, sehingga tidak menghambat laju perkembangan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi.
Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan justice, Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah
untuk melindungi diri dari kerugian” the end of the justice to secure from enjury.
16
Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur
kehendak the element of will.
17
Maka teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga
dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu
15
Roscoe Pound, “Social Control Through Law: Jural Postulets”, Cet.1, dikutip dalam Filsafat Hukum dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta:
Universitas Indonesia, 2001, hal. 578-579, dikutip dari Pound, Jurisprudence, Vol.3, hal.8-10, dikutip dari Stone, Human Law and Human Justice 1965, hal.280.
16
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, disampaikan pada “Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera
Utara”, Medan: Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 17 April 2004, hal. 4-5.
17
George Whitecross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, edisi kedua, London: Oxford University Press, 1951, hal. 221.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
berkurangnya penderitaan.
18
Akan tetapi menurut John Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang, contohnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan
ada tingkat perekonomian kuat. Jadi negara harus bertindak sebagai penyeimbang terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus
melindungi hak dan kepentingan pihak yang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga bahwa ketidakmerataan dalam pemberian perlindungan kepada orang-orang yang
tidak beruntung itu.
19
Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun terdapat perbedaan bangsa, kekuasaan, jabatan,
kedudukan, dan lain-lain. Teori ini sangat penting terutama dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang menggunakan mediasi sebagai alternatif
penyelesaiannya Dalam hal mediasi merupakan cermin dari utilitarianisme. Teori tersebut
untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham 1748-1832
20
. Teori utilitarianisme menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik
secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
18
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 79.
19
O.K. Thariza, “Teori Keadilan: Perspektif John Rawls”, Dikutip dari httpokthariza.multiply.comjournalitem, Diakses tanggal 5 Mei 2009.
20
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
Teori utilitarianisme ini juga mendapat dukungan dari Thomas Hobbes 1588-1679.
21
Filsafat Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip utilitas. Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi
undang-undang hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan ketentraman sebagai hal yang bermanfaat. Hal ini dapat dipahami dari salah satu fungsi
mediasi tersebut yaitu untuk tercapainya penyelesaian sengketa pertanahan. Hukum adalah salah satu kaidah sosial yang digunakan oleh manusia untuk
menata diri mereka agar tertib dan berkeadilan. Masih banyak tatanan lain yang hidup, berkembang dan sampai hari ini digunakan oleh masyarakat, seperti tatanan
adat, sosial, moral dan juga agama. Bersama dengan hukum, sekalian tatanan itu bekerja menciptakan harmoni dan keteraturan perikehidupan manusia.
Meminjam bahasa Satjipto Rahardjo, model penyelesaian sengketa dengan cara kompromi dan perdamaian merupakan ciri khas Indonesia distinctly
Indonesian.
22
Oleh karena itu, menghadapi kecenderungan makin banyaknya sengketa tanah yang telah, sedang dan bakal terjadi di masa mendatang dan cacat
penyelesaian sengketa di pengadilan, maka pendekatan penyelesaian sengketa yang berbasiskan budaya setempat dapat dimajukan sebagai alternatif. Salah satu
kemungkinan yang dapat dikemukakan sebagai doktrin atau asas alternatif itu adalah menyatakan bahwa Indonesia lebih mengunggulkan “supremacy of moral justice”
21
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius , 1982, hal. 63.
22
Satjipto Rahardjo, “Transformasi Nilai-nilai dalam Penemuan dan Pembentukan Hukum Nasional”, disampaikan pada seminar Proses Pembangunan Hukum dalam PJP II, Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Jakarta, 12-14 Juni 1995.
Universitas Sumatera Utara
daripada “supremacy of law”. Dalam supremacy of moral justice, nilai-nilai yang dimajukan dalam penyelesaian sengketa adalah perdamaian, moral dan keadilan,
empati, kebenaran dan komitmen.
23
Dengan asas baru tersebut, kebekuan, penyelesaian sengketa secara litigasi dapat didobrak dan digantikan dengan cara-cara
lain yang lebih segar, efisien dan berkeadilan, yakni dengan memberikan tekanan yang istimewa terhadap aspek moral daripada aspek perundang-undangan semata.
Penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa secara alternatif juga didukung oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Demikian pula Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menegaskan bahwa setiap
perkara perdata yang masuk di pengadilan diwajibkan untuk diselesaikan melalui proses mediasi sebelum disidangkan.
Dari paparan terlihat bahwa penyelesaian non-litigasi sengketa tanah mendapatkan habitus yang cocok di Indonesia khususnya Jawa di mana budaya
rukun harmoni, saling menghormati dan komunalisme lebih menonjol dari pada
budaya saling sengketa dan individualisme-liberalisme.
Dari berbagai sengketa yang berkaitan dengan masalah pertanahan yang terjadi di Sumatera Utara, pada dasarnya dapat dilihat adanya sengketa yang timbul di
antara warga masyarakat, sengketa antara warga masyarakat dengan perusahaan
23
Hal ini berbeda dengan implementasi konsep rule of law dalam kehidupan berhukum dimasyarakat. Dalam rule of law, cara berhukum diwujudkan dalam penyelesaian konflik,perundang-
undangan, prosedur, kebenaran hukum legal justice dan birokrasi. Lihat ibid.
Universitas Sumatera Utara
perkebunan, dan sengketa antara warga masyarakat dengan instansi ataupun lembaga pemerintah.
Sengketa-sengketa pertanahan di daerah ini sebenarnya timbul bukan saja karena dampak proses reformasi yang sedang berjalan, tetapi beberapa sengketa
sudah terjadi, dan benih-benih persengketaan itu memang sudah ada jauh sebelum era reformasi dimulai. Kalau pada saat rezim Orde Baru berkuasa masyarakat diliputi
rasa takut untuk menanyakan, menuntut, ataupun menggugat pihak yang sedang berkuasa, tidak demikian halnya pada masa ini.
2. Konsepsional
Dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan mediasi adalah proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau
lebih yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga mediator untuk mendapatkan suatu hasil yang saling menguntungkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasihat.
24
Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting, yakni:
1. Mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang
terjadi antara dua pihak atau lebih;
24
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hlm. 569.
Universitas Sumatera Utara
2. pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang
berasal dari luar pihak yang bersengketa; 3.
pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan
keputusan. Sengketa Petanahan adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan
atau persepsi antara orang perorangan dan atau badan hukum privat atau publik mengenai status penguasaan atau pemilikan, atau penggunaan dan
pemanfaatan atas bidang tanah tertentu atau pihak tertentu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 34 tahun 2007, Petunjuk Teknis No. 05
JuknisD.V2007. Alternatif penyelesaian sengketa adalah penyelesaian sengketa melalui
jalur non pengadilan yang pada umumnya ditempuh melalui cara-cara perundingan yang dipimpin atau diprakarsai oleh pihak ketiga yang netral atau
tidak memihak
25
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
atau penilaian ahli.
26
25
Maria SW Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah, Jakarta, Kompas. 2008. Hal.4
26
UU RI No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 ayat 10
Universitas Sumatera Utara
Mediator adalah orangpejabat yang ditunjuk dari jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan permasalahannya.
27
G. Metode Penelitian
Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah dan secara kepustakaan. Penelitian ilmiah ialah penalaran yang mengikuti suatu alur
berpikir atau logika yang tertentu dan yang menggabungkan metode induksi empiris, karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian
empiris dan hipotesis-hipotesis atau teori yang disusun secara deduktif.
28
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal doctrinal
research yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis didalam buku law as it is written in the book, maupun hukum yang
diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan law is decided by the judge through judicial process.
29
Penelitian hukum normatif berdasarkan data
27
BPN RI Petunjuk Teknis Nomor: 05JUKNISD.V2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi
28
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Bandung: Rineka Cipta, 1994, hal. 105.
29
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Grafitti Press, 2006, hal.118
Universitas Sumatera Utara
sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.
30
Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan library research, sebagai suatu teknik
pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, putusan
pengadilan, serta sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Digunakan pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar
mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya. Uraian ataupun gambaran sengketa pertanahan di Sumatera Utara didasarkan pada pengamatan, data,
dan informasi yang diperoleh dari Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara di Medan dan Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang
Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.
31
Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin
ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Penelitian hukum ini dikatakan juga penelitian
yang ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan perundang-undangan, yang
30
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta: Pradnya Paramitha, 2003, hal. 3.
31
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan secara vertikal dan horizontal. Ditelaah secara vertikal berarti akan dilihat bagaimana hirarkisnya, sedangkan secara horizontal adalah sejauh mana
peraturan perundang-undangan yang mengatur pelbagai bidang itu mempunyai hubungan fungsional secara konsisten.
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau
kelompok tertentu.
32
Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan
pelaksanaanya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan dalam kasus tanah di Indonesia.
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian berasal dari data sekunder yang dapat dibedakan menjadi bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, yang
digunakan dalam penelitian ini. a. Bahan Hukum Primer terdiri dari :
Bahan hukum
primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan
dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer yang otoritasnya di
32
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Prenada Media, 1997, hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
bawah undang-undang adalah peraturan pemerintah, peraturan presiden atau peraturan suatu badan hukum atau lembaga negara. Putusan pengadilan
merupakan konkretitasi dari perundang-undangan seperti Petunjuk Teknis BPN RI nomor : 05JUKNISD.V2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan
Mediasi Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007. b. Bahan Hukum Sekunder:
Berupa semua
publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar
atas putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan
pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.
33
c. Bahan hukum tertier : Berupa
bahan hukum
penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus
hukum, kamus kesehatan, majalah dan jurnal ilmiah.
34
Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier sebagai sumber penelitian.
33
Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Pradnya Paramitha, 2005, hal 141.
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Grafitti Press, 1990, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur,
tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, dan putusan-putusan
pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini.
35
4. Analisis Data
a. Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke
dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, peraturan
perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif.
5. Alat Pengumpulan Data
a. Dilakukan melalui studi dokumen dokumen sengketa, perkara dan konflik di Kantor Pertanahan Deli Serdang
b. wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini oleh Pejabat di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang
35
Riduan, Metode Teknik Menyusun Tesis, Bandung : Bina Cipta, 2004, hal. 97.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENERAPAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN STUDI
KASUS DI KANTOR PERTANAHAN DELI SERDANG A. PENGATURAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA PERTANAHAN DALAM HUKUM NASIONAL
Bahwa dalam rangka menetapkan langkah dan arah dalam menangani dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara Pertanahan secara efektif
telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan RI No.11 Tahun 2009 Tentang Kebijakan dan Strategi Kepala BPN RI Menangani dan Menyelesaikan
Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan Tahun 2009, dimana sistem penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
Salah satu metode penyelesaian kasus pertanahan ditetapkan melalui Mediasi dimana mekanisme Pelaksanaan Mediasi diatur di dalam Petunjuk
Teknis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 05JUKNISD.V2007 Keputusan Kepala BPN RI No.34 Tahun 2007 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Mediasi yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2007. Putusan mediasi juga bisa bersifat mengikat dan dapat langsung
dilaksanakan landasan hukumnya Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata.
Penyelesaian sengketa tanah atau sengketa perdata pada umumnya dimungkinkan untuk menggunakan dua macam cara penyelesaian yaitu melalui
Universitas Sumatera Utara
pengadilan dan diluar pengadilan. Meskipun, UUPA sama sekali tidak menyebut bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa tanah, kecuali ketentuan pidana Bab III
Pasal 57 ayat 1 yang menyebutkan ancaman pidana untuk yang melanggar Pasal 15 UUPA selama-lamanya 3 tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000
sepuluh ribu rupiah. Ayat 2 menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 19, 22, 24, 26 ayat 1, 46,
47, 48, 49, ayat 3, dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturan perundang-undangannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3
tiga bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000. Jika melihat ketentuan pasal ini, adanya ancaman pidana menunjukkan jika sengketa tanah terjadi akan
diselesaikan melalui pengadilan. Tidak adanya ketentuan tentang penyelesaian sengketa tanah ini dalam UUPA dan karakteristik penyelesaian sengketa di
pengadilan biasa yang sering mengecewakan pencari keadilan, mendorong berbagai kalangan mengusulkan pentingnya pengadilan mendorong berbagai kalangan
mengusulkan pentingnya pengadilan khususnya agraria. Tentu saja, ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian sengketa tanah secara non-litigasi.
Ada beberapa alasan mengapa penyelesaian alternatif sengketa tanah perlu dikedepankan, yaitu:
1. ketidakpuasan terhadap peran pengadilan dalam menyelesaikan sengketa tanah
yang terlalu formal, lama, mahal dan tidak berkeadilan; 2.
perlu tersedianya mekanisme penyelesaian sengketa tanah yang lebih fleksibel dan responsif bagi para pihak yang sedang bersengketa;
Universitas Sumatera Utara
3. mendorong masyarakat untuk ikut menyelesaikan sengketa tanah secara
partisipatif; dan 4.
memperluas akses untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat. Alternative Dispute Resolution ADR adalah merupakan istilah asing yang
masih perlu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia telah diperkenalkan dalam berbagai forum oleh berbagai pihak.
Beberapa diantaranya yang telah dapat diindentifikasi adalah: penyelesaian sengketa alternatif
36
, alternatif penyelesaian sengketa APS
37
, mekanisme alternatif penyelesaian sengketa MAPS
38
dan pilihan penyelesaian sengketa PPS
39
. Ada dua pemahaman yang berbeda terhadap arti ADR tersebut. Pertama, ADR
diartikan sebagai alternative to litigation dan yang kedua ADR diartikan dengan alternative to adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari kedua pengertian
tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian pertama yang
36
Perhatikan Erman Rajagukguk, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan Jakarta: Chandra Pratama, 2000; Perhatikan juga Ali Budiharjo dkk, Reformasi Hukum di Indonesia Jakarta: Cyber
Consult, 1999; Baca juga Suyud Margono, ADR Arbitrase. Proses Pelembagaan dan Aspek-Aspek Hukum Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000.dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan
Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84
37
Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; Baca juga Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengeadilan Negoisasi, Mediasi,
Konsultasi dan Arbitrase Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2001, hlm. 25-26. dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program
Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84
38
Lihat Takdir Rahmadi, Mekanisme alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Konteks Masyarakat Indonesia Masa Kini, makalah disajikan dalam Seminar Sehari Alternatif Penyelesaian
Sengketa Dalam Kasus-Kasus Tanah, Perburuhan dan Lingkungan, Diselenggarakan Oleh Studi dan Advokasi Masyarakat bekerjasama dengan Dewan Pimpinan Pusat IKADIN, di Jakarta, 11 Agustus
1994. dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84
39
Lihat UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaaan Lingkungan Hidup. dalam
Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84
Universitas Sumatera Utara
menjadi acuan alternative to litigation, maka seluruh mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Tetapi
apabila ADR diartikan sebagai alternative to adjudication, maka hanya mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif saja yang merupakan
ADR. Sedangkan arbitrase yang bersifat ajudikasi tidak termasuk di dalamnya, karena sama halnya dengan pengadilan cenderung menghasilkan putusan dengan
solusi menang-kalah win-lose. Sebelum mencari padanan istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia terlebih
dahulu diperlukan penyamaan persepsi tentang konsep dan pemahaman terhadap ADR tersebut.
Ada dua pemahaman yang berbeda terhadap arti ADR tersebut. Pertama, ADR diartikan sebagai alternative to litigation dan yang kedua ADR diartikan dengan
alternative to adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari kedua pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian pertama yang
menjadi acuan alternative to litigation, maka seluruh mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Tetapi
apabila ADR diartikan sebagai alternative to adjudication, maka hanya mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif saja yang merupakan
ADR. Sedangkan arbitrase yang bersifat ajudikasi tidak termasuk di dalamnya, karena sama halnya dengan pengadilan cenderung menghasilkan putusan dengan
solusi menang-kalah win-lose.
Universitas Sumatera Utara
Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka Indonesia juga merupakan salah satu
penganut dari pandangan yang kedua, karena undang-undang tersebut memisahkan secara tegas istilah arbitrase dengan alternatif penyelesaian sengketa.
Dalam konteks studi ini akan digunakan penyelesaian sengketa alternatif dalam arti alternative to adjudication, dengan tidak mengurangi arti dan kebenaran
istilah-istilah lainnya. Tujuan dari pengembangan penyelesaian sengketa alternatif adalah untuk
memberikan forum bagi pihak-pihak untuk bekerja kearah kesepakatan sukarela dalam mengambil keputusan mengenai sengketa yang dihadapinya. Dengan demikian
penyelesaian sengketa alternatif adalah merupakan sarana yang potensial untuk memperbaiki hubungan di antara pihak-pihak yang bersengketa.
Bermacam-macam alasan mengapa seorang menggunakan penyelesaian sengketa alternatif. Disamping berperan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang
potensial untuk menghindari biaya tinggi, keterlambatan dan ketidakpastian yang melekat pada sistem litigasi, juga dimaksudkan sebagai sarana untuk memperbaiki
komunikasi di antara pihak-pihak. Oleh karena putusan diambil berdasarkan kesepakatan, maka hasilnya adalah win-win, sehingga penyelesaian sengketa bersifat
tuntas tidak semu. Keputusan untuk menggunakan metode penyelesaian sengketa alternatif
tergantung pada pertimbangan para pihak. Hanya saja sekurang-kurangnya ada 2 dua hal yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan penyelesaian sengketa
Universitas Sumatera Utara
alternatif. Pertama, prosedur penyelesaian sengketa alternatif lebih tepat guna dari pada prosedur litigasi dan kedua, perlu ditentukan pilihan bentuk mana dari
penyelesaian sengketa alternatif yang paling tepat digunakan untuk jenis sengketa yang dihadapi.
Perlu diketahui bahwa menurut W. Moore dan James Creighton ada beberapa pertanyaan lanjutan yang harus dijawab sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-
pihak untuk menggunakan pola penyelesaian sengketa alternatif, yaitu:
40
1. Berapa besar kekuatan relatif yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat, dan
bagaimana pentingnya persengketaan ini bagi setiap pihak? Sumber kekuatan meliputi:
a. Kekuasaan atau wewenang formal, yaitu wewenang yang diberikan secara
legal untuk menetapkan kebijakan, menyusun peraturan, memberi izin dan lain-lain.
b. Keahlian atau kekuatan informasi, yaitu memiliki akses atau hubungan dengan
orang-orang yang berilmu atau memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh orang lain.
c. Kekuatan prosedural, yaitu kontrol terhadap prosedur pengambilan keputusan.
d. Kekuatan asosiasi, yaitu kekuatan yang berasal dari berasosiasi dengan orang-
orang yang berkuasa.
40
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Negoisasi, Mediasi, Konsultasi dan Arbitrase Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2001, hlm. 41-43. dalam Runtung
Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 88
Universitas Sumatera Utara
e. Kekuatan dari penguasaan sumber daya, yaitu kemampuan untuk
menyebabkan sesuatu yang berbahaya atau menolak mementahkan manfaat dari penyelesaian sengketa.
f. Kekuatan yang diperoleh dari mengusahakan orang lain, yaitu kemampuan
untuk menimbulkan ketidakenakan bagi pihak lain. g.
Kekuatan habitual atau yang diperoleh dari kebiasaan, yaitu kekuatan atau kekuasaan dari berlakunya status quo atau sebagaimana biasa sesuatu
dilakukan. h.
Kekuatan moral, yaitu kemampuan untuk meningkatkan konflik dalam sudut pandang nilai sumber kekuatan lainnya.
i. Kekuatan pribadi, yaitu atribut-atribut pribadi atau keahlian yang
memperbesar sumber-sumber keahlian lainnya. 2.
Memperhitungkan kekuatan relatif dan komitmen dari tiap pihak apabila persengketaan ini terus berlangsung sampai sekarang. Prosedur manakah yang
kelihatannya paling baik untuk penyelesaiannya? 3.
Dengan mempertimbangkan kekuatan relatif dan komitmen yang diberikan oleh satu pihak, jika persengketaan tersebut harus berlangsung sampai sekarang, hasil-
hasil atau akibat substantive apa yang paling mungkin terjadi dan berapa besar peluang relatif relative probabilities?
4. Dengan mempertimbangkan perkiraan atau ramalan anda dalam pertanyaan
nomor dua dan tiga, berapa besar keuntungan biaya potensial dari prosedur yang
Universitas Sumatera Utara
diterapkan saat ini dan bagaimana suatu persengketaan akan diselesaikan. Keuntungan dan biaya-biaya tersebut bisa mencakup:
a. Biaya proses staf, waktu, penundaan, biaya hukum dan lain-lain;
b. Dampak terhadap hubungan antara anda organisasi anda dan pihak-pihak
lain; c.
Keuntungan finansial atau liability; d.
Resiko peningkatan penurunan yang diakibatkan oleh hasil penyelesaian yang tidak bisa diterima;
e. Menetapkan prosedur hukum;
f. Dampak-dampak politik;
g. Dukungan internal moral.
5. Apakah penggunaan prosedur yang ditetapkan sudah dicarikan pembenarannya
dijustifikasi? 6.
Mekanisme alternatif penyelesaian sengketa mana yang paling sesuai untuk menangani persengketaan ini?
Moore menggolongkan tipologi mediator menjadi tiga kategori,
41
yaitu: 1.
Mediator jaringan sosial social network mediator yaitu mediator yang dipilih karena adanya jaringan atau hubungan sosial. Jika terjadi sengketa tanah antar
tetangga, para pihak akan memilih seseorang yang dikenal baik oleh keduanya untuk menengahi sengketa dan memberikan saran pemecahannya. Para pihak
41
Sudharto P. Hadi, Resolusi Konflik Lingkungan, Semarang: BP Undip, 2006, hlm. 103.
Universitas Sumatera Utara
percaya bahwa jika yang memediasi adalah orang yang dikenal keduanya akan menjamin proses perundingan berjalan lancar. Dengan kata lain, mediator
hubungan sosial berasal dari orang yang dikenal dan dipercaya oleh para pihak. 2.
Mediator otoritatif authoritative mediator adalah mediator yang dipilih karena yang bersangkutan memiliki otoritas atau kewenangan. Kewenangan ini dapat
dibaca sebagai pihak yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dan memerintah, seperti mediator dari pejabat, anggota legislatif dan sejenisnya. Pemilihan
mediator yang ‘berwenang’ ini biasanya dijadikan sebagai strategi untuk mengikat pihak-pihak yang bersengketa agar tidak main-main dan melaksanakan
hasil-hasil perundingan. Selain itu, para pihak juga berharap adanya tindak lanjut dari pemerintah bila memang obyek yang dipersengketakan berupa kebijakan dari
pihak yang berwenang. 3.
Mediator independen independent mediator yaitu mediator yang dipilih karena professional. Para pihak memilihnya bukan karena hubungan sosial, atau karena
memiliki otoritas tetapi semata-mata karena yang bersangkutan memiliki keahlian, integritas, berpengalaman dan profesional. Mediator independen ini di
negara-negara maju biasanya berkumpul pada asosiasi-asosiasi, lembaga perguruan tinggi, atau lembaga-lembaga non-geverment yang memang berprofesi
sebagai mediator mandiri.
Universitas Sumatera Utara
B. PENERAPAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN
STUDI KASUS DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG
Mediasi akan bekerjasama secara meyakinkan bila dilaksanakan secara pribadi dan rahasia. Kerahasian akan membantu mediator untuk membangun
kepercayaan dan mengembangkan laporan konstruktif dengan pihak-pihak. Kerahasian juga akan membuat aman bagi pihak-pihak untuk memberikan informasi,
juga akan menciptakan kondisi aman di mana pihak-pihak dapat mengemukakan kebutuhan dan kepentingannya tanpa kekhawatiran akan dirugikan. Oleh karenanya
kerahasian harus tetap dijaga dalam mediasi. Untuk itu sebelum memulai sebuah proses maka hal terpenting harus
dilakukan oleh mediator adalah untuk menanamkan kepercayaan para pihak terhadap dirinya. Agar para pihak benar-benar percaya sepenuh hati bahwa mediator yang
netral tidak memihak, dapat menjaga kerahasian dan mempunyai kemampuan menyelesaikan sengketa mereka dengan tuntas.
Bermacam-macam cara dilakukan mediator untuk menanamkan kepercayaan tersebut. Salah satu diantaranya adalah dengan memperkenalkan diri dan melakukan
penelusuran interkoneksi dengan para pihak. Mungkin dari segi hubungan kekeluargaan, pendidikan, agama, profesi, hobi dan apa saja yang dirasa dapat
memperdekat jarak dengan para pihak yang bersangkutan. Seorang mediator hendaklah tetap bersikap netral, berbicara dengan bahasa
para pihak, membina hubungan, mendengar secara aktif, menekankan pada
Universitas Sumatera Utara
keuntungan potensial bukan pada kerugian yang diperoleh, meminimalkan perbedaan-perbedaan dan menitikberatkan kepada persamaan.
42
Inti aktifitas dalam proses mediasi adalah pertukaran informasi dan tawar menawar. Proses mediasi biasanya dimulai dengan semua pihak yang bertikai
memberitahukan kisah mereka. Agar peran yang dimainkan oleh seorang mediator itu dapat membantu para
pihak yang bersengketa dapat mencapai penyelesaian, maka mediator itu harus menggunakan serangkaian taktik kiat dalam sebuah forum mediasi.
Sebagai suatu bukti bahwa proses mediasi mengambil peran dalam penyelesaian sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Deli Serdang,
berdasarkan data sengketa pertanahan yang terjadi pada Tahun 2009 di Kabupaten Deli Serdang, bahwa dari 37 sengketa pertanahan 21 kasus diantaranya diupayakan
melalui mediasi dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan No.34 Tahun 2007 Juknis No.05JUKNISD.V2007, dan dalam tulisan ini dapat
dikelompokkan menjadi 4 kelompok sengketa dengan 3 tipologi sengketa menurut Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 1997 sebagai berikut:
I. Sengketa antara PTPN dengan Masyarakat Tipologi sengketa Penguasaan dan Pemilikan Tanah dan Tipologi tanah obyek Landreform vide Keputusan
Kepala BPN No. 34 Tahun 2007
42
Joni Emirzon, Op. Cit., hlm. 87.
Universitas Sumatera Utara
1. Sengketa antara Saudara Ali Amin, dkk versus PTPN II. Pokok permasalahannya adalah Sdr. Ali Amin mengajukan keberatan atas
peringatan pihak PT.PN II Perk. Sei Semayang yang menyatakan bahwa atas tanah yang diusahai oleh saudara Ali Amin berdasarkan SHM No. 495Desa Sei
Mencirim, merupakan bagian dari areal HGU sesuai dengan keputusan Ka. BPN No. 42HGUBPN2002 tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu HGU
atas tanah terletak di Kab. Deli Serdang, Prov. SU. Upaya Penyelesaiannya, telah dilaksanakan penelitian lapangan oleh petugas
Kantah Kab. Deli Serdang pada hari tgl : Jum’at, 20 Maret 2009, bersama-sama dengan pihak PTPN II Perk. Sei Semayang, Sekretaris Desa Sei Mencirim dan
Sdr. Ali Amin, yang hasilnya ada indikasi bahwa SHM No. 495 Desa Sei Mencirim, saat ini merupakan bagian dari areal HGU PTPN II Perk. Sei
Semayang. Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut diupayakan melalui mediasi dan telah
diselesaikan dalam Target Operasi Tuntas Sengketa BPN Periode II tahun 2009 TOTS-5
2. Sengketa antara Sodi Keliat, Ketua Pengurus Gerakan Masyarakat Tani Batu Kober GMTBK versus PTPN IV.
Pokok permasalahannya adalah tuntutan atas tanah garapan yang diklaim telah diokupasi oleh PTPN IV atas tanah garapan masyarakat desa Batu Kober yang
terletak di Desa Batu Kober Kec. Bangun Purba, Kab. Deli Serdang, seluas 75 Ha.
Universitas Sumatera Utara
Upaya Penyelesaiannya, atas sengketa tanah tersebut selain berperkara di lembaga peradilan, juga telah beberapa kali dilakukan upaya penanganannya,
baik oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara serta DPRD Kabupaten Deli Serdang maupun DPRD Propinsi Sumatera
Utara, melalui mediasi namun tidak mencapai penyelesaian, karena tuntutan masyarakat tidak mendasar.
Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut masuk dalam Target Operasi Tuntas Sengketa BPN Periode II tahun 2009 TOTS-6, dan penyelesaiannya menunggu
proses mediasi lebih lanjut. 3. Sengketa antara Masyarakat Desa Sei Gelugur versus PT. Perk. Nusantara II Adm
Kebun Sei Semayangperkebunan Sei Glugur Pokok permasalahannya adalah adanya klaim keberatan masyarakat desa Sei
Gelugur atas batas areal HGU atas batas areal HGU dan penguasaan tanah PTPN Adm. Kebun Sei Semayang Perkebunan Sei Gelugur dengan tanah masyarakat
desa Sei Glugur, yang terletak di dusun III, Desa Sei Glugur Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang, seluas ± 3 m
2
. Upaya Penyelesaiannyaadalah bahwa dalam rangka penanganan sengketa batas
tanah tersebut telah dilaksanakan rapat di Aula Kantah Kab. DS pada tanggal 11 Juni 2009 yang ditindak lanjuti dengan peninjauan penelitian lapangan tgl 25
Juni 2009, dimana berdasarkan penelitian lapangan diketahui bahwa atas tanah yang di klaim masy.desa Sei Gelugur dikuasai masyarakat dengan menanaminya
Universitas Sumatera Utara
dengan tanaman palawija, padi sawah dan sebahagian tanaman keras, berupa coklat.
4. Sengketa antara Arun Tarigan versus PTPN IV Kebun Bangun Purba. Pokok permasalahannya adalah
klaim saudara Arun Tarigan bahwa atas tanah hak milik No. 40 Damak Maliho, terdaftar atas nama Kartarina. Seluas 16.949
m
2
, yang telah dikuasainya semenjak tahun 1984, dikuasai secara paksa oleh PTPN IV kebun Bangun Purba, yang menyatakan bahwa atas letak bidang tanah
tsb. Merupakan bahagian dari areal HGU. Upaya Penyelesaiannya , telah diupayakan untuk mengundang pihak-pihak yang
bersengketa dalam rangka upaya mediasi.
II. Sengketa antara kelompok masyarakat dengan individu Tipologi sengketa Penguasaan dan pemilikan vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007.
1. Sengketa antara Saudara Drs. Fachruddin Parinduri versus Sudigo dkk semula terdaftar atas nama Lasmi
Pokok permasalahannya adalah Sdr. Drs. Fachruddin Parinduri memohonkan pembatalan Sertipikat Hal Milik No. 623Pematang Johar Sertifikat Hak Milik
No. 624Pematang Johar, masing-masing terdaftar atas nama Sudigo dkk. semula terdaftar an. Lasmi, terletak di Desa Pematang Johar Kec. Lab. Deli, Kab. Deli
Serdang serta memohonkan penerbitan sertifikat an. Drs. Fachruddin Parinduri berdasarkan putusan Lembaga Peradilan sebagaimana disebutkan dalam Berita
Acara Eksekusi No. 19Eks. 200813Pdt.G2007PN.LP tgl. 04 November 2008.
Universitas Sumatera Utara
Upaya Penyelesaiannya, telah dilaksanakan penelitian lapangan oleh petugas Kakantah Kab. Deli Serdang pada haritgl: Kamis, 19 Maret 2009, dimana atas
tanah sengketa telah ditembok keliling oleh Sdr. Drs. Fachruddin Parinduri Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut telah diselesaikan dalam Target Operasi
Tuntas Sengketa BPN Periode II tahun 2009 TOTS-3 2. Sengketa antara H. Sugeng Sugiharto dkk, atas nama Forum Masyarakat Peduli
Asset Negara, Kec. Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang versus Manuntun Siahaan dan Lim-Nao Lai Lukas alias Kasim
Pokok permasalahannya Klaim dari forum masyarakat Peduli Asset Negara, Kec. Lubuk Pakam bahwa tanah yang terletak di Jln. Imam Bonjol sebelah kanan
menuju arah Simpang Pantai Labu merupakan tanah negara atau tanah yang dikuasai oleh PU Bina Marga PU Cipta Karya Cab. Dinas Deli Serdang, bukan
tanah yang dimiliki oleh Lim-Nao Lai Lukas alias Kasim sebagaimana yang telah beralih kepada Manuntun Siahaan sebagai pemenang lelang dari lelang yang
dilakukan oleh Bank Bumi Daya Upaya Penyelesaiannya, atas sengketa tanah tersebut, ada surat Sdr. Mindo RH
Siahaan tanggal 13 Februari 2009 yang memohonkan agar tidak dilakukan pelayanan pertanahan terhadap tanah dimaksud.
3. Sengketa antara Iskandar, Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia Kec. Percut Sei Tuan, kab. Deli Serdang selaku kuasa Arbi, dkk versus Herry Maulana Tampubolon.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahannya adalah adanya sengketa pemilikan dan penguasaan antara Herry Maulana Tampubolon dengan Arbi dkk atas tanah persawahan dan tambak
ikan di Paluh Ketuk dan Paluh Badak, Dusun VII Desa Tj. Rejo. Upaya penyelesaiannya, mengidentifikasi masalah sengketa tersebut dalam rangka
penyelesaian melalui mediasi apabila dimungkinkan. 4. Sengketa antara Ramli Nasution versus Masyarakat pasar III Desa Marindal I
Pokok permasalahannya adalah adanya klaim ahli waris Alm. Ismail Nasution, atas nama sdr. Ramli Nasution dkk atas tanah yang terletak di Pasar III Desa
Marindal I, dimana saat ini atas tanah yang dipersengketakan tersebut Dipergunakan oleh masyarakat Desa Marindal I sebagai lapangan bola, dimana
atas tanah tsb diklaim Ahli Waris Alm. Ismail Nasution, sementara masyarakat desa Marindal I menyatakan bahwa atas tanah tersebut adalah bekas areal HGU
PTPN II Kebun Marindal yang telah dikeluarkan dari HGU dan dipergunakan sebagai fasilitas sosial.
Upaya Penyelesaiannya, dalam rangka penanganan dan penyelesaian sengketa tanah yang dituntut klaim oleh ahli waris Alm. Ismail Nasution, telah dilakukan
penelitian lapangan dan rapat untuk ketiga kali, dimana pada pelaksanaan rapat yang ketiga pada tanggal Agustus 2008, belum juga tercapai penyelesaian atas
sengketa tersebut, namun disarankan agar mengajukan penyelesaian melalui Lembaga Peradilan.
5. Sengketa antara T Bea Zuladi T. Achdiani Zuladi, selaku kuasa ahli waris Alm Tengku Kocik Al Rivai Zulad 11 orang versus Ngasup Tarigan dkk.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahannya adalah ahli waris Alm. Tengku Kocik al Rival Zulad Al Rival Zulad mengklaim atas tanah yang terletak di Pasar 4-5 desa Hulu,
Kecamatan Namorambe, Kab. DS merupakan tanah peninggalan Alm. Tengku Kocik Al Rivai Zulad mantan Kepala Kantor KRPT Agraria Sumut, yang
mendasarkan tuntutannya atas surat keterangan tentang pembagian dan penerimaan tanah sawah ladang No. 317 NamorambeDS tanggal 18 Oktober
1952, dimana saat ini telah menjadi tanah kavlingan Mawar Selatan yang dikelola oleh Evawati Tarigan, dkk.
Upaya Penyelesaiannya. berdasarkan surat-nya Sdr. T. Bea Zuladi T. Achdiani Zuladi telah memohonkan agar Kakantah Kab. DS tidak menerbitkan Sertifikat
Hak Atas tanah diatas tanah sengketa tsb, karena berdasarkan putusan Lembaga Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atas tanah tersebut di nyatakan
sebagai tanah ahli waris Alm. Tengku Kocik Al Rivai Zulad, dan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang diupayakan melalui mediasi.
6. Sengketa antara Hj. Asnar dkk selaku ahli waris dari Alm OK Alaudin versus Ahli waris Alm. O.K. Awaludin
Pokok permasalahannya adalah sengketa pemilikan dan penguasaan atas tanah warisan dari Alm. OK. Amir Basjah, yang terletak di Desa Klambir dan Ds.
Pematang Biara, Kec. Pantai Labu, Kab. Deli Serdang, seluas ± 7,2 Ha.
Universitas Sumatera Utara
III. Sengketa antara individu dengan individu Tipologi Penguasaan dan Pemilikan Tanah vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007
1. Sengketa antara HMD. Sakti Hasibuan, SH. Advokat Konsultan Hukum pada HMD. D. Sakti Hasibuan, SH Associate, selaku kuasa dari Zubaidah Nasution,
dkk sebagian dari ahli waris alm. Derlan Lubis dengan Ir. Andi Taufik Lubis juga selaku ahli waris alm. Derlan Lubis.
Pokok permasalahan adalah klaim penguasaan dan pemilikan atas tanah Hak Milik No. 281 Bandar Khalifah, terdaftar an. Ir. Andy Taufik Lubis yang sebelumnya
terdaftar atas nama Derian Lubis, yang merupakan warisan dari alm. Derlan Lubis, masih dalam pengumpulan data lebih lanjut apabila memungkinkan akan
diupayakan penyelesaian melalui mediasi.. 2. Sengketa antara Rose Herawaty, ahli waris Alm. H. Bahar Datuk Paduko versus
Ruslan br Sitompul. Pokok permasalahannya adalah sengketa pemilikan dan penguasaan atas tanah
terletak di Desa Dang Klambir, Kec. Tj. Morawa, Kab. Deli Serdang seluas ± 8.840 m
2
terkait alas hak berupa SKT yang diterbitkan Bupati DS. Upaya Penyelesaiannya, telah dilakukan mediasi dikantor Bupati DS, namun
belum memperoleh kesepakatan para pihak yang bersengketa, bahwa terhadap sengketa tanah tersebut masih dalam proses penelitian data-data dan mediasi lebih
lanjut 3. Sengketa antara Nurmansyah Saragih selaku Kepala Desa Petumbuken dengan Sdr.
Selamat Saragih.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahan adalah Sdr. Nurmasyah Saragih selaku Kepala Desa Petumbuken, Kec. Galang mengajukan keberatan atas penerbitan SHM No. 24
Desa Petumbuken, terdaftar an. Selamat Saragih, terletak di dusun I Desa Petumbuken, kec. Galang, Kab. Deli Serdang, yang menyatakan bahwa atas tanah
Hak Milik tsb. Merupakan bagian dari tanah wakaf mesjid raya Petumbukan atas dasar Surat Kurnia Soerat Koernia tanggal 3 Februari 1948 dari Tengku
Permaisuri Kerajaan Negeri Serdang. Upaya Penyelesaiannya, oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang,
bertempat di ruang rapat Kakantah Deli Serdang, tgl 04 Mrt 2009, telah dilakukan upaya mediasi, namun tidak tercapai kesepakatan diantara para pihak, dan
menyatakan akan tetap melakukan upaya penyelesaian melalui Lembaga Peradilan dimana atas sengketa tanah tersebut, Saudara Nurmansyah Sembiring selaku kades
petumbukan telah mengajukan gugatan ke PN-LP, yang terdaftar pada register perkara No. 14Pdt.G2009PN-LP, dimana Kakantah Kab. DS sebagai tergugat II.
Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut telah diselesaikan dalam Target Operasi Tuntas Sengketa BPN Periode II tahun 2009 TOTS-2
4. Sengketa antara Hans Daniel Lengkong versus Marhasak Hendriko Marpaung. Pokok permasalahannya adalah permohonan blokir atas SHM No. 119Mdn Krio,
seluas 13.639 m
2
, terdaftar an. Hans Daniel Lengkong, terletak di Desa Medan Krio, Kec. Sunggal, Kab. Deli Serdang terkait tindakan wanprestasi atas perikatan
yang telah disepakati atas objek SHM No. 119Mdn Krio dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
Upaya Penyelesaiannya, terhadap permasalahan tanah tersebut telah diupayakan untuk diselesaikan melalui mediasi sebagaimana dalam surat und. Rapat Kakantah
DS No. 570.868032009 tgl 03-03-2009, namun pada rapat yang dijadwalkan tanggal 11 Maret 2009, para pihak tidak hadir. Bahwa atas SHM No. 119Mdn
Krio tsb sebelumnya telah berubah menjadi Sert. HGB No. 564Mdn Krio dan saat ini telah dipecah sempurna menjadi sert.HGB No.565 sd 677Mdn Krio.
Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut masih dalam proses penelitian data-data dan mediasi lebih lanjut
5. Sengketa antara Raja Royatul Asial Sitorus, selaku kuasa Ng. Boen Liong versus Saudara Rochim.
Pokok permasalahannya adalah sengketa tanah HM No. 42Sampali, terdaftar an. NG Boen Loing sebelumnya an. Johannes Leo dan Poltak Hasiholan
Simanjuntak, seluas ± 1.596 m
2
, antara Raja Roy Aslal Sitorus, selaku kuasa Ng Boen Liong, yang terletak di Pasar III Lorong 23, Desa Sampali, Kec. PS. Sei
Tuan Kab. D. Serdang dengan saudara Rochim dimana bidang tanah dimaksud telah dikuasai tanpa hak oleh Sdr. Rochim dengan alasan tanah dimaksud telah
dibeli dengan ganti rugi dari sdr. Hadi Sumarno berdasarkan SKT yang diterbitkan oleh Kades Sampali dan diketahui oleh Camat Percut Sei Tuan pada tahun 1991.
Upaya Penyelesaiannya : Atas sengketa tanah tersebut merupakan salah satu kasus tanah yang diusulkan sebagai target Operasi Sidik Sengketa tahun 2009.
Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut masih dalam proses penelitian data-data dan pengumpulan data
Universitas Sumatera Utara
6. Sengketa antara Nursima Saragih versus Edi Susanto. Pokok permasalahannya adalah permohonan untuk tidak melakukan pelayanan
pertanahan penerbitan sertifikat hak, atas tanah yang terletak di dusun III Desa Paya Geli, Kec. Sunggal, Kab. Deli Serdang Perumahan Paya Sari PLN seluas ±
120 m
2,
yang diklaim merupakan tanah kepunyaan Sdri. Nursima Saragih, yang diperoleh berdasarkan Persetujuan Jual Beli tanggal 22 Agustus 2006, antara Sdr.
Edi Susanto dengan Sdri. Nursima Saragih, yang diperbuat dihadapan Yusrizal, SH., Notaris di Medan. Adapun yang menjadi dasar permohonan sdri. Nursima
Saragih adalah sehubungan dengan adanya itikad tidak baik dari sdr. Edi Susanto untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana telah
diperjanjikan pada Persetujuan Jual Beli tanggal 22 Agustus 2006 dan atas tindakan wan prestasi tsb Sdri. Nursima Saragih telah menyatakan keberatannya
dan menggugat Sdr. Edi Susanto secara perdata ke PN. Medan sebagaimana telah diputus sesuai putusan No. 76Pdt.G2007PN-Mdn tanggal 21 Agustus 2007.
Upaya Penyelesaiannya , telah melakukan koordinasi dengan saksi terkait , terkait sengketa tanah tsb untuk dijadikan bahan pertimbangan jika terdapat permohonan
hak atas tanah dimaksud. 7. Sengketa antara Ir. Jusuf Ruslim, yang bertindak untuk diri sendiri dan atas nama
Ir. David, SE versus Wan Wahyudin. Pokok permasalahannya adalah sengketa penguasaan dan pemilikan atas tanah
yang terletak di dusun I, desa Durian kec. Pantai Labu, Kab. Deli Serdang, seluas ± 8.764 m
2
dan ± 4.770 m
2
antara Ir. Jusuf Ruslim dan Ir. David, SE., dimana atas
Universitas Sumatera Utara
tanah yang diperolehnya oleh Ir. Jusuf Ruslim dan Ir. David, SE., berdasarkan Surat Penyerahan Hak Atas Tanah dengan Cara Ganti Rugi tanggal 5 Juni 2006
diperbuat di bawah tangan yang diketahui oleh Kepala Desa Durian dan Camat Pantai Labu, dimana diklaim oleh Wan Mahyudin merupakan tanah warisan dari
orang tuanya. Upaya Penyelesaiannya, telah dilakukan mediasi pada tanggal 9 Juli 2009 di
kantah Kab. DS, namun belum tercapai kesepakatan penyelesaian diantara para pihak, namun masing-masing pihak sepakat untuk tetap melaksanakan upaya
damai. 8. Sengketa antara Ngarijan Salim versus Bee Robin dan Febrina Sionader
Pokok permasalahannya adalah sengketa tanah antara Ngarijan Salim dengan Bee Robin dan Febrina Sionader atas HGB No.417 Helvetia, terdaftar an. PT. Mestika
Mandala Perdana sebagai akibat adanya perjanjian hutang-piutang antara para pihak yang telah berperkara melalui Lembaga Peradilan, dimana berdasarkan
Surat Panitera sekretaris PN-LP Nomor: W2.U4.818PDT01.10VI2008 tanggal 18 Juni 2008 perihal penggantian sertifikat dan penggantian akta notaris yang
tidak ditemukan lagi dalam perkara No.28Eks200718Pdt.G2003PN.LP, yang telah memerintahkan Kakantah Kab. Deli Serdang untuk menerbitkan HGB No.
417 Helvetia, dimaksud, dimana berdasarkan surat sdr. Febrina Sionader dan bee robin tanggal 24 April 2009 dan tanggal 29 Mei 2009 menyampaikan bahwa asli,
sertifikat HGB No. 417Helvetia ada pada mereka.
Universitas Sumatera Utara
Upaya Penyelesaiannya, telah dilakukan upaya penanganannya secara mediasi, yang dihadiri oleh Sdr. Febrina Sionader dan Bee Robin serta OK Nazrin Madjrul,
SH, advokat pada kantor Advokat Pengacara OK Nazrin Madjrul,SH. Rekan, selaku kuasa Ngarijam Salim, namun tidak tercapai kata sepakat diantara kedua
belah pihak. 9. Sengketa antara Marwan, SH, Advokat pada LPPH Pemuda Pancasila Sumatera
Utara selaku kuasa Norma Liswaty Kasim dkk, Ahli waris Alm Samin Tarigan versus Ahli Waris Magdalena Tejo.
Pokok permasalahannya adalah Norma Liswaty Kasim dkk, Ahli waris Alm Samin Tarigan mengklaim bahwa atas tanah yang terletak di jalan Medan Tanjung
Morawa seluas ± 1.960,4 m
2
adalah kepunyaan Norma Liswaty Kasim dkk, Ahli waris Alm Samin Tarigan yang dikuasai berdasarkan Surat Djual Beli tanggal 23
Maret 1971. Bahwa atas sengketa tanah tsb sebelumnya telah berperkara di lembaga peradilan dan telah mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap
yang memenangkan pihak ahli waris Alm. Magdalena Tejo, namun berdasarkan klaim Norma Liswaty Kasim dkk, Ahli waris Alm Samin Tarigan, putusannya
tidak ada menetapkan tentang kepemilikan tanah tsb. Upaya Penyelesaiannya, atas letak bidang tanah yang menjadi obyek sengketa
perkara terkena proyek pembebasan jalan menuju ke Bandara Kwala Namu. 10. Sengketa antara Porang Tampubolon selaku kuasa Muhammad Hazrad dkk, ahli
waris Alm. M. jum’at Almh. Sadiem versus Sampin alias Sampo.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahannya adalah tuntutanklaim sdr. Muhammad Hazrad dkk, ahli waris Alm. M. jum’at Almh. Sadiem bahwa atas tanah HM No.113Cemara,
yang terdaftar atas nama Sampin, merupakan kepunyaan yang sah dari para ahli waris, yang dimohonkan penerbitan haknya secara tidak sah oleh sdr. Sampin.
IV. Sengketa antara masyarakat dengan Pemerintah ProvinsiKabupatenKota Tipologi sengketa Pengadaan Tanah vide Keputusan Kepala BPN No.34
Tahun 2007
1. Sengketa antara Larasati dan Pungut, selaku ahli waris Alm Dasimin Tukidjo versus Pemprov Sumut cq. Pemkab Deli Serdang cq. Kadis Dikbud Olahraga
Kabupaten Deli Serdang. Pokok permasalahannya tuntutan ahli waris Alm, Dasimin Tukidjo masyarakat
Desa Kolam, atas tanah seluas ± 1.812 m
2
yang saat ini dikuasai oleh Pemprovsu cq. Pemkab DS cq. Kadis Dikbud olah raga Kab Deli Serdang yang diatasnya
terdapat bangunan SD Negeri No. 104201 di Desa Kolam. Adapun dasar tuntutannya adalah Surat Keterangan Tanah SKT Bupati DS No. 30855AIV14
an. Dasimin Tukidjo, yang diterbitkan tgl. 15 Januari 1974. 2. Sengketa antara Zulham M. Syarifudin versus PT. Kereta Api Persero
Pokok permasalahannya adalah sengketa pemilikan dan penguasaan antara atas tanah yang terletak di sekitar pinggir rel kereta api di desa Aras Kabu, Kec.
Beringin, Kab. Deli Serdang, seluas 1.294 m
2
, dimana Zulham M. Syarifudin
Universitas Sumatera Utara
mengklaim bahwa dasar penguasaan atas tanah tersebut adalah alas hakbukti- bukti yang kuat.
Terhadap sengketa tersebut perlu diupayakan mediasi karena sengketa tanah tersebut timbul sebagai akibat penegakan hukum yang dilaksanakan oleh PT. KAI
dalam rangka pengamanan asset di sekitar jalur kereta api.
43
Satu diantara kasus-kasus sengketa pertanahan Di Kabupaten Deli Serdang yang terjadi sebelum tahun 2009 adalah, misalnya, kasus yang terjadi berkenaan
dengan tuntutan rakyat di Helvetia dimana rakyat menuntut kembali tanah yang diambil oleh Komando Daerah Militer I Bukit Barisan BB pada tahun 1967 seluas
166,5 ha dengan jumlah rakyat yang berhak 530 KK. Pada tahun 1972 Kodam II BB sekarang Kodam I BB mengembalikan tanah tersebut kepada rakyat melalui Pemda
TK II Deli Serdang, dipecah menjadi kapling-kapling perumahan sebanyak 695 persil, lengkap dengan sarana jalan dan sarana umum, 250 persil diberikan dan sudah
diterima rakyat yang berhak, tetapi masih terdapat 280 KK yang belum menerima, sedangkan 415 persil diberikan kepada yang tidak berhak pihak lain. Sampai
sekarang seluas 106,5 ha dikuasai dimanfaatkan oleh Kodam I BB. Oleh karena itu rakyat menuntut agar : a. Persil-persil yang diberikan kepada yang tidak
berhakpihak lain sejumlah 445 persil supaya ditinjau kembali; b Tanah seluas 106,5 ha yang sampai saat ini dikuasai oleh Kodam I BB dan pihak ketiga dapat
diselesaikan dengan mengembalikan tanah yang kosong kepada rakyat diberikan
43
Sumber data Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang Rekapitulasi Data Sengketa, Konflik Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
ganti kerugian terhadap tanah yang dikuasai oleh Kodam I BB dan pihak ketiga, atau Kodam I BB maupun pihak ketiga mengganti tanah tersebut di lokasi lain yang
senilai dengan tanah tersebut, dan agar rakyat diberikan ganti kerugian sebagai akibat tidak dapat memanen selama 32 tahun.
Dari 37 Sengketa Pertanahan di Deli Serdang pada tahun 2009, ternyata sebanyak 21 dua puluh satu sengketa di upayakan penyelesaiannya melalui jalur
mediasi, walaupun tidak semua sengketa yang diselesaikan melalui jalur mediasi berhasil, tetapi para pihak yang bersengketa lebih memilih mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa pertanahan di Kab. Deli Serdang. Di samping kasus-kasus yang dilaporkan pada tim di atas, sejumlah kasus
juga diadukan kepada BPN Sumatera Utara dan Lembaga Bantuan Hukum Sumatera Utara.
Ada beberapa kasus pertanahan yang diadukan kepada Kanwil BPN Sumatera Utara yang dimohonkan penyelesaiannya. Dari beberapa kasus yang dilaporkan atau
diadukan tersebut, tercatat pada tahun 1996 ada 33 tiga puluh tiga kasus. Jika diamati, kasus-kasus sengketa pertanahan yang terjadi antara warga masyarakat yang
satu dengan yang lain, baik sengketa antara warga dengan kelompok warga atau warga dengan warga. Persengketaan terjadi pula antara warga dengan pemerintah,
dan sengketa terjadi juga antara warga dengan perusahaan perkebunan. Selama tahun 1996 tercatat dalam register yang dibuat oleh Kanwil BPN Sumatera Utara 15 kasus
sengketa antara warga masyarakat, 13 kasus sengketa antara warga masyarakat
Universitas Sumatera Utara
dengan pemerintah, dan 5 kasus sengketa antara warga dengan perusahaan perkebunan.
Dari data di atas tidak ada sengketa yang diadukan langsung atau dituntut ke pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memang enggan berperkara di
pengadilan dan lebih memilih cara penyelesaian sengketanya melalui jalur di luar pengadilan.
Dari pengaduan-pengaduan atau laporan-laporan tersebut di atas sesungguhnya BPN dapat berperan untuk mengambil kesempatan sebagai lembaga
penengah atau mediator sehingga dengan perannya tersebut permasalahan atau persengketaan dapat diselesaikan. Namun demikian, tampaknya usaha-usaha ini
belum diwujudkan secara optimal oleh BPN, karena setelah diadakan pengecekan atau pemeriksaan oleh BPN, baik pemeriksaan di lapangan maupun administrasi
pemeriksaan berkas-berkas, pada akhirnya BPN selalu menyarankan untuk diselesaikan melalui proses pengadilan. Saran BPN dapat dipahami karena
menempatkan posisi sebagai mediator juga tidak mudah, karena disamping eksistensi sebagai mediator itu harus dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa,
mediator harus dituntut mempunyai kemampuan-kemampuan professional sebagai mediator dan hal ini memerlukan pengetahuan tentang teknik-teknik mediasi yang
perlu dipelajari dan dibekalkan kepada pejabat-pejabat di BPN yang bertugas di bidang penyelesaian sengketa pertanahan
Bahwa dalam pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli
Serdang yang didasarkan kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Universitas Sumatera Utara
Nasional No.34 Tahun 2007 Juknis No.05JUKNISD.V2007, tipe mediator Badan Pertanahan Nasional adalah autoritative mediator sehingga sulit
menghindarkan sikap apriori pihak-pihak yang bersengketa yang dapat menghambat proses mediasi, termasuk cenderung tidak terbukanya para pihak,
sulit mencairkan suasana diantara para pihak, yang berakibat sulitnya menarik garis merah permasalahan sengketa yang ada.
Bahwa mediasi akan lebih efektif apabila mediator autoritative BPN dapat didampingi oleh mediator independen ataupun mediator jaring sosial
untuk lebih menjaga kepercayaan pihak-pihak dalam mengemukakan pendapat maupun opsi dalam penyelesaiannya. Sehingga kwantitas sengketa yang dapat
diselesaikan melalui mediasi dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meminimalisir jumlah sengketa pertanahan yang ada.
Bahwa akan tetapi dari data tersebut diatas dapat kita lihat upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi telah diterapkan dengan
sangat signifikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang. Meskipun dari jumlah sengketa yang berhasil diselesaikan masih sangat minim akan
tetapi setidak-tidaknya perbaikan mekanisme mediasi akan dapat dilaksanakan untuk mencapai hasil mediasi yang maksimal baik dari segi kwantitas maupun
kwalitasnya. Bahwa dari data diatas juga dapat dilihat dengan pengelompokan
sengketa berdasarkan pihak-pihak maupun berdasarkan tipologi sengketa akan lebih mudah mencari akar permasalahan sengketa pertanahan sehingga upaya
Universitas Sumatera Utara
penyelesaiannya dapat lebih mudah dicari menurut hukum yang berlaku maupun atas opsi-opsi kesepakatan para pihak. Berdasarkan data tersebut juga
dapat dilihat bahwa sengketa-sengketa yang dapat diupayakan melalui mediasi adalah :
1. Sengketa antara PTPN dengan Masyarakat Tipologi sengketa Penguasaan
dan Pemilikan Tanah dan Tipologi tanah obyek Landreform vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007
Jika melihat substansi sengketa ini, lebih memungkinkan untuk diselesaikan dengan mediasi karena dilihat dari sejarah perolehan
tanahnya juga luas areal tanah yang disengketakan terkadang melibatkan kelompok masyarakat, akan sulit diselesaikan dengan
proses litigasi, untuk itu cara mediasi yang diupayakan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Deli Serdang adalah tepat.
2. Sengketa antara kelompok masyarakat dengan individu Tipologi sengketa
Penguasaan dan pemilikan vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007.
Secara tinjauan hukum, permasalahan dan persoalan inilah yang selama ini banyak ditemui dimasyarakat, terutama di masyarakat Sumatera Utara,
bahwa tanah itu bersifat sakral yang harus dipertahankan; khususnya di Kabupaten Deli Serdang, dengan pendekat konsepsional Mediasi hal ini
dapat diselesaikan dan merupakan suatu keberhasilan yang sangat memberikan arti akan pentingnya peran mediasi itu dalam menangani
permasalahan pertanahan seperti ini.
Universitas Sumatera Utara
3. Sengketa antara individu dengan individu Tipologi Penguasaan dan
Pemilikan Tanah vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007
4. Sengketa antara masyarakat dengan Pemerintah ProvinsiKabupatenKota
Tipologi sengketa Pengadaan Tanah vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEBERHASILAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA
PERTANAHAN DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG
A. PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DI INDONESIA tinjauan secara teoritis