Penilaian afektif Penilaian diskusi

Kurang K : apabila Skor Akhir: Skor Akhir ≤ 10 LEMBAR PENILAIAN SIKAP Nama : KelasSemester : XI IPS Tahun Pelajaran : 2016 No Aspek Penilaian Skor Penilaian 1 2 3 4 Sikap 1 Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.. 2 Mengucapkan Salam sebelum memulai presentasi maupun sesudah presentasi 3 Mampu dan mau bekerja sama dengan teman 4 Menerima hasil kesepakatan meskipun berbeda dengan pendapatnya 5 Berani Menyampaikan Pendapat Jumlah Skor Katerori

4. Penilaian diskusi

LEMBAR PENILAIAN DISKUSI No Nama Partisipasi Penguasaan Materi Pemahaman Jumlah Nilai Akhir A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian diskusi ini berupa Lembar Observasi. 2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar siswa yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian Lembar ini diisi oleh guru untuk menilai pengetahuan dan pemahaman siswa. Berilah angka 1-4 pada kolom skor sesuai pengetahuan dan pemahaman yang ditampilkan oleh peserta didik, dengan kriteria sebagai berikut; 1. Partisipasi Skor 100, apabila argumen yang diutarakan logis, rasional dan relevan Skor 80, apabila argumen yang diutarakan logis, rasional dan tidak relevan Skor 60, apabila argumen yang diutarakan logis, tidak rasional dan tidak relevan Skor 40, apabila argumen yang diutarakan tidak logis, tidak rasional dan tidak relevan 2. Penguasaan Materi Skor 100, apabila penguasaan materi sangat kuat. Skor 80, apabila menguasai materi Skor 60, apabila sedikit menguasai materi Skor 40, apabila tidak terlalu menguasai materi. 3. Pemahaman Skor 100, apabila sangat memahami materi Skor 80, apabila memahami materi Skor 60, apabila kurang memahami materi Skor 40, apabila tidak memahami materi C. Penghitungan Nilai Akhir �ℎ = �� �� + �� � � �� � � + �� �ℎ� � 3 = + + 3 = 33 = Mengetahui, Kepala SMAN 11 Yogyakarta ............................................. NIPNIK. Yogyakarta, 22 Juli 2016 Guru Mata Pelajaran ........................................... NIPNIK. LAMPIRAN

A. Pengertian Budaya Politik

Budaya politik dapat dipandang sebagai landasan sistem politik yang memberi jiwa atau warna pada sistem politik atau yang memberi arah pada peran-peran politik yang dilakukan oleh struktur politik. Banyak para sarjana politik yang telah berupaya merumuskan makna budaya politik. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Gabriel Almond dan Sidney Verba 1966

Budaya politik adalah sikap orientasi warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu.

2. Kay Lawson 1988

Budaya politik adalah terdapatnya satu perangkat yang meliputi seluruh nilai politik yang terdapat di seluruh bangsa.

3. Larry Diamond 2003

Budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negeri mereka dan peran individu masingmasing dalam sistem itu.

4. Austin Ranney 1996

Budaya politik adalah seperangkat pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama, sebuah orientasi terhadap objek-objek politik.

5. Alan R. Ball 1963

Budaya politik adalah susunan yang terdiri atas sikap, kepercayaan, emosi, dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu- isu politik.

6. Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews 2000

Budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintah negara dan politiknya Rini Setyani dan Dyah Hartati, 2011:5-6. B. Macam-macam Budaya Politik 1. Budaya politik parokial 2. Budaya politik subjek 3. Budaya politik partisipan

C. Ciri-ciri Budaya politik

Affan Gaffar 1999 dalam bukunya Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi mengatakan bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan yaitu sebagai berikut.

1. Hierarki yang tegas

Sebagian besar masyarakat Indonesia bersifat hierarkis yang menunjukkan adanya pembedaan atau tingkatan atas dan bawah. Stratifikasi sosial yang hierarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa dan rakyat kebanyakan. Masing-masing terpisah melalui tatanan hierarkis yang sangat ketat. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercermin pada cara penguasa memandang dirinya dan rakyatnya. Mereka cenderung merendahkan rakyatnya. Karena penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung, sudah seharusnya rakyat patuh, tunduk, setia, dan taat kepada penguasa negara. Bentuk negatif lainnya dapat dilihat dalam soal kebijakan publik. Penguasa membentuk semua agenda publik, termasuk merumuskan kebijakan publik, sedangkan rakyat cenderung disisihkan dari proses politik. Rakyat tidak diajak berdialog dan kurang didengar aspirasinya.

2. Kecenderungan patronage

Kecenderungan patronage, adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangan penguasa dan masyarakat maupun pola hubungan patron-client. Pola hubungan ini bersifat individual. Antara dua individu, yaitu patron dan client, terjadi interaksi timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki masing-masing. Patron memiliki sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan atau jabatan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang, bahkan materi. Kemudian, client memiliki sumber daya berupa dukungan, tenaga, dan kesetiaan. Menurut Yahya Muhaimin, dalam sistem bapakisme hubungan bapak-anak, ”bapak” patron dipandang sebagai tumpuan dan sumber pemenuhan kebutuhan material dan bahkan spiritual serta pelepasan kebutuhan emosional ”anak” client. Sebaliknya, para anak buah dijadikan tulang punggung bapak.

3. Kecenderungan Neo-patrimonialistik