bukti yang kuat bahwa secara hukum dia adalah pemilik tanah tersebut.
169
Dalam hal ini sertipikat yang diklaim berada di dalam kawasan hutan tidak dapat diganggu gugat
dan tidak dapat dianulir keabsahannya karena diterbitkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang di jamin kepastian hukumnya oleh Negara dan pemerintah serta
dimungkinkan adanya sertipikat tersebut dalam kawasan hutan yang dikenal dengan nama hutan hak.
C. Dampak Putusan MK Nomor 35 PPU-X 2012 Terhadap Keberadaan
Masyarakat Hukum Adat Di Kecamatan Simangambat
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 PUU‐X 2012 perihal Pengujian Undang‐Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang di bacakan pada
tanggal 16 Mei 2013 lalu adalah moment penting yang menandai babak baru pengakuan masyarakat hukum adat di negeri ini. Keputusan di maksud makin
memperjelas bagaimana kriteria‐kriteria pengakuan masyarakat hukum adat yang sudah ada di terapkan di tingkat operasional. Kehadiran keputusan menjadi penting
untuk dicermati prospek masa depannya, karena keputusan ini bermuatan makna ekonomi yang sangat kuat masyarakat hukum adat sebagai subyek hukum subyek
hak atas hutan adat, yang relatif berbeda dengan pengakuan‐pengakuan yang selama ini lebih bersifat simbolik.
169
Jimmy Joses Sembiring, Panduan Mengurus Sertipikat Tanah, Jakarta, Penerbit: Visimedia, 2010, Hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
Pemahaman dominan atas putusan MK Nomor 35 PUU-X 2012 memandang bahwa kontrol Negara di batasi atau bahkan di tiadakan atas hutan adat. Dalam
perspektif tenurial, hal tersebut sekaligus bermakna bahwa Negara tidak lagi bisa menentukan siapa yang boleh memanfaatkan sumberdaya apa di kawasan hutan adat.
Sebagai pernyataan hukum yang belum bersifat operasional, sejumlah elemen masyarakat sipil sedang berpikir keras bagaimana menjadikan Putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut memberi dampak atau efek pada masyarakat adat, terutama yang selama ini menjadi korban dari pemberlakukan ketentuan yang mengatakan hutan
adat bagian dari hutan Negara. Tindakan-tindakan yang berusaha membuat putusan tersebut mendatangkan efek, mulai dari yang bersifat legal sampai extra legal.
Tindakan-tindakan yang berada dalam ranah legal pada pokoknya mendorong bergeraknya administrasi implementasi hukum. Termasuk di dalam administrasi
implementasi tersebut adalah pembuatan peraturan pelaksana atau peraturan administratif.
170
Putusan MK Nomor 35 PUU-X 2012 memberikan kewenangan kepada masyarakat adat untuk mempraktekkan kewenangan publiknya di atas hutan adat.
Peran semacam itu menghendaki ada otoritas dalam masyarakat adat yang menjalankan kekuasaan. Pemberian kewenangan publik pada masyarakat adat
sekaligus juga berisi tanggungjawab untuk menjalankan “pemerintahan adat” yang bersesuaian dengan ide atau konsep Negara hukum. Dengan kata lain, dalam
170
Http:Prakarsa-Borneo.Org201309Putusan-Mk-No-35puu-X2012-Menggeser-Corak- Negara-Hukum-Indonesia, tanggal 28 Mei 2014, Pukul 16.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
menjalankan kekuasaan, otoritas publik dalam masyarakat adat juga harus menerapkan semangat konstitusionalisme. Tentu saja tidak mudah untuk mewujudkan
hal tersebut mengingat ide Negara hukum tidak selalu bersesuaian dengan ide berorganisasi politik menurut masyarakat adat. Elemen-elemen paternalistik dan
kecenderungan melakukan eksklusifisme merupakan dua hal yang sangat tidak bersesuaian dengan ide Negara hukum yang menolak pemusatan kekuasaan, aturan
berbasis status atau orang dan ketidaksetaraan.
171
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2642 K Pid 2006 dijelaskan bahwa pemilik perusahaan PT. Tor Ganda a.n DL. Sitorus telah bersalah melakukan
tindak pidana korupsi mengerjakan dan menggunakan kawasan hutan, sedangkan berdasarkan pengakukan masyarakat tanah yang kemudian dinyatakan masuk dalam
kawasan hutan tersebut adalah tanah adat masyarakat hukum adat Luhat Simangambat Ujung Batu yang diserahkan kepada PT. Tor Ganda untuk dijadikan
sebagai kebun kelapa sawit bekerjasama dengan masyarakat hukum adat. Maka dengan keluarnya putusan MK tersebut Pemilik PT.Tor Ganda seharusnya dapat
bebas dari jeratan hukum tersebut apabila tanah adat dapat dibuktikan dan masyarakat hukum adat dapat melakukan tuntutan agar tanah adat dikembalikan sebagai
pengelolannya. Dengan adanya putusan yang telah berkekuatan hukum mengikat tersebut keberadaan tanah adat khususnya di Kecamatan Simangambat mendapat
tempat yang semakin kuat dalam peraturan Perundang-Undangan serta dengan
171
Http:prakarsa-borneo.org201309putusan-mk-no-35puu-x2012-menggeser-corak- Negara-hukum-indonesia, tanggal 28 Mei 2014, Pukul 16.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
putusan ini memberikan kewenangan penuh kepada masyarakat adat untuk mengelola hutan adatnya sendiri.
D. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Atas Penguasaan Tanah Adat Oleh