“River, Human and Building”

1 Gambar 1.1 Suasana riverfront

BAB I “River, Human and Building”

Riverfront atau kawasan muka sungai adalah sebuah kawasan yang mengikuti atau disekitar tepian atau bantaran sungai yang hakikatnya telah menjadi bagian dari suatu kepentingan, baik itu dari segi Pemerintah maupun swasta. Kawasan muka sungai atau Riverfront adalah sebuah kawasan yang sangat potensional untuk dijadikan berbagai fasilitas seperti ruang terbuka hijau, ruang publik, fasilitas olahraga dan lain sebagainya. Sebuah kota yang didalamnya mengalir sebuah sungai maka kawasan yang disebut Riverfront adalah kawasan yang berada di sepanjang kiri dan kanan sungai sungai tersebut, lebar jarak pengaruh sungai itu juga dikatakan sebagai Riverfront. Kawasan yang sangat potensial ini dapat dimanfaatkan untuk difungsikan sebagai kawasan komersial dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 2 Jika kita telusuri kota-kota di Indonesia, banyak sekali kota yang didalamnya terdapat kawasan Riverfront. Namun hal yang sangat disayangkan adalah banyak sekali kawasan muka sungai Riverfront di Indonesia yang merupakan kawasan sangat identik dengan lokasi yang terlantar, sebagai daerah belakang, tidak tertata dan kumuh. Daerah sempadan sungai yang seperti kita ketahui seharusnya bebas dari struktur fisik, namun pada kenyataannya daerah tersebut kerap diisi oleh berbagai bangunan atau fungsi lain yang tentunya ilegal. Kenyataan ini kemudian diperburuk dengan kecenderungan atau sifat masyarakat yang selalu menjadikan daerah aliran sungai sebagai daerah belakang. Masyarakat memfungsikan sungai sebagai sasaran akhir dari pembuangan atau dalam arti kata lain mereka menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan akhir sampah dan limbah lain. Lebih ironi lagi perilaku seperti ini ternyata tidak hanya ditemukan pada lingkungan atau daerah yang kumuh saja, pada kawasan elit sekalipun terkadang kita juga dapat melihat hal seperti ini terjadi. Kebiasaan menjadikan sungai sebagai kawasan atau daerah belakang sudah sering ditemukan di berbagai lingkungan masyarakat di perkotaan di Indonesia, bahkan fungsi Pemerintahan yang seharusnya menjadi teladan, juga kerap menjadikan daerah sungai ini sebagai daerah belakang. Berbagai upaya untuk mengembalikan fungsi sungai yang hakikatnya adalah sebagai daerah muka, dan memperbaiki kondisi fisiknya sampai saat ini masih sangat jauh dari yang kita harapkan. Program kali bersih yang dicanangkan oleh Pemerintah sampai saat ini belum menampakkan prospek dan hasil yang menjanjikan. Kondisi nyata di lapangan yang memang sudah cukup parah nampaknya tidak akan dapat diperbaiki lagi jika hanya melalui Universitas Sumatera Utara 3 Gambar 1.2 Sungai Deli Medan program yang bersifat sektoral. Penggunaan dan pembangunan yang tidak terkendali di daerah sempadan sungai merupakan kondisi nyata di lapangan yang mengindikasikan kompleksitas permasalahan yang harus diatasi. Sungai Deli merupakan salah satu dari Sembilan sungai yang ada di kota Medan. Sungai ini memiliki Panjang 71,91 km dengan luas keseluruhan mencapai 48,162 ha. Mulanya pada masa kerajaan Deli, sungai ini merupakan urat nadi perdagangan ke daerah lain, Namun saat ini limbah telah mencemari sungai ini, 70 diantaranya diakibatkan limbah padat dan cair. Ini merupakan kondisi yang sangat ironi melihat fungsi awal sungai yang merupakan sarana perdagangan kini berubah menjadi daerah belakang. Dengan penerapan tema Riverfront Architecture ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi sungai sebagai daerah muka, dan memperbaiki kondisi fisiknya. Pengembangan Riverfront ini tentunya juga akan memberikan dampak positif terhadap masyarakat yang berada di sekitar sungai, karena selain tertata dengan baik tentunya kawasan muka sungai tidak lagi menjadi daerah yang kumuh dan dapat digunakan sebagai sarana rekreasiwisata tirta, olahraga dan alternatif lain. Pengembangan kawasan muka sungai ini Universitas Sumatera Utara 4 tentunya juga akan mengubah gaya hidup masyarakat di kota Medan yang cenderung menjadikan sungai sebagai daerah belakang. Gaya hidup atau lifestyle adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Gaya hidup ini menunjukkan bagaimana orang mengatur pola kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilakunya didepan umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang- lambang sosial. Gaya hidup yang terjadi pada kehidupan nyata tentunya tidak dipenuhi dengan hal – hal yang positif semata, hal – hal yang negatif pada kenyataannya sangat banyak terdapat pada masyarakat, terutama pada masyarakat yang hidup di kawasan perkotaan yang sifatnya adalah heterogen. Urban Lifestyle adalah cara atau gaya hidup orang atau masyarakat di kawasan perkotaan. Urban lifestyle juga dapat diartikan sebagai pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia didalam masyarakat yang hidup di perkotaan. Kawasan perkotaan atau kawasan urban adalah sebuah wilayah yang mempunyai kegiatan utamanya adalah bukan pertanian, susunan dan fungsi kawasan perkotaan didominasi sebagai tempat pemukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa baik swasta maupun pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Salah satu Urban lifestyle yang terdapat di kota Medan adalah kegiatan bekerja. Bekerja merupakan salah satu bagian dari gaya hidup masyarkat perkotaan. Lebih dari setengah dari waktu masyarakat yang hidup di kota – kota besar dihabiskan dengan bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka yang semakin tinggi. Laju perekonomian yang sangat cepat menuntut masyarakat yang hidup di perkotaan untuk senantiasa bekerja demi memenuhi kebutuhan. Universitas Sumatera Utara 5 Selain bekerja, untuk melepas kejenuhannya masyarakat kota biasanya meluangkan waktu di tempat-tempat hiburan , salah satunya adalah mall, karena selain pusat perbelanjaan, mall juga menyediakan beragam fasilitas yang tentunya dapat melepaskan kejenuhan bagi masyarakat di perkotaan. Selain hal tersebut mall juga merupakan salah satu lifestyle bagi masyarakat perkotaan. Seperti yang kita ketahui mall bukan hanya sekedar tempat untuk berbelanja saja, namun juga sebagai sarana untuk bersantai, pertemuan bisnis, reuni, arisan, dan sebagainya. Pusat perbelanjaan atau mall di kota – kota besar saat ini semakin marak. Banyaknya jumlah mall membuat masyarakat di kota - kota kerap menjadikan mall sebagai tempat berkumpul baik bersama keluarga maupun teman serta rekan kerja. Mall telah menjadi bagian yang tak bisa terpisahkan, seiring perkembangan zaman mall seperti bagian dari gaya hidup kaum sosialita. Saat ini sangat banyak sekali perusahaan – perusahaan yang tumbuh dan berkembang di kota Medan. Baik perusahaan yang bergerak di bidang jasa maupun barang. Kantor – kantor marketing dan lain sebagainya juga banyak tumbuh saat ini di kota Medan. Dengan tumbuhnya perusahaan – perusahaan tersebut tentunya muncul permasalahan yang paling sering ditemukan di kota – kota besar, yaitu keterbatasan lahan. Lahan diperkotaan dapat diistilahkan sebagai gold atau emas karena nilai jualnya yang tidak pernah turun melainkan terus melambung. Masalah ini tentunya menjadi salah satu faktor yang menghambat perusahaan – perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Berdasarkan hal diatas timbul ketertarikan penulis untuk mendesain beberapa fasilitas yang dapat menampung kebutuhan masyarakat perkotaan tentunya dengan berdasarkan Universitas Sumatera Utara 6 Urban lifestyle atau gaya hidup masyarakat perkotaan. Fasilitas tersebut adalah gedung kantor sewa dan mall. Dengan aktivitas masyarakat kota yang padat tentunya bukan hanya membutuhkan sekedar gedung kantor dan mall. Pemilihan Tema Ada beberapa faktor yang menjadi kebutuhan di fasilitas tersebut, antara lain sehat, selaras dengan lingkungan, dan juga memperhatikan iklim sekitar. Keselarasan antara 3 unsur dalam berkehidupan tidak bisa dipisahkan begitu saja demi terciptanya suatu pencapaian. Ketiga unsur tersebut adalah alam sebsagai habitat dasar manusia dalam menjalani kehidupannya, bangunan atau gedung atau rumah yang menjadi tempat bernaung dan menjalankan seluruh aktivitas manusia sehari - hari dan yang ketiga adalah manusia itu sendiri. Hal ini sangat selaras dengan yang disebutkan oleh Tri Harso Karyono dalam bukunya yang berjudul “Green Architecture” menyebutkan bahwa “didalam abad modern ini, Karya Arsitektur bangunan setidaknya harus memenuhi tiga macam sasaran. Pertama, bngunan harus merupakan produk dari suatu karya seni work of art. Kedua, bangunan hars memberikan kenyamanan fisik, baik itu kenyamanan ruang spasial comfort, kenyamanan termis thermal comfort, kenyamanan suara auditory comfort, maupun pencahayaan visual comfort. Ketiga, banugnan harus hemat terhadap pemakaian energi. Jadi keselarasan antara manusia, alam dan bangunan sangat dibutuhkan demi mencapai suatu bangunan yang menjawab permasalahan pada massa globalisasi ini ”. Inilah yang menjadi dasar pemikiran timbulnya judul Bioklimatik Office Mall. Universitas Sumatera Utara 7 Gambar 1.3 Kerangka Berfikir Untuk mendapatkan bangunan yang sehat dan berkaitan dengan Riverfront tentunya membutuhkan pendekatan arsitektur yang mampu menjawab masalah seperti pemanasan global, iklim, keborosan energi, pencemaran lingkungan dll. Pendekatan Bioklimatik tentunya dapat menjawab masalah-masalah yang terjadi sekarang ini. Bioklimatik adalah Ilmu yang mempelajari antara hubungan iklim dan kehidupan, terutama efek dari iklim pada kesehatan dan aktivitas sehari-hari. Pendekatan ini sangat penting untuk keberadaan Office Mall ini. Dan hasilnya adalah bangunan yang berinteraksi dengan lingkungan, dalam penjelmaan dan operasinya serta berpenampilan kualitas tinggi. Didalam Bioklimatik, tumbuhan dan lanskap yang dalam kasus ini adalah sungai, tidak hanya untuk kepentingan estetika semata, tetapi juga untuk kepentingan ekologis dan membuat bangunan menjadi lebih sejuk. Pemanfaatan sungai sebagai lansekap sangat perlu diperhatikan dalam dalam pendekatan ini. Inilah yang menjadi dasar pemilihan tema Bioklimatik dalam merancang Bioklimatik office mall ini. Jadi dengan pendekatan Bioklimatik ini diharapkan akan menjadikan daerah permukaan sungai sebagai daerah muka yang lebih tertata dan asri dan sebagai satu kesatuan dengan bangunan. Universitas Sumatera Utara 8

BAB II Bioklimatik Desain