BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Pada tahun 2005 Indonesia berhasil memperbaiki peringkatnya dalam Indeks Persepsi Korupsi Corruption Perception IndexCPI, dari urutan 5 ke
urutan 6 negara paling korup di dunia. Terlepas dari perbaikan ini peringkat CPI, Indonesia membutuhkan proses pengadaan barang dan jasa publik yang
transparan, akuntabel, dan bebas dari korupsi dan kolusi. Meskipun upayanya belum cukup, pemerintahan Indonesia tetap memiliki komitmen untuk melakukan
pencegahan korupsi. Bukti komitmen ini dapat dilihat dari dukungan lahirnya berbagai undangundang dan peraturan. Pemerintah Indonesia sedang
mempersiapkan undang-undang pelayanan publik, undang-udang administrasi negara, dan undang-undang kewarganegaraan. Pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono telah melakukan berbagai langkah yang baik dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi, seperti Instruksi Presiden No. 52004 tentang
percepatan pemberantasan korupsi dan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan korupsi.
Pendirian KPK Komisi Pemberantasan Korupsi sedikit banyak memberi penjelasan tentang perbaikan Indonesia dalam peringkat CPI. Lembaga yang
relatif bersih ini memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang cukup besar dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia.45 Contohnya,
KPK bertanggungjawab melakukan pemantauan penanganan kasus korupsi yang
40
41
ditangani kepolisian dan kejaksaan. KPK juga memiliki kewenangan untuk menangkap pejabat publik, seperti menteri dan gubernur, tanpa izin dari presiden.
Selain itu, KPK juga dapat meminta Bank Indonesia untuk mengungkapkan informasi mengenai rekening pribadi di Indonesia.
KPK sebagai lembaga independent, artinya tidak boleh ada intervensi dari pihak lain dalam penyelidikannya agar diperoleh hasil sebaik mungkin. KPK juga
sebagai control sososial dimana selama ini badan hukum kita masih mandul. Contohnya seperti terungkapnya kasus Nyonya Artalita, dimana aparat hukum
kita yang seharusnya membongkar kasus korupsi justru bisa disuap oleh Nyonya Artalita dan yang akhirnya berhasil dibongkar oleh KPK.
KPK memang lahir atas keinginan politik parlemen pada saat awal lahirnya KPK, dimana sebagian anggota parlemen “bersih” berharap
pemberantasan korupsi lebih intensif, oleh karenanya bukan tidak mungkin KPK secara politik dibubarkan atau kewenangan diamputasi melalui tangan sebagian
anggota parlemen yang “kotor”. Di negeri yang korup, pasti banyak pihak yang begitu kaget dan berusaha sekuat daya melawan KPK. Adanya upaya
penyempitan peran KPK diindikasikan dengan tidak adanya parpol yang secara institusional mendukung upaya KPK untuk memberantas korupsi. Itu terjadi
karena parpol gamang dan takut. Kegamangan dan ketakutan ini muncul karena parpol episentrum korupsi di Indonesia.
Lahirnya KPK didasarkan pada perkembangan pemikiran di dunia hokum bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Label demikian dianggap tepat untuk
disematkan dalam konteks Indonesia, mengingat daya rusak praktek korupsi telah
42
mencapai level tinggi. Maka, tidak mengherankan jika hingga hari ini Indonesia masih terjebak dalam suatu kondisi sosial ekonomi dan politik yang
memprihatinkan. Indikasinya bisa dilihat dari deretan angka kemiskinan yang timbul, besarnya tingkat pengangguran, rendahnya indeks sumber daya manusia
Indonesia, serta rendahnya kualitas demokrasi.
4.2. Penyajian dan Analisis Data