Indikator Curah Hujan Sangat Lebat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian pendugaan prediktor untuk analisis curah hujan ini, kondisi cuaca yang diduga prediktornya ialah curah hujan dengan intensitas sangat lebat curah hujan lebih besar dari 100 mm selama 24 jam. Indeks-indeks yang digunakan sebagai prediktor curah hujan dengan intensitas sangat lebat merupakan output dari perangkat lunak RAOB. Penggunaan indeks tersebut karena setiap indeks menggambarkan adanya pengaruh konveksi dan menduga terjadinya badai. Dua faktor tersebut sangat terkait dengan adanya kejadian hujan konvektif Soriano et al. 2001. Pada wilayah Indonesia, kejadian hujan dengan intensitas sangat lebat sering terjadi dengan adanya awan Cumulonimbus atau awan konveksi karena wilayah Indonesia berada pada wilayah equator yang selalu mendapatkan radiasi yang tinggi, dengan adanya konveksi akan membantu proses pengangkatan massa udara atau gaya apung parsel udara sehingga akan terkait dengan pembentukan awan Renno dan Andrew 1995.

4.1 Indikator Curah Hujan Sangat Lebat

dan Ringan Indikator dalam menduga curah hujan dengan intensitas sangat lebat dapat diketahui dari hubungan korelasi antara curah hujan dengan indeks keluaran RAOB. Hasil analisis data penelitian ini ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Koefisien korelasi r antara curah hujan “Sangat Lebat” dengan berbagai indeks “RAOB” Indeks 6 jam sebelum kejadian 3 jam sebelum kejadian VGP-Vorticity Generation Parameter ms -2 0.61 -0.02 CAPE Total Jkg -1 0.5 0.11 CAPE 0-x km, AGL Jkg -1 0.49 0.07 NCAPE Normalized CAPE Jkg -1 0.44 0.1 Td - Surface Dewpoint C 0.4 0.17 LFC - Level of Free Convection m, MSL 0.34 0.17 EHI - Energy Helicity Index 0.31 0.29 ∆�� ��� -Delta Theta-e C 0.2 0.08 SI - Showalter Index 0.19 0.34 WBZ - WetBulb Zero Hgt ft,AGL 0.12 0.09 850 mb Wind speed ms -1 0.11 0.2 500 mb Wind speed ms -1 0.11 0.08 MDPI - Microburst Day Potential Index 0.08 0.08 TI - Thompson Index 0.07 -0.19 srH – storm relative Helicity Jkg -1 0.02 0.14 DCAPE 0-6 km, MSL Jkg -1 -0.02 0.02 GOES HMI Hybrid Microburst Index -0.03 -0.1 SWEAT Index -0.07 0.14 VT - Vertical Totals -0.08 -0.23 S-Index -0.09 -0.17 Boyden Index -0.11 -0.21 KO-Index -0.11 0.03 850 mb Dewpoint C -0.17 -0.12 K-Index -0.17 -0.2 JI - Jefferson Index -0.18 -0.31 Tabel 12 Lanjutan Indeks 6 jam sebelum kejadian 3 jam sebelum kejadian TT - Total Totals -0.19 -0.36 700 - 500 mb lapse rate Ckm -1 -0.22 0.06 CT - Cross Totals -0.23 -0.4 V 2 - 200 mb Wind speed ms -1 -0.33 -0.37 TQ-Index -0.44 -0.55 LI - Lifted Index -0.47 -0.04 Cap Strength C -0.53 -0.05 Indeks RAOB yang memiliki nilai koefisien korelasi tinggi dengan 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat adalah indeks TQ -0.55, sedangkan indeks yang memiliki korelasi tinggi untuk 6 jam sebelum kejadian hujan adalah CAPE Total 0.50, Cap Strength -0.53, dan Vorticity Generation Parameter 0.61 Tabel 12. Indeks TQ menyampaikan informasi bahwa pada waktu dan tempat tertentu sedang mengalami perkembangan badai. Nilai TQ 17 menunjukkan perkembangan badai cukup besar dengan angin yang kuat sehingga dengan semakin kuatnya angin maka massa uap air akan berpindah sehingga hujan yang terjadi tidak terlalu tinggi, hal ini sesuai dengan hubungan korelasi yang dihasilkan bernilai negatif. Nilai korelasi CAPE Total terhadap curah hujan dengan intensitas sangat lebat bernilai positif yaitu 0.50. Hal ini sesuai dengan penelitian Adams dan Enio 2008 yang menunjukkan bahwa hubungan antara nilai CAPE dengan curah hujan bernilai positif untuk kriteria hujan monsun. Nilai CAPE Total untuk 6 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat mencapai 1922 Jkg -1 . Nilai tersebut menunjukkan energi yang tersedia bagi parsel udara untuk diangkat secara vertikal AWS 1990. Semakin tinggi nilai CAPE Total maka awan yang terbentuk akan memiliki ukuran yang tinggi karena pergerakan massa udara ke atas akan semakin cepat dan pembentukan butiran air akan cepat terbentuk sehingga proses kondensasi akan sangat cepat terjadi Arnason dan Philip 1970. Cap Strength merupakan lapisan inversi yang dapat berfungsi sebagai penetrasi konveksi yang terjadi Stull 2000. Nilai korelasi Cap Strength dengan curah hujan sangat lebat bernilai negatif, yang berarti bahwa semakin rendahnya nilai Cap Strength, maka kemungkinan kejadian hujan yang sangat lebat akan tinggi. Hujan sangat lebat dikarenakan penetrasi konveksi sangat lemah sehingga pembentukan awan semakin tinggi, dengan semakin tingginya awan maka volume awan dan jumlah air yang dicurahkan semakin tinggi, tetapi tetap diperhitungkan kondisi parameter cuaca lain seperti kelembaban, suhu dan angin. Penetrasi konveksi yang lemah dikarenakan kondisi udara di atas lapisan Cap Strength berupa udara yang dingin dan kering, sehingga semakin lama penundaan massa udara pada lapisan Cap Strength, akan menyebabkan adanya penurunan suhu pada lapisan ini karena pendinginan dari udara di atasnya, dengan semakin menurunnya suhu pada lapisan Cap Strength maka tercipta suatu kondisi dimana suhu parsel akan lebih tinggi dari suhu lapisan Cap Strength, yang berarti parsel udara akan naik melewati lapisan Cap Strength, sehingga pembentukan volume awan akan bertambah besar. Nilai Cap Strength yang semakin besar 2 C sangat efektif untuk menghambat pengangkatan massa udara sehingga pembentukan badai hanya akan terjadi di sepanjang lapisan Cap Strength. Apabila nilai indeks tersebut kecil 2 C maka pengangkatan massa udara akan sangat efektif dan kemungkinan akan terjadi badai besar serta awan yang terbentuk akan tinggi Overshoot CAPE. Indeks lain yang menunjang kejadian badai dan berkorelasi tinggi dengan curah hujan sangat lebat adalah Vorticity Generation Parameter VGP. Indeks VGP memperkirakan tingkat peregangan vortisitas updraft secara horizontal oleh badai. Menurut penelitian Rasmussen dan Wilhelmson 1983 menyatakan bahwa nilai VGP yang besar dari 0.27 ms -2 akan memungkinkan adanya badai, sedangkan hasil pengamatan nilai VGP untuk 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat dan hujan ringan hanya mencapai 0.205 ms -2 dan 0.23 ms -2 . Badai yang besar menandakan tingginya energi konvektif. Jika energi konvektif yang tersedia tinggi maka pembentukan awan semakin tinggi. Nilai koefisien korelasi indeks VGP bernilai positif dengan curah hujan sangat lebat, yang berarti tingginya nilai VGP mengindikasikan suatu titik pengamatan dalam kondisi tekanan sangat rendah dan dikelilingi oleh tekanan tinggi sehingga gerak massa udara akan menuju tekanan rendah dan membentuk pusaran apabila perbedaan kecepatan angin yang tinggi, sehingga menyebabkan adanya updraft yang kuat, tetapi di sisi lain kondisi updraft akan terjadinya downdraft yang tinggi, gaya angin ke bawah inilah downdraft yang menyebabkan terjadinya curahan. Indeks yang memiliki hubungan yang kuat saat 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian hujan berbeda dikarenakan kondisi cuaca selalu berubah setiap waktu. Selain itu, harus diperhitungkan adanya indikator lain yang menyebabkan kenaikan massa udara dan kejadian badai seperti keberadaan gunung dan pengaruh pemanasan lokal yang berlebih pada suatu wilayah Stull 2000. Kedua faktor lokal tersebut tidak diperhitungkan dalam penelitian ini, mengingat sifat cuaca yang selalu berubah-ubah seharusnya hal tersebut harus diperhatikan, karena dalam penelitian ini menggunakan data curah hujan beberapa daerah yang berbeda topografi. Analisis korelasi menghasilkan indikator untuk membentuk suatu persamaan dalam menduga curah hujan dengan intensitas sangat lebat. Persamaan dibentuk berdasarkan kombinasi terbaik dari indikator yang memiliki nilai korelasi tinggi dengan curah hujan dan mengikutsertakan beberapa indeks yang berkorelasi cukup baik dengan curah hujan sangat lebat agar persamaan yang dihasilkan akan lebih baik. Persamaan yang dibentuk untuk 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat terlihat pada Tabel 13. Persamaan yang dihasilkan untuk 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat memiliki nilai R 2 sebesar 43.2, koefisien determinasi yang dihasilkan tergolong sedang atau tingkat hubungan antara indikator x yang menjelaskan peubah y curah hujan tersebut belum kuat untuk menduga curah hujan sangat lebat karena terdapat 56.8 keragaman data curah hujan sangat lebat dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui, sedangkan persamaan yang dihasilkan untuk 6 jam sebelum hujan sangat lebat memiliki nilai R 2 yang baik yaitu 65.9. Nilai R 2 tersebut menunjukkan bahwa keragaman data curah hujan sangat lebat dapat dijelaskan dari indikator-indikator pembentuk persamaan yang dihasilkan. Kurang baiknya persamaan yang dihasilkan untuk 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat dikarenakan nilai indeks CAPE Total untuk kedua kejadian tidak menunjukkan keteraturan, sebagai contoh nilai CAPE Total yang didapat untuk curah hujan sangat lebat sebesar 737 Jkg -1 sedangkan nilai CAPE Total untuk curah hujan ringan sebesar 780 Jkg -1 . Selain itu, nilai indeks yang dihasilkan oleh RAOB saling berhubungan antar sesama indeksnya dalam hal penentuan badai konveksi dan persamaan yang digunakan sehingga terjadi multikolinearitas antar variabel bebas di dalam persamaan, walaupun pada penentuan multikolinearitas nilai FIR kurang dari 10. Sesuai dengan penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Hestika 2010 tentang hubungan indeks Total Totals terhadap curah hujan yang menyatakan bahwa indeks tersebut tidak dapat mengindikasikan peluang terjadinya hujan tetapi harus melihat syarat- syarat terjadinya hujan seperti suhu, kelembaban dan kandungan uap air di atmosfer. Pola kecenderungan antara curah hujan dan indeks keluaran RAOB bervariasi, ada kejadian di mana curah hujan sangat lebat yang diikuti dengan indeks yang tinggi dan sebaliknya. Penyebab lain dari kurang baiknya nilai koefisien determinasi untuk persamaan 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat yaitu data sounding yang digunakan berbentuk grid. Data grid NOAA memiliki resolusi data spasial 2.5 o x 2.5 o atau 277.5 km x 277.5 km sedangkan data titik yang merupakan data dari stasiun penakar curah hujan hanya mewakili luasan wilayah dengan radius 75 km x 75 km, Tabel 13 Model regresi dan nilai R-Sq curah hujan sangat lebat Kejadian Model Regresi R-Sq 3 Jam sebelum hujan sangat lebat �H = 262 − 15 TQ + 5.44 CAP − 73 VGP − 0.359 V 2 + 1.41 TT + 2.25 JI 43.2 6 Jam sebelum hujan sangat lebat CH = −35 − 8.92 CAP + 442 VGP − 0.17 TQ + 18.9 Td − 0.347 LFC 65.9 sehingga luasan wilayah dengan menggunakan data grid belum mewakili kondisi atmosfer pada luasan wilayah terjadinya hujan, maka perlu pengambilan beberapa data sounding yang mungkin dapat mewakili luasan wilayah dan kejadian atmosfer sebenarnya. Cara lain yang mungkin dapat digunakan untuk mengantisipasi hal itu adalah asimilasi data. Asimilasi data merupakan teknik pencampuran data dari sumber berbeda dengan tujuan untuk memproduksi seperangkat data baru yang konsisten dengan keadaan atmosfer. Asimilasi data diperlukan karena sebuah model terdiri dari sejumlah persamaan matematika yang didefinisikan untuk mewakili berbagai variabel melalui proses tertentu. Asimilasi data membutuhkan parameter seperti suhu permukaan. Data tersebut akan digunakan sebagai input karena dalam asimilasi data akan mengkombinasikan variabel-variabel pengamatan dengan hasil dari model Subarna et al. 2008. Salah satu sistem yang telah tersedia untuk asimilasi data adalah 3DVAR dan WRF Barker et al. 2003 dalam Subarna et al. 2008. Sistem tersebut berisi kode-kode yang dirancang untuk menjadi sebuah sistem asimilasi data yang cukup fleksibel dalam mengikuti berbagai penelitian. Diharapkan dengan asimilasi data, kinerja suatu model atmosfer akan dapat merepresentasikan proses-proses yang terjadi di atmosfer yang sesungguhnya. Selain memprediksi kejadian hujan sangat lebat, dilakukan pula prediksi untuk mengetahui persamaan dalam menduga curah hujan ringan. Tabel 14 yang menyajikan nilai korelasi antara indeks keluaran RAOB terhadap curah hujan ringan observasi untuk 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian hujan. Tabel 14 Koefisien korelasi r antara curah hujan “Ringan” dengan berbagai indeks “RAOB” Indeks 3 jam sebelum kejadian 6 jam sebelum kejadian K-Index 0.61 0.52 JI - Jefferson Index 0.53 0.48 GOES HMI Hybrid Microburst Index 0.5 0.39 TI - Thompson Index 0.44 0.43 S-Index 0.44 0.4 Cap Strength C 0.43 0.22 KO-Index 0.42 0.37 WBZ - WetBulb Zero Hgt ft,AGL 0.39 0.42 TQ-Index 0.29 0.26 CT - Cross Totals 0.21 0.26 LI - Lifted Index 0.21 0.09 TT - Total Totals 0.19 0.19 V 2 - 200 mb Wind speed ms -1 0.14 0.03 850 mb Dewpoint C 0.14 0.29 VT - Vertical Totals 0.09 0.01 SWEAT Index 0.09 0.14 850 mb Wind speed ms -1 0.07 -0.02 Surface Dewpoint C 0.07 0.11 srH – storm relative Helicity Jkg -1 0.06 0.11 700 - 500 mb lapse rate Ckm -1 0.03 0.03 Boyden Index 0.09 EHI - Energy Helicity Index -0.01 -0.06 LFC - Level of Free Convection m, MSL -0.05 -0.04 VGP-Vorticity Generation Parameter ms -2 -0.17 -0.1 Tabel 14 Lanjutan Indeks 3 jam sebelum kejadian 6 jam sebelum kejadian SI - Showalter Index -0.19 -0.26 500 mb Wind speed ms -1 -0.2 -0.2 CAPE Total Jkg -1 -0.26 -0.14 NCAPE Normalized CAPE Jkg -1 -0.28 -0.16 CAPE 0-x km, AGL Jkg -1 -0.28 -0.06 DCAPE 0-6 km, MSL Jkg -1 -0.28 -0.35 MDPI - Microburst Day Potential Index -0.41 -0.31 ∆�� ��� -Delta Theta-e C -0.45 -0.35 Indeks RAOB yang memiliki nilai koefisien korelasi tinggi dengan 3 jam sebelum kejadian hujan ringan adalah HMI 0.5, JI 0.53 dan KI 0.61 Tabel 14, sedangkan indeks RAOB yang memiliki nilai koefisien korelasi tinggi dengan 3 jam sebelum kejadian hujan ringan adalah KI 0.52. Nilai koefisien korelasi HMI, JI dan KI menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif dengan curah hujan tinggi, sehingga dapat diketahui bahwa semakin tingginya nilai indeks HMI, KI dan JI maka curah hujan yang terjadi akan memiliki intensitas sangat lebat. HMI adalah indikator yang digunakan untuk menunjukkan besarnya potensi konvektif downbursts. Kondisi ini biasanya ditemukan disepanjang zona dryline yang berupa zona gradien kelembaban sangat tajam sehingga pada zona ini terjadi proses konvektif yang tinggi dan menghasilkan proses percepatan downdraft LaPenta 1995. Semakin tinggi nilai HMI yang biasanya saat siang hari maka memberikan dampak resiko downburst yang tinggi. Selanjutnya indeks Jefferson JI merupakan indeks yang digunakan untuk menduga adanya potensi badai pada suatu wilayah. Nilai JI yang tinggi mengindikasikan konveksi yang tinggi pada lapisan 850 mb. Indeks K merupakan indeks yang digunakan untuk menduga adanya konveksi untuk ketinggian 850 hingga 500 mb. Nilai KI yang tinggi mengindikasikan konveksi yang tinggi pada lapisan 850 mb sampai 500 mb. Model regresi yang dibentuk dari beberapa indikator yang berkorelasi tinggi dengan curah hujan ringan terdapat pada Tabel 15, tetapi terdapat beberapa indikator yang tidak digunakan dalam persamaan karena indikator tersebut saling berkorelasi tinggi dengan variabel bebas lainnya sehingga diduga adanya multikolinearitas dalam persamaan yang dihasilkan. Adanya multikolinearitas dapat mengurangi tingkat keakuratan persamaan yang digunakan. Multikolinearitas dapat ditunjukkan oleh nilai Faktor Inflasi Ragam FIR lebih besar dari 10. Kombinasi indikator-indikator yang digunakan dalam persamaan untuk menduga curah hujan ringan menghasilkan koefisien determinasi pada persamaan 3 jam kejadian hujan ringan yaitu 49.7, dari nilai R 2 tersebut terdapat sekitar 50.3 variabel lain saat 3 jam sebelum kejadian yang tidak diketahui dalam menjelaskan keragaman data curah hujan ringan. Persamaan untuk 3 dan 6 jam sebelum kejadian hujan ringan yang dihasilkan kurang memuaskan, sehingga dapat diketahui bahwa dengan menggunakan indikator-indikator dari indeks keluaran RAOB belum dapat menduga kejadian hujan ringan dengan baik. Tabel 15 Model regresi dan nilai R-Sq curah hujan ringan Kejadian Model Regresi R-Sq 3 Jam sebelum hujan ringan �H = −14.6 − 0.018 HMI + 0.890 KI + 1.33 CAP +0.0306 ∆�� ��� − 0.176 SI 49.7 6 Jam sebelum hujan ringan �H = −16.3 + 0.896 KI + 0.010 SI − 0.383 TI +0.000756 WBZ − 0.183 HMI 33.8

4.2 Analisis Indeks Output RAOB untuk