tersebut. Hasil yang diperoleh membuktikan signaling hipotesis pada stock split
, dimana stock split membawa sinyal dari emiten yang akan memberikan pandangan kepada investor dalam merespon informasi stock
split tersebut.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rifa’i dan Rudi Handoko 2005 yang meneliti tentang pengaruh stock split
terhadap perusahaan yang tercatat tidak membayarkan deviden tunai dengan perusahaan yang melakukan pembayaran deviden sebelumnya.
Ahmad Rifa’i dan Rudi Handoko 2005 menemukan adanya abnormal return
yang signifikan pada t-30, t-29, t-27, t-3 dan t+30 dengan tingkat = 1 pada emiten yang tercatat tidak membayarkan deviden
tunai. Sedangkan pada emiten yang melakukan pembayaran deviden sebelumnya ditemukan abnormal return pada t-27, t-25, dan t+4 pada
tingkat = 10. Abnormal
return yang ditemukan sebelum pengumuman
mencerminkan kebocoran informasi sebelum pengumuman stock split resmi dipublikasikan sehingga menimbulkan reaksi investor terkait
pandangannya terhadap sinyal yang dibawa dari informasi tersebut.
b. Reverse Stock Split
Seluruh prosedur yang dilakukan untuk menganalisis adanya abnormal return
pada emiten yang melakukan stock split juga dilakukan terhadap emiten yang melakukan reverse stock split.
Langkah pertama dalam melakukan analisis adanya abnormal return dengan pendekatan ARIMA adalah uji stasioneritas. Data time series
dikatakan stasioner jika rata-ratanya maupun variance-nya konstan, tidak berubah-ubah sepanjang waktu.
Pada emiten yang melakukan reverse stock split uji stasioneritas juga dilakukan menggunakan unit root test dengan metode Augmented Dickey-
Fuller Regression ADF. Pengujian ini dilakukan dengan cara
membandingkan nilai statistik ADF dengan nilai kritis Mackinnon untuk mengetahui derajat integrasi stasioneritas suatu variabel. Suatu variabel
disebut stasioner jika nilai statistik ADF lebih besar dari nilai kritis Mackinnon
. Hasil pengujian stasioneritas data return saham menunjukkan bahwa
data telah stasioner pada tingkat level. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.14 yang disajikan dibawah ini. Sedangkan hasil output Eviews untuk uji
stasioneritas ini terlampir pada lampiran 9. Tabel 4.14
Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Level Pada Emiten yang Melakukan Reverse Stock Split
Nama Emiten Hasil ADF
ADF McKinnon
Critical Value 5
Keterangan
Pan Pacific Internasional Tbk - APIC -18.14286
-2.886732 Stasioner
Sentul City Tbk - BKSL -16.60838
-2.887665 Stasioner
Bakrie Brothers Tbk I - BNBR1 -13.64563
2.886732 Stasioner
Bakrie Brothers Tbk II - BNBR2 -10.64387
2.886732 Stasioner
Inti Agri Resources Tbk - IIKP -9.821035
2.886732 Stasioner
Lippo E-net Tbk - LPLI -12.20674
-2.886959 Stasioner
Redland Asia Capital Tbk - PLAS -12.23756
2.886732 Stasioner
Sierad Produce Tbk - SIPD -9.462758
-2.887425 Stasioner
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa hasil ADF selalu lebih besar dari nilai kritis Mackinnon pada tingkat = 5. Hal ini menunjukkan bahwa
data telah stasioner pada tingkat level. Setelah data stasioner, langkah selanjutnya adalah menentukan model
ARIMA dengan bantuan plot correlogram autocorrelation dan correlogram partial autocorrelation
. Pola autocorrelation function ACF dan partial autocorrelation function PACF yang dihasilkan dari plot
correlogram dapat ditunjukkan olah lampiran 11.
Dari hasil plot correlogram ini, dapat ditentukan model yang tepat dengan memperhatikan pola autocorrelation function dan partial
autocorrelation function . Permodelan ARIMA yang telah dipilih melalui
plot correlogram dapat dilihat pada tabel 4.15. Tabel 4.15
Permodelan ARIMA Pada Emiten yang Melakukan Reverse Stock Split
Nama Emiten Model ARIMA
Pan Pacific Internasional Tbk
apic ar1 – ARMA 1,0
Sentul City Tbk
bksl ar1 – ARMA 1,0
Bakrie Brothers Tbk I
bnbr1 c ar1 ma1 – ARMA 1,1
Bakrie Brothers Tbk II
bnbr2 ar1 ar2 – ARMA 2,2
Inti Agri Resources Tbk
iikp c ar1 ar2 ar3 ar4 ma1 ma2 ma3 ma4 – ARMA 4,4
Lippo E-net Tbk
lpli ma1 – ARMA 0,1
Redland Asia Capital Tbk
plas ma1 – ARMA 0,1
Sierad Produce Tbk
sipd c ar1 ma1 – ARMA 1,1
Tahap selanjutnya adalah melakukan estimasi terhadap parameter model tersebut dengan metode Least Square. Hasil estimasi parameter
model terlampir pada lampiran 13.
Dari hasil ini, harus dipastikan variabel-variabel yang terdapat dalam model signifikan. Jika terdapat koefisien dugaan parameter yang tidak
signifikan, maka variabel yang bersangkutan harus dikeluarkan dari model.
Ukuran lain yang dapat dijadikan pertimbangan adalah Akaike Info Criterion
AIC, Schwarz Info Criterion SIC, Adjusted R
2
dan Standar Error of Regression
. Ketika memutuskan menambah satu variabel tertentu yang ternyata signifikan, maka penambahan tersebut dapat diterima jika
Adjusted R
2
meningkat, sedangkan Akaike Info Criterion AIC dan Standar Error of Regression
menurun.
Tabel 4.16 Hasil Estimasi Parameter Model
Pada Emiten yang Melakukan Reverse Stock Split
Kode Emiten Variabel
t-statistic Signifikan
APIC AR1
-6.001527 BKSL
AR1 -4.965907
BNBR 1 C
AR1 MA1
3.857330 4.549927
-62.22522 BNBR 2
AR1 AR2
MA1 MA2
9.924026 -15.93656
-31.52461 58.93047
IIKP C
AR1 AR2
AR3 AR4
MA1 MA2
MA3 MA4
2.130978 5.329911
-4.365582 2.473432
-3.020555 -5.624788
5.613255 -3.535713
3.446623 LPLI
MA1 -7.696819
PLAS MA1
-1.658069 SIPD
C AR1
MA1 14.43938
4.095256 -54.54884
Signifikan 10 Signifikan 5
Signifikan 1
Tabel 4.16 merupakan ringkasan dari lampiran 13, yang menyajikan variabel-variabel dari setiap emiten dengan nilai t-statistiknya untuk
menentukan apakah variabel-variabel tersebut telah signifikan. Dari penyajian diatas, dapat dilihat bahwa semua variabel telah
signifikan pada nilai yang bervariasi. Namun, sebagian besar telah signifikan pada tingkat = 1 . Hanya PLAS yang salah satu variabel dari
modelnya signifikan pada tingkat = 10 . Oleh karena itu, dapat disimpulkan variabel yang terdapat dalam model yang disajikan pada
Tabel 4.15 telah signifikan. Setelah semua variabel signifikan, maka ketepatan model harus diuji
lagi dengan melakukan plot correlogram terhadap residualnya seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil correlogram dapat ditunjukan oleh
lampiran 15. Tujuan dari pengujian kembali dengan plot correlogram adalah
memastikan apakah spesifikasi model telah benar. Jika residualnya ternyata white noise, maka modelnya sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari
autocorrelation function ACF dan partial autocorrelation PACF yang
tidak signifikan. Ini merupakan indikasi bahwa residual merupakan white noise
yang artinya model telah cocok. Signifikan tidaknya ACF dan PACF dapat dilihat dari uji Barlet pada
correlogram . Barlet merupakan dua garis yang merupakan interval
keyakinan atau pembatas signifikan atau tidaknya ACF dan PACF pada setiap lag. Bila ACF dan PACF semuanya kecil dan terletak diantara
interval yang telah ditentukan, dapat dikatakan bahwa residualnya merupakan white noise.
Pada lampiran 15 menunjukan bahwa semua sampel, pada semua lag, ACF dan PACF-nya berada diantara interval garis barlet. Hal ini dapat
diartikan ACF dan PACF-nya tidak signifikan dan residualnya telah white
noise . Sehingga model yang telah disajikan pada tabel 4.15 adalah model
terbaik. Dengan model dari setiap saham yang telah didapatkan diatas,
kemudian dilakukan peramalan return wajar expected return masing- masing saham. Dalam melakukan peramalan ini, model ARIMA yang
telah diperoleh, diubah ke dalam model matematis. Setelah langkah- langkah diatas, barulah dapat dilakukan perhitungan return wajar
expected return. Dibawah ini akan disajikan perhitungan expected return PT. Bakrie
Brothers Tbk I saat t-10 atau 10 hari sebelum pengumuman reverse stock split
sebagai contoh yang mewakili sampel emiten yang melakukan reverse stock split
karena model ARIMA dari BNBR1 meliputi autoregression
dan moving avarage serta terdapat konstanta yang signifikan pada model tersebut.
Model ARIMA terbaik PT. Bakrie Brothers Tbk I saat t-10:
bnbr1 c ar1 ma1 – ARMA 1,1
11 1
11 1
− −
+ +
− Υ
+ =
Υ
t t
t t
ε θ
ε δ
ϑ δ
11 1
11 1
1
1
− −
+ +
Υ +
− =
Υ
t t
t t
ε θ
ε ϑ
ϑ δ
Y
t
= 0,002058 1 – 0,436208 + 0,436208 0,142857 + 0 + -0,972484 0,086312
Y
t
= -0,020461327
dimana: Y
t
= expected return BNBR1 saat t-10 δ
= konstanta lampiran 13 ϑ
= koefisien regresi AR orde 1 lampiran 13 Y
t-11
= return pada saat t-11 θ
= koefisien regresi MA orde 1 lampiran 13
t
ε = residual, yang sebagaimana model OSL mempunyai
karakteristik nilai rata-rata nol, varian konstan dan tidak saling berhubungan.
1 −
t
ε = residual pada t-11
Langkah berikutnya setelah mendapat nilai expected return adalah melakukan perhitungan abnormal return setiap saham, untuk selanjutnya
dilakukan pengujian statistik terhadap abnormal return. Hal ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi abnormal return yang ada diperiode
peristiwa. Signifikansi ini ditunjukkan secara statistik abnormal return tersebut tidak sama dengan nol yaitu positif untuk good news atau
membawa sinyal positif bagi investor dan negatif untuk bad news atau membawa sinyal negatif bagi investor. Dalam penelitian ini, uji statistik
abnormal return dilakukan dengan menggunakan uji t.
Pengujian signifikansi dengan uji t dilakukan untuk abnormal return seluruh saham pada masing-masing hari selama periode investigasi. Jadi
pengujian dengan uji t ini tidak dilakukan untuk masing-masing saham, tetapi terhadap seluruh saham portofolio sekuritas. Output SPSS untuk
uji signifikansi abnormal return terampir pada lampiran 17. Ringkasan hasil pengujian signifikansi terhadap abnormal return untuk emiten yang
melakukan reverse stock split terdapat di Tabel 4.17. Tabel 4.17
Hasil Perhitungan Abnormal Return di Sekitar Pengumuman Reverse Stock Split
Hari ke-t AR
t-hitung p-value
Keterangan
-10
-0,040221063 -1,941
0,093
-9
0,019558624 0,393
0,706
NS -8
0,055237605 1,548
0,165
NS -7
0,00559384 0,259
0,803
NS -6
-0,032537787 -0,558
0,594
NS -5
-0,062304752 -1,933
0,095
-4
-0,039968764 -1,532
0,170
NS -3
0,050726497 1,702
0,132
NS -2
0,024287853 1,899
0,099
-1
0,023807514 0,558
0,595
NS
0,02156815 0,439
0,674
NS +1
0,019888963 0,514
0,623
NS +2
-0,01895519 -0,551
0,598
NS +3
-0,008187859 -0,181
0,862
NS +4
0,044537085 1,468
0,186
NS +5
0,015774879 0,309
0,766
NS Signifikan 10
Signifikan 5 Signifikan 1
NS Non-signifikan
Dalam pengujian uji t two-tailed, dengan tingkat keyakinan 90 = 10 dan derajat kebebasan degree of freedom atau df sebesar 15
nilai df = 15 diperoleh dari n-1, dimana n=16, maka nilai kritis t adalah sebesar 1,753. Apabila dengan tingkat keyakinan 95 = 5 dan
df 15, nilai kritis t adalah sebesar 2,131. Sedangkan dengan tingkat keyakinan 99 = 1 dan df 15, nilai kritis t sebesar 2,947. Nilai
ini dapat diperoleh dari tabel nilai t.
Hasil perhitungan abnormal return pada emiten yang melakukan reverse stock split
menunjukkan bahwa pada tanggal pengumuman nilai abnormal return positif sebesar 0,02156815. Namun, hasil pengujian
signifikansi dengan uji t menunjukkan bahwa nilai tersebut tidak signifikan.
Hal ini dapat disebabkan karena investor ragu-ragu dalam menafsirkan sinyal yang disampaikan emiten melalui reverse stock split sehingga
mempengaruhi investor dalam keputusan menjual atau membeli saham. Tidak terdapatnya abnormal return yang signifikan mencerminkan keragu-
raguan investor dalam mengambil keputusan apakah akan menjual atau membeli saham.
Hal lain yang menyebabkan tidak terdapatnya abnormal return yang signifikan pada tanggal pengumuman reverse stock split adalah investor
telah mengetahui terlebih dahulu informasi mengenai rencana reverse stock split
sebelum informasi tersebut secara resmi dipublikasikan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya abnormal return negatif yang secara statistik
signifikan yang terjadi pada t-10 dan t-5. Nilai t-hitung pada t-10 adalah sebesar -1,941 dan probabilitas sebesar 0,093 yang nilainya dibawah 0,1,
hal ini menunjukkan bahwa abnormal return signifikan pada tingkat kepercayaan 90 = 10. Pada t-7 nilai t-hitung adalah sebesar -1,933
dengan probabilitas 0,095 yang nilainya dibawah 0,1 yang menunjukkan bahwa abnormal return signifikan pada tingkat kepercayaan 90
= 10. Hal ini berarti hipotesis Ho ditolak, yang berarti diterimanya
hipotesis alternatif Ha, yang menyatakan bahwa terdapat abnormal return
pada periode investigasi. Kebocoran informasi yang terjadi sebelum pengumuman reverse stock
split dipublikasikan mengakibatkan terdapat abnormal return negatif
ditemukan pada t-10 dan t-5 dimana investor telah bereaksi atas kebocoran informasi tersebut.
Abnormal return negatif ini dikarenakan persepsi investor bahwa
reverse stock split seringkali dilaksanakan oleh emiten yang selama tahun-
tahun sebelumnya mengalami kinerja earnings yang tidak baik sehingga mendorong harga sahamnya ke bawah. Kinerja finansial yang buruk ini
kemudian dihubungkan dengan semua kejadian reverse stock split sehingga emiten yang melakukannya dianggap mengalami kesulitan
finansial. Hal ini membuktikan bahwa reverse stock split membawa sinyal yang dipandang negatif oleh investor, hasil ini juga berarti pembenaran
pada signaling hipotesis pada reverse stock split. Selain abnormal return negatif yang signifikan pada saat t-10 dan t-5,
hasil analisa data penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat abnormal return
positif yang signifikan yang terjadi pada t-2 dengan nilai t-hitung 1,899 dan probabilitas sebesar 0,099 yang nilainya dibawah 0,1, hal ini
menunjukan abnormal return tersebut signifikan pada tingkat kepercayaan 90 = 10.
Abnormal return positif signifikan yang terjadi pada t-2 atau dua hari
sebelum tanggal pengumuman mungkin terjadi karena reaksi pasar yang
menganggap reverse stock split sebagai sesuatu yang tidak konsisten dan mempengaruhi sinyal yang dibawanya. Melinda Safitri dan Dwi
Martani, 2006. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lihua Jing 2002 yang meneliti reaksi pasar akibat adanya kebijakan reverse stock split
pada pasar modal Hongkong selama 1991 sampai dengan 2001. Lihua Jing menemukan adanya abnormal return negatif
sebesar -1,86 pada hari sebelum pengumuman reverse stock split pada perusahaan kecil di Hongkong. Hal ini mengidentifikasikan adanya
kebocoran informasi sebelum pengumuman saham. Dua fakta penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa
mengenai split memiliki kandungan informasi yang dianggap bernilai bagi investor. Secara teoritis, seharusnya split tidak memiliki arti apapun,
hanya merupakan kebijakan kosmetik saja bagi emiten, karena split sama sekali tidak mempengaruhi cash flow serta nilai perusahaan. Split hanya
semata-mata penambahan atau pengurangan lembaran saham, yang disertai penurunan atau peningkatan nilai nominal, sehingga total nilai
ekuitas pada neraca perusahaan sama sekali tidak berubah. Namun, walaupun secara teoritis informasi split seharusnya tidak
memiliki nilai, tetapi bukti empiris adanya reaksi pasar yang positif maupun negatif mengungkapkan suatu fakta bahwa dibalik informasi split
terkandung suatu informasi yang menurut pasar atau investor memiliki suatu nilai. Atau dengan kata lain investor memandang bahwa informasi
split membawa sinyal positif atau negatif dari emiten yang akan direspon
dengan reaksi menjual atau membei saham tersebut sehingga menimbulkan abnormal return positif maupun negatif disekitar tanggal
pengumuman saham. Hal ini membuktikan signaling hipotesis pada stock split dan reverse
stock split yang menyatakan bahwa kebijakan split membawa sinyal dari
emiten yang akan mempengaruhi perilaku investor dalam keputusannya menjual atau membeli saham yang ditandai adanya abnormal return pada
saham yang melakukan kebijakan split.
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian terhadap perilaku likuiditas pada masa sebelum dan sesudah pelaksanaan stock split dan reverse stock split yang didasari oleh
optimal price range hipotesis dan liquidity hipotesis; serta signifikansi abnormal
return disekitar hari pengumuman stock split dan reverse stock split sebagai bukti
yang mendukung signaling hipotesis yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara likuiditas sebelum dan sesudah pelaksanaan stock split. Hal ini ditandai dengan penurunan trading volume
activity TVA pada emiten yang melakukan stock split. Hasil penelitian ini
tidak mendukung optimal price range hipotesis dan liquidity hipotesis yang mendasari pelaksanaan stock split. Perubahan tingkat harga akibat pelaksanaan
stock split belum cukup membawa tingkat harga pada rentang harga optimal,
sehingga justru menurunkan likuiditas saham. Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya kepastian bisnis dalam pasar modal.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara likuiditas sebelum dan sesudah pelaksanaan reverse stock split. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan
trading volume activity TVA sesudah pelaksanaan kebijakan tersebut. Hasil
ini mendukung optimal price range hipotesis dan liquidity hipotesis yang merupakan motivasi dibalik pelaksanaan reverse stock split.