2. Liqidity Hipotesis
Hipotesis ini disebutkan oleh Copeland 1979 dan dijadikan salah satu alasan pelaksanaan split yang disebutkan oleh Van Horne 2002 dalam
Melinda Safitri 2006. Likuiditas menjadi penting karena emiten menginginkan sahamnya dapat diperdagangkan dengan mudah dan
menghindari sahamnya menjadi saham tidur. Saham tidur dekat dengan ancaman delisted.
Hipotesis likuiditas erat kaitannya dengan keberadaan optimal price range. Pada rentang harga ini, baik stock split maupun reverse stock split
menghendaki adanya perdagangan yang lebih aktif menuju likuiditas yang lebih tinggi. Namun bukti-bukti empiris yang menunjukkan pengaruh stock
split dan reverse stock split terhadap likuiditas perdagangan saham sendiri
cendrung tidak konsisten dengan hipotesis. Stock split
diharapkan mampu meningkatkan likuiditas perdagangan dengan cara memperluas cakupan karakteristik investornya ke investor-
investor kecil. Namun hal ini bergantung kepada proporsi kepemilikan sebelum dilaksanakannya stock split sebagaimana dibuktikan oleh Najmudin
2002 dalam Melinda Safitri 2006. Perusahaan dengan proporsi kepemilikan institusi yang rendah sebelum split mengalami kenaikan likuiditas. Lain
halnya dengan perusahaan yang proporsi kepemilikan institusinya sebelum stock split
adalah tinggi, likuiditas perdagangan saham tidak mengalami kenaikan.
Berdasarkan penelitian, dampak dari dilaksanakannya stock split seringkali menunjukkan bukti-bukti empiris akan menurunnya likuiditas perdagangan.
Penurunan ini berkaitan dengan hubungan antara transaction cost dengan harga. Semakin rendah harga, maka transaction cost dalam persen harga
saham akan semakin tinggi berbanding terbalik. Melinda Safitri, 2006. Dilaksanakannya reverse stock split membawa saham kepada harga yang
lebih tinggi. Pada rentang ini, saham dapat menunjukkan kualitasnya sehingga dapat terdeteksi dan bisa mendapatkan kepercayaan dari investor. Pada
akhirnya, saham akan menjadi lebih likuid. Likuiditas juga dikatakan akan meningkat setelah reverse stock split
dengan alasan lain selain diatas. Hipotesis bahwa harga saham berbanding terbalik dengan transaction cost membuat saham yang berada pada harga yang
lebih tinggi mengalami penurunan transaction cost dalam persen harga saham sehingga saham lebih banyak diperdagangkan.
3. Signaling hipotesis