11
3. Karakterisasi Produk Akhir Pilus a. Analisis Kerenyahan Pilus menggunakan
Texture Analyzer
Alat yang digunakan adalah Stable Micro Systems TA.XT Plus Texture Analyzer
dengan menggunakan probe compression. Sampel diletakkan di 5 titik berbeda di atas wadah yang tersedia. Probe dengan jenis compression dipasang
pada alat, kemudian pengukuran dilakukan dengan memberikan gaya tekan pada pilus sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan profil tekstur pilus.
Kekerasan dinyatakan dari maksimum gaya nilai puncak pada tekanankompresi pertama dengan satuan kilogram force kgf Bourne 2002. Nilai gaya yang
diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar nilainya, maka tingkat kerenyahan
tekstur akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. b. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan terhadap 30 orang panelis tidak terlatih menggunakan uji hedonik dan rating intensitas. Atribut sensori yang diuji adalah
kerenyahan pilus. Skala yang digunakan yaitu skala 1 - 5. Pada uji hedonik skala terdiri dari: 1 sangat tidak suka; 2 tidak suka; 3 antara suka dan tidak suka;
4 suka; dan 5 sangat suka. Sedangkan, uji rating intensitas skala terdiri dari: 1 sangat tidak renyah; 2 tidak renyah; 3 antara renyah dan tidak renyah; 4
renyah; dan 5 sangat renyah. Lembar uji sensori disajikan pada Lampiran 5.
4. Analisis Data
Data yang didapat dari hasil analisis kadar pati, kadar amilosa amilopektin, swelling power
, nilai texture analyzer, dan uji organoleptik, dihitung nilai rata- ratanya. Data yang telah dihitung disajikan dalam bentuk nilai rata-rata dan
standar deviasi. Setelah semua nilai parameter uji didapat, dilakukan korelasi parameter uji
terhadap nilai kerenyahan pilus secara statistik dengan metode Pearson pada α = 0.05 untuk melihat kekuatan hubungan dua variabel, melihat signifikansi
hubungan, dan melihat arah hubungan. Selain menggunakan uji korelasi Pearson, analisis korelasi juga dilakukan menggunakan kurva hubungan x dan y, dan
dilihat nilai regresi linearnya R
2
. Dimana x adalah nilai kekerasan yang didapat dari hasil pengukuran pilus menggunakan texture analyzer dan y parameter
terpilih. Korelasi menggunakan kurva hubungan x dan y membantu mempermudah visualisasi gambar dari nilai yang dihasilkan oleh metode Pearson.
Kurva hubungan juga dilakukan pada nilai kekerasan pada Texture Analyzer dengan skor organoleptik. Analisis konsistensi mutu bahan baku dilakukan
dengan Analysis of Varriant ANOVA dan uji lanjut Duncan jika berbeda nyata. Parameter mutu dilihat dari kualitas bahan baku awal dan hasil produk akhir pilus
menggunakan nilai teksturnya.
12
81 .1
5± 0.
05 78
.7 9±
0. 40
79 .3
6± 0.
25 80
.3 9±
0. 38
80 .8
5± 0.
20 81
.6 7±
0. 39
81 .4
6± 0.
01 79
.0 7±
1.0 7
80 .4
5± 0.
28 79
.8 6±
0. 26
80 .6
9± 0.
00 80
.3 5±
0. 19
78 .1
7± 0.
06 77
.4 3±
0. 50
77 .1
3± 0.
19 77
.2 4±
0. 39
77 .6
4± 0.
16 80
.4 9±
0. 07
10 20
30 40
50 60
70 80
90
A 100 B 100
30:70 50:50
70:30 Premiks
Kad ar
P ati
Rasio tapioka A supplier 1:B supplier 2 dan tepung campuran siap pakai Batch 1
Batch 2 Batch 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku Kadar Pati
Kadar pati tapioka disajikan pada Gambar 3 dan rekapitulasi data secara keseluruhan disajikan pada Lampiran 1. Dapat dilihat bahwa kadar pati ketiga
batch berkisar antara 77-81. Nilai kadar pati yang didapat cukup beragam antar
kedatangan, namun terlihat kecenderungan bahwa tapioka A dan tepung campuran siap pakai memiliki kadar pati tertinggi ±80. Nilai yang didapatkan masih
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar pati tapioka berkisar antara 72-81 Sing et al 2006. Perbedaan kadar pati tapioka dipengaruhi oleh
bermacam faktor, seperti varietas singkong, umur panen, faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor pengolahan. Diduga, tapioka yang diperoleh dari supplier
berasal dari varietas dan umur panen yang berbeda. Tapioka berasal dari singkong yang ditanam di alam secara alamiah sehingga sulit untuk mengontrol
kekonsistenannya. Selain itu, kebutuhan bahan baku yang tinggi namun tidak ada pasokan yang mencukupi menjadikan ketersediaan bahan baku produksi
tergantung dari stock di pasaran, hal ini juga menjadi faktor sulitnya mendapatkan karakteristik tapioka yang konsisten.
Gambar 3 Kadar pati tapioka
Rasio Amilosa dan Amilopektin
Kadar amilosa tapioka dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan untuk rekapitulasi data kadar amilosa secara rinci pada Lampiran 2. Nilai yang
didapatkan berkisar antara 22-28 dan sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa kadar amilosa tapioka berada pada kisaran 20-27 Moorthy 2004..
Terlihat bahwa kadar amilosa tapioka B cenderung lebih tinggi dibanding tapioka A. Kadar amilosa bervariasi sesuai sumber penghasil patinya, faktor genetik,
tingkat umur tanam, dan kondisi iklim Singh et al 2006. Kandungan amilosa
tepung campuran siap pakai
13
55 .7
1± 0.
15 52
.3 6±
0. 40
55 .7
7± 0.
64 56
.5 4±
0. 20
58 .3
3± 0.
02 56
.3 1±
0. 50
57 .1
5± 0.
32 53
.0 2±
0.4 4
55 .2
8± 0.
16 56
.0 8±
0. 22
56 .9
6± 0.
00 55
.3 5±
0. 01
50 .2
3± 0.
26 50
.1 7±
0. 38
50 .2
7± 0.
28 49
.5 7±
0. 04
50 .2
5± 0.
06 53
.9 2±
0. 27
10 20
30 40
50 60
A 100 B 100
30:70 50:50
70:30 Premiks
Kad ar
Am ilo
pek tin
Rasio tapioka A supplier 1:B supplier 2 dan tepung campuran siap pakai Batch 1
Batch 2 Batch 3
tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras karena proses mekarnya terjadi secara terbatas Hee-Joung 2005.
Kadar amilopektin tapioka dapat dilihat pada Gambar 5. Amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar puffing dimana produk makanan
yang berasal dari pati dengan kandungan amilopektin tinggi akan bersifat ringan, porous
, garing, dan renyah Hee-Joung 2005.
Gambar 4 Kadar amilosa tapioka
Gambar 5 Kadar amilopektin tapioka
Pati merupakan gabungan dari dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopektin. Pati dari berbagai sumber, biasanya satu per empat bagian merupakan amilosa dan
tiga per empat bagian merupakan amilopektin Vaclavik dan Christian 2007. Rasio amilosa amilopektin didapat dari hasil pembagian antara nilai amilosa dan
amilopektin dan disajikan pada Gambar 6. Data rasio amilosa amilopektin secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sesuai dengan hasil analisis amilosa
yang cenderung lebih tinggi pada tapioka B, rasio amilosa amilopektin yang
25 .4
3± 0.
10 26
.4 3±
0. 00
23 .5
9± 0.3
9 23
.8 5±
0. 18
22 .5
2± 0.
17 25
.3 5±
0. 11
24 .3
1± 0.
00 26
.0 5±
0. 00
25 .1
8± 0.
00 23
.7 9±
0. 00
23 .7
3± 0.
00 25
.0 1±
0. 00
27 .9
4± 0.
00 27
.2 6±
0. 00
26 .8
6± 0.
00 27
.6 7±
0. 00
27 .3
9± 0.
00 26
.5 7±
0. 00
10 20
30
A 100 B 100
30:70 50:50
70:30 Premiks
Kad ar
Am ilo
sa
Rasio tapioka A supplier 1:B supplier 2 dan tepung campuran siap pakai Batch 1
Batch 2 Batch 3
tepung campuran siap pakai
tepung campuran siap pakai
tepung campuran siap pakai