Analisis Profil Gelatinisasi Pati USWA 2007

11

3. Karakterisasi Produk Akhir Pilus a. Analisis Kerenyahan Pilus menggunakan

Texture Analyzer Alat yang digunakan adalah Stable Micro Systems TA.XT Plus Texture Analyzer dengan menggunakan probe compression. Sampel diletakkan di 5 titik berbeda di atas wadah yang tersedia. Probe dengan jenis compression dipasang pada alat, kemudian pengukuran dilakukan dengan memberikan gaya tekan pada pilus sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan profil tekstur pilus. Kekerasan dinyatakan dari maksimum gaya nilai puncak pada tekanankompresi pertama dengan satuan kilogram force kgf Bourne 2002. Nilai gaya yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar nilainya, maka tingkat kerenyahan tekstur akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. b. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap 30 orang panelis tidak terlatih menggunakan uji hedonik dan rating intensitas. Atribut sensori yang diuji adalah kerenyahan pilus. Skala yang digunakan yaitu skala 1 - 5. Pada uji hedonik skala terdiri dari: 1 sangat tidak suka; 2 tidak suka; 3 antara suka dan tidak suka; 4 suka; dan 5 sangat suka. Sedangkan, uji rating intensitas skala terdiri dari: 1 sangat tidak renyah; 2 tidak renyah; 3 antara renyah dan tidak renyah; 4 renyah; dan 5 sangat renyah. Lembar uji sensori disajikan pada Lampiran 5.

4. Analisis Data

Data yang didapat dari hasil analisis kadar pati, kadar amilosa amilopektin, swelling power , nilai texture analyzer, dan uji organoleptik, dihitung nilai rata- ratanya. Data yang telah dihitung disajikan dalam bentuk nilai rata-rata dan standar deviasi. Setelah semua nilai parameter uji didapat, dilakukan korelasi parameter uji terhadap nilai kerenyahan pilus secara statistik dengan metode Pearson pada α = 0.05 untuk melihat kekuatan hubungan dua variabel, melihat signifikansi hubungan, dan melihat arah hubungan. Selain menggunakan uji korelasi Pearson, analisis korelasi juga dilakukan menggunakan kurva hubungan x dan y, dan dilihat nilai regresi linearnya R 2 . Dimana x adalah nilai kekerasan yang didapat dari hasil pengukuran pilus menggunakan texture analyzer dan y parameter terpilih. Korelasi menggunakan kurva hubungan x dan y membantu mempermudah visualisasi gambar dari nilai yang dihasilkan oleh metode Pearson. Kurva hubungan juga dilakukan pada nilai kekerasan pada Texture Analyzer dengan skor organoleptik. Analisis konsistensi mutu bahan baku dilakukan dengan Analysis of Varriant ANOVA dan uji lanjut Duncan jika berbeda nyata. Parameter mutu dilihat dari kualitas bahan baku awal dan hasil produk akhir pilus menggunakan nilai teksturnya. 12 81 .1 5± 0. 05 78 .7 9± 0. 40 79 .3 6± 0. 25 80 .3 9± 0. 38 80 .8 5± 0. 20 81 .6 7± 0. 39 81 .4 6± 0. 01 79 .0 7± 1.0 7 80 .4 5± 0. 28 79 .8 6± 0. 26 80 .6 9± 0. 00 80 .3 5± 0. 19 78 .1 7± 0. 06 77 .4 3± 0. 50 77 .1 3± 0. 19 77 .2 4± 0. 39 77 .6 4± 0. 16 80 .4 9± 0. 07 10 20 30 40 50 60 70 80 90 A 100 B 100 30:70 50:50 70:30 Premiks Kad ar P ati Rasio tapioka A supplier 1:B supplier 2 dan tepung campuran siap pakai Batch 1 Batch 2 Batch 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Kadar Pati Kadar pati tapioka disajikan pada Gambar 3 dan rekapitulasi data secara keseluruhan disajikan pada Lampiran 1. Dapat dilihat bahwa kadar pati ketiga batch berkisar antara 77-81. Nilai kadar pati yang didapat cukup beragam antar kedatangan, namun terlihat kecenderungan bahwa tapioka A dan tepung campuran siap pakai memiliki kadar pati tertinggi ±80. Nilai yang didapatkan masih sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar pati tapioka berkisar antara 72-81 Sing et al 2006. Perbedaan kadar pati tapioka dipengaruhi oleh bermacam faktor, seperti varietas singkong, umur panen, faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor pengolahan. Diduga, tapioka yang diperoleh dari supplier berasal dari varietas dan umur panen yang berbeda. Tapioka berasal dari singkong yang ditanam di alam secara alamiah sehingga sulit untuk mengontrol kekonsistenannya. Selain itu, kebutuhan bahan baku yang tinggi namun tidak ada pasokan yang mencukupi menjadikan ketersediaan bahan baku produksi tergantung dari stock di pasaran, hal ini juga menjadi faktor sulitnya mendapatkan karakteristik tapioka yang konsisten. Gambar 3 Kadar pati tapioka Rasio Amilosa dan Amilopektin Kadar amilosa tapioka dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan untuk rekapitulasi data kadar amilosa secara rinci pada Lampiran 2. Nilai yang didapatkan berkisar antara 22-28 dan sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa kadar amilosa tapioka berada pada kisaran 20-27 Moorthy 2004.. Terlihat bahwa kadar amilosa tapioka B cenderung lebih tinggi dibanding tapioka A. Kadar amilosa bervariasi sesuai sumber penghasil patinya, faktor genetik, tingkat umur tanam, dan kondisi iklim Singh et al 2006. Kandungan amilosa tepung campuran siap pakai 13 55 .7 1± 0. 15 52 .3 6± 0. 40 55 .7 7± 0. 64 56 .5 4± 0. 20 58 .3 3± 0. 02 56 .3 1± 0. 50 57 .1 5± 0. 32 53 .0 2± 0.4 4 55 .2 8± 0. 16 56 .0 8± 0. 22 56 .9 6± 0. 00 55 .3 5± 0. 01 50 .2 3± 0. 26 50 .1 7± 0. 38 50 .2 7± 0. 28 49 .5 7± 0. 04 50 .2 5± 0. 06 53 .9 2± 0. 27 10 20 30 40 50 60 A 100 B 100 30:70 50:50 70:30 Premiks Kad ar Am ilo pek tin Rasio tapioka A supplier 1:B supplier 2 dan tepung campuran siap pakai Batch 1 Batch 2 Batch 3 tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras karena proses mekarnya terjadi secara terbatas Hee-Joung 2005. Kadar amilopektin tapioka dapat dilihat pada Gambar 5. Amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar puffing dimana produk makanan yang berasal dari pati dengan kandungan amilopektin tinggi akan bersifat ringan, porous , garing, dan renyah Hee-Joung 2005. Gambar 4 Kadar amilosa tapioka Gambar 5 Kadar amilopektin tapioka Pati merupakan gabungan dari dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopektin. Pati dari berbagai sumber, biasanya satu per empat bagian merupakan amilosa dan tiga per empat bagian merupakan amilopektin Vaclavik dan Christian 2007. Rasio amilosa amilopektin didapat dari hasil pembagian antara nilai amilosa dan amilopektin dan disajikan pada Gambar 6. Data rasio amilosa amilopektin secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sesuai dengan hasil analisis amilosa yang cenderung lebih tinggi pada tapioka B, rasio amilosa amilopektin yang 25 .4 3± 0. 10 26 .4 3± 0. 00 23 .5 9± 0.3 9 23 .8 5± 0. 18 22 .5 2± 0. 17 25 .3 5± 0. 11 24 .3 1± 0. 00 26 .0 5± 0. 00 25 .1 8± 0. 00 23 .7 9± 0. 00 23 .7 3± 0. 00 25 .0 1± 0. 00 27 .9 4± 0. 00 27 .2 6± 0. 00 26 .8 6± 0. 00 27 .6 7± 0. 00 27 .3 9± 0. 00 26 .5 7± 0. 00 10 20 30 A 100 B 100 30:70 50:50 70:30 Premiks Kad ar Am ilo sa Rasio tapioka A supplier 1:B supplier 2 dan tepung campuran siap pakai Batch 1 Batch 2 Batch 3 tepung campuran siap pakai tepung campuran siap pakai tepung campuran siap pakai