27
menyebabkan tingginya tingkat evapotranspirasi dalam rumah kaca. Peningkatan evapotranspirasi pada tanaman dengan kadar air media yang
rendah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Penanaman dalam polybag semakin menyulitkan tanaman karena suhu media lebih tinggi.
Tanaman jahe pada perlakuan kadar air yang rendah 33-34 tidak menyebabkan tanaman mati karena adanya persediaan air pada rimpang yang
dapat dimanfaatkan tanaman. Penelitian Gardner et al. 1991 pada tanaman jagung menunjukkan bahwa perkembangan sel tanaman jagung yang ditanam
dalam rumah kaca dengan suhu lebih tinggi dan kelembaban rendah akan terhenti pada potensial air yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang
berada di luar rumah kaca, yang perkembangan selnya berhenti pada potensial yang lebih rendah .
Pengaruh kadar air media terhadap diameter batang menunjukkan bahwa diameter batang tidak dipengaruhi oleh kadar air media. Peningkatan
diameter batang hanya terjadi dua minggu sejak perlakuan, setelah itu diameter batang menurun Gambar 4. Data ini memberi indikasi bahwa pada
kondisi tercekam kekeringan, rimpang jahe yang mengandung air dapat mempertahankan pertumbuhan tanaman selama dua minggu.
Gambar 4 Diameter batang pada media tanam dengan kadar air berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan
MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam.
4
4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 BST MSP
28
Terjadinya penurunan diameter batang pada beberapa perlakuan diakhir pengamatan disebabkan adanya tunas yang luruh secara keseluruhan terutama
perlakuan kadar air media 36-37 dan 33-34. Pada tanaman yang berbatang semu, batang merupakan pelepah daun yang tersusun rapat dengan kandungan
air yang tinggi. Meningkatnya umur tanaman lapisan terluar dari batang semu akan mengering dan mengelupas, hal tersebut sejalan dengan penelitian
pendahuluan. Menurut Sumeru 1995; Ajijah et al. 1997; dan Steenis et al. 2006 Zingiberaceae merupakan tumbuhan yang berbatang basah dan
merupakan batang semu yang terdiri atas pelepah-pelepah. Pelepah yang mengering dan kemudian mengelupas akan mempengaruhi diameter batang.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa selama 14 MSP jumlah tunas mengalami fluktuatif, diduga kadar air media yang berbeda
belum mempengaruhi jumlah tunas tanaman. Jumlah tunas pada jahe putih besar menunjukkan kenaikan dari awal pengamatan sampai 4 MSP.
Penambahan tunas yang tertinggi cenderung terjadi pada 4 dan 6 MSP, dan penambahan tunas yang terbanyak terdapat pada perlakuan kontrol Gambar
5. Penurunan jumlah tunas mulai terjadi pada 8 MSP, dimana umur tanaman sudah memasuki bulan ke-7 dan pertumbuhan tanaman sudah optimal.
Berkurangnya jumlah tunas disebabkan oleh fase pertumbuhan dan perlakuan kadar air media. Kadar air media yang rendah pengurangan jumlah tunasnya
lebih banyak dibandingkan kadar air media yang lebih tinggi. Berkurangnya air dalam media tanam mengganggu pertumbuhan tunas baru dan akhirnya
layu dan mengering.
29
Gambar 5. Jumlah tunas pada media tanam dengan kadar air berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan
MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air media pada
awal pengamatan 1MSP belum berpengaruh nyata terhadap luas daun Tabel 1. Perlakuan kadar air media dibawah kapasitas lapang kontrol
mempengaruhi luas daun tanaman jahe. Luas area daun tertinggi pada akhir perlakuan terdapat pada perlakuan kontrol KAM 48-49 , walaupun pada
awal perlakuan luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan KAM 45-46 dengan berjalannya waktu dengan pemberian kadar air media yang berbeda
maka luas daun jadi berubah dimana kadar air media rendah luas daun mulai menyempit. Lamanya perlakuan yang diberikan mempengaruhi luas daun,
sama halnya dengan tinggi tanaman. Luas area daun terendah terdapat pada perlakuan KAM 33-34 yaitu 19.74 cm
2
berbeda dengan luas daun perlakuan kadar air media yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan luas daun pada
perlakuan KAM 45-49. Tabel 1. Pengaruh kadar air media terhadap luas daun cm
2
pada awal dan akhir perlakuan
KAM
Luas daun cm
2
Awal 1MSP Akhir 8 MSP
30
48-49
41.62 25.55 a
45-46
44.83 22.41 ab
42-43
41.38 22.08 ab
39-40
40.95 23.73 ab
36-37
37.95 23.75 ab
33-34
39.88 19.74 b
KK
11.42 11.38
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf
ά =0.05
Tanaman dengan perlakuan kadar air rendah menunjukkan respon dimana daunnya menyempit dibandingkan kontrol. Semakin rendah kadar air
media maka luas daun semakin mengecil pula. Mengecilnya ukuran luas daun terjadi setelah beberapa lama perlakuan diberikan yang merupakan salah satu
respon tanaman terhadap kekurangan air. Hal ini merupakan mekanisme penghindaran tanaman untuk menekan kehilangan air karena proses transpirasi
pada tanaman. Dengan mengecilnya daun maka traspirasi juga akan semakin berkurang. Semakin mengecilnya daun, maka luas bidang permukaan yang
mengalami proses fotosintesa juga semakin menyempit yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini penghambatan
pertumbuhan akibat kadar air dibawah kapasitas lapang pada awal perlakuan secara visual tidak terlalu mengganggu pertumbuhan karena perlakuan kadar
air media diberikan pada saat jahe berumur 4 bulan dimana sudah terbentuk rimpang baru. Pertumbuhan mulai terganggu pada 8 MSP, beberapa tanaman
mulai luruh terutama pada tanaman dengan kadar air rendah 33-37 . Rimpang mengandung air dan karbohidrat yang dapat digunakan sebagai
cadangan makanan dan sumber air bagi tanaman sehingga pada saat air di media sangat rendah sampai 33 ± 15 kapasitas lapang tanaman masih
mampu mempertahankan hidupnya dan tidak mati. Menurut Lakitan 1995, jika kadar air daun turun 90 , maka pembesaran sel daun menjadi
terhambat, dan pembesaran sel daun akan terhenti sama sekali jika kadar air turun sampai 70-75 . Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan
mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada
31
pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningkatan ratio akar-tajuk,
sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon Kramer
1980. Pengamatan berat rimpang, dan tebal rimpang dilakukan setelah panen
pada jahe umur 9 bulan setelah tanam BST menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan lainnya pada paramater berat rimpang
Tabel 2. Berat rimpang yang dihasilkan menunjukkan bahwa kontrol mempunyai berat rimpang tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar
air media berpengaruh terhadap produksi rimpang dimana semakin rendah kadar air media semakin rendah
Tabel 2. Pengaruh kadar air media terhadap produksi rimpang dan tebal rimpang 9 BST
KAM
Berat rimpang g
Tebal rimpang
mm Kadar air
rimpang
48-49
425.00 a 26.31 a
88.92 a
45-46
261.50 b 24.36 ab
81.96 d
42-43
226.25 bc 24.43 ab
83.19 cd
39-40
192.75 bc 24.71 ab
84.44.cb
36-37
151.00 cd 22.86 b
85.88 b
33-34
113.75 d 22.22 b
85.59 b
KK
21.42 7.64 1.26
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf
ά =0.05
produksi rimpang yang dihasilkan. Kadar air media mempengaruhi proses fisiologis tanaman secara keseluruhan. Peranan air yang sangat penting
tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa secara langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses
metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi tanaman. Menurut Lakitan 1995,
faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan umbi adalah laju dan
32
kuantitas fotosintat yang dipasok dari tajuk tanaman. Pada tanaman kentang ukuran umbi berbanding lurus dengan pertumbuhan tajuk. Pertumbuhan umbi
akan terhenti apabila tajuk tanaman mati, karena pasokan fotosintat yang menopang pertumbuhan umbi berhenti. Umbi dapat berfungsi sebagai
penyangga parsial untuk penyedia air bagi daun pada kondisi kekurangan air, jika air diangkut dari umbi ke daun, maka pertumbuhan umbi terhambat, pada
kondisi ekstrim, pertumbuhan umbi akan terhenti sama sekali. Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi
makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman
Mubiyanto 1997. Tebal rimpang menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air media
maka tebal rimpang yang diproduksi juga semakin kecil Tabel 4. Perlakuan KAM 48-49 mempunyai tebal rimpang yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan KAM dengan kadar air 46-39 dan berbeda nyata dengan kadar air 38-33. Hal ini menunjukkan bahwa pada kadar air media diatas 50
kapasitas lapang belum mempengaruhi ketebalan rimpang secara nyata, walaupun sudah mempengaruhi produksi rimpang per rumpun. Kadar air
rimpang tertinggi terdapat pada perlakuan KAM 48 -49 kontro dan yang terendah pada kadar air media 45-46. Perlakuan kadar air media rendah
yaitu KAM 36-37 dan 33-34 mempunyai kadar air rimpang yang cukup tinggi yaitu 85.88 dan 85.59 , kadar air rimpang tersebut dibawah kadar air
rimpang pada kontrol 88.92 . Hal ini terjadi karena pada perlakuan kadar air media rendah 36-37 dan 33-34 pada 12 MSP telah mengalami luruh
tapi pertumbuhan tidak berhenti. Pemeliharaan tanaman secara optimum setelah perlakuan kadar air media dihentikan menyebabkan tumbuhnya tunas-
tunas baru pada tanaman yang sudah luruh. Tumbuhnya tunas-tunas baru pada tanaman jahe menunjukkan bahwa rimpang jahe kembali menjadi muda dan
tentu saja mempunyai kadar air yang tinggi. Perlakuan kontrol yang selalu mendapatkan air yang cukup, sampai umur 9 bulan pada saat panen belum
mengalami luruh total.
33
Pembungaan
Perlakuan kadar air media rendah cekaman yang diberikan pada tanaman jahe secara umum tidak mampu menginduksi pembungaan Tabel 5.
Tanaman yang berbunga justru yang ditumbuhkan pada kadar air media 48- 49 mampu berbunga dengan jumlah bunga 0,35 dan waktu bunga terinisiasi
pada 9.62 MSP. Tanaman dengan kadar air media 46-47 juga mampu berbunga dengan waktu bunga terinisiasi pada 8.3 MSP. Tanaman dengan
kadar air media yang lebih rendah yaitu kecil dari 45 tidak mampu menginduksi bunga. Hasil tersebut menunjukkan bahwa induksi pembungaan
dengan kadar air media yang rendah yang pada umumnya terjadi pada tanaman buah-buahan tidak terjadi pada tanaman jahe.
Jumlah bunga yang terbentuk pada media kontrol 0,35 spika, hal ini menunjukkan bahwa pembungaan jahe secara alami rendah sekali dimana
tidak semua sampel yang digunakan dapat menghasilkan bunga dan waktu teridentifikasi lama yaitu 9.62 MSP, yaitu pada saat tanaman berumur 6 bulan.
Pada kadar air media 45 tanaman jahe tidak berbunga sama sekali. Hal tersebut diduga karena faktor yang menyebabkan jahe berbunga bukanlah
kadar air media yang rendah, berbeda dengan beberapa tanaman lain dimana setelah mengalami musim kering yang panjang dan kadar air tanah menjadi
rendah sehingga terjadi inisiasi tunas generatif dan tunas tersebut terdiffrensiasi pada saat musim kering berganti menjadi musim hujan,
sehingga terbentuk bunga. Pada tanaman jahe setelah mengalami musim kering yang panjang daun akan luruh dan pada saat tanaman mendapatkan air
yang cukup, yang terinisiasi bukanlah tunas generatif tetapi tunas vegetatif yang bermunculan. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pembungaan pada jahe
tidak dapat terjadi pada tanaman jahe yang hidup pada kadar air yang rendah. Hal ini disebabkan oleh karena cekaman kekeringan menyebabkan
pertumbuhan tanaman terganggu sehingga pertumbuhan dan perkembangan rimpang sebagai jaringan tempat inisiasi bunga, terhambat. Selain itu diduga
kadar air media 42-43 ± 66 kapasitas lapang sudah merupakan kondisi yang mencekam bagi tanaman jahe, sehingga selain pertumbuhan, produksi
rimpang juga mulai terganggu. Hal tersebut berbeda dengan tanaman mangga,
34
jeruk jambu dan banyak tanaman buah lainnya. Dimana kadar air media yang rendah merupakan salah satu cara untuk menginduksi pembungaan.
Panjang tangkai spika berbeda nyata antar media yang dapat menginduksi bunga. Perlakuan media dengan kapasitas lapang yaitu 48-49
mempunyai panjang tangkai spika mencapai 13.35 cm karena bunga terinduksi tidak langsung dari rimpang tetapi terbentuk tunas vegetatif terlebih
dahulu. Waktu yang dibutuhkan untuk terinduksi juga lebih lama. Pada perlakuan kadar air media 45-46, spika yang terbentuk dalam waktu yang
lebih pendek. Tabel 3 Pengaruh kadar air media terhadap waktu bunga teridentifikasi,
jumlah bunga dan jumlah rumpun yang berbunga
KAM
Waktu spika teridentifikasi
MSP Jumlah
spikarumpun Jumlah
rumpun yang
berbunga Panjang
tangkai spika cm
48-49
9.62 0.35
1 13.35 a
45-46
8.3 0.6
0.25 3.83 b
42-43
0 c
39-40
0 c
36-37
0 c
33-34
0 c
2. Induksi Pembungaan Dengan Pemberian Paclobutrazol