B. Pokok-Pokok Temuan
1. Pewarisan nilai sejarah lokal melalui pembelajaran sejarah jalur formal
pada siswa SMA di Kudus Kulon
Pembelajaran sejarah lokal yang dilakukan pada jalur formal tampak dari pembelajaran di sekolah. Terkait dengan pewarisan nilai yang terkandung
dalam sejarah lokal, pihak sekolah melalui pelajaran sejarah telah melakukan hal yang optimal. Bentuk optimalisasi tersebut terlihat dari upaya guru sejarah
dalam memanfaatkan sejarah lokal yang ada di Kudus Kulon, mulai dari benda-benda peninggalan sejarah seperti manara, masjid, dan makam Sunan
Kudus, hingga cerita rakyat yang berkembang di masyarakat pada materi pelajaran. Hal tersebut bisa dilakukan karena dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP pelajaran sejarah yang dalam beberapa Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD terdapat materi yang bisa di
hubungkan dengan sejarah lokal di Kudus Kulon. Meskipun demikian, posisi pelajaran sejarah yang sering di nomerduakan karena sering tergeser oleh
pelajaran UAN membuat guru-guru kesulitan untuk memasukan lebih banyak sejarah lokal dan nilai-nilai yang ada karena mereka sudah terbebani dengan
banyaknya materi serta harus melakukan evalusi secara berkala. Untuk menyiasati keterbatasan waktu dan banyaknya materi guru sering memberikan
penugasan untuk mengidentifikasi sejarah lokal yang ada di lingkungan siswa. Hal-hal yang dilakukan guru tersebut bisa dipandang sebagai usaha yang
optimal meskipun hasil yang didapat belum maksimal karena siswa
beranggapan bahwa tugas yang dibuat hanya sekadar menggugurkan kewajiban dan mendapatkan nilai bagus dari guru, untuk masalah pewarisan
nilai keluarga tetap utama.
2. Pewarisan nilai sejarah lokal melalui pembelajaran sejarah jalur
informal pada siswa SMA di Kudus Kulon
Pewarisan sejarah lokal tidak hanya dilakukan pada jalur formal, tetapi juga melalui jalur informal yakni pewarisan nilai yang terjadi di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Pembelajaran sejarah jalur informal menempatkan sejarah bukan sebagai ilmu, tetapi sejarah sebagai cerita. Pewarisan melalui
jalur informal dilakukan dengan pemanfaatan folklore yang berkembang di masyarakat. Di Kudus Kulon folklore yang sangat dominan adalah folklore
tentang sapi pendamai yang mengajarkan toleransi, folklore tentang cerita Saridin yang mengajarkan tentang
thorekot
, dan folklore tentang Gunung Pati Ayam yang mengajarkan tentang semangat hidup dalam berwiraswasta.
Pewarisan nilai melalui jalur informal terjadi sejak proses interaksi pertama dalam keluarga. Sarana yang biasa digunakan adalah ketika semua anggota
keluarga sedang berkumpul. Dalam perkembangannya masyarakat juga berperan aktif dalam pewarisan nilai ketika seorang anak yang beranjak
dewasa mulai terlibat dalam acara-acara tradisi seperti
dan-dangan
dan buka luhur. Pewarisan nilai melalui jalur informal yang dilakukan oleh keluarga dan
masyarakat di Kudus Kulon berfungsi untuk melestarikan budaya dan tradisi yang sudah ada sebelumnya, namun semakin lama eskpetasi warga mulai
berubah dari yang semula mementingkan nilai
value
berubah jadi lebih mementingkan intelektual. Harapan dari orang tua tersebut adalah agar
anaknya kelak bisa mendapat pekerjaan yang layak.
3. Kesinambungan antara pendidikan sejarah jalur formal dan informal