Pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Blora

PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL DI SMA NEGERI 1 BLORA

TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Magister

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh : SARNO NIM: S861008023

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

commit to user

commit to user

commit to user

“Tiada hasil yang di dapat tanpa adanya suatu pengorbanan, tiada pengorbanan yang bisa diberikan secara terus meneruus tanpa adanya suatu keyakinan, dan tiada suatu keyakinan bisa bertahan jika tidak mengetahui untuk apa semuanya ini” (Nardi T. Nirwanto, Pembinaan Mental karate Kyokushinkai Karate-Do Indonesia)

commit to user

Sarno (2012). Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora. Tesis: Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan pembelajaran sejarah lokal Saminisme di SMAN 1 Blora. (2) Mendeskripsikan manajemen perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal Saminisme di SMAN 1 Blora. (3) Mendeskripsikan hasil dan dampak pembelajaran sejarah lokal Saminisme di SMAN 1 Blora.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif studi kasus tunggal bersifat terpancang, karena fokus penelitian ini telah dirumuskan sebelum penelitian dilaksanakan dan variabel-variabelnya sudah ditentukan, sudah terarah pada batasan dan fokusnya pada pembelajaran sejarah lokal.

Lokasi penelitian di SMAN 1 Blora, sedangkan subyek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru sejarah, dan peserta didik. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan studi dokumen. Teknik cuplikan menggunakan purposive sampling. Untuk menguji validitas data menggunakan trianggulasi sumber dan analisis data menggunakan analisis model interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan (1) Paradigma mengajar guru sejarah telah melaksanakan kurikulum KTSP dengan pembelajaran guru tunggal dan tujuan pembelajaran sejarah lokal Saminisme dapat tercapai. (2) Perencanaan pembelajaran sejarah lokal Saminisme sudah dilaksanakan dengan baik, karena semua guru yang mengajar sejarah memang berlatar belakang pendidikan sejarah sehingga berhasil menanamkan nilai-nilai Saminisme kepada peserta didik. (3) Hasil pembelajaran sejarah lokal Saminisme dapat membuat anak tertarik untuk lebih memahami tentang nilai-nilai yang terkandung didalam ajaran Saminisme.

Peneliti menyarankan perlunya guru sejarah untuk membuat buku khusus tentang ajaran Saminisme yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Tetapi jika guru mengalami kesulitan, MGMP perlu bersama-sama membuat buku pegangan mengajar tentang ajaran Saminisme. Sehingga ajaran Saminisme yang berisi tentang etika perilaku dalam pergaulan seperti kejujuran, tolong-menolong, kerja keras, dan bekerja sama dapat dilestarikan dan diteladani oleh peserta didik dimasa-masa yang akan datang tidak lapuk oleh arus globalisasi.

commit to user

Sarno. Local History Instruction at State Senior High School 1 of Blora. Thesis: The Master Program in Educational History, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta, 2012.

The aims of the research are to describe : (1) the Saminisme local history instruction at State Senior High School 1 of Blora; (2) the planning, organizational, and implementing management of the Saminism local history instruction at State Senior High School 1 of Blora; and (3) the results and impacts of the Saminism local history instruction at State Senior High School 1 of Blora.

This research used a descriptive qualitative approach of a single embedded case study and research because their focus were formulated prior to their execution and the variables have been decided and directed to the definition and focus of the local history instruction.

It was conducted at State Senior High School 1 of Blora. The subjects of the research covered the principal, vice-principal, history teachers, and the students. Its data were gathered through in-depth interview, observation, and content analysis (documentation), and its samples were taken by using a purposive sampling technique. Their validity was tested by using a source triangulation and the data were then analyzed by using an interactive model of analysis.

The results of the research show that (1) The history teachers’ instructional paradigms have implemented the curriculum of KTSP with a single teacher-based instruction and the aims of the Saminism local history instruction can be gained. (2) The planning of the Saminism local history instruction has been implemented well because all of the teachers who teach history have the educational background of history education so it succeeded to implant the Saminism values to the students. (3) The result of the Saminism local history instruction can attract the students to understand further values in the Saminism theory.

Based on the results of the research, some recommendations are proposed by the writer. History teachers should be organized to write particular book about the Saminism theory which will be used in the teaching learning proces. However, if the teachers find some difficulties in writing it, MGMP should write it together. As the result, the Saminism theory which contained etiquette how to behave in the social life; such as honesty, helping each other, hard working and cooperation will

be continued and followed by the students and will not disappear by the influence of the globalization current.

commit to user

Sudah semestinya jika dalam pengantar ini penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt atas ridho-Nya, dan menyampaikan terima kasih kepada mereka yang telah ikut membantu tersusunnya tesis ini.

Ungkapan terima kasih itu penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan perijinan dalam peyusunan tesis ini.

3. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. selaku ketua Program Pendidikan Sejarah, yang selalu memberikan dorongan semangat dalam penulisan tesis ini.

4. Prof. Dr. Herman J. Waluyo dan Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. selaku pembimbing penulis, atas bimbingan, dorongan, arahan dan segala bantuannya.

5. Para dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan tekun dan sabar memberi dorongan serta motivasi demi terwujudnya penulisan tesis ini.

6. Kepala sekolah SMAN 1 Blora yang telah memberikan kesempatan melakukan penelitian penyusunan tesis ini.

7. Guru-guru sejarah SMAN 1 Blora yang telah membantu jalannya penelitian.

8. Kepala sekolah SMAN 1 Ngawen yang telah memberikan ijin belajar kepada peneliti.

commit to user

dorongan. 10.Teman diskusi dan sahabatku Didik Budi Handoko. Khoirus Sholeh, Agus

Prasetyo, dan Yuni Faridda, yang telah memberi masukan dan pendalaman untuk kelengkapan tesis ini.

11.Ibunda Warni dan Bapak Suripan (alm.) dan ibu dan bapak mertua Hj.

Kiswatun dan H. Rochmin (alm.), yang telah memberikan dorongan dan doa restu dalam menyusun dan menyelesaikan tesis ini.

12.Istri (Eny Ruhayah, S.Pd.) dan kedua putri (Lis Wahyuni dan Dyah

Keisworini), yang telah banyak memberikan dorongan, motivasi dan pengorbanan dalam penulisan tesis ini.

Selain itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Semoga atas kebaikan mereka Allah meridhoi, Amin.

Surakarta, Januari 2012

Penulis

commit to user

4. Budaya Samin Dalam Pembelajaran Sejarah Lokal……….

31

B. Penelitian yang Relevan………………………………………. 41

C. Kerangka Berpikir………………………………………………

43 BAB III METODE PENELITIAN……………………………………

45

A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………….

45

B. Bentuk dan Strategi Penelitian…………………………………

45

C. Data dan Sumber Data…………………………………………

46

D. Teknik Pengumpulan Data dan Sampling……………………..

47

E. Validitas Data…………………………………………………

49

F. Teknik analisis Data…………………………………………..

49 BAB IV DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN ………………

51

A. Deskripsi Lokasi Penelitian…………………………………..

51

1. Letak Geografis…………………………………………..

51

2. Sejarah Sekolah…………………………………………..

52

3. Keadaan Guru, Karyawan, dan Peserta Didik……………

53

4. Kurikulum dan Kegiatan Belajar Mengajar………………

55

B. Sajian Data …………………………………………………..

59

1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora

59

2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora………….

67

3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora..

68

C. Pokok-pokok Temuan………………………………………..

71

1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal

commit to user

2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora…………

73

3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora..

78

D. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………………… 79

1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora

79

2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora……………

84

3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora….

88 BAB V PENUTUP…………………………………………………….

97

A. Simpulan……………………………………………………….

97

B. Implikasi Hasil Penelitian……………………………………...

103

C. Saran…………………………………………………………...

104 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………

108

commit to user

Halaman Tabel 1

Kualifikasi Pendidikan, Status, Jenis Kelamin, dan Jumlah Guru SMAN 1 Blora………………………..

54 Tabel 2

Penerimaan Peserta Didik Baru SMAN 1 Blora……

54 Tabel 3

Jumlah Peserta Didik SMAN 1 Blora………………

55 Tabel 4

Struktur Program Kurikulum SMAN 1 Blora……...

55 Tabel 5

Jumlah Rombongan Belajar SMAN 1 Blora……….

59 Tabel 6

Materi Pembelajaran Sejarah Kelas X Semester 1 SMAN 1 Blora……………………………………...

62

commit to user

Halaman

Gambar 1 : Kerangka Berpikir……………………………………… 34

Gambar 2 : Pola dan teknis analisis data…………………………… 40

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Gambar-gambar/dokumentasi………………………

121 Lampiran 2 Catatan Lapangan………………………………….

126 Lampiran 3 Skala Likert………………………………………..

155 Lampiran 4 Rakapitulasi Skala Likert………………………….

159 Lampiran 5 RPP………………………………………………..

163 Lampiran 6 Silabus……………………………………………..

171 Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian……………………………….

178

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa lampau merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan masa kini, begitu pula antara masa lampau dengan masa yang akan datang bertemu dengan masa kini, sehingga ada baiknya untuk menengok ke masa lampau sebelum melangkah ke masa depan. Begitulah rangkaian pernyataan yang sering dikemukakan oleh orang-orang arif, filosof, dan sejarawan yang berusaha mengingatkan tentang pentingnya masa lampau.

Pernyataan diatas ternyata bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Masa lampau pantas mendapat perhatian dari semua pihak. Hal ini setidak- tidaknya dibuktikan oleh banyaknya tulisan, kajian-kajian, dan penelitian- penelitian yang berusaha menguak dan mengungkap makna masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. One cannot escape from history (orang tidak dapat lepas melarikan diri dari sejarah) merupakan kata-kata yang sering dan gemar dikemukakan oleh Bung Karno pada masa jayanya (Ruslan Abdulgani, 1963:17).

Soeharto dalam salah satu pesannya kepada generasi muda yang diabadikan diatas sebongkah batu besar pada halaman Kompleks Pusat Komunikasi Pemuda yang terletak disebelah gedung TVRI Senayan-Jakarta, bertuliskan; “Belajar dari sejarah adalah tidak lain usaha untuk membuat sejarah yang lebih baik dan gemilang dimasa depan” (Budhisantoso, 1983/1984:15).

Kalau diperhatikan ungkapan-ungkapan tersebut diatas maka jelaslah bahwa sejarah sebagai salah satu cabang ilmu sosial mempunyai fungsi dan

commit to user

penunjuk dalam menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Karena dengan mempelajari sejarah berarti memperbanyak pengetahuan dan pengalaman- pengalaman, sehingga memperbanyak pula pedoman atau pelajaran hidup. Untuk hal tersebut jauh sebelum abad Masehi, Herodotus dan Cicero sudah mengungkapkan bahwa, historia magistra vitae, yang berarti sejarah adalah guru kehidupan (Sarita Pawiloy, 1986: 25).

Terkait dengan uraian diatas, Sartono Kartodirdjo (1987) mengemukakan bahwa sejarah adalah cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau bangsa dimasa lampau. Pada pribadi, pengalaman membentuk kepribadian seseorang dan sekaligus menentukan identitasnya. Proses serupa terjadi pula pada koletivitas, yaitu pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang membentuk kepribadian nasional dan sekaligus identitas nasionalnya. Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibaratkan sebagai seorang yang telah kehilangan memorinya. Oleh karena itu untuk mengenal identitas suatu bangsa maka pengetahuan sejarah sangat diperlukan. Pentingnya komunikasi antar daerah akan membentuk jaringan yang merupakan kerangka, yaitu tempat melekatnya “darah dan daging sejarah”, ialah fakta-fakta tentang kegiatan interaksi antara golongan lapisan sosial dan antara daerah-daerah.

Berdasarkan arti penting dari sejarah seperti yang dikemukakan diatas, maka peranan pendidikan dan pengajaran sejarah sangatlah berarti dan berguna bagi kepentingan pembangunan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Jadi tidaklah beralasan apabila masih ada segelintir orang yang mencoba menganggap

commit to user

perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi dewasa ini. Dalam masa pembangunan dewasa ini, salah satu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kesadaran nasional sebagai daya mental dalam proses pembangunan nasional dan identitasnya. Struktur kepribadian nasional tersusun dari karakteristik perwatakan yang tumbuh dan melembaga dalam proses pengalaman sepanjang kehidupan bangsa. Dengan demikian kepribadian dan identitasnya bertumpu pada pengalaman kolektif, yaitu pada sejarahnya. Dalam konteks pembentukan identitas bangsa, maka pengetahuan sejarah mempunyai fungsi yang fundamental (Sartono Kartodirdjo, 1989).

Terhadap kepribadian dan identitas suatu bangsa maka pembelajaran sejarah lokal merupakan juga salah satu sarana dan sumber untuk lebih memahaminya secara mendalam. Apalagi kalau bangsa itu tersusun dari berbagai suku atau etnis. Hal ini dapat diungkapkan bahwa untuk mengetahui kesatuan yang lebih besar, maka bagian yang lebih kecil itupun harus dapat dimengerti dengan baik. Terkait dengan hal tersebut, Sartono Kartodirdjo sebagaimana dikutip oleh (Widja,1989) mengemukakan bahwa seringkali hal-hal yang ada di tingkat nasional baru dapat dimengerti dengan lebih baik, apabila dimengerti dan dipahami pula dengan baik perkembangan ditingkat lokal. Hal-hal ditingkat lebih luas itu bisaanya hanya memberikan gambaran dari pola-pola umum saja, sedangkan situasinya yang lebih kongrit dan terperinci baru dapat diketahui dengan melalui gambaran sejarah lokal.

commit to user

mempunyai peranan penting untuk memahami diri sebagai suatu bangsa dengan berbagai masalah yang dihadapi sekarang. Disamping itu, kepentingan lain dari adanya pembelajaran dan penulisan sejarah lokal menurut Lapian (1980) adalah: (1) Untuk mengenal berbagai peristiwa sejarah di daerah-daerah seluruh Indonesia dengan lebih baik dan lebih bermakna; (2) Untuk dapat mengadakan koreksi terhadap generalisasi-generalisasi yang sering dibuat dalam penulisan sejarah nasional; (3) Guna memperluas pandangan tentang dunia Indonesia, maksudnya ialah untuk meningkatkan saling pengertian diantara kelompok- kelompok etnis yang ada di Indonesia dengan jalan meningkatkan pengetahuan kesejarahan dari masing-masing kelompok terhadap kelompok lainnya.

Pembelajaran sejarah lokal di sekolah dapat mempergunakan sumber

kehidupan sosial dan kehidupan budaya masyarakat setempat. Para peserta didik akan lebih mengenal dan akrab dengan kehidupan sosial budaya dan memperoleh contoh yang kongkret. Sejarah lokal sebagai suatu materi pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Blora berisi tentang aspek-aspek kesejarahan dari ajaran Samin Surosentiko, yang kita kenal dengan tradisi lisan masyarakat Samin (Saminisme). Dalam membahas Saminisme, yang perlu mendapat perhatian adalah memahami gerakan Samin Surosentiko, memahami tradisi lisan masyarakat Samin, dan memikirkan kelestarian tradisi lisan masyarakat Samin, serta keteladanan yang dapat diambil dari tradisi lisan masyarakat Samin untuk peserta didik.

Penelitian mengenai masyarakat Samin yang dilakukan oleh Soerjanto Sastroatmodjo (2003), mengungkap tentang gerakan masyarakat Samin pimpinan

commit to user

pada kesusilaan. Inilah yang menjadi segala aksi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda antara tahun 1880-1910, yang kemudian diikuti dengan gerakan moral yang diwujudkan dalam tata kemasyarakatan yang mandiri.

Penelitian mengenai masyarakat Samin juga dilakukan oleh Titi Mumfangati dkk. Hasil dari penelitian menyebutan bahwa masyarakat Samin adalah masyarakat yang memiliki ciri-ciri khusus yang menjadi identitas mereka dalam penampilan sehari-hari. Identitas itu menunjukkan karakter dan kelengkapan mereka sesuai dengan ajaran Samin Surosentiko yang mereka pertahankan dari waktu ke waktu. Dengan adanya ciri khas tersebut mereka akan merasa bangga mengenakannya pada saat-saat tertentu, seperti pertemuan rutin, hajatan, dan sebagainya. Masyarakat Samin mempunyai kehidupan yang cukup unik dan menarik untuk dikaji. Ajaran-ajaran dari Samin Surosentiko pada dasarnya merupakan ajaran yang positif terutama yang berkaitan dengan aspek kejujuran, kesederhanaan hidup, dan semangat kerja. Untuk itu perlu diungkap dan dipelajari lebih lanjut untuk diambil segi-segi positifnya.

Menurut Finberg dan Skipp (1973: 25-44) mengatakan bahwa sasaran sejarah lokal adalah asal-usul, pertumbuhan, kemunduran, dan kejatuhan dari kelompok masyarakat lokal.

Pembelajaran sejarah lokal ada sejak kurikulum 1994 (kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif) pelaksanaannya berpedoman kepada Undang-Undang Nomor

2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dan dipraktekkan dikelas secara bertahap mulai tahun pelajaran 1994/1995, berdasarkan Surat

commit to user

mempertimbangkan persiapan berbagai sarana demi kelancaran pelaksanaan kurikulum 1994, juga mempertimbangkan faktor kemampuan guru.

Semenjak Reformasi tahun 1999 terjadi beberapa kali perubahan dibidang kurikulum, utamanya dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 1999 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) tahun 2004. KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut:

1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (http://wijayalabs.multiply.com. diunduh 14 April 2011). Menurut KTSP dan seiring dengan adanya Otonomi Daerah (Otoda),

masing-masing daerah kabupaten atau propinsi diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi lokal didaerah tersebut untuk dikembangkan dengan memasukkan kedalam materi pembelajaran di sekolah. Bahan kajian dari suatu mata pelajaran dapat dijabarkan dan ditambah sesuai dengan keadaan lingkungan setempat. Hal tersebut memberi kesempatan bagi guru untuk menyesuaikan tujuan, isi bahan kajian, program kegiatan belajar mengajar dan penilaian. (Hermana Somantrie, 1993: 35).

commit to user

pengajaran dan beberapa tuntutan kurikulum. Guru dapat memperingan tugas yang berkaitan dengan kegiatan belajar – mengajar dibahas bersama melalui pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Implementasi KTSP di SMA oleh pemerintah memberi otonomi bagi sekolah untuk memilih materi tertentu dalam pembelajaran yang ada kaitannya dengan potensi di daerah. Adanya otonomi sekolah ini dimanfaatkan oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejarah Kabupaten Blora memasukkan sejarah lokal yaitu tradisi lisan masyarakat Samin dalam pembelajaran sejarah Kelas X pada Standart Kompetensi (SK) Memahami prinsip dasar ilmu sejarah dan Kompetensi Dasar (KD) Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. Walaupun hanya sedikit waktu yang tersedia, tetapi paling tidak guru dapat memperkenalkan kepada peserta didik mengenai tradisi lisan masyarakat Samin yang ada di wilayah kabupaten Blora. Harapan dari peneliti adalah tradisi lisan masyarakat Samin Kabupaten Blora dapat dikenali oleh peserta didik yang menyangkut tradisi, ajaran, dan pandangan hidup yang baik dari masyarakat Samin dapat diambil sebagai suri tauladan bagi mereka.

MGMP sejarah SMA Kabupaten Blora memilih Saminisme menjadi materi sejarah lokal karena apabila kita bermaksud menyususn historiografi Indonesia yang baru, artinya yang Indonesiasentris, maka perjuangan tokoh-tokoh terlupakan seperti Samin Surosentiko ini patut diperhatikan sebagai bahan studi yang layak. Apalagi sumber-sumber tentang itu masih dapat dilacak, baik

commit to user

Dagsregister dan dokumen historis di Bojonegoro, Rembang, dan Pati, karena di daerah itulah gerakan Samin Surosentiko terjadi. Ajaran Samin Surosentiko sampai sekarang masih banyak dianut oleh masyarakat di kabupaten Blora. Samin Surosentiko menjadi seorang pemimpin besar, bahkan seorang mesias dikalangan pengikutnya, tetapi tokoh ini terlupakan oleh penulis sejarah.

Sejarah lokal termasuk budaya lokal sangat penting untuk dijadikan materi pembelajaran di sekolah. Karena sejarah atau budaya lokal merupakan potensi daerah yang perlu ditumbuh kembangkan, dilestarikan, dan dikenali oleh generasi muda agar tidak punah. Dalam usahanya untuk melestarikan dan mengembangkan potensi daerah inilah pemerintah memberi otonomi kepada sekolah, juga pemerintah kabupaten kota dan propinsi mengembangkan dan memasukkan sejarah lokal ke kurikulum sekolah.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, ada dua fungsi kebudayaan yaitu: 1) sebagai sistem gagasan dan perlambangan yang memberi identitas kepada warga masyarakat dan

2) sebagai sistem gagasan atau pralambang yang dapat digunakan oleh semua warga masyarakat yang majemuk sehingga dapat saling berkomunikasi untuk memperkuat solidaritas.(Koentjaraningrat, 1990 ).

Dengan memasukkan sejarah lokal ke kurikulum sekolah, maka peserta didik tidak akan terasing dengan lingkungannya. Peserta didik akan lebih kenal dengan sejarah daerahnya sehingga mereka akan rumongso handarbeni, rumongso melu hangrungkepi, dan mulat saliro angrosowani. Mereka merasa ikut memiliki,

commit to user

lokal yang ada di daerahnya. Mereka akan mengenali tokoh-tokoh lokal di daerahnya.

Dalam kajian anthropologi, sastra lisan termasuk dalam jenis folklore lisan. Folklore (Danandjaja, 2002:2) yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun diantara kolektif apa saja, secara tradisional dan versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Tradisi lisan adalah berbagai pengetahuan dan adat kebisaaan secara turun temurun disampaikan secara lisan.Adapun bentuk-bentuk tradisi lisan antara lain cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyayian rakyat.

Masyarakat Samin menyebut dirinya wong sikep (orang yang bertanggung jawab), dan disebut Samin karena mereka mempunyai pemimpin yang bernama Samin Surosentiko. Samin Surosentiko mengajarkan kepada pengikutnya untuk berbuat kebajikan, dan kesabaran, kesederhanaan, kejujuran, bekerja sama, tolong menolong, dan kerja keras. Hal yang berkaitan dengan masyarakat Samin cukup banyak, dan – terutama tradisi lisan masyarakat Samin - yang identik dengan masyarakat Blora. Orang mendengar kata “Samin”pasti akan teringat dengan Blora, walaupun di kabupaten lain seperti Pati, Kudus,Rembang, Tuban, dan, Bojonegoro, juga ada masyarakat Samin.

commit to user

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pemahaman guru terhadap silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)?

2. Bagaimanakah implementasi nilai pedagogis dalam silabus, dan RPP mengenai materi Saminisme?

3. Bagaimanakah dampak instruksional implementasi budaya masyarakat Samin dalam pembelajaran sejarah lokal terhadap peserta didik?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Blora mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan pemahaman guru terhadap silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

2. Untuk mendeskripsikan implementasi nilai pedagogis dalam silabus, dan RPP mengenai materi Saminisme.

3. Untuk mendeskripsikan dampak instruksional implementasi budaya masyarakat Samin dalam pembelajaran sejarah lokal terhadap peserta didik.

commit to user

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Dapat memberikan informasi kepada peserta didik SMA Negeri 1 Blora.

2. Menjadi obyek studi lanjutan untuk memperkaya pengetahuan tentang Saminisme.

3. Sebagai bahan pertimbangan terhadap Dinas yang terkait dilingkungan pemerintah Kabupaten Blora khususnya, dan pemerintah Indonesia pada umumnya dalam pelestarian dan pembinaan budaya daerah.

commit to user

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Sejarah

Sebelum dibicarakan mengenai belajar sejarah secara lebih jauh, perlu disajikan terlebih dahulu mengenai pengertian sejarah. Sejarah memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan sudut pandang para sejarawan dalam memberikan pengertian sejarah. Kuntowijoyo mengatakan bahwa sejarah merupakan rekonstruksi masa lalu tentang apa saja yang mudah diperkirakan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh orang (Kuntowijoyo, 1995 : 7). Pengertian yang dimajukan oleh Kuntowijoyo tersebut tidak membatasi terhadap perolehan, sehingga apa saja dapat disebut dengan sejarah asalkan memenuhi syarat untuk disebut sejarah.

Menurut Hill, sejarah diartikan sebagai catatan masa lampau suatu bangsa, berdasarkan penyelidikan kritis dari dokumen-dokumen dan kenyataan-kenyataan lain.(Hill,1956 :12). Pengertian tersebut menekankan pada pengusutan kebenaran sejarah melalui penafsiran sejarah. Penghargaan terhadap obyektifitas kenyataan dengan subyektifitas tafsiran merupakan satu hal sebagai kunci untuk kemajuan sejarah.

Berdasarkan dua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejarah merupakan catatan sebagai rekonstruksi masa lampau kehidupan manusia yang didasarkan pada penyelidikan kritis terhadap kenyataan masa lampau tersebut dalam batasan wilayah tertentu. Pengertian ini mendasarkan diri pada kenyataan

commit to user

wilayah tertentu sesuai dengan tarap perkembangan kehidupannya. Menurut Kuntowijoyo kegunaan sejarah ada dua; pertama kegunaan intrinsik yaitu kegunaan sebagai pengetahuan, meliputi (a) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau,(b) sejarah sebagai cara memahami masa lampau (c) sejarah sebagai pernyataan pendapat dan (d) sejarah sebagai profesi. Kedua kegunaan ekstrinsik, yaitu sumbangan terhadap luar dirinya. Secara ekstrinsik sejarah memiliki fungsi pendidikan, ilmu bantu, latar belakang, rujukan dan sebagai bukti.

Berbagai kegunaan sejarah yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa pada dasarnya sejarah sangat diperlukan bagi kehidupan manusia. Sejarah perlu disebarluaskan dan diajarkan kepada setiap generasi umat manusia.Sedangkan satu fungsi khusus mengajarkan sejarah di sekolah-sekolah adalah membantu mengembangkan pada anak didik cinta terhadap tanah airnya, dan pengertian tentang adat istiadat dan cara-cara hidupnya, bagaimana tanah airnya telah bersatu atau bagaimana telah membebaskan dirinya dari kekuasaan-kekuasaan asing, bagaimana pemerintahannya terjadi keistimewaan adat dan kebisaaannya, perubahan-perubahan apa yang terjadi dalam kehidupan ekonomi dan sosialnya berlingkup satu negara. Kondisi yang ada saat ini telah memaksa setiap warga negara untuk menaruh perhatiannya kepada permasalahan yang melampaui batas tanah airnya.

Besarnya kegunaan sejarah dalam kehidupan umat manusia menjadi faktor pendorong seseorang mempelajari sejarah. Jadi belajar sejarah adalah sikap

commit to user

konsentrasi, pemahaman dan pelibatan diri dan pencegahan terhadap segala yang bertentangan dengan hal tersebut diatas dalam kaitannya dengan bidang studi sejarah.

Menurut Taufik Abdullah mendifinisikan sejarah lokal sebagai sejarah dari suatu tempat, suatu locality yang batasnya ditentukan oleh perjanjian penulis sejarah. (Taufik Abdullah, 1985: 15).Penulis sejarah lokal bebas menentukan batasan penulisannya, apakah dengan wilayah, kajian geografis, atau etnis yang ada dalam suatu daerah atau beberapa wilayah tertentu.

Belajar sejarah pada dasanya adalah belajar tentang kehidupan masyarakat. Berbagai aspek kehidupan dapat dipelajari dalam sejarah. Pembelajaran sejarah di sekolah sebaiknya lebih mudah dipahami peserta didik. Dalam pembelajaran sejarah hendaknya peserta didik dapat melihat langsung kehidupan yang nyata. Sejarah lokal dalam konteks pembelajaran di sekolah tidak hanya sebatas sejarah yang dibatasi oleh lingkup ruang yang bersifat administratif belaka, seperti sejarah provinsi, sejarah kabupaten, sejarah kecamatan, dan sejarah desa. Bertolak dari sejarah lokal inilah peserta didik dapat menyadari akan kekayaan tema kehidupan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat sekitarnya, sehingga peserta didik akan lebih bisa memahami dan memaknai peristiwa sejarah.

Walaupun sebagian dari kalangan awam baik itu orang tua murid maupun peserta didik di sekolah mempertanyakan tentang adanya kegunaan pelajaran sejarah yang secara umum mereka ketahui hanyalah sebuah cerita atau dongeng tentang masa lalu, padahal secara kenyataannya bukan seperti itu, para ahli telah

commit to user

terdapat tiga kegunaan sejarah, yaitu: guna edukatif, guna inspiratif, dan guna rekreatif dan instruktif.

Sejarah memiliki guna edukatif karena sejarah dapat memberikan kearifan bagi yang mempelajarinya, yang secara singkat dirumuskan oleh Bacon: histories make man wise . Sejarah yang memberikan perhatian pada masa lampau tidak dapat dipisahkan dari kemasakinian, karena semangat dan tujuan untuk mempelajari sejarah ialah nilai kemasakiniannya. Hal ini tersirat dari ungkapan Benedetto Croce bahwa all history is contemporary history, yang kemudian dikembangkan oleh Carr bahwa sejarah adalah unending dialogue between the present and the past (Widja, 1988: 49-50). Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kita dapat memproyeksikan masa lampau ke masa kini, maka kita dapat menemukan makna edukattif dalam sejarah.

Sejarah memiliki guna inspiratif karena sejarah dapat memberikan inspirasi kepada kita tentang gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan masa kini, khususnya yang berkaitan dengan semangat untuk mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa dan pembangunan bangsa.

Sejarah memiliki guna rekreatif karena dengan membaca tulisan sejarah kita seakan-akan melakukan perlawatan sejarah karena menerobos batas waktu dan tempat menuju zaman masa lampau untuk mengikuti peristiwa yang terjadi. Sementara itu guna instruktif merupakan kegunaan sejarah untuk menunjang bidang-bidang ketrampilan tertentu (Nugroho Notosusanto, 1979: 2-3).

commit to user

dapat dikemukakan bahwa sejarah memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan pada umumnya dan pendidikan karakter bangsa pada khususnya. Melalui sejarah dapat dilakukan pewarisan nilai-nilai dari generasi terdahulu ke generasi masa kini. Dari pewarisan nilai-nilai itulah akan menumbuhkan kesadaran sejarah, yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan watak bangsa (nation character building).

Pewarisan nilai-nilai dari generasi ke generasi ini dapat dilakukan dengan penggalian dan penyampaian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah disekolah, adapun pengertiannya sebagai berikut: sejarah lokal dalam konteks pembelajaran di sekolah tidak hanya sebatas sejarah yang dibatasi oleh keruangan yang bersifat administratif belaka, seperti sejarah propinsi, sejarah kabupaten, sejarah kecamatan dan sejarah desa. Lokal disini juga lebih dijelaskan lagi oleh Taufik Abdullah (1985: 15) bahwa: pengertian kata lokal tidak berbelit-belit, hanyalah tempat dan ruang. Jadi sejarah lokal hanyalah berarti sejarah dari suatu tempat, suatu locality, yang batasannya ditentukan oleh perjanjian yang diajukan penulis sejarah. Batasan geografisnya dapat suatu tempat tinggal suku bangsa, yang kini mungkin telah mencangkup dua-tiga daerah administratif tingkat dua atau tingkat satu (suku bangsa Jawa, umpamanya) dan dapat pula suatu kota, atau malahan suatu desa.

2. Sejarah Lokal

Pembelajaran sejarah dalam proses pendidikan formal di Indonesia berlangsung sejak tahun 1959 (Sukamto,1992:5). Di sekolah agama seperti

commit to user

mengenalkan peserta didiknya mengenai riwayat hidup Nabi Muhammad S.A.W. dan proses lahirnya Islam. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari orang tua sering berkisah diwaktu senggang menjelang tidur anak-anaknya, tentang kejadian masa lampau yang dialaminya. Dengan cerita seperti itu orang tua mengharapkan anak-anaknya akan mengambil suatu hal yang baik dari apa yang telah diceritakannya. Tidak disadari orang tua di daerah Blora kadang-kadang menjadi sumber sejarah lokal,seperti menceritakan Gunandar (seorang perwira polisi yang dibunuh oleh PKI tahun 1965 di hutan jati sebelah utara Randublatung), pembunuhan orang-orang yang dianggap PKI oleh lawan politiknya yang dikubur secara massal dihutan jati, cerita tentang Den (Raden) Sujud, salah satu bupati Blora dengan kesaktiannya, dan cerita tentang masyarakat Samin. Dari kenyataan semacam itu tujuan orang tua pada anaknya adalah untuk mendidik dengan cara mengingat masa lampau.

Burckart (dalam Sanusi, 1992:3) mengatakan sejarah adalah suatu perjuangan manusia yang panjang dan dengan akalnya memahami lingkungannya yang kemudian manusia melaksanakan perannya. Dari kalimat ini jelas bahwa sejarah memberikan pelajaran kepada manusia agar manusia dapat mempelajari segala peristiwa masa lampau dan mengenal lingkungannya untuk meneruskan kehidupan umat manusia di permukaan bumi ini.

Memasukan sejarah lokal sebagai suatu kurikulum di sekolah memegang peranan yang sangat urgen untuk membangkitkan kecintaan peserta didik kepada daerahnya. Taufik Abdullah (1978: 15) mendefinisikan sejarah lokal sebagai

commit to user

perjanjian penulis sejarah. : http://detik.com, diunduh 14 April 2011.

3. Pembelajaran Sejarah Lokal Pembelajaran sejarah lokal di SMA didasarkan pada UU RI No. 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasinal Pendidikan. Kedua perautan tersebut mengamanatkan dilaksanakannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standart isi yang didalamnya memuat materi muatan lokal yang harus diajarkan oleh masing-masing sekolah sesuai dengan keadaan daerahnya. Muatan Lokal inilah oleh SMA di Kabupaten Blora dimanfaatkan untuk memasukkan materi sejarah lokal.

Untuk memahami tentang pembelajaran alangkah baiknya kita perlu memahami tentang pengertian belajar. Beberapa pendapat dari para ahli tentang belajar adalah sebagai berikut. Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman (2007 : 20) sebagai berikut: Cronbach “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience ”. Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Geoch, mengatakan: “Learning is a change in performance as a result of practice ”. Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek.

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Belajar akan lebih baik jika subyek belajar mengalami atau melakukan, jadi tidak

commit to user

rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan. Thursan Hakim (2003: 1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebisaaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan lain-lain. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan didalam proses belajar.

Menurut Crow & Crow (1992): “Belajar adalah diperolehnya kebisaaan- kebisaaan, pengetahuan dan sikap baru”. Dari beberapa pengertian diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Menurut Moh. Surya (1985) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam: kebisaaan, ketrampilan, pengamatan, berfikir asosiatif, berfikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi (menghindari hal yang mubazir), apresiasi, dan perilaku afektif.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan

commit to user

peserta didik yang kurang baik akan mempengaruhi hasil belajarnya. Menurut Kartono (1995:6) “guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar”. Oleh sebab itu, guru dituntut menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.

Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.

Salah satu tugas utama guru adalah melaksanakan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Manajemen pembelajaran harus diarahkan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh peserta didik. Guru perlu didorong untuk terus menyempurnakan strateginya guna pencapaian tersebut dapat lebih efektif dan efisien.

Tahapan manajemen pembelajaran melalui empat tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pelaksanaan, dan (4) pengendalian (Depdikbud, 2005:.11). Pada tahap perencanaan, kurikulum dijabarkan menjadi rencana pembelajaran, yang didalamnya mulai dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) menjadi silabus, penentuan kriteria ketuntasan minimal, program tahunan, program semester, hingga rencana program pembelajaran yang merupakan program paling rinci dari sebuah kompetesi dasar dalam bentuk

commit to user

program tahunan, program semester, dan rencana pembelajaran maka guru harus membuatnya. Dalam pembuatan tersebut dapat dilakukan secara perorangan namun sebaiknya dibuat bersama dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) jika ada kesulitan atau masalah yang timbul dalam penyusunan dapat dipecahkan secara bersama. Mengingat materi sejarah lokal yang mana tidak semua sekolah melaksanakannya, maka seyogyanya dibuat di forum MGMP. Sehingga materi yang disampaikan kepada peserta didik bisa sama antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain dalam lingkup satu kabupaten. Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajaran sejarah lokal dapat tercapai.

merupakan tahap

pengorganisasian bahan pembelajaran, pengaturan tugas kepada peserta didik, hal ini perlu agar beban peserta didik tidak terlalu berat dalam mengerjakan tugas. Penggunaan ruang media atau kelas diatur sedemikian rupa sehingga dalam pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.

Tahap pelaksanaan, adalah tahap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru bersama peserta didik didalam kelas, laboratorium, lapangan, atau tempat belajar lainnya. Dalam hal ini guru dan peserta didik hendaknya dapat melakukan sinergi. Guru melakukan supervisi untuk membantu peserta didik dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran. Guru yang profesional dalam pembelajaran, menurut Suyanto, (2006:2) adalah guru yang memiliki kemampuan terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk

commit to user

menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua peserta didik.

Tahap pengendalian, terdapat dua aspek yaitu, (1) evaluasi dikaitkan dengan tujuannya, dan (2) pemanfaatan hasil evaluasi. Evaluasi memiliki tujuan ganda, yaitu terkait dengan peserta didik untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran dan kesulitan peserta didik. Sedangkan yang terkait dengan guru untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan pembelajaran yang dilaksanakan. Dengan demikian maka hasil evaluasi seharusnya benar-benar dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang diupayakan selalu meningkat kualitasnya.

Pembelajaran sejarah memiliki peran mengaktualisasikan pembelajaran dan pendidikan intelektual (intellectual training), serta pembelajaran dan pendidikan moral bangsa. Unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual (intellectual training) pada pembelajaran sejarah tidak hanya memberikan gambaran masa lampau, tetapi juga memberikan latihan berpikir kritis, menarik kesimpulan, menarik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajari. Latihan berpikir kritis dilakukan dengan pendekatan analitis, salah satunya melalui pertanyaan “mengapa” (why) dan “ bagaimana” (how) dapat melatih peserta didik berpikir kritis dan analitis, berbeda dengan bentuk pertanyaan “siapa” (who), “apa” (what), “dimana” (where), dan “ kapan” (when).

commit to user

sejarah berorientasi pada pendidikan kemanusiaan (humaniora) yang memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma (Gottschalk, 1975:10). Hasil pembelajaran sejarah menjadikan peserta didik berkepribadian kuat,mengerti sesuatu agar dapat menentukan sikapnya. Pentingnya pengertian tentang sejarah untuk kehidupan sehari-hari membuat peserta didik mempunyai alat untuk menyingkap tabir rahasia gerak masyarakat. Dengan sejarah dapat diketahui hasil- hasil perjuangan sejak jaman dahulu. Sejarah dapat diibaratkan pendidik, karena dapat mendidik jiwa manusia lewat hasil yang dicapainya (Trevelyan, 1967:228). Ketrampilan guru diperlukan didalam kelas untuk memberikan gambaran peristiwa sejarah secara jelas kepada peserta didik, sehingga peserta didik mempunyai gambaran dari suatu peristiwa sejarah. Gambaran peristiwa sejarah yang diterima peserta didik diharapkan dapat berpengaruh pada sikap dan prilaku peserta didik sesuai dengan tujuan dari pendidikan dan pembelajaran sejarah.

Peserta didik dalam pembelajaran sejarah mendapatkan informasi kesejarahan dari guru yang berhubungan dengan ciri peristiwa sejarah, yaitu what, when, who, where, why , dan how. Imajinasi diperlukan peserta didik, karena mereka diajak oleh guru memahami suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Peristiwa masa lampau sebagai peristiwa sejarah dari segi waktu adalah peristiwa yang sudah lama terjadi dan wujudnya hanya berupa rekonstruksi sumber-sumber masa lalu, tempat dan pelaku dalam peristiwa tersebut tidak dikenal dan tidak dapat dihubungi. Gambaran peristiwa sejarah yang diterima peserta didik selanjutnya dihapalkan, dihayati, dan diamalkan. Permasalahan

commit to user

gambaran sejarah tersebut dapat dipahami oleh peserta didik dengan benar.

Pembelajaran sejarah agar menarik dan menyenangkan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain mengajak peserta didik pada peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi disekitar peserta didik. Lingkungan disekitar peserta didik terdapat berbagai peristiwa sejarah yang dapat membantu guru untuk mengembangkan pemahaman peserta didik tentang masa lalu. Umumnya peserta didik akan lebih tertarik terhadap pelajaran sejarah bila berhubungan dengan situasi nyata di sekitarnya. Sehingga peserta didik dapat menggambarkan suatu peristiwa masa lalu seperti dalam pelajaran sejarah.

Kondisi nyata di sekitar peserta didik dapat digunakan oleh guru sebagai cara untuk menggambarkan atau mengantarkan suatu peristiwa sejarah. Seperti diketahui bahwa setiap daerah di Indonesia mengalami perjalanan waktu dan perubahan dari jaman pra sejarah sampai sekarang. Banyak daerah menyimpan berbagai peninggalan sejarah sebagai bukti otentik terjadinya peristiwa sejarah disuatu daerah. Pristiwa-peristiwa sejarah ditiap daerah di Indonesia mempunyai benang merah yang saling berkaitan. Setelah memperkenalkan peristiwa sejarah yang ada di sekitar peserta didik, guru dapat membawa peserta didik pada lingkup yang lebih luas.

Peristiwa sejarah disekitar peserta didik diharapkan dapat membantu memahami bentuk-bentuk dan terjadinya peristiwa masa lalu. Penggunaan peristiwa sejarah disekitar peserta didik dapat juga digunakan sebagai contoh untuk menerangkan konsep-konsep kesejarahan, seperti; konsep tentang

commit to user

lingkup sekitar peserta didik atau lokal, selanjutnya diarahkan ke lingkup daerah lain, dan nasional bahkan internasional dikenal sebagai pembelajaran induktif.

Pembelajaran sejarah bukan hanya untuk menanamkan pemahaman masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan adanya perkembangan masyarakat, kebangsaan dan cinta tanah air, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia; melainkan ditekankan pada kegiatan yang dapat memberikan pengalaman untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan kecintaan pada manusia secara universal. Pembelajaran sejarah juga menekankan pada cara berpikir, bernalar, kematangan emosional dan sosial, serta meningkatkan kepekaan perasaan dan kemampuan untuk memahami dan menghargai perbedaan. Pembelajaran sejarah adalah bagian dari proses penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan (Abbas, 1998: 83).