Gastritis Kronis BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Gastritis

10. Iradiasi dan pembekuan lambung 11. Trauma mekanis misal inkubasi nasogastrik 12. Gastrektomi distal Salah satu atau beberapa pengaruh yang disebutkan diatas diperkirakan berkerja melalui mekanisme berikut ini: meningkatkan sekresi asam yang dibarengi difusi-balik, produksi buffer bikarbonat yang menurun, berkurangnya aliran darah, kerusakan lapisan mukus dan epitel. Tidak mengherankan bahwa kondisi tersebut bersifat sinergistik mengakibatkan kerusakan mukosa. Selain itu, cedera iskemik memperberat efek difusi- balik ion hidrogen. Gangguan-gangguan lain yang dapat merusak mukosa adalah regurgitasi asam empedu yang bersifat seperti larutan deterjen dan lisolesitik yang berasal dari duodenum proksimal serta kurangnya sistesis prostaglandin oleh mukosa. Perlu ditekankan bahwa cukup banyak pasien mengalami gastritis idiopatik tanpa penyebab yang jelas

b. Gastritis Kronis

Etiologi utama gastritis kronik adalah sebagai berikut : 1. Infeksi kronik H. Pylori 2. Imunologik autoimun menyebabkan anemia pernisiosa 3. Toksik, misalnya alkohol dan merokok 4. Pasca bedah, terutama setelah tindakan antrektomi yang diikuti gastroenterostomi dengan refluks sekresi duodenum yang mengandung empedu 5. Motorik dan mekanis, termasuk obstruksi, bezoar isi lambung yang memadat dan atonia lambung 6. Radiasi 7. Penyakit granulomatosa misalnya penyakit crohn 8. Lain – lain amiloidosis, penyakit graft-versus-host, uremia Infeksi helicobacter pylori dan gastritis cronik Sejauh ini faktor etiologi terpenting grastitis cronik adalah infeksi kronik oleh basil h. pylori. Keterkaitan ini ditemukan pada tahun 1983,ketika bakteri tersebut diberi nama campylobakter pyiliridis. Sejak saat itu, studi-studi tentang Hapylori menghasilkan banyak pengetahuan tentang sifat bakteri ini dan perannya dalam patogenesis penyakit lambung. Genom lengkap bakteri ini telah berhasil diketahui. Terapi efektif dengan antibiotik merupakan trobosan baru dalam penanganan gastritis kronik dan penyakit tukak peptik. H. pylori terdapat pada 90 pasien gastritis kronik yang mengenai antrum. Angka kolonisasi meningkat seiring usia, mencapai 50 pada orang amerika dewasa yang asimptomatik dan berusia lebih dari 50 tahun. Prevalensi infeksi pada orang dewasa dipuerto rico melebihi 80. Disini dan ditempat lain infeksi ini endemik, organisme ini cenderung didapat pada masa kanak dan menetap hingga puluhan tahun. Cara penularan H. pylori belum diketahui pasti diduga melalui penularan mulut ke mulut, oral fekal, dan lingkungan. H. pylori adalah batang negativ-gram kurvi limier yang tidak membentuk spora dan berukuran sekitar 3,5x0,5 mm. Hapylori merupakan bagian dari genus bakteri yang telah beradaptasi terhadap lingkungan ekologik yang dihasilkan oleh mukus lambung yang sebenarnya bersifat letal bagi kebanyakan bakteri. Sifat khusus yang menyebabkannya subur antara lain sebagai berikut :  Mortilitas dengan flagella sehingga bakteri ini dapat berenang di dalam mukus encer  Pembentukan urease, yang menghasilkan amonia dan karbondioksida dari urea endogen yang nantinya fungsi sebagai buffer asam lambung disekitar organisme.  Ekspresi adhesin bakteri, misalnya Bab A yang mengikat antigen golongan darah lewis B terflukosilasi. Protein ini meningkatkan perlekatan bakteri ke sel yang memiliki antigen golongan darah O  Ekspresi toksin bakteri, misalnya cytotoksin associated gene A CagA dan vakuolatin sitotoksin gene A VacA. Genom. H. pylori terdiri dari 1,65 juta pasangan basa dan mengode sekitar 1.500 protein studi – studi molekular besar mengisyaratkan bahwa bakteri menyebabkan gastritis dengan cara merangsang pemnbentukan sitokin proinflamasi dan secra langsung merusak sel epitel dibahas kemudian. Setelah pajanan H. Pylori yang pertama kali, perjalanan gastritis terbagi menjadi 2 pola : gastritis tipe – antrum yang ditandai oleh pembentukan asam yang tinggi serta peningkatan resiko terjadinya tukak duodenum, dan pan gastritis, yang diikuti oleh atrofi multi volkal gastritis atrofik multi vokal dengan sekresi asam lambung yang rendah dan resiko tinggi terjadinya denokarsinoma. Mekanisme yang mendasari perbedaan ini belum jelas, tetapi hubungan penjamu-mikroorganisme tampaknya memainkan peranan penting. Telah dikembangkan pemeriksaan diagnostik untuk mendeteksi H.Pylori. Pemeriksaan invasif terdiri dari uji serologi untuk antibodi, deteksi bakteri di feses dan uji napas urea. Uji invasif didasarkan pada identifikasi H. Pylori di jaringan biopsi lambung. Penderitan gastritis kronik dan penderita infeksi H. Pylori biasanya membaik apabila diobati dengan antibiotik. Kekambuhan disebabkan oleh munculnya orgaisme ini kembali. Regimen pengobatan saat ini meliputi antibiotik dan inhibitor pompa hidrogen. Pengembangan vaksin profilaksis dan terapeutik masih berada dalam tahap awal, tetapi vaksin ini diharapkan mengeradikasi atau paling tidak mengurangi prevalensi infeksi H. Pylori di seluruh dunia. Gastritis Autoimun Sebanyak 10 kasus gastritis kronik merupakan gastritis autoimun. Penyakit ini terjadi karena adanya autoantibodi terhadap komponen sel parietal kelenjar lambung, termasuk antibodi terhadap enzim penghasil asam H + - K + ATPase, reseptor gastrin dan faktor intrinsik. Kerusakan kelenjar dan atrofi mukosa menyebabkan berkurangnya produksi asam. Untuk kasus yang berat, kemampuan pembentukan faktor intrinsik ini menghilang. Sehingga timbul anemia pernisiosa. Bentuk gastritis yang tidak lazim ini dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti tiroiditis hashimoto, penyakit addison, dan diabetes tipe 1. Pasien gastritis autoimun memiliki resiko yang lebih tinggi terkena karsinoma lambung dan tumor endokrin tumor karsinoid

2.4 Morfologi Gatritis