BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gastritis
Diagnosis gastritis sering digunakan secara berlebihan, dan sering juga luput didiagnosis. Diagnosis gastritis sering dipakai secara berlebihan pada semua keluhan
abdomen bagian atas yang bersifat sementara, tanpa adanya bukti yang valid, tetapi sering pula lupud karena sebagian besar pasien gastritis kronik bersifat asimptomatik. Gastritis
didefinisikan sebagai peradangan mukosa lambung. Definisi tersebut merupakan diagnosis histologik. Peradangan dapat bersifat akut yang ditandai oleh infiltrasi neutrofil, atau
bersifat kronik, ditandai oleh dominasi limfosit dan atau sel plasma yang disebabkan oleh metaplasia dan atrofi intestinal.
Gastritis dibagi menjadi dua yaitu:
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses peradangan mukosa akut yang biasanya bersifat sementara. Peradangan bisa disertai perdarahan kedalam mukosa, dan pada kasus
yang berat, juga disertai pelepasan mukosa superfisialerosi mukosa. Penyakit bentuk erosi ini yang berat merupakan kausa penting perdarahan saluran cerna
2. Gastritis Kronis
Gastritis Kronik merupakan peradangan mukosa lambung kronik yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia intestinal, biasanya tanpa disertai erosi.
Perubahan epitel yang terjadi berupa displasia dan merupakan bibit untuk terjadinya karsinoma. Gastritis kronik diketahui sub kelompok kausa tersendiri dan gambaran
histologinya bervariasi di berbagai tempat yang berbeda di dunia.
2.2 Anatomi Fisiologi Gaster
1. Anatomi Gaster
3
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di daerah epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Dalam keadaan kosong,
lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Bagian superior lambung merupakan kelanjutan dari esofagus sedangkan bagian inferior
berdekatan dengan duodenum yang merupakan bagian awal dar usus halus. Kapasitas normal lambung adalah 1 samapi 2 L Prince, 2005. Secara anatomis lambung terdiri atas
empat bagian, yaitu: cardia, fundus, body atau corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis, lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis
mukosa, dan serosa. Lambung berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik Ganong, 2001.
Mukosa lambung mengandung banyak kelenjar dalam. Di daerah pilorus dan kardia, kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus, kelenjar
mengandung sel parietal oksintik, yang menyekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief cell sel zimogen, sel peptik, yang mensekresikan pepsinogen.
Sekresi-sekresi ini bercampur dengan mukus yang disekresikan oleh sel-sel di leher kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara keruang bersamaan gastric pit yang kemudian
terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga disekresikan bersama HCO
3 -
oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-kelenjar Ganong, 2001.
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan,
kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut- serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf
mienterikus auerbach dan submukosa meissner membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung Prince,
2005. Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas serta hati, empedu, dan limpa
terutama berasal dari arteri siliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang- cabang yang menyuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam
klinis adalah arteria gastroduodenalis
dan arteria pankreatikoduodenalis
retroduodenalis yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum Prince, 2005.
2. Fisiologi Gaster