Pada penelitian ini nilai Fluks pemanasan tanah ditentukan dari persentase
radiasi netto yang di terima oleh suatu permukaanpenutup lahan seperti ditunjukan
oleh Tabel 3.
Tabel 4 Tabel proporsi untuk penentuan G Penutup
Lahan Rn G Proporsi
Tambak 212 15 0.07
Sawah Vegetasi
208 17 0.08
Sawah bera 195
20 0.10
Industri 194 21 0.11
Perkotaan 194 20 0.10
Perdesaan 201
19 0.10 Belukar 207
18 0.09 Perkebunan
213 16
0.08 Sumber : Khomarudin 2005
3.3.2.4 Fluks Pemanasan Udara H
Fluks pemanasan udara H merupakan energi yang terkonversi dari
radiasi netto untuk proses pemanasan atmosfer sekitarnya Monteith dan Unsowrth
1990
H =
β β
+ −
1 G
R
n
…........... 13 Tabel 5 Nilai
β pada beberapa penutup
Sumber : Oliver 1973, Khomarudin 2005
3.3.3 Estimasi Suhu Udara
Suhu udara dapat diduga dari nilai Sensible Heat Flux
Montheith dan Unsworth 1990
. persamaan untuk menentukan suhu
udara T
a
sebagai berikut : T
a
=
aH s
air p
H r T
C ρ
⎛ ⎞
− ⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎝ ⎠
................. 14 Dimana :
H = Fluks Pemanasan Udara Wm
-2
ρair = Kerapatan Udara Lembab 1.27 kg m
-3
Cp = Panas spesifik udara pada tekanan konstan 1004 J Kg
-1
K
-1
Ts = suhu permukaan K Ta = Suhu udara K
raH = Tahanan aerodinamik ms
-1
Tahanan aerodinamik merupakan fungsi dari kecepatan angin. Semakin besar
kecepatan angin, maka tahanan aerodinamik yang menghambat fluks panas akan semakin
kecil. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan Brown dan Rosenberg 1974,
dalam Hermawan 2005, tahanan aerodinamik memiliki persamaan :
r
aH
= 31.9 u
-0.96 ...........................................
15 Kecepatan angin normal pada
ketinggian 1-2 m, yaitu sekitar 2 ms
-1
. Pada penelitian ini nilai kecepatan angin
dibedakan pada tiga penutup lahan yaitu ; air 2.01 ms
-1
, non vegetasi 1.79 ms
-1
dan vegetasi 1.41 ms
-1
, Khomarudin 2005.
Penutup lahan Bowen Ratio
β Pemukiman
Perkebunan Air
Sawah Hutan Tropis
4.0 0.50
0.11 0.25
0.33
Gambar 4 Diagram alir penelitian.
Analisis Suhu Permukaan dan udara dengan jenis lahan Gambut dan Mineral
Regristrasi, Digitasi Peta
Gambut Identifikasi vegetasi
di lahan gambut dan mineral
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Klasifikasi dan Perubahan Penutupan
Lahan
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
tipe penutupan lahan yang mendominasi serta lokasi lahan gambut dan mineral di
daerah Kabupaten Sampit, dan menganalisis perubahan penutupan lahan
yang terjadi selama periode 15 tahun yang digunakan sebagai acuan untuk analisis
penggunaan lahan selanjutnya serta pengaruhnya bterhadap peningkatan suhu di
Sampit.
4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan
Data citra yang digunakan adalah citra Landsat 5 TM PathRow 119062,
akusisi 7 Februari 1989 dan Lansat 7 ETM+ PathRow 119062, akusisi 19
Agustus 2004. Proses pengambilan area studi menggunakan metode cropping area
dan band yang digunakan yaitu band 1, 2,3 karena band 1, 2, dan 3 pada data
landsat dapat digunakan untuk
menganalisis klasifikasi daerah baik itu jenis vegetasi, dan badan air. dimana spesifikasi
ke 3 band tersebut yaitu, band1 dirancang untuk penetrasi kedalam tubuh air,
pemetaan perairan pantai, juga berguna untuk pembedaan jenis tanah vegetasi,
pemetaan tipe hutan, band 2 mengukur puncak pantulan vegetasi pada spektrum
hijau, yang berguna untuk melihat perbedaan vegetasi dan tingkat kesuburan dan band 3
untuk mengetahui wilayah serapan klorofil yang berguna untuk pembedaan spesies
tanaman . Pengambilan area studi dilakukan dengan data vektor lokasi kecamatan
Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Baamang, Pulau Hanaut dan
Ketapang, yang merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten Sampit. Kemudian di-
overlay
dengan data citra satelit Landsat ETM+TM pathrow : 119062. Gambar 4
dan 5 menyajikan citra satelit setelah mengalami analisis citra dasar dan cropping
studi area. Setelah proses crooping maka dilakukan proses klasifikasi .
Prosedur klasifikasi tak terbimbing umumnya mengasumsikan bahwa citra dari
area geografis tertentu adalah di kumpulkan pada multi region dari spektrum
elektromagnetik, dengan menggunakan metode ini, program klasifikasi mencari
pengelompokan secara natural atau clustering
berdasarkan sifat spektral dari setiap pixel. Hasil klasifikasi merupakan
kelas-kelas spektral yang belum diketahui identitasnya, karena didasarkan hanya pada
pengelompokan secara natural. Peneliti
harus membandingkan dengan data referensi, yaitu data peta penggunaan lahan
Kotimkab 2002 dan membandingkan dari google earth
, dengan demikian kelas-kelas spektral tersebut dapat diberikan
identitasnya. Proses selanjutnya adalah memberi identitas penutup lahan dan warna
yang berbeda dari masing-masing kelas pada citra.
4.1.2 Perubahan Penutupan Lahan
Penutupan lahan untuk wilayah kabupaten sampit dalam penelitian ini yaitu
akan dibahas untuk Kecamatan Mentaya hilir utara, Mentaya hilir selatan,
Baamang, Ketapang dan Pulau Hanaut. Klasifikasi dibagi 5 kelas untuk tahun 1989
dan 6 kelas untuk tahun 2004. Klasifikasi tersebut membagi daerah kajian menjadi
6 tipe tutupan lahan yaitu; hutan primer, hutan sekunder, perkebunan kelapa sawit
dan karet, semak belukar, badan air, dan lahan terbuka Gambar 4 dan 5.
Klasifikasi penutupan lahan pada tahun 1989 didominasi oleh vegetasi hutan
sekunder yakni hutan - hutan yang merupakan hasil regenerasi pemulihan
setelah sebelumnya mengalami kerusakan ekologis yang cukup berat; misalnya akibat
pembalakan, kebakaran hutan, atau pun bencana alam, dan hutan primer yang
merupakan hutan yang telah mencapai umur lanjut dan ciri struktural tertentu yang sesuai
dengan kematangannya,dan pada umumnya hutan primer berisi pohon-pohon besar
berumur panjang, berseling dengan batang- batang pohon mati yang masih tegak,
tunggul, serta kayu-kayu rebah. Luasan untuk masing-masing tutupan lahan hutan
primer dan sekunder yaitu seluas 110205.72 Ha dan 130246.02 Ha.
Hasil yang diperoleh dari klasifikasi penutupan lahan 2004 luas hutan primer
berkurang menjadi 73037. 16 Ha atau 18.5 dari total luas daerah sampit, sama
halnya dengan hutan sekunder juga mengalami degradasi menjadi 97510.50
Ha. Ahli guna lahan menjadi lahan perkebunan meningkat dari 73224. 10 Ha
menjadi 107706.42 Ha.