dinetralisasi menjadi MES, sedangkan netralisasi senyawa intermediet III menghasilkan di-salt dan sodium methyl sulfat SMS.
Cepat
Lambat
Gambar 3 Interpretasi stokiometri sulfonasi ME Robert et al. 2008
Dua kandungan produk samping yang cukup tinggi masing-masing 5 dapat dideteksi pada larutan MES yang dinetralisasi. Pada gambar 4 menunjukkan
adanya iso-MES, RCHCO
2
NaSO
3
CH
3
dan dimethyl sulfoalkanoate di-MES, yang sifatnya mudah dihidrolisis menjadi di-salt dan MES. Pembentukan iso-
MES terjadi pada awal aging dan pembentukan di-MES pada akhir waktu aging. Jika MESA ditambahkan metanol sebelum netralisasi, diperoleh di-MES, tetapi
tidak ada iso-MES yang terdeteksi, hal ini diduga iso-MES sangat reaktif terhadap metanol.
Gambar 4 Produk samping sulfonasi ester Robert et al. 2008
Interpretasi sederhana untuk produk samping yang terbentuk merupakan hasil reaksi tidak proposional pada intermediet utama, mixed sulfonated
compound anhydride bertindak sebagai agen metilasi untuk gugus sulfonat. Pada
tahap awal aging, komponen utama dengan gugus sulfonat dicampur dengan
anhydride nya, kemudian di akhir proses aging, komponen utama sulfonat yaitu
MES dalam bentuk asam. Gambar 5 menerangkan reaksi disporposi tersebut diatas. Mekanisme sebenarnya lebih kompleks dari yang ditunjukkan, meliputi
adanya dimetil sulfat sebagai komponen metilasi. Dimetil sulfat dapat dibentuk oleh penyerangan MeOSO
3
H terionisasi pada gugus metil campuran anhydride
Gambar 5 Reaksi disporposi pada mixed anhydride Robert et al. 2008
Precursor iso-MES adalah methylated mixed anhydride MMA, karena iso-MES dihidrolisa menjadi di-salt, maka MMA dapat dikatakan precursor di-
salt . Di-acid juga merupakan precursor di-salt. Penting untuk diketahui bahwa
MMA tidak mempunyai gugus sulfonat yang dapat diionisasi, tidak dapat melalui reaksi intramolekular yang reversible menjadi cyclic mixed anhydride, yang
merupakan tahapan kunci untuk pelepasan SO
3
selama aging Gambar 5. SO
3
dalam bentuk gugus OSO
3
CH
3
pada MMA tidak dapat dijadikan sebagai agen
Tahap Awal
2 molekul mixed anhydride Methylated mixed
anhydride MMA
Netralisasi
Tahap Akhir
Mixed anhydride
MES Di-MES
Iso MES Di Acid
Di Acid
sulfonasi. Pembentukan MMA menjelaskan alasan rasio mol SO
3
ME 1:1 tidak cukup memberikan konversi sempurna. MMA, di-acid dan di-MES adalah
produk akhir dalam proses aging.
2.6 Kinerja Surfaktan MES
Surfaktan merupakan molekul ampifilik yang terdiri dari gugus hidrofilik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap air dan gugus lipofilik yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap minyak Lements 1996. Surfaktan mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik dalam satu molekul yang sama. Senyawa ini akan
meningkatkan kestabilan emulsi dengan menurunkan tegangan antarmuka antara fase minyak dan air Herawan et al, 1996.
Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang dapat digunakan untuk menurunkan energy pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut
Matheson 1996. Molekul surfaktan tidak sepenuhnya dapat larut pada kedua cairan yang berbeda fase tersebut, tetapi cenderung untuk berkonsentrasi pada
daerah antar muka O’Brien et al. 2000. Energi pembatas dua cairan tersebut disebut tegangan permukaan, sehingga surfaktan berfungsi menurunkan tegangan
permukaan air dan tegangan antar permukaan kotoran-kotoran terhadap permukaan yang dibersihkan sehingga membantu proses pemindahan emulsi dan
suspensi dari kotoran Shreve 1967. Tegangan antarmuka adalah energi yang bergerak melintang sepanjang
garis permukaan. Tegangan permukaan merupakan suatu gaya yang timbul sepanjang garis permukaan suatu cairan. Gaya ini timbul karena adanya kontak
antara dua cairan yang berbeda fase Lapedes 1978. Suatu surfaktan tersusun atas gugus hidrofobik dan hidrofilik pada molekulnya dan memiliki
kecenderungan untuk berada pada antarmuka antara dua fase yang berbeda derajat polaritasnya atau dengan kata lain surfaktan dapat membentuk film pada bagian
antar muka dua cairan yang berbeda fase. Pembentukan film tersebut menyebabkan turunnya tegangan permukaan kedua cairan berbeda fase tersebut
sehingga mengakibatkan turunnya tegangan antar muka Georgiou et al. 1992. Tegangan antarmuka merupakan hal yang sangat penting dalam
memberikan ciri terhadap suatu surfaktan. Kemampuannya menurunkan tegangan
antarmuka disebabkan karena surfaktan memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik Bognolo 1997. Turunnya tegangan antar muka akan menurunkan gaya kohesi
dan sebaliknya meningkatkan gaya adhesi. Gaya kohesi adalah gaya antar molekul yang bekerja diantara molekul-molekul yang sejenis, sedangkan gaya
adhesi adalah gaya antar molekul yang bekerja diantara molekul-molekul yang tidak sejenis.
Surfaktan organik memiliki gugus dasar hidrokarbon dan berikatan dengan senyawa anorganik gugus sulfonat, SO
3
. Ion molekul RSO
-
bersifat non polar minyak, maka gugus R akan berusaha untuk melakukan gaya adhesi surfaktan-
minyak, sedangkan molekul surfaktan itu sendiri akan bekerja kohesi antara R- SO
3
. Pengaruh dari gaya adhesi ini akan mengurangi harga resultan gaya kohesi minyak itu sendiri yang mengakibatkan gaya antarmuka minyak dengan air
menurun. Tegangan antarmuka atau energy bebas antar muka didefinisikan sebagai usaha yang diperlukan untuk memperluas antar muka antara dua cairan
immisible per satuan luas Shaw 1980. Menurut Rosen 2004, pembentukan misel merupakan fenomena penting
tidak hanya sejumlah karakteristik fenomena interfasial seperti detergensi dan solubilisasi tergantung pada keberadaan misel pada larutan, namun juga
mempengaruhi karakteristik interfasial yang lain seperti penurunan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka, walaupun tidak secara langsung melibatkan
misel. Di dalam air, bahan yang mengandung gugus hidrofobik mengubah
struktur air dan akan meningkatkan energy bebas pada sistem, kemudian akan mengumpul pada permukaan dan dengan melakukan orientasi sehingga gugus
hidrofobik mengarah menjauh dari pelarut, energi bebas pada campuran larutan dikurangi. Perubahan struktur pelarut dapat pula dikurangi melalui agregasi
molekul aktif pada permukaan menjadi misel dengan gugus hidropobik mengarah ke dalam misel dan gugus hidropilik mengarah pada pelarut. Miselasi merupakan
mekanisme alternatif untuk adsorpsi pada interface untuk memisahkan kontak gugus hidrofobik dengan air, dengan mengurangi energi bebas pada sistem.
Jika konsentrasi surfaktan cukup tinggi maka akan terjadi agregasi membentuk misel. Misel terbentuk ketika surfaktan mencapai konsentrasi tertentu
yang disebut Critical Micelle Concentration CMC. Dibawah konsentrasi CMC kelarutan sangat kecil namun di atas konsetrasi kritis ini kelarutan meningkat
linier dengan konsentrasi surfaktan. Rosen 2004. Salah satu karakteristik surfaktan yang penting yang berkaitan langsung
dengan pembentukan misel adalah solubilisasi. Solubilisasi didefinisikan sebagai kelarutan spontan suatu bahan padat, cair dan gas melalui interaksi revesible
dengan misel surfaktan dalam suatu pelarut untuk membentuk campuran larutan yang secara termodinamik stabil isotropik dengan mengurangi aktivitas
termodinamik bahan yang dilarutkan. Solubilisasi pada media cair penting pada beberapa produk yang
mengandung bahan tak larut air, seperti mengganti penggunaan pelarut organik atau sebagai cosolvent untuk detergensi, solubilisasi juga merupakan mekanisme
utama yang terlibat dalam membersihkan tanah berminyak, untuk EOR dimana dengan solubilisasi menghasilkan tegangan antarmuka sangat rendah untuk
memobilisasi minyak. Karakteristik interfacial dari suatu surfaktan juga sangat ditentukan
mekanisme adsorpsinya. Adsorpsi ditentukan untuk mengetahui konsentrasi surfaktan pada lapisan antarmuka, karena hal ini untuk mengukur 1 berapa
banyak antar muka yang berubah oleh surfaktan kinerja surfaktan pada proses seperti pembusaan, detergensi, emulsifikasi tergantung pada konsentrasi
surfaktan yang terdapat pada antar muka, 2 orientasi dan kumpulan surfaktan pada antar muka, karena hal ini menentukan bagaimana antar muka akan
dipengaruhi oleh adsorpsi, lebih bersifat hidrofilik atau hidrofobik 3 kecepatan adsorpsi yang terjadi, hal ini akan menentukan karakteristik kecepatan fenomena
wetting pembasahan atau spreading penyebaran 4 perubahan energi pada
sistem sebagai akibat dari adsorpsi. Efek dari surfaktan pada fenomena antar muka merupakan fungsi dari
konsentrasi surfaktan pada antar muka. Efektifitas surfaktan pada adsorpsi antar muka didefinisikan sebagai konsentrasi maksimum dimana surfaktan dapat
tertahan pada antar muka. Efektifitas adsorpsi berkaitan dengan area interfacial yang terliputi oleh molekul surfaktan, semakin kecil cross sectional area
surfaktan pada permukaan, maka semakin besar efektifitas adsorpsi.
Adsorpsi surfaktan pada antar muka padatan-cairan dipengaruhi beberapa faktor antara lain 1 struktur gugus pada permukaan padatan, permukaan tersebut
mengandung muatan yang tinggi atau gugus nonpolar, demikian pula atom penyusun pada gugus tersebut, 2 struktur molekul pada surfaktan yang diserap,
ionik atau nonionik, panjang atau pendeknya gugus hidrofobik, rantai lurus atau bercabang, aliphatik atau aromatik dan 3 karakteristik lingkungan fase cairnya
termasuk didalamnya pH, kandungan elektrolit, keberadaan aditif seperti larutan polar rantai pendek alkohol, urea dan lain-lain serta temperatur Rosen 2004.
3. METODOLOGI
3.1 Kerangka Pemikiran
Proses produksi surfaktan MES dengan bahan baku ME stearin dihasilkan melalui reaksi sulfonasi dengan gas SO
3
sebagai reaktan. Proses sulfonasi berlangsung secara kontinyu di dalam Single Tube Falling Film Reactor dan
dioperasikan dalam keadaan tunak steady state. Proses kontak antara ME stearin dan gas SO
3
menjadi MES di dalam reaktor berlangsung singkat, namun diperlukan jangka waktu tertentu start up untuk mencapai kondisi tunak steady
state sebelum produk hasil reaksi sulfonasi yang keluar dari reaktor dapat diambil
agar diperoleh MES dengan sifat fisikokimia terbaik. Hal ini bertujuan untuk menetapkan berapa lama periode start up sejak bahan baku masuk ke dalam
reaktor sampai dengan produk MES yang keluar dari reaktor dapat diambil. Untuk menyempurnakan reaksi sulfonasi agar konversi ME stearin menjadi MES
meningkat, dilakukan proses aging setelah proses sulfonasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses aging terhadap sifat fisikokimia dan
kinerja surfaktan yang dihasilkan.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010-Februari 2011 di Laboratorium dan pilot plant SBRC-LPPM-IPB di Kampus Baranang Siang
Bogor, Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA-IPB di Kampus IPB Dramaga Bogor dan Laboratorium SBRC-IPB di PT. Mahkota
Indonesia Jakarta.
3.3 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah RBD stearin sawit, KOH, metanol, dan gas SO
3
. Bahan kimia untuk analisa yaitu etanol 95, KOH, NaOH, H
2
SO
4
, HCl, Na
2
SO
4
, xylene, toluene, asam asetat glasial, sikloheksan, kalium dikromat, KI, reagen Wijs, buffer pH 4.0 dan 7.0, N-cetyl pyridinium
chloride , indikator pati, indikator penolpthalein dan akuades.
Peralatan yang digunakan seperangkat reaktor esterifikasitransesterifikasi kapasitas 100 L, seperangkat alat sulfonasi Single Tube Falling Film Reactor
STFR tinggi 6 m, diameter tube 25 mm dengan sistem sinambung menggunakan reaktan gas SO
3
, GC, tensiometer Du Nuoy, spektrofotometer, magnetic stirrer, mixer vortexer,
buret, timbangan analitik dan glassware.
3.4 Metode 3.4.1 Persiapan Bahan Baku ME Stearin
Bahan baku Metil Ester ME stearin yang digunakan dalam sintesis metil ester sulfonat MES diperoleh melalui proses transesterifikasi stearin minyak
sawit. Pada proses transesterifikasi, stearin yang berbentuk padat pada suhu ruangan dicairkan melalui pemanasan.
Stearin cair kemudian dimasukkan ke dalam tangki transesterifikasi dan dipanaskan hingga suhu 60
o
C. Setelah suhu tersebut dicapai, dilakukan penambahan larutan metoksida metanol 15 vv dan KOH 1 bv dengan
Gambar 6 Proses transesterifikasi stearin