III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Studi kasus ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai bulan Oktober 2010 di Laboratorium Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
3.2. Materi Penelitian Sampel organ
Bahan berasal dari tiga ekor kucing tanpa membedakan variasi ras dan umur. Sampel organ ginjal diambil dengan mengikuti prosedur rutin nekropsi
Laboratorium Patologi FKH IPB.
Berikut merupakan tabel identitas kucing yang didiagnosa terpapar Feline Infectious Peritonitis FIP setelah dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi PA.
Tabel 1 Identitas kucing dengan kasus FIP Kasus Identitas
1. P1109 Nama : Pimpim Ras : Mix
2. P3609 Nama : Chiron Ras : Persia
Jenis kelamin : jantan Umur : 9 tahun
3. P7810 Nama : Otong Ras : Siam
Jenis kelamin : jantan Umur : 8 tahun
FIP ditetapkan berdasar pemeriksaan PA
Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan yaitu larutan buffered neutral formalin 10, alkohol dengan konsentrasi bertingkat 70, 80, 90 dan alkohol absolut,
xylol, lithium karbonat, pewarna Mayer Hematoksilin, pewarna Eosin, Parafin histoplast dan Entellan. Alat-alat yang digunakan adalah gelas objek, rak gelas,
cover glass, cetakan blok Parafin, pinset, tissue processor, mikrotom, inkubator, mikroskop cahaya dan fotomikroskop.
3.3. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam studi kasus ini adalah pemeriksaan patologi anatomi yaitu dengan melakukan nekropsi pada kadaver hewan. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan pengamatan preparat histopatologi, yaitu pemeriksaan terhadap sampel organ di bawah mikroskop cahaya setelah diwarnai dengan
pewarnaan Hematoksilin Eosin HE.
Pemeriksaan patologi anatomi
Nekropsi adalah cara pemeriksaan makroskopik yang dilakukan untuk melihat kelainan-kelainan yang terjadi pada organ tubuh hewan patologi
anatomi. Pemeriksaan dilakukan pada hewan yang sudah mati baik yang dengan sengaja dimatikan eutanasi atau yang mati secara wajar. Bagian-bagian tubuh
hewan yang telah mati tersebut seperti bagian abdomen, toraks hingga kepala dibuka dan dilihat perubahan gambaran anatomisnya pada organ-organ yang
terdapat didalamnya. Kemudian organ-organ tersebut diambil dan disimpan dalam buffer formalin 10.
Pemeriksaan histopatologi
Tahapan dalam pembuatan preparat histopatologi yaitu fiksasi jaringan, penipisan jaringan, dehidrasi, penjernihan clearing, pencetakan embedding,
pengirisan sectioning, pewarnaan staining dan penutupan jaringan dengan cover glass mounting.
Dehidrasi adalah suatu proses penarikan air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yang diuji. Sampel jaringan disimpan dalam tissue
processor, lalu didehidrasi dalam alkohol bertingkat alkohol 70, 80, 90, 95, alkohol absolut I dan II, xylol I dan II dan parafin I dan II. Proses ini
dilakukan pada masing-masing cairan selama dua jam. Penjernihan
atau clearing yaitu proses pengangkatan sisa-sisa alkohol
pada jaringan agar parafin dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam jaringan. Zat yang digunakan dalam proses ini adalah xylol.
Proses pembuatan dalam blok parafin dinamakan proses pencetakan embedding. Proses ini dikerjakan di dekat sumber panas dengan alat-alat yang
telah dihangatkan terlebih dahulu untuk mencegah pembekuan parafin sebelum proses selesai. Zat yang digunakan adalah Parafin histoplast yang memiliki titik
cair 56-57
o
C. Irisan sampel jaringan direndam dalam parafin cair selama 2 jam. Cetakan diisi dengan parafin cair, kemudian jaringan diletakkan didalamnya
dengan bantuan pinset. Blok parafin yang sudah setengah beku diberi label untuk memudahkan identifikasi jaringan. Tahap selanjutnya adalah pendinginan blok
parafin pada suhu 4-5
o
C. Setelah dingin blok parafin dilepaskan dari cetakannya dan siap untuk tahap berikutnya.
Pengirisan adalah tahap pemotongan jaringan menggunakan alat mikrotom, terdiri dari tahap pemotongan kasar dan pemotongan halus. Potongan
jaringan tersebut ditempatkan pada gelas objek dan dimasukkan ke inkubator dengan suhu 37
o
C selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna. Selanjutnya preparat diwarnai dengan pewarnaan Mayer Hematoksilin dan
Eosin HE. Preparat dideparafinisasi dengan dicelupkan secara bertahap ke dalam larutan xylol I dan II masing-masing selama 2 menit. Kemudian dicelupkan ke
dalam alkohol absolut selama 2 menit, alkohol 95, 90 dan 80 masing selama 1 menit. Setelah itu preparat dicuci dengan air mengalir selama 1 menit.
Pewarnaan Mayer Hematoksilin dilakukan selama 8 menit, dicuci pada air yang mengalir selama 30 detik. Preparat itu dicelupkan ke dalam lithium karbonat
selama 30 detik dan dicuci kembali dengan air yang mengalir selama 2 menit. Untuk pewarnaan Eosin, preparat direndam di dalam larutan Eosin selama 2-3
menit, kemudian dicuci dengan air yang mengalir selama 30 detik. Proses berikutnya preparat dicelupkan masing-masing sebanyak 10 celupan ke dalam
alkohol 95 dan alkohol absolut I dan II. Kemudian, dilakukan perendaman secara bertahap dalam alkohol absolut dan xylol I masing-masing selama 1 menit,
selanjutnya dalam xylol II selama 2 menit. Terakhir adalah penutupan jaringan, dilakukan dengan cara menempatkan
gelas objek di atas kertas tisu pada tempat yang datar. Gelas objek ditetesi dengan bahan perekat, yaitu Entellan. Setelah itu jaringan ditutup dengan cover glass
secara hati-hati untuk mencegah terbentuknya gelembung udara.
Preparat histopatologi yang telah jadi tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif 4x, 10x dan 40x untuk
mengetahui lesio yang terjadi pada jaringan objek.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN