Produksi Perikanan Tangkap Kondisi Umum Provinsi Sumatera Utara
40 Tabel 15.
Perbandingan Ukuran Kapal Pukat Ikan dan Pukat Cincin di Belawan dan Sibolga di antara Dokumen Kapal dan Hasil Pengukuran Ulang
Rincian
Jumlah Sampel
unit Ukuran kapal
dalam dokumen Rata2, GT
Hasil pengukuran ulang
Rata2, GT
Perbedaan Rata2, GT
Perbedaan Rata2,
Pukat Ikan: Belawan
Sibolga 25
9 16
28,84 ±1,98 28,22±1,98
29,19±1,42 50,22±18,66
54,06±30,24 48,07±7,24
21,38 25,84
18,88 78,01
91,63 64,68
Pukat Cincin: Belawan
Sibolga 24
14 10
29,35±1,12 29,21±1,12
29,50±0,71 53,49±8,61
52,02±10,26 54,97±5,39
24,14 22,81
25,47 82,24
78,09 86,34
Gabungan: Belawan
Sibolga 49
23 26
29,08±1,38 28,71±1,55
29,31±1,19 51,71±14,81
53,55±19,78 51,14±7,14
22,62 24,84
21,83 77,78
84,74 75,54
Gambar 6. Perbandingan Nilai GT Kapal Pukat Ikan Antara Hasil Pengukuran
dan Data Dalam Dokumen Kapal di Belawan dan Sibolga
Sibolga
28,22 30,61
29,19 27,70
26,34 30,20
41 Gambar 7. Perbandingan Nilai GT Kapal Pukat Cincin Antara Hasil Pengukuran dan
Data Dalam Dokumen Kapal di Belawan dan Sibolga
Gambar 8. Gambar Kapal Purse Seine Ukuran 161 GT
Sibolga
30,21 29,50
28,80 30,33
29,21 28,09
42 Gambar 9. Kapal Pukat Ikan Ukuran 28 GT hasil pengukuran ulang 43,60
GT Tabel 16. Hasil Uji t Berpasangan terhadap data ukuran kapal
No Rincian
Hasil Perhitungan 1
2 3
4 5
6 7
Jumlah sampel GT Rata-Rata Dokumen
GT Rata-Rata Hasil Pengukuran Selisih GT
t hitung t tabel
Kesimpulan 49
29,08 51,71
22,62 11,34
1,676 H
= ditolak
Terjadinya perbedaan ukuran GT tersebut di atas menurut BBPPI 2010 dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik teknis maupun non teknis. Faktor teknis antara
lain adalah: 1
Adanya perbedaan metoda yang digunakan berdasarkan tahun pelaksanaan pengukuran dan belum dikonversikan atau belum diukur ulang sesuai metoda
yang baru. 2
Perbedaan hasil ukuran kapal-kapal perikanan dari luar negeri atau asing yang memiliki cara pengukuran berbeda dari yang diterapkan di Indonesia,
43 3
Pembangunan kapal perikanan yang dilakukan oleh pengrajin kapal tradisional tidak melalui prosedur baku pembangunan, misalnya tanpa didahului dengan
gambar desain, rencana garis atau gambar lainnya, namun dengan proses terbalik,
4 Faktor kesalahan manusia.
Adapun faktor non teknis di antaranya adalah: 1 pengurusan ijin penangkapan ikan di pusat Ditjen Perikanan TangkapDJPT memerlukan waktu yang lama
dengan persyaratan yang panjang dibandingkankan dengan pengurusan perijinan di daerah Provinsi dan kabupatenkota sehingga ukuran kapal GT disesuaikan
dengan lingkup kewenangan Pemerintah Provinsi, dan 2 secara umum pemilik kapal bersedia mengukur kembali kapal-kapal mereka dan merubahnya sesuai dengan
ukuran yang sebenarnya, namun mereka tidak yakin DJPT akan tetap mengalokasikan ijin usaha dan lokasi penangkapan ikan seperti yang mereka nikmati sekarang.
Penyimpangan-penyimpangan ini dapat disebut sebagai IUU fishing. Penyebab timbulnya kasus IUU fishing di Sibolga dan Belawan ini dapat disebut sebagai faktor
ekonomi dan faktor kelembagaan Galle and Cox, 2006. Pelaku usaha menyatakan beberapa keluhan atau pengaduan terhadap
pelayanan perijinan di Ditjen Perikanan Tangkap. Di antaranya adalah: 1 proses perijinan yang terlalu lama, mulai dari permohonan ijin, pemeriksaan fisik hingga
terbitnya SIPI membutuhkan waktu lebih dari 1 bulan, 2 persyaratan perijinan yang harus dipenuhi terlalu banyak, 3 penerbitan ijin sebaiknya dilakukan oleh
Pemerintah Daerah sehingga prosesnya menjadi lebih cepat, dan 4 biaya pengurusan
dinilai terlalu mahal yakni PNBP terlalu tinggi termasuk biaya tidak resmi.