tanah memiliki peranan utama dalam agregasi tanah. Akumulasi bahan organik berfungsi untuk aktivitas biotik Six et al. 2000. Hifa FMA melibatkan partikel
tanah untuk membentuk tanah menjadi agregat, dengan agregat yang lebih kecil dan kuat dibandingkan dengan agregat yang lebih besar Musfal 2010.
2.4. Famili Dipterocarpaceae
Menurut Appanah dan Turnbull 1998, famili Dipterocarpaceae memiliki tiga sub famili, yaitu Dipterocarpoidae, Pakaraimoideae, dan Monotoideae. Di
antara ketiga sub famili tersebut, Dipterocarpoidae merupakan sub famili yang terpenting karena memiliki jumlah jenis yang banyak dan bernilai komersil. Sub
famili Dipterocarpaceae ini memiliki 13 genus dan 470 jenis. Famili Dipterocarpaceae yang terdapat di Indonesia adalah Anisoptera Mersawa,
Cotylelobium, Dipterocarpus Keruing, Dryobalanops Kapur, Hopea Giam, Parashorea, Shorea Meranti, Vatica Resak dan Upuna.
Menurut Appanah dan Turnbull 1998, sifat umum dari famili Dipterocarpaceae antara lain pohon berukuran besar atau kecil, berdamar dan
selalu menghijau. Pada umumnya batang berbanir, dan biasanya kulit luar bersisik atau beralur dan seringkali mengelupas. Daun tunggal dengan kedudukan
berselang-seling alternate, bertepi rata atau beringgit, bertulang sirip, seringkali berdaging, daun penumpu stipula besar atau kecil dan seringkali mudah rontok.
Lebih lanjut Appanah dan Turnbull 1998 mengemukakan bahwa bunga berkelamin dua, terletak di ujung ranting atau di ketiak daun dalam bentuk malai
atau tandan. Daun kelopak berjumlah 5 helai, seringkali menyerupai sayap. Daun mahkota berjumlah 5 helai, berpilin dalam kuncup dan dasar lepas atau
berlekatan. Benang sari berjumlah 5 –110 dan melebar dalam satu atau beberapa
baris. Tangkai sari umumnya bebas, pendek, seringkali pangkalnya melebar dan beberapa di antaranya sukar rontok. Bakal buah beruang 3 jarang 2 atau
beruang 1 tidak sempurna. Bakal biji berjumlah 2 –3 pada setiap ruang, menempel
pada dinding. Buah kebanyakan tidak memecah, berbiji satu, kulit buah mengeras mengayu.
Kebanyakan dari jenis-jenis Dipterocarpaceae bersifat toleran terhadap intensitas cahaya pada saat semai dan intoleran setelah mencapai tahap pancang
dan tiang Appanah dan Turnbull 1998. Sebagian dari jenis Dipterocarpaceae
yang toleran terutama yang memiliki kayu dengan berat jenis yang tinggi tenggelam contohnya Dipterocarpus spp. dan sebagian lagi tergolong semi
toleran, yaitu jenis-jenis yang memiliki kayu dengan berat jenis rendah terapung contohnya Shorea spp., Hopea spp. Kebutuhan cahaya untuk keperluan
pertumbuhan waktu muda tingkat anakan berkisar antara 50 –75 dari cahaya
total. Untuk jenis semi toleran, anakan membutuhkan naungan 3 –4 tahun atau
sampai tanaman mencapai tinggi 1 –3 meter. Sedangkan jenis yang toleran lebih
lama lagi, yaitu sampai 5
–8 tahun. Menurut Appanah dan Turnbull 1998,
sebagian besar jenis-jenis Dipterocarpaceae terdapat pada daerah beriklim basah dan kelembaban yang tinggi di bawah ketinggian 1.000 m dpl, dengan rata-rata
curah hujan tahunan mencapai 2.000 mm dan musim kemarau yang pendek. Jenis-jenis Dipterocarpaceae sebagian besar menghendaki tanah kering
yang bereaksi sedikit masam, bersolum dalam, dan banyak mengandung liat. Pada tanah berkapur ditemukan H. aptera, S. guiso dan S. harilandii. Pada hutan
kerangas biasanya ditemukan C. burckii, D. fusca, H. karanganensis, S. coriacea, S. ratusa, V. coriacea, dan D. bornensis. Pada tanah berpasir biasanya ditemukan
S. falcifera, H. beccariana, dan U. borneensis. Pada tanah bergambut banyak ditemukan D. rappa, A. marginata, S. albida dan D. coriaceus.
Famili Dipterocarpaceae menyebar mulai dari Afrika, Seychelles, Ceylon hingga Semenanjung India, selanjutnya di India Timur, Bangladesh, Burma,
Tahiland, Indocina, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Philipina
Appanah dan
Turnbull 1998.
S ecara
alami jenis-jenis
Dipterocarpaceae merupakan hutan alam campuran yang tersebar luas pada berbagai topografi dan jarang ditemukan hutan-hutan Dipterocarpaceae murni
atau berkelompok.
III. BAHAN DAN METODE