mati. Buangan ini tidak termasuk bagian dari sisa hasil pengolahan terhadap hasil tangkapan yang dibuang ke laut, misalnya kepala ikan
yang dipotong sebelum dimasukkan ke dalam kamar pendingin.
2.2 Dampak Negatif Hasil Tangkapan Sampingan
Alverson et al. 1994 menjelaskan, hampir semua kegiatan perikanan tangkap menghasilkan tangkapan sampingan. Beberapa jenis alat tangkap
khususnya pukat udang shrimp trawl, memberikan kontribusi hasil tangkapan sampingan yang lebih besar dibandingkan alat tangkap lainnya. Kondisi ini
dikarenakan shrimp trawl menggunakan mata jaring di bagian kantong cod-end yang relatif kecil sehingga banyak jenis-jenis organisme laut lainnya ikut
tertangkap termasuk ikan-ikan juvenil. Organisme-organisme lainnya dan ikan- ikan juvenil tersebut tidak termasuk kedalam tujuan penangkapan utama non-
targeted species. Marine Work Group and Friend of the Irish Environment, Ireland 2002,
memberikan penjelasan, untuk mengantisipasi permasalahan hasil tangkapan sampingan dan buangan, beberapa negara telah menerapkan aturan
penggunaan ukuran mata jaring mesh size yang lebih besar, dan berbagai jenis alat pemisah atau penyaring hasil tangkapan sampingan yang dipasang dibagian
kantong jaring trawl. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi hasil tangkapan sampingan sebagaimana yang telah dianjurkan dalam kode tindak perikanan
bertanggung jawab code of conduct for responsible fisheries, butir 8.4 dan 8.5, yaitu meminimalkan buangan discards dan memaksimalkan pemanfaatan ikan
hasil tangkapan sampingan. Dijelaskan di dalam FAO Fisheries Technical Paper 339 1996, pengaruh
atau dampak negatif hasil tangkapan sampingan dan buangan bukan hanya terhadap komunitas dan habitat benthic serta dampak biologi dan ekologi, tetapi
juga dampak ekonomi yang pada gilirannya dapat mengimbas pada permasalahan sosial. Dampak negatif dari hasil tangkapan sampingan adalah
sebagai berikut :
1 Dampak Terhadap Komunitas dan Habitat Benthic. Hasil tangkapan
sampingan dan buangan dapat mendorong perubahan struktur komunitas dasar laut benthic. Terlepas apakah perubahan habitat tersebut
disebabkan oleh alat tangkap pukat udang dasar bottom shrimp trawl net, hasil tangkapan sampingan dan buangan mendorong terjadinya kematian.
Ketika spesies benthic yang bukan target tangkapan terangkat ke atas permukaan lalu dibuang kembali, sering sekali buangan tersebut dimakan
oleh spesies predator yang ada di kolom dan dasar laut. Akibatnya struktur komunitas benthic menjadi berubah, komposisi struktur komunitas tersebut
lebih banyak diisi oleh spesies predator, dan pemakan bangkai juga akan
berdatangan. 2
Dampak Terhadap Biologi dan Ekologi. Hasil tangkapan sampingan
dan buangan juga memberikan kontribusi terhadap kondisi over fishing dan ketidak seimbangan ekosistem laut. Pengaruh biologi dan ekologi yang
disebabkan oleh buangan bervariasi pada masing-masing spesies dan sangat tergantung terhadap jumlah hasil tangkapan sampingan, tingkat
buangan yang mati dan yang hidup serta sifat-sifat populasi spesies
tersebut. 3
Dampak Terhadap Ekonomi. Hasil tangkapan sampingan dan buangan
dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi. Ikan-ikan yang dibuang oleh kapal pukat udang adalah bukan merupakan target utama, tetapi ikan
buangan tersebut adalah ikan bernilai ekonomis bagi nelayan lainnya, akibatnya mengurangi dan bahkan menghilangkan kesempatan bagi
nelayan lain untuk memanfaatkan ikan yang bagi mereka bernilai ekonomis. Bagi pengusaha pukat udang sesungguhnya juga terjadi
tambahan biaya dan waktu untuk penyortiran. Disamping itu kerugian ekonomi juga ditanggung oleh pemerintah karena harus mengeluarkan
sejumlah dana untuk pengelolaan termasuk pengawasan hasil tangkapan
sampingan dan buangan.
2.3
Alat Tangkap Pukat Udang
Jaring trawl adalah alat tangkap yang terbuat dari bahan jaring, berbentuk seperti kantong atau kerucut. Alat tangkap ini terdiri atas dua lembar sayap
wing yang dihubungkan dengan tali penarik warp, badan body dan kantong cod-end. Jaring ditarik secara horisontal di dalam air sehingga mulut jaring
akan terbuka selama operasi penangkapan. Hal ini dilakukan agar ikan maupun udang yang menjadi tujuan penangkapan dapat tertangkap kemudian terkumpul
di dalam kantong Ayodhyoa, 1981. Untuk membuka mulut jaring secara vertikal maupun secara horisontal digunakan otter board dan pelampung dibagian atas
mulut jaring. Otter trawl diperkenalkan sejak tahun 1870 di Irlandia, nelayan
Inggris telah memakai alat tangkap ini di perairan Sungai Themmes Nomura dan Yamazaki, 1977.
Diniah 2001 menjelaskan, alat penangkap udang yang paling efektif saat ini masih diakui adalah trawl. Trawl dasar menurut Nedelec and Prado 1990
didefinisikan sebagai sebuah jaring yang mempunyai bentuk kerucut cone- shaped net, terdiri dari sayap wing yang membentuk mulut atau bukaan
opening melebar ke depan, badan body yang berbentuk kerucut di tengah dan kantong cod-end yang tetutup di bagian belakang, ditarik dengan kecepatan
dan selama waktu tertentu di sepanjang dasar perairan. Mulut jaring terbuka melebar horizontal oleh papan pembuka-siwakan otter-boards yang diikatkan
pada sayap, sedangkan mulut jaring terbuka tegak vertical oleh pelampung yang diikatkan pada tali pelampung float rope di bagian atas dan pemberat
pada tali pemberat ground rope di bagian bawah. Karena konstruksi dan cara penangkapannya, trawl merupakan alat tangkap yang tidak selektif, dimana saat
jaring dioperasikan akan menelan semua benda yang dilewatinya. Pukat udang merupakan modifikasi dari trawl yang menurut Subani dan
Barus 1988 didefinisikan sebagai alat penangkap ikan, udang dan biota lainnya yang terbuat dari jaring kantong besar, melebar, mulut jaring yang terbuka pada
kedua sayap jaring yang terbaring di bagian depan pada masing-masing sisinya, meruncing pada akhir jaring dan menuntun hasil tangkapan ke bagian kantong.
Di antara badan jaring dan kantong cod-end terdapat by-catch excluder device BED yang digunakan untuk menyaring ikan-ikan masuk ke dalam kantong.
Sumber: Sainsburry 1986
Gambar 1. Bagian bagian pukat udang
Pukat udang pada prinsipnya terdiri dari jaring, tali ris atas head rope dan tali ris bawah ground rope, pelampung dan pemberat, otter board, tali penarik
warp, bridle line dan BED lihat Gambar 1.
1 Jaring, jaring pukat udang terbagi menjadi badan jaring square, baitting
dan belly, sayap wing dan kantong cod-end. Ukuran mata jaring dari masing-masing bagian tersebut tidak sama. Mata jaring terkecil terdapat
pada kantong dan terbesar pada bagian sayap. Badan Jaring adalah bagian tengah jaring, bagian badan jaring terbagi atas square, baiting dan
belly. Square adalah bagian depan dari sisi atas badan pukat udang yang membuat mulut di sebelah atas lebih menjorok ke depan. Belly dan baiting
adalah bagian tengah badan jaring dimana belly terletak di bawah sedangkan baitting di atas.
1 Sayap terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kanan dan kiri. Masing- masing bagian tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu atas dan bawah.
Pada bagian atas dan bawah tersebut terdapat tali ris atas dan tali ris bawah. Pada tali ris atas dipasang pelampung float agar sayap
bagian atas terangkat pada saat jaring dioperasikan. Ujung tali ris atas dan bawah dihubungkan dengan otter board. Ujung sayap bagian atas
belakang dihubungkan dengan square, sedangkan ujung sayap belakang bawah dihubungkan dengan belly.
2 Kantong adalah bagian paling belakang jaring. Kantong merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Kantong ini memiliki ukuran
mata jaring kecil dimaksudkan agar ikan hasil tangkapan tidak terlepas kembali dan juga agar lebih kuat menahan tekanan yang besar
sehingga tidak mudah rusak. 2
Tali ris atas head rope dan ris bawah ground rope, yang dimaksud dengan tali ris atas adalah tali yang dipasang dari ujung sayap kiri sampai
ujung sayap kanan, dengan melalui bossom sebagai bagian yang terletak di antara kedua sayap tersebut. Pada ris atas ditempatkan pelampung
yang daya apungnya lebih besar dari pada bagian yang lain. Tali ris bawah adalah tali yang dipasang dari ujung sayap kiri hingga ujung sayap kanan.
Tali ris bawah lebih panjang dari tali ris atas sehingga pada waktu jaring dioperasikan tetap tali ris bawah agak ke belakang. Pada tali ris bawah
ditempatkan pemberat sinker.
3 Pelampung dan pemberat, fungsi dari pelampung dan pemberat ini adalah
untuk membantu terbukanya mulut jaring secara vertikal. Pelampung menarik atau mengangkat tali ris atas sedangkan pemberat menarik jaring
agar turun ke dasar perairan sesuai yang diinginkan. Pelampung biasanya terbuat dari logam, kaca tebal, plastik, kayu dan gabus.
4 Otter board, otter board berfungsi untuk membuka mulut jaring secara
horizontal. Bentuk otter board bermacam-macam dan banyak yang digunakan adalah tipe rectanguler.
5 Tali penarik warp, tali ini merupakan tali yang digunakan untuk menarik
jaring yang menghubungkan otter board bagian depan winch di kapal. Tali penarik ini biasanya terbuat dari serat-serat baja yang berbentuk cabled
yarn. Adapun maksud menggunakan tali dari baja adalah untuk menahan tegangan yang besar pada saat penarikan jaring sehingga tidak mudah
terputus. 6
Bridle line, merupakan tali yang menghubungkan otter board dengan jaring. Dengan adanya bridle line ini mulut jaring akan terbuka lebar. Selain itu
juga, bridle line berfungsi sebagai penggiring ikan atau udang. 7
AIat pereduksi ikan, alat pereduksi ikan API merupakan alat yang wajib dipasang pada pukat udang. API biasa disebut juga BED yang awalnya
ditujukan untuk meloloskan penyu yang tertangkap trawl, sehinga disebut turtel excluder devices TED. Alat ini ditemukan dan dikembangkan oleh
NMFS-NOOA-USA sekitar tahun 1980-an. Sejak ditemukannya, alat ini telah mengalami perubahan konstruksi secara terus menerus, hingga saat
ini yang direkomendasikan adalah BED type super shooter yang mempunyai konstruksi lebih simpel dan mempunyai performansi lebih baik
didalam mereduksi hasil tangkapan sampingan
dibanding yang
diperkenalkan sebelumnya. Gambar 2. a menyajikan gambar TED dan b BED yang saat ini banyak di pasang pada jaring pukat udang.
a b
Sumber: NOAA Library Centre 2004.
Gambar 2. a Turtle excluder device, b By-catch excluder device
.
a b
c
Sumber: NOAA Library Centre 2004 Gambar 3. Pukat udang sedang hauling, hasil tangkapan sampingan yang
dihasilkan dan proses pemisahan 2.4
Pengelolaan Sumberdaya Ikan
Nikijuluw 2002 mengemukakan bahwa, sumberdaya perikanan harus dikelola atau ditata karena sumberdaya itu sangat sensitif terhadap tindakan atau
aksi manusia. Apapun cara atau pendekatan yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya jika pemanfaatan itu dilakukan secara berlebihan,
pada akhirnya akan mengalami tekanan secara ekologi, bahkan dapat
menyebabkan kerusakan permanen. Oleh sebab itu pengelolaan atau dalam terminologi yang lebih umum disebut dengan manajemen sumberdaya perikanan
patut dilakukan supaya pembangunan perikanan dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan pembangunan perikanan dapat tercapai.
Dilanjutkan oleh Nikijuluw 2002, setiap negara menetapkan tujuan dan prioritas pengelolaan sumberdaya perikanan yang berbeda-beda tergantung
pada latar belakang ekonomi, sosial budaya, teknologi dan tidak jarang karena politik. Indonesia menempatkan pengelolaan sumberdaya perikanan dalam visi
“Mewujudkan usaha perikanan produktif dan efisien berdasarkan pengelolaan perikanan secara bertanggung jawab”.
Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF article 7, merekomendasikan agar pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan
diarahkan untuk menjadi solusi permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1
kelebihan kapasitas penangkapan ikan, 2
ketidak-seimbangan antara kepentingan berbagai pihak dalam memanfaatkan sumberdaya,
3 kerusakan habitat, kecenderungan kepunahan jenis ikan tertentu dan
turunnya keanekaragaman hayati, serta 4
kerusakan dan kemunduran mutu lingkungan yang diakibatkan oleh polusi, sampah dan buangan ikan-ikan yang tidak ekonomis padahal penting nilai
biologinya. CCRF juga menyarankan agar setiap negara mempromosikan kegiatan
pengelolaan sumberdaya ikan menjamin pendekatan dan kebijakan setiap negara didukung hukum dan undang-undang yang secara baik didesiminasikan
kepada masyarakat.
2.5 Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan Pukat Udang