Kecuali di daerah Avonna dan Kaimana, meskipun belum optimal tetapi
sebagian ikan hasil tangkapan sampingan pukat udang telah dimanfaatkan.
Pemanfaatan yang belum optimal tersebut disebabkan oleh :
1 Sarana dan prasarana penunjang masih sangat terbatas;
2 Belum mandirinya kelembagaan perikanan di pemerintahan daerah
Kabupaten Kaimana bidang perikanan berada dibawah Dinas Kehutanan dan Pertanian;
3 Jalur transportasi antara PT. Avonna dengan pusat perekonomian dan
pusat pemukiman masyarakat hanya bisa di akses lewat transportasi laut, itupun masih sangat terbatas belum ada trasnportasi umum;
4 Pemasaran ikan hasil tangkapan sampingan masih sangat terbatas,
sehingga diperlukan upaya untuk memperluas akses pasar; 5
Lemahnya pengawasan dari instansi terkait menyebabkan banyaknya terjadi pembuangan ikan hasil tangkapan sampingan di tengah laut.
5.2 Perencanaan Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan di Laut Arafura
Pemanfaatan potensi sumberdaya ikan hendaknya dilakukan dengan prinsip pemanfaatan optimum-lestari untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan
mengurangi buangan dari produk perikanan, termasuk sampah perikanan dengan cara memanfaatkannya seoptimal mungkin.
Permasalahan umum kegiatan penangkapan pukat udang adalah adanya hasil tangkapan sampingan. Permasalahan tersebut tentunya juga terjadi pada
kegiatan penangkapan pukat udang di Laut Arafura. Kewajiban setiap kapal trawl untuk menggunakan alat pemisah ikan APIBED untuk meminimalisasi
hasil tangkapan sampingan, pada kenyataannya kurang bahkan tidak efektif, dibuktikan dengan jumlah hasil tangkapan sampingan pukat udang di Laut
Arafura yang masih sangat besar. Dalam Konvensi Hukum Laut PBB UNCLOS 1982 United Nation
Convention Low of the Sea menyebutkan bahwa, tiga tujuan pokok pengelolaan sumberdaya ikan adalah ; 1 pemanfaatan sumberdaya ikan secara rasional, 2
pelestarian sumberdaya ikan dan 3 keserasian usaha pemanfaatan. FAO dalam CCRF article 7, FAO, 2002 merekomendasikan agar pendekatan pengelolaan
sumberdaya perikanan diarahkan untuk menjadi solusi permasalahan- permasalahan sebagai berikut; 1 mengurangi over fishing dan kapasitas
penangkapan, 2 mengurangi hasil tangkapan sampingan by-catch, 3 mengurangi kerusakan lingkungan dan 4 mengurangi ketidakpastian dan
resiko. Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas serta guna memenuhi
tujuan dan rekomendasi pengeloaan sumberdaya ikan, melalui analisis berikut ini diharapkan dapat ditemukan akar permasalahan dan solusinya.
5.2.1 Analisis kebijakan pemerintah di bidang perikanan sebagai pendukung pengelolaan hasil tangkapan sampingan pukat udang
Beberapa kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan dan himbauan telah dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang berkaitan
dengan ikan hasil tangkapan sampingan dari kapal pukat udang. Namun demikian pelaksanaan peraturan perundangan dan himbauan tersebut dirasakan
belum efektif dan disinyalir banyak terjadi pelanggaran. Berdasarkan penelitian penulis, dari sekian banyak peraturan perundangan yang mengatur tentang
pengelolaan perikanan, diantaranya ada 4 empat peraturan dalam bentuk Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri dan Surat Keputusan Direktur
Jenderal yang berkaitan langsung dengan ikan hasil tangkapan sampingan. Demikian pula hasil wawancara penulis dengan Kepala Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Papua Bapak Ir. Astiler Maharaja pada tanggal 10 Desember 24, diperoleh keterangan bahwa, peraturan dan perundangan dalam bentuk
Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri dan Surat Keputusan Direktur Jenderal yang berhubungan langsung dengan pemanfaatan ikan hasil tangkapan
sampingan hanya ada empat yaitu: 1 Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 561KptsUm111973 tentang
pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan. 2 Keputusan Presiden No. 85, tentang penggunaan pukat udang di bagian
tertentu perairan Indonesia, tanggal 24 Desember 1982. 3 Surat Keputusan Menteri Pertanian No.930KptsUm121982, tentang
pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85, tahun 1982, tanggal 27 Desember 1982,
4 Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Nomor: IK.010S3.806382K tentang pelaksanaan pemanfaatan hasil tangkapan sampingan dari pukat
udang. Surat keputusan ini mengatur tentang jumlah ikan hasil sampingan yang harus dimanfaatkan, teknis pemanfaatannya dan pengawasan atau
pemeriksaan atas kebenaran pemanfaatan yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan pukat udang.
Setelah Surat Keputusan Presiden dan Surat Keputusan Menteri serta Surat Keputusan Direktur Jenderal tersebut di atas, untuk mengatur penggunaan
pukat udang di perairan Indonesia, pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor. 85, tahun 1982 tentang penggunaan pukat udang. Dalam Keputusan
Presiden ini ditentukan bahwa pukat udang hanya dapat dioperasikan di Perairan Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya, dan Laut Arafura pada koordinat 130
BT ke timur, kecuali di perairan pantai dari masing-masing kepulauan tersebut dibatasi oleh isobath 10 sepuluh meter.
Dasar pertimbangan dikeluarkan Keputusan Presiden tersebut adalah karena telah tersedianya pukat udang yang dilengkapi dengan alat pemisah ikan
API karena alat pemisah ikan akan dapat mengurangi hasil tangkapan sampingan, serta keadaan geografi yang khusus daerah penangkapan.
Keadaan geografi daerah penangkapan tersebut di atas memiliki potensi udang yang besar dan belum dimanfaatkan oleh nelayan-nelayan tradisional setempat,
sehingga pemanfaatan potensi yang tersedia tidak akan menyebabkan gangguan terhadap kegiatan nelayan tradisional.
Pelaksanaan Surat Keputusan Presiden Nomor 85 tahun 1982 ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 930KptsUm121982 yang
mengatur tentang penggunaan pukat udang. Selanjutnya, Direktur Jenderal Perikanan mengeluarkan dua suarat keputusan tentang bentuk dan konstruksi
serta penyerahan ikan hasil tangkapan sampingan kepada perusahaan- perusahaan milik negara yaitu; Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan
Nomor: IK.010S3.807582K tentang konstruksi pukat udang, dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Nomor: IK.010S3.806382K tentang
pelaksanaan pemanfaatan hasil tangkapan sampingan dari pukat udang. Merasa belum cukup dan kepentingan daerah belum terakomodir dalam
peraturan dan perundangan yang dibuat oleh pemerintah pusat, pemerintah Kota Sorong di Provinsi Papua juga membuat aturan khusus daerah berupa :
1 Surat Pemberitahuan Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Sorong, tanggal 25 Mei 2004, tentang surat keputusan Kepala Dinas
Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Sorong tahun 2004, tentang ketentuan pembongkaran ikan hasil tangkapan sampingan kapal pukat
udang untuk konsumsi masyarakat di Kota Sorong.
2 Surat Himbauan Walikota Sorong, No. 52313202004, tahun 2004, tentang himbauan untuk membawa ikan hasil tangkapan samping kapal pukat
udang. Hasil identifikasi penulis, peraturan dan perundangan yang mendukung
kebijakan pengelolaan ikan hasil tangkapan sampingan serta hasil analisis keterkaitan dan efektifitas peraturan dan perundang undangan tersebut dengan
pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Analisis peraturan dan perundang undangan di bidang perikanan
pendukung kebijakan pemerintah tentang pengelolaan hasil tangkapan sampingan pukat udang
No. Peraturan Perundangan Tentang
Hasil Analisis
1 Surat Keputusan Menteri
Pertanian No.561KptsUm111973
Pemanfaatan ikan hasil
tangkapan sampingan
- Mewajibkan kepada setiap
pengusaha penangkapan udang untuk memanfaat-
kan ikan hasil tangkapan sampingan guna peme-
nuhan kebutuhan bahan pangan.
- Ketentuan-ketentuan yang
ada dalam SK ini merupa- kan persyaratan peleng-
kap dari surat izin usaha Perikanan.
- Dalam Surat Keputusan
Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan No. 45,
Tahun 2000 tentang perizinan usaha perikanan
tidak mencantumkan pe- manfaatan ikan hasil tang-
kapan sampingan sebagai kelengkapan wajib dalam
permohonan Izin Usaha Perikanan.
- SK
Menteri Pertanian No.561KptsUm111973
tidak sinkron dengan SK Menteri Eksplorasi Laut
dan Perikanan No. 45, Tahun 2000, akibatnya
kewajiban setiap pengu- saha penangkapan udang
untuk memanfaatkan ikan hasil tangkapan sam-
pingan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
No. Peraturan Perundangan Tentang
Hasil Analisis
2 Keputusan Presiden No.
39, tahun 1980 Penghapusan
jaring trawl
yang berlaku diseluruh
Perairan Indonesia.
- Pembinaan kelestarian
sumberdaya ikan -
Perbaikan usaha penang- kapan nelayan tradisionil.
- Menghindari terjadinya ke-
tegangan sosial di masya- rakat, khususnya nelayan.
- Tidak menyinggung ten-
tang pemanfaatan ikan hasil tangkapan sam-
pingan 3
Instrukusi Presiden No. 11, tahun 1982
Pelaksanaan Keputusan
Presiden No. 39, tahun 80.
- Sebagai tindak lanjut
Kepres No. 39, tahun 80 agar jaring trawl tidak
digunakan lagi di perairan Indonesia
- Pembinaan kelestarian
sumberdaya ikan -
Perbaikan usaha penang- kapan nelayan tradisionil
4 Keputusan Presiden No.
85, tahun 1982, Tanggal 24 Desember 1982
Penggunaan pukat udang di
bagian tertentu perairan
Indonesia. -
Pemanfaatan potensi udang secara optimal di
bagian tertentu perairan Indonesia
- Kewajiban pengusaha
pukat udang untuk men- daratkan dan menyerah-
kan ikan hasil tangkapan sampingan.
- Memanfaatkan ikan hasil
tangkapan sampingan untuk kepentingan
masyarakat. -
Tidak menjelaskan meka- nisme pendaratan dan
pemanfaatan ikan hasil tangkapan tersebut
5 Surat Keputusan
Menteri Pertanian No.930KptsUm121982,
Tanggal 27 Desember 1982
Pelaksanaan Keputusan
Presiden Republik
Indonesia Nomor 85
Tahun 1982 -
Sebagai tindak lanjut Kepres No. 85, tahun
1982, dan bersifat lebih operasional
- Penentuan lokasi penggu-
naan pukat udang -
Mewajibkan perusahaan
penangkapan yang meng- gunakan pukat udang
untuk menye-rahkan hasil tangkapan sampingan
kepada perusahaan yang telah ditentukan.
No. Peraturan Perundangan Tentang
Hasil Analisis
5 lanjutan
- Menjelaskan bentuk hasil
tangkapan yang dapat di- serahkan segar, beku
atau kering. -
Menugaskan kepada Dirjen Perikanan untuk
mengatur, mengawasi dan membimbing pemanfaatan
ikan HTS
- Tidak menjelaskan sistem
pengawasan pemanfaatan ikan HTS yang dapat
membuat pengusaha pe- nangkapan yang meng-
gunakan pukat udang terdorong untuk melak-
sanakan
- Saat ini keputusan
tersebut yang mewajibkab mendaratkan dan me-
manfaatkan ikan HTS
tidak dilaksanakan seba- gaimana tercantum.
6 Surat Keputusan
Dirjen Perikanan No.IK.010S3.806382K,
Tanggal 31 Desember 1982
Pelaksanaan pemanfaatan
hasil tangkapan
sampingan pukat udang
- Sebagai tindak lanjut dan
melengkapi SK Menteri Pertanian No. 930Kpts-
Um1282 -
Mengulang dan menekan- kan kepada perusahaan
yang telah diberi izin penangkapan untuk me-
nyerahkan ikan HTS
secara maksimal kepada perusahaan
pengolahan yang telah ditentukan.
- Mengatur tentang jumlah
ikan hasil tangkapan
sampingan yang harus diserahkan oleh perusa-
haan penangkapan kepa- da perusahaan yang
ditunjuk secara bertahap dan mewajibkan kepada
perusahaan yang ditunjuk untuk menerima ikan hasil
tangkapan sampingan dalam bentuk segar, telah
diolah taupun
berupa tepung ikan.
No. Peraturan Perundangan Tentang
Hasil Analisis
6 lanjutan
- Perintah kepada Kadinas
Perikanan di Provinsi Maluku dan Irian Jaya,
untuk mengawasi pelak- sanaannya dan melapor-
kan hasil-hasil pelak- sanaannya kepada Dirjen
Perikanan
- Tidak menjelaskan meka-
nisme teknis peman- faatan ikan hasil tang-
kapan sampingan ter- sebut.
- Tidak menjelaskan sistem
pengawasannya, seperti cara kontrol dan cara
monitoring untuk men- dorong pengusaha pe-
nangkapan yang meng- gunakan pukat udang
melaksanakan keputusan pemanfatan ikan hasil
tangkapan sampingan.
- Saat ini keputusan
tersebut tidak dilaksana- kan sebagaimana ter-
cantum. 7
Surat Keputusan Dirjen Perikanan
No. IK.010S3.807582K, Tanggal 31 Desember
1982 Konstruksi
pukat udang -
Tindak lanjut SK Menteri Pertanian No. 930Kpts-
Um1282. -
Lebih khusus, menentukan konstruksi pukat udang
dan wajibkan mengguna- kan API.
- Dimaksudkan untuk me-
ngurangi jumlah hasil tangkapan sampingan
- Karena sistem pengawas-
an dilapangan tidak me- madai, maka kewajiban
penggunaan API tidak dipatuhi dan aturan ini
menjadi tidak efektif.
No. Peraturan Perundangan Tentang
Hasil Analisis
8 Keputusan Menteri
No. 9961999 Petunjuk
implementasi mengenai
pengawasan dalam aktivitas
penangkapan ikan
- Mengatur tugas dan fungsi
aparat pengawasan dan pelaksanaan pengawasan
terhadap tracking kapal, daerah penang-kapan dan
wilayah yang dilindungi.
- Mewajibkan bagi kapal
penangkap, kapal peng- angkut dan kapal
pengumpul menggunakan tanda identifikasi.
- Karena fasilitas penga-
wasan yang tersedia tidak memadai, menyebabkan
pengawasan tidak ber- jalan sesuai harapan.
9 Peraturan Pemerintah
No. 622002 Tarif atau jenis
Penerimaan Negara Bukan
Pajak PNBP yang berlaku di
DKP -
Mengatur kewajiban kapal penangkap ikan mem-
bayar PNBP -
Tarif dihitung berdasarkan ukuran, jenis dan
banyaknya kapal serta
jenis alat tangkap. -
Menghitung tarif sebagai kompensasi terhadap ikan
HTS yang dihasilkan oleh kapal penangkap meng-
gunakan pukat udang.
10 Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan, No. KEP.38MEN2003,
Tanggal 23 Oktober 2003 Produktivitas
kapal penangkap
ikan -
Sebagai aturan pelak- sanaan atas Peraturan
Pemerintah No. 62 Tahun 2002 tentang Tarif atau
jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP yang
berlaku di DKP
- Perhitungan produktivitas
kapal dan komposisi ikan hasil tangkapan untuk
menghitung PHP ter- masuk kapal pukat udang
yang beroperasi di Laut Arafura.
- Tidak jarang aparat peng-
awasan menangkap kapal pukat udang yang men-
daratkan ikan HTS karena danggap tidak sesuai
dengan SIUP, karena tidak memahami peraturan
yang berlaku.
No. Peraturan Perundangan Tentang
Hasil Analisis
11 Surat Pemberitahuan
Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah
Kota Sorong, tanggal 25 Mei 2004
Ketentuan pembongkaran
ikan sampingan
kapal pukat udang untuk
konsumsi masyarakat di
Kota Sorong -
Kebutuhan ikan bagi masyarakat di kota Sorong
- Mengurangi penangkapan
ikan dengan cara meng- gunakan bom illegal
fishing -
Kontribusi sektor perikan- an bagi PAD Pemerintah
Kota Sorong -
Mekanisme perdagangan ikan HTS di Kota Sorong
- Surat tersebut tidak
memiliki kekuatan hukum dan tidak menjelaskan
tentang low enforcement- nya.
12 Surat Himbauan Walikota
Sorong, No. 52313202004, tahun
2004 Himbauan
untuk membawa ikan
samping kapal pukat udang.
- Kebutuhan ikan bagi
masyarakat di kota Sorong -
Himbauan mendaratkan jumlah tertentu ikan hasil
tangkapan sampingan -
Surat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum
dan tidak wajib untuk dipatuhi.
- Hanya mengharapkan
tanggung jawab secara moral moral obligation
dari pengusaha atau ABK kapal pukat udang.
Berdasarkan hasil analisis di atas Tabel 16 diketahui bahwa cukup
banyak peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan ikan hasil tangkapan sampingan, akan tetapi tidak ditemukan pasal atau klausal yang
tegas dan rinci tentang pengelolaan hasil tangkapan sampingan serta sanksi hukum yang dapat dijadikan dasar hukum untuk pengelolaan maupun pemberian
sanksi terhadap pelanggaran peraturan pengelolaan ikan hasil tangkapan
sampingan tersebut. Peraturan perundangan pada Tabel 16 di atas, seluruhnya
memuat dan menyinggung pengelolaan dan pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan, akan tetapi hanya memuat dan menjelaskan tentang mendaratkan
dan memanfaatkan ikan hasil tangkapan sampingan, di dalamnya tidak secara rinci mengatur dan menjelaskan bagaimana mekanisme penerapan atau
penyelenggaraannya baik bagi pemerintah sebagai regulator maupun bagi pengusaha dan anak buah kapal penangkapan udang.
Dengan status dan kondisi peraturan perundangan yang ada saat ini menyebabkan terjadinya kendala pengeloaan karena lemahnya pengawasan dan
penegakan hukum dari instansi terkait sehinga banyaknya terjadi pembuangan ikan hasil tangkapan sampingan di tengah laut.
Memperhatikan permasalahan di atas, dengan hasil tangkap sampingan di perairan Laut Arafura yang diperkirakan mencapai 332.186,40 tontahun, agar
potensi ikan hasil tangkapan sampingan yang demikian besar dapat dimanfaatkan maka memerlukan pengelolaan secara optimal. Guna mencapai
pengelolaan yang optimal yang berarti dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan, diperlukan membuat suatu kebijakan dan perencanaan
pemanfaatan yang memungkinkan untuk dilaksanakan di Provinsi Papua. Dalam merencanakan dan me mbuat kebijakan, beberapa hal yang sangat penting untuk
menjadi perhatian dalam upaya pengelolaan hasil tangkapan sampingan di Laut Arafura diantaranya :
1 Kebijakan tentang perikanan pukat udang yang jelas dan pasti, meliputi
tugas pokok dan fungsi pihak-pihak terkait. Hal ini sangat penting karena dalam kegiatan perikanan pukat udang melibatkan berbagai pihak yang
terkait langsung seperti pengusaha penangkapan, anak buah kapal, instansi pengawas dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.
2 Peraturan pemanfataan hasil tangkapan sampingan yang mengatur
tentang spesies dan jumlah berapa persen ikan hasil tangkapan sampingan yang harus didaratkan serta mekanisme aspek teknis
pendaratannya. 3
Data dan informasi perkiraan yang akurat tentang potensi hasil tangkapan sampingan yang dihasilkan oleh perikanan pukat udang pada
waktu atau satuan waktu tertentu. Hal ini sangat penting untuk diketahui, khususnya bagi investor yang ingin memanfaatkan ikan hasil tangkapan
sampingan, serta untuk mengitung suplai dan kebutuhan daya serap pasar terhadap produksi ikan hasil tangkapan sampingan.
5.3 Pola dan Model Pemanfaatan Ikan Hasil Tangkapan Sampingan