Karakteristik Masyarakat Nelayan Analisis keragaan usaha penangkapan ikan pasca program pemberdayaan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara

Untuk pengembangan produksi atau pemanfaatan sumberdaya perikanan di masa mendatang, langkah-langkah yang harus dikaji dan kemudian diusahakan pelaksanaannya adalah 1 pengembangan prasarana perikanan; 2 pengembangan agroindustri; 3 pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan perikanan, dan 4 pengembangan sistem informasi manajemen perikanan Ditjen Perikanan 1990. Pengembangan perikanan juga tidak dapat dipacu terus menerus tanpa melihat batas kemampuan sumberdaya yang ada ataupun daya dukungnya. Pada perikanan yang berkembang pesat, pengendalian sangat diperlukan. Kalau hal ini dilaksanakan, berarti telah menerapkan pembangunan perikanan berkelanjutan, sehingga kelestarian sumberdaya dan kegiatan perikanan dapat dijamin keberdaaanya pada saat ini dan di masa akan datang Naamin 1987. Berdasarkan hasil pendataan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara 2008, menyatakan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan adalah pancing ulur, rawai, mini purse seine pajeko, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, jaring lingkar giob, huhate, bagan, dan bubu. Umumnya tingkat teknologi penangkapan yang dipergunakan tersebut masih relatif sederhana dan ukuran armadanya tidak berskala besar. Adapun perahukapal yang digunakan sebagian besar masih menggunakan perahu layartanpa motor dan sebagian kecil menggunakan motor tempel. Kondisi terbatasnya teknologi dan permodalan usaha perikanan tangkap telah menyebabkan tingkat produktivitas nelayan setempat menjadi rendah.

2.4 Karakteristik Masyarakat Nelayan

Undang-Undang RI No. 31 tahun 2004 jo UU No.45 tahun 2009, tentang Perikanan menayatakan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakannya untuk melakukan operasi penangkapan ikan, yaitu sebagai berikut: 1 Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikanbinatang air lainnyatanaman air. 2 Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikanbinatangtanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain. 3 Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Disamping pembagian diatas, pembagian dapat didasarkan daya jangkau armada perikanan dan lokasi penangkapan, yaitu: 1 nelayan pantai atau perikanan pantai untuk perikanan skala kecil armada yang didominasi oleh perahu tanpa motor atau kapal motor tempel; 2 perikanan lepas pantai untuk perikanan dengan kapasitas kapal rata-rata 30 GT; 3 perikanan samudera untuk kapal-kapal ukuran besarnya 100 GT dengan target perikanan tunggal seperti tuna Widodo dan Suadi 2006. Perikanan tangkap di Indonesia masih dicirikan oleh perikanan skala kecil seperti terlihat pada komposisi armada penangkapan nasional yang masih didominasi sekitar 85 nelayan skala kecil dan beroperasi di sekitar perairan pantai Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2005. Begitu pula usaha perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, sebagian besar usaha perikanan tangkap tergolong skala kecil dengan ukuran perahukapal kurang dari 5 GT dan beroperasi di perairan pantai Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara 2008. Menurut Smith 1983, karakteristik perikanan skala kecil tradisional adalah sebagai berikut: 1 Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali. 2 Aktivitas penangkapan merupakan paruh waktu, dan pendapatan keluarga adakalanya ditambah dari pendapatan lain dari kegiatan diluar penangkapan. 3 Kapal dan alat tangkap biasanya dioperasikan sendiri. 4 Alat tangkap dibuat sendiri dan dioperasikan tanpa bantuan mesin. 5 Investasi rendah dengan modal; pinjaman dari penampung hasil tangkapan. 6 Hasil tangkapan per unit usaha dan produktivitas pada tingkat sedang sampai sangat rendah. 7 Hasil tangkapan tidak dijual kepada pasar besar yang terorganisasi dengan baik tapi diedarkan di tempat-tempat pendaratan atau di jual di laut. 8 Sebagian atau keseluruhan hasil tangkapan dikomsumsi sendiri bersama keluarganya. Dengan mendominasi 85 armada perikanan tangkap di indonesia, kontribusi nelayan skala kecil sangat besar dalam produksi perikanan tangkap tetapi nelayan skala kecil masih diidentikan dengan kemiskinan. Banyak faktor yang menyebabkan nelayan kecil terbelenggu kemiskinan, selain faktor utama keterbatasan permodalan dan teknologi ada faktor penghambat lain yang cukup penting yaitu terbatasnya informasi mengenai harga ikan. Informasi pasar hanya dikuasai segelintir orang dengan hubungan patron-client, yakni nelayanburuh nelayan memiliki posisi tawar rendah dan cenderung dikendalikan juragan pemilik modal atau pedangang pengumpul Dwihendrosono 2009. Sistem sosial budaya ini sudah melembaga pada masyarkat nelayan Kusumastanto 1997. Masyarakat nelayan Kabupaten Halmahera Utara masih terjerat dalam persoalan sosial hubungan patron-client. Dibo-dibo dikenal sebagai pedagang pengumpul hasil tankapan ikan nelayan. Dibo-dibo memberikan keperluan nelayan melaut biaya perbekalan. Konsekuensinya, nelayan jadi terikat kepada dibo-dibo sehingga menyebabkan posisi tawar nelayan menjadi lemah. Pada umumnya dibo-dibo memiliki perekonomian yang lebih baik dikalangan masyarakat pesisir, sedangkan nelayan pada posisi yang lemah hanya menerima pinjaman modal dan tidak bisa menguasai akses pasar.

2.5 Pemberdayaan Masyarakat Nelayan