Himpunan yang ekuivalen

10.1 Himpunan yang ekuivalen

Pada bab terdahulu telah dibahas dua himpunan yang ekuivalen untuk himpunan terhingga, yaitu “dua himpunan A dan B dikatakan ekuivalen jika #(A) = #(B)”. Timbul pertanyaan, bagaimana jika himpunan A dan B tak terhingga? Karena #(A) dan #(B) tidak dapat ditentukan.

Untuk himpunan yang tak berhingga maka jawabnya bergantung pada bagaimana kita mendefinisikan supaya dua himpunan mempunyai banyaknya elemen yang sama, yakni, seperti yang akan kita katakan, supaya kedua himpunan tersebut ekuivalen. Pada suatu waktu semua himpunan tak berhingga dianggap ekuivalen satu sama lain. Definisi berikut, yang telah merombak keseluruhan teori himpunan, dihubungkan dengan karya sarjana matematika Jerman yang bernama George Cantor (1845-1918).

Definisi 10.1: Himpunan A ekuivalen dengan himpunan B, yang dinyatakan oleh: A ~ B Jika terdapat sebuah fungsi ƒ : A B yang bijektif. Contoh : Misalkan M = {1, 2, 3} dan N = {1, 2}. Jika kita mendaftar semua fungsi M ke dalam N,

maka tidak satu pun diantaranya yang bijektif. Maka M tidak ekuivalen dengan N. Misalkan R = {1, 2, 5, 8} dan T = {Marc, Eric, Paul, Betty}. Diagram berikut mendefinisikan sebuah fungsi dari R ke dalam T yang bijektif. Maka R ekuivalen dengan T.

1 Marc

2 Erik

5 Paul

8 Betty

Kardinalitas

Misalkan A ={ a, b, c, d} dan B= {1, 2, 3, 4} didefinisikan suatu fungsi f menurut diagram berikut:

Karena f bijektif maka A ekuivalen dengan B. Tinjaulah lingkaran-lingkaran konsentris

1 = {(x, y) ⏐x +y =a },

C 2 = {(x, y) ⏐x +y =b }

Di mana, katakanlah 0 < a < b, dapatkanlah secara geometris bijektif diantara C 1 dan

C 2 . Penyelesaian: Misalkan x ∈ C 2 . Tinjaulah fungsi ƒ : C 2 C 1 dimana ƒ(x) adalah titik perpotongan

jari-jari dari pusat C 2 (dan C 1 ) ke x, dan C 1 , seperti yang diperlihatkan dalam diagram disamping. Perhatikan bahwa ƒ adalah fungsi yang bijektif.

Jadi ƒ mendefinikan bijektif diantara C 1 dan C 2 .

Buktikan: (a) [0, 1] ~ (0, 1), (b) [0, 1] ~ [0, 1), (c) [0, 1] ~ (0, ].

Pemecahan : Perhatikan bahwa

[0, 1] = {0, 1, - ½ , 1/3, …} ∪A (0, 1) = {½ , 1/3, ¼, …} ∪A dengan

A = [0, 1] – {0, 1, ½, 1/3, …} = (0, 1) – {1/2, 1/3, …} Tinjaulah fungsi ƒ : [0, 1] (0, 1) yang didefinisikan oleh diagram berikut: Dengan kata lain

jika x = 0

ƒ(x) =

1/(n + 2)

jika x = 1/n, n ∈N

jika x ≠ 0,1/n, n ∈ N

fungsi ƒ adalah fungsi bijektif.

Pengantar Dasar Matematika 121

Sebagai konsekuensinya, [0, 1] ~ (0, 1). Fungsi ƒ: [0, 1] [0, 1) yang didefinisikan oleh

1/(n + 1) jika x = 1/n, n ∈ N

ƒ(x) =

jika x ≠1/n, n ∈ N

adalah fungsi bijektif. (Fungsi tersebut serupa dengan fungsi dalam bagian (a)). Maka [0, 1] ~ [0,1)

Misalkan ƒ: [0, 1) (0, 1] adalah fungsi yang didefinisikan oleh ƒ(x) = 1 – x. Maka ƒ adalah fungsi bijektif, dan karena itu maka, [0, 1) ~ (0, 1]. Menurut bagian (b) dan definisi 10.1, maka [0, 1] ~ (0,1].

Buktikan: Untuk sebarang himpunan A dan B, maka A x B ~ B x A Pemecahan : Fungsi

ƒ: A x B B x A yang didefinisikan oleh ƒ((a, b)) = (b, a), (a ∈A, b ∈ B) adalah fungsi bijektif; maka A x B ~ B x A Buktikan: Untuk sebarang himpunan A, B dan C, maka (A x B)x C ~ A x B x C ~ A x (B x C) Penyelesaian : Fungsi ƒ: (A x B)x C A x B x C yang didefinisikan oleh

ƒ((a, b), c) = (a, b, c), (a ∈ A, b ∈ B, c ∈ C) adalah fungsi bijektif; maka (A x B)x C ~ A x B x C ~ A x (B x C). Demikian juga, A x (B x C) ~ A x B x C Jadi (A x B)x C ~ A x B x C ~ A x (B x C) Jika diperiksa contoh di atas, maka tidak sukar untuk melihat bahwa umumnya, dua

himpunan berhingga ekuivalen satu sama lain jika dan hanya jika kedua himpunan tersebut mengandung banyaknya elemen yang sama. Maka, untuk himpunan berhingga, Definisi 10.1 bersesuaian dengan arti biasa dari dua himpunan yang mengandung banyaknya elemen yang sama.

Contoh :

1) Misalkan G = [0, 1] dan H = [2, 5] dan misalkan ƒ : G H adalah fungsi yang didefinisikan oleh ƒ(x) = 3x + 2

Kardinalitas

Perhatikan bahwa ƒ adalah fungsi yang bijektif, maka G ~ H, yakni G ekuivalen dengan H.

2) Misalkan N = {1, 2, 3, …} dan E = {2, 4, 6, …}. Fungsi ƒ : N E yang didefinisikan oleh ƒ(x) = 2x, adalah fungsi yang bijektif. Maka N ~ E. Dalam contoh diperlihatkan bahwa himpunan N yang tak berhingga, yakni himpunan semua bilangan asli, ekuivalen dengan subset sejati (proper subset) dari dirinya sendiri. Sifat ini adalah karakteristik himpunan tak berhingga. Ternyata secara formal, dapat dinyatakan. Definisi 10.2: Sebuah himpunan dikatakan tak berhingga (infinite) jika himpunan tersebut ekuivalen dengan sebuah subset sejatinya sendiri.

1) Misalkan A dan B adalah dua himpunan sebarang. Maka A~Ax {1} dan B ~ B x {2} Karena fungsi-fungsi ƒ : a (a, 1), a ∈ A dan

g : b (b, 2), b ∈ B adalah fungsi bijektif. Lagi pula, walaupun A dan B tidak perlu terputus, namun perhatikan bahwa.

A x {1} ∩ B x {2} = Ø Karena setiap pasangan teratur dalam A x {1} mengandung 1 sebagai elemen kedua, dan setiap pasangan teratur dalam B x {2} mengandung 2 sebagai elemen kedua. Dari contoh di atas dapat digeneralisasi dalam teorema 10.1 yang akan digunakan kelak dalam bab ini. Teorema 10.1: Hubungan dalam himpunan yang didefinisikan oleh A ~ B adalah sebuah hubungan kesetaraan. Secara spesifik, (1)

A ~ A untuk setiap himpunan A. (2) Jika A ~ B, maka B ~ A,

(3) Jika A ~ B dan B ~ C, maka A ~ C Bukti:

(1) Fungsi identitas 1 A : A A adalah fungsi bijektif; maka A ~ A.

(2) Jika A ~ B, maka terdapat sebuah fungsi ƒ : A B dan fungsi g: B C yang

bijektif. Maka ƒ mempunyai sebuah fungsi invers ƒ -1 : B A yang juga bijektif. Maka A ~ B menyatakan B ~ A

Pengantar Dasar Matematika 123

(3) Jika A ~ B dan B ~ C, maka terdapat fungsi ƒ : A B dan fungsi g : B C yang bijektif. Maka fungsi hasil kali g ο ƒ: A C adalah juga bijektif. Berarti A ~ B dan B ~ C menyatakan A ~ C