Pengumpulan Data Fisika Kimia Kondisi Perairan

sampler sebanyak satu kali untuk masing-masing stasiun pengamatan. Contoh air yang sudah diambil kemudian dimasukan kedalam botol sampel ukuran 500 ml dan diawetkan dengan menggunakan H 2 SO 4 pekat sebanyak 0,5 ml atau sekitar 10 tetes sampai pH 2 untuk analisis parameter nitrat dan COD, sedangkan untuk parameter nitrit, ammonia, ortofosfat, diawetkan dengan HgCl sebanyak 0,5 ml 10 tetes. Selanjutnya air sampel dimasukan kedalam ice box kemudian dibawa ke laboratorium dan disimpan di dalam freezer untuk di analisis. Waktu dari pengambilan sampel sampai dianalisis kurang lebih 24 jam, sebelum dianalisis sampel air setelah dikeluarkan dari freezer kemudian dibiarkan terlebih dahulu sampai kondisi suhunya normal pada suhu kamar antara 26-28 •C . Parameter kekeruhan diukur dengan menggunakan turbidimeter, parameter BOD dan COD dilakukan secara titrasi, sedangkan untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, dan ortofosfat dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang masing-masing untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, dan ortofosfat sebesar 410 nm, 543 nm, 640 nm, dan 880 nm.

3. Parameter Biologi

Parameter biologi yang dianalisis adalah fitoplankton dan zooplankton. Sampel fitoplankton diambil dengan cara menyaring air lapisan permukaan sebanyak 100 liter dengan menggunakan ember volume 10 liter. Sampel tersebut disaring menggunakan plankton net dengan ukuran 45 µm, air sampel yang tersaring dimasukan dalam botol sampel volume 30 ml dan diawetkan dengan menggunakan pengawet Lugol sebanyak 3-5 tetes. Saat analisis, diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet dan diamati dengan menggunakan Sedgewick Rafter Cell volume 1ml dan mikroskop.

D. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh adalah data primer hasil pengamatan secara langsung di lapangan dan hasil analisis di laboratorium, seperti terlihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur. Parameter Unit Alat Metode Analisis

A. Fisika

1. Suhu •C Termometer Pemuaian Insitu 2. Kecerahan meter Secchi Disk Visual Insitu 3. Kekeruhan NTU Turbidity meter Refraksi cahaya Laboratorium

B. Kimia

1. pH - pH meter Visual Insitu 2. Salinitas ‰ Refraktometer Refraksi cahaya Insitu 3. Oksigen Terlarut mgl DO meter Elektroda Insitu 4. Nitrogen a. Nitrat mgl Spektrofotometer Brucine Laboratorium b. Nitrit mgl Spektrofotometer Indophenol Laboratorium c. Ammonia mgl Spektrofotometer Sulfanilamide Laboratorium 5. Ortofosfat Spektrofotometer Molybdate ascorbic acid Laboratorium 6. BOD mgl Titrasi Winkler Laboratorium 7. COD mgl Titrasi Incubation Reflux Laboratorium

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan data hasil pengolahan dengan referensi yang ada dan standar baku mutu air laut bagi peruntukan kegiatan perikanan berdasarkan Kep MENLH No. 51 Tahun 2004 untuk melihat kondisi perairan secara umum. Hasil pembandingan tersebut selanjutnya digunakan untuk penarikan kesimpulan mengenai kondisi kualitatif perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada penelitian.

1. Analisis Kelimpahan

Kelimpahan plankton didefinisikan sebagai jumlah individu atau sel per satuan volume dalam m 3 . Untuk fitoplankton dinyatakan dalam selm 3 , sedangkan zooplankton dinyatakan dalam indm 3 . Jumlah individu atau sel plankton dalam 1 m 3 air dihitung dengan menggunakan metode penyapuan sebanyak 2 kali ulangan yaitu sebagai berikut Basmi, 2000: N = n i x 1V d x V t V s x 1000 Dengan ketentuan : N = Jumlah total individu atau sel plankton per m 3 indm 3 n i = Jumlah individu atau sel spesies ke-i yang tercacah V d = Volume air yang disaring liter V t = Volume air tersaring 30ml V s = Volume sampel di bawah gelas penutup ml 1000 = Konversi dalam m 3

2. Analisis Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman jenis adalah suatu pernyataan atau penggambaran secara matematik yang melukiskan struktur kehidupan dan dapat mempermudah menganalisa informasi-informasi tentang jenis dan jumlah organisme. Penghitungan indeks keanekaragaman fitoplankton dan zooplankton dilakukan dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener Basmi, 1999 yaitu : n H’ = - ∑ ∑ pi ln pi ; dengan pi = niN i = 0 Dengan ketentuan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener nitsindividu ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu Penggolongan kondisi komunitas biota berdasarkan H’ Basmi, 1999 adalah : H’ 2,30 = Keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah. 2,30 H’ 6,91 = Keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang. H’ 6,91 = Keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.

3. Analisis Keseragaman

Penyebaran jumlah individu pada masing-masing organisme dapat ditentukan dengan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya. Analisis indeks keseragaman fitoplankton dan zooplankton menggunakan rumus sebagai berikut Odum, 1993 : E = H’ H maks Keterangan : E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman H maks = ln S S = Jumlah Spesies Dari perbandingan ini akan didapatkan nilai E antara 0 sampai 1, semakin kecil nilai E maka semakin kecil juga keseragaman suatu populasi, artinya penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genera mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap genus dapat dikatakan relatif sama, atau tidak jauh berbeda Odum,1993;Basmi,2000.

4. Analisis Dominansi

Indeks dominansi digunakan untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu yang mendominasi dalam suatu jenis populasi. Perhitungan indeks dominansi untuk fitoplankton dan zooplankton menggunakan rumus indeks dominansi Simpson sebagai berikut Odum, 1993 : s C = ∑ ∑ [ niN ] 2 i =1 Dengan ketentuan : C = Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu ke-i N = Jumlah total individu s = Jumlah jenis Nilai C berkisar antara 0 dan 1, apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi, sedangkan bila C mendekati 1 berarti ada andividu yang mendominasi populasi Odum, 1993; Basmi, 1999.

5. Indeks Similaritas Bray Curtis

Untuk mengetahui kesamaan suatu lingkungan berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton, digunakan analisa indeks kesamaan Bray-Curtis Bray and Curtis in Omori dan Ikeda 1976. Formulanya adalah sebagai berikut : Ó | Y 1j – Y 1j | S = 1 – Ó Y 1j + Y 1j Dimana S = Indeks kesamaan Y1j – Y1j = Nilai kelimpahan pd 2 stasiun yang berbeda

6. Indeks Similaritas Canberra

Untuk melihat kesamaan antar stasiun pengamatan berdasarkan parameter fisika-kimia air, dilakukan pengelompokan menggunakan indeks similaritas Canberra. Nilai yang diperoleh kemudian dibuat dalam bentuk plot diagram daun. Rumus yang digunakan sebagai berikut Lance and Williams in Clifford and Stephenson, 1975: Keterangan: I C = Nilai kesamaan indeks Canberra x i = Nilai parameter fisika-kimia air stasiun 1 y i = Nilai parameter fisika-kimia air stasiun yang lain s = Jumlah parameter yang diperbandingkan Dalam mengolah dan menganalisis dengan indeks Canberra dan Bray Curtis menggunakan software produksi Laboratorium Model dan Simulasi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengelompokan data dengan mencari nilai korelasi antar stasiun, nilai korelasi antar stasiun tersebut selanjutnya disusun dalam sebuah matriks yang disebut dengan Matriks Similaritas Canberra. Nilai korelasi antar stasiun kemudian disajikan dalam bentuk dendrogram, garis similaritas yang digambar terlebih dahulu adalah stasiun-stasiun dengan nilai korelasi yang paling tinggi dan dilanjutkan sampai dengan stasiun dengan nilai korelasi paling rendah. Setelah semua stasiun diplotkan akan terbentuk sebuah kelompok besar yang terdiri dari kelompok kecil dengan tingkat similaritas yang berbeda. Untuk menentukan taraf kesamaan yang akan memotong kelompok besar pada nilai tertentu, dengan cara mencari nilai rata-rata similaritas untuk semua stasiun ∑ + − − = 1 1 yi xi yi xi s Ic pengamatan. Jumlah pengelompokan stasiun yang terbentuk ditunjukkan dengan banyaknya garis yang terpotong oleh garis similaritas rata-rata.

7. Analisis Regresi Sederhana

Regresi linier sederhana digunakan untuk melihat hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan keberadaan nutrien dan antara kelimpahan zooplankton dengan beberapa parameter fisika-kimia perairan. Hubungan tersebut yaitu antara kelimpahan fitoplankton dengan NO 3 -N, kelimpahan fitoplankton dengan NO 2 -N, kelimpahan fitoplankton dengan NH 3 -N, kelimpahan fitoplankton dengan PO 4 -P, kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan, kelimpahan fitoplankton dengan suhu, kelimpahan zooplankton dengan suhu, dan antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan. Secara statistik hubungan yang umum digunakan adalah sebagai berikut Steel and Torrie, 1991 Y = âo + â 1 X Hipotesis Ho : â = 0 H1 : â 0 Dengan kaidah keputusan : F hit F tabel maka tolak Ho : ada pengaruh fisika-kimia perairan terhadap kelimpahan plankton F hit F tabel maka gagal tolak Ho : tidak ada pengaruh fisika-kimia terhadap kelimpahan plankton Dengan asumsi bahwa data yang diambil mewakili satu bulan atau dianggap homogen.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Perairan

Hasil pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan, disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Kisaran nilai parameter fisika, kimia di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan. Oktober November Desember Satuan Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Suhu o C 29,0 - 30,5 29,833 29,5 - 31,0 30,583 29,0 - 30,5 29,667 Salinitas o oo 34 - 35 34,167 34 - 35 34,5 33 - 33,5 33,083 Kecerahan m 1,0 - 2,7 1,633 1,0 - 3,1 1,9 1,0 - 3,2 1,967 Kekeruhan NTU 3,07 - 3,86 3,422 0,15 - 0,50 0,367 0,2 - 0,55 0,442 pH 7,25 - 8,20 7,78 8 8 7,00 - 7,02 7,007 DO mgl 7,14 - 8,38 7,658 6,03 - 10,95 8,225 5,85 - 6,90 6,173 N-Nitrat mgl 0,595 - 0,780 0,69 0,763 - 1,189 1,024 0,556 - 1,113 0,809 N-Nitrit mgl 0 014 - 0 065 0,028 0,002 - 0,005 0,003 0,018 - 0,024 0,02 N-Amonia mgl 0 015 - 0 024 0,017 0,001 - 0,011 0,005 0,007 - 0,037 0,025 Orthofosfat mgl 0 003 - 0,042 0,021 0,003 - 0,036 0,015 0,003 - 0,031 0,014 BOD5 mgl 0,34 - 0,79 0,548 0,70 - 2,86 1,857 2,09 - 3,28 2,553 COD mgl 46,91 - 52,34 50,222 29,88 - 54,99 48,075 43,65 - 45,63 45,217 Sedangkan hasil pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Pulau Panggang selama pengamatan, disajikan dalam Tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4. Kisaran nilai parameter fisika, kimia di perairan Pulau Panggang selama pengamatan. Oktober November Desember Satuan Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Suhu o C 29,0 - 31 29,917 30 - 31 31 29 - 30 29,25 Salinitas o oo 33 - 34 34 33,5 - 34 33,917 32,5 - 33 32,917 Kecerahan m 1,0 - 2,7 1,883 1,3 - 2,7 1,883 1,4 - 2,7 2,033 Kekeruhan NTU 3 16 - 3,86 3,515 3,33 - 3,86 3,518 0,10 - 0,70 0,367 pH 8 8 8 8 6,98 - 7,02 7,075 DO mgl 6,39 - 7,58 6,94 7,13 - 9,86 8,017 4,35 - 6,56 5,183 N-Nitrat mgl 0,598 - 0,763 0,682 0,83 - 1,075 0,964 0,563 - 0,908 0,748 N-Nitrit mgl 0,023 - 0,097 0,055 0,001 - 0,003 0,002 0,021 - 0,026 0,023 N-Amonia mgl 0,007 - 0,014 0,01 0,001 - 0,006 0,004 0,022 - 0,067 0,04 Orthofosfat mgl 0,055 - 0,073 0,062 0,055 - 0,086 0,064 0,082 - 0,125 0,096 BOD5 mgl 0,73 - 1,69 1,073 1,59 - 6,59 2,393 2,59 - 3,01 2,83 COD mgl 46,91 - 58,23 50,957 49,8 - 58,17 51,66 47,62 - 48,61 48,195 Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisika dan kimia di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober, November dan Desember 2004 sebaran horizontal suhu permukaan air laut menunjukkan penyebaran yang cenderung homogen. Suhu yang terukur merupakan kisaran optimal untuk pertumbuhan plankton. Variasi suhu yang terukur selama pengamatan sangat dipengaruhi suhu udara di atasnya dan perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat pengukuran. Selain itu, suhu air dipengaruhi juga oleh kondisi iklim dan cuaca saat pengamatan. Pada pengamatan bulan Oktober dan bulan November merupakan musim peralihan dengan suhu yang tidak menentu atau cenderung tidak stabil. Sedangkan pada bulan Desember merupakan awal dari musim barat Desember–Februari dimana suhu turun mencapai minimum dan bertepatan pula dengan adanya angin yang kuat dan curah hujan yang tinggi Nontji,1987. Diduga karena hal itu, nilai suhu permukaan pada bulan Desember lebih rendah dibandingkan dengan bulan Oktober dan November. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendi 2003 yang menyatakan bahwa suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan air laut, lama penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman perairan. Kondisi curah hujan selama pengamatan menunjukkan kisaran yang normal. Pada pengamatan bulan Oktober berkisar antara 154–185 mm, bulan November berkisar antara 218–250 mm dan bulan Desember berkisar antara 250– 283 mm www.lapanrs.com . Secara umum nilai salinitas pada pengamatan bulan Oktober, November dan Desember 2004 baik di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang tidak ada perbedaan yang mencolok. Dari tabel dapat dilihat bahwa pada pengamatan bulan Oktober dan November memiliki nilai salinitas yang berkisar antara 34 o oo – 35 o oo sedangkan pada bulan Desember berkisar antara 32,5 o oo –33,5 o oo . Adanya perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan musim dimana pada bulan Desember terjadi musim barat dengan curah hujan yang tinggi sehingga terjadi pengenceran perairan yang menyebabkan turunnya nilai salinitas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Nilai salinitas yang terukur masih dalam kisaran yang baik untuk pertumbuhan plankton. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Isnansetyo dan Kurniastuty 1995 yang menyatakan bahwa salinitas optimal bagi plankton adalah antara 20-35 o oo . Nilai pH air laut pada setiap pengamatan tidak mempunyai perbedaan yang terlalu mencolok dimana pH perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 7–8. Nilai pH tersebut masih dapat ditoleransi untuk pertumbuhan biota khususnya plankton. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nybakken 1992 yang menyatakan bahwa perairan dengan nilai pH yang bervariasi antara 7–8 masih dapat ditoleransi sebagian besar biota perairan. Kecerahan sangat penting bagi perairan karena berkaitan dengan proses berlangsungnya produktifitas primer melalui fotosintesis fitoplankton. Nilai rata- rata kecerahan tertinggi ditemukan pada pengamatan bulan Desember baik di perairan Pulau Pramuka maupun perairan Pulau Panggang. Hal ini diduga karena pengaruh cuaca dan waktu pengukuran. Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi Effendi, 2003. Perairan di sekitar Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kedalaman yang variatif namun relatif dangkal. Kedalaman perairan di stasiun pengamatan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 1 sampai 23 meter dengan tingkat kecerahan 1–12,5 meter. Sementara hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kisaran nilai kecerahan antara 3,25–16,15 meter Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2002 in Nirmala 2003. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan karena perbedaan aktifitas dan stasiun pengamatan sehingga nilai yang diperoleh tidak sama. Kep. MENLH no. 51 tahun 2004 menetapkan batas kecerahan untuk perairan dengan ekosistem terumbu karang adalah 5 meter dan 3 meter untuk ekosistem lamun. Nilai kecerahan yang tinggi dapat menunjang terjadinya produktifitas primer yang optimal karena sangat berkaitan erat dengan laju fotosintesis fitoplankton yang merupakan komponen dasar rantai makanan. Nilai kekeruhan yang didapat dari hasil pengamatan selama bulan Oktober, November dan Desember 2004 di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 0,1–3,86 NTU. Sementara hasil pengamatan sebelumnya berkisar antara 0,5–10,5 NTU Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2002 in Nirmala 2003. Nilai kekeruhan terbesar terdapat pada pengamatan bulan Oktober di perairan Pulau Pramuka dan pengamatan bulan Oktober dan November di perairan Pulau Panggang. Kep MENLH no. 51 tahun 2004 menetapkan ambang batas nilai kekeruhan bagi biota laut adalah 5 NTU. Dari data yang didapat menunjukkan bahwa nilai kekeruhan dari semua stasiun pengamatan berada dalam kisaran yang masih normal dan sangat baik untuk menunjang proses kehidupan biota di dalamnya. Nilai kekeruhan yang tinggi akan mengakibatkan terganggunya proses fisiologis hewan air seperti penglihatan, pernafasan. Disamping itu nilai kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan berkurangnya penetrasi cahaya kedalam perairan sehingga menghambat laju fotosintesis oleh fitoplankton. Nilai oksigen terlarut selama pengamatan di Pulau Pramuka masing-masing berkisar antara 7,14 mgl–8,38 mgl; 6,030 mgl –10,95 mgl dan 5,85 mgl–6,90 mgl Tabel 3. Sedangkan di Pulau Panggang berkisar antara 6,39 mgl –7,58 mgl ; 7,13 mgl –9,89 mgl dan 4,35 mgl–6,56 mgl Tabel 4. Nilai rata-rata oksigen terlarut tertinggi adalah 10,99 mgl pada pengamatan bulan November di perairan Pulau Pramuka dan nilai rata-rata oksigen terlarut terendah yaitu 5,184 mgl pada pengamatan bulan Desember di perairan Pulau Panggang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendi 2003 bahwa sumber utama oksigen dalam perairan adalah dari proses fotosintesis. Semakin subur suatu perairan akan semakin banyak fitoplankton yang hidup di dalamnya dan akhirnya akan meningkatkan pasokan oksigen terlarut dalam air. Adanya kandungan oksigen terlarut rendah disebabkan karena aktifitas respirasi yang lebih tinggi daripada fotosintesis. Selain itu nilai yang rendah tersebut diduga karena tingginya aktifitas respirasi oleh organisme air dan adanya proses dekomposisi aerob oleh bakteri. Hal ini sesuai dengan tingginya nilai BOD yang didapat pada pengamatan bulan Desember baik di perairan Pulau Panggang dan Pulau Pramuka yang lebih tinggi dibandingkan pada pengamatan bulan lain. Begitu pula dengan nilai saturasi oksigen pada pengamatan bulan Desember yang mempunyai nilai under saturation , seperti terlihat dalam Tabel 5. Tabel 5. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka Oktober November Desember Stasiun Suhu DO saturasi Suhu DO saturasi Suhu DO saturasi 1 30 7,14 94,48 30 6,2 82,01 29,5 6,19 81,18 2 30 8,08 106,88 30 6,03 79,76 29 5,87 76,33 3 30,5 8,36 109,64 29.5 7,62 99,93 30 6,06 80,16 4 29,5 7,46 97,84 32 10,95 150 30 5,85 77,38 5 30 7,42 98,15 31 8,38 112,79 29 6,17 80,24 6 29 7,47 97,14 31 10,17 136,88 30 6,9 91,27 Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkat saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka memiliki nilai rata-rata yang under saturation dibawah 100 kecuali pada stasiun 1 dan 2 bulan Oktober, stasiun 5 dan 6 bulan November yang mempunyai nilai oksigen yang over saturation diatas 100. Tidak ditemukan nilai oksigen yang dalam tingkat saturation atau jenuh nilai 100, hal ini menunjukkan bahwa masih terjadi proses difusi dalam mencapai kesetimbangan antara di perairan dengan di atmosfer seperti terlihat dalam Tabel 6. Tabel 6. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang Oktober November Desember Stasiun Suhu DO saturasi Suhu DO saturasi Suhu DO saturasi 1 29 6.39 83.09 30 7.19 95.11 29.5 4.87 63.87 2 30 6.49 85.85 32 9.86 135.07 29 6.56 85.31 3 29 7.58 98.57 31 8.16 109.83 29 4.35 56.57 4 30 7.38 97.62 32 7.17 98.22 30 5.16 68.25 5 31 6.88 92.59 31 8.59 113.62 29 5.15 66.97 6 30 6.92 91.53 30 7.13 94.31 29 5.01 65.15 Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang memiliki nilai rata-rata yang under saturation dibawah 100 kecuali pada stasiun 2, 3 dan 5 bulan November yang mempunyai nilai oksigen yang over saturation diatas 100. Tidak ditemukan nilai oksigen yang dalam tingkat saturation atau jenuh nilai 100, hal ini menunjukkan bahwa masih terjadi proses difusi dalam mencapai kesetimbangan antara di perairan dengan di atmosfer Effendi, 2003. Dari hasil pengamatan selama bulan Oktober, November dan Desember 2004, nilai NO 3 -N di perairan Pulau Pramuka memiliki kisaran antara 0,595 mgl– 0,780 mgl; 0,763 mgl–1,189 mgl dan 0 556 mgl–1,113 mgl. Sedangkan nilai NO 3 -N di perairan Pulau Panggang berkisar antara 0,574 mgl–0,780 mgl; 0,72 mgl–1,151 mgl dan 0,563 mgl–0,908 mgl. Secara umum nilai NO 3 -N yang terukur selama pengamatan relatif mencukupi karena nilai rata-rata NO 3 -N untuk setiap stasiun pengamatan lebih dari 0.144 mgl yang merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme nabati perairan. Kandungan NO 2 -N dari hasil pengukuran di Pulau Pramuka berkisar antara 0,005 mgl-0,065 mgl; 0,002 mgl– 0,005 mgl dan 0,018 mgl–0,024 mgl. Sedangkan di perairan Pulau Panggang berkisar antara 0,023 mgl–0,097 mgl; 0,001 mgl-0 003 mgl dan 0,021 mgl– 0,026 mgl. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa kandugan NO 2 -N di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang tidak berbahaya bagi organisme air karena kandungannya tergolong rendah. Kadar NO 2 -N melebihi 0,5 mgl dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif Effendi, 2003. Hasil pengukuran NH 3 -N di Pulau Pramuka selama pengamatan memiliki nilai yang berkisar antara 0,015 mgl–0,024 mgl; 0,001 mgl–0,011 mgl dan 0,018 mgl– 0,024 mgl. Sedangkan di Pulau Panggang memiliki nilai yang berkisar antara 0,007 mgl–0,014 mgl; 0,001 mgl–0,016 mgl dan 0,022 mgl–0,067 mgl. Amonia berasal dari dekomposisi bahan organik melalui proses amonifikasi Goldman dan Horne, 1983. Sedangkan menurut Effendi 2003 proses autolisis atau pecahnya sel dan ekskresi ammonia oleh zooplankton juga dapat berperan sebagai sumber ammonia di perairan. Hasil pengamatan di Pulau Pramuka menunjukkan nilai ortofosfat yang berkisar antara 0,003 mgl–0,042 mgl; 0,003 mgl–0,036 mgl dan 0,003 mgl– 0,031 mgl. Sedangkan nilai ortofosfat di perairan Pulau Panggang berkisar antara 0,0551 mgl–0,073 mgl; 0,055 mgl–0,086 mgl dan 0,085 mgl–0,124 mgl. Menurut Mackentum 1969 in Basmi 1999 bila kadar fosfat dalam air rendah 0,02 mgl maka pertumbuhan plankton akan terhambat. Kep MENLH No.51 tahun 2004 menetapkan ambang batas kandungan ortofosfat untuk kehidupan biota laut sebesar 0,015 mgl. Hal ini berarti nilai yang didapat menunjukkan bahwa nilai tersebut masih dapat atau masih memenuhi untuk kehidupan biota laut. Nilai BOD selama pengamatan di perairan Pulau Pramuka menunjukkan kisaran 0,34 – 3,28 mgl. Nilai rata-rata tertinggi baik di perairan Pulau Panggang dan Pulau Pramuka pada pegamatan bulan Desember dan nilai terendah didapat pada pengamatan bulan Oktober. Kep MENLH No.51 tahun 2004 menetapkan ambang batas maksimum kandungan BOD bagi kehidupan laut adalah 20 mgl. Dari sudut pandang tersebut, terlihat bahwa kondisi perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang masih dalam kondisi yang baik bagi kehidupan biota laut. Nilai COD yang didapat dari hasil pengamatan di perairan Pulau Pramuka berkisar antara 29,88–52,34 mgl. Nilai tertinggi didapat pada pengamatan bulan Oktober dan nilai terendah didapat pada pengamatan bulan November. Sedangkan nilai COD di perairan Pulau Panggang berkisar antara 47,62–58,23 mgl. Nilai tertinggi didapat pada pengamatan bulan November dan nilai terendah didapat pada pengamatan bulan Desember. Relatif tingginya nilai COD manunjukkan bahwa bahan organik yang ada di perairan lebih banyak dalam bentuk yang sukar didegradasi secara biologis. Dalam Kep MENLH No.51 tahun 2004 tidak disebutkan nilai baku mutu untuk COD namun demikian nilai COD yang terlalu tinggi tidak baik untuk kehidupan biota laut khususnya plankton karena akan banyak oksigen yang digunakan dalam menguraikan bahan organik tersebut. Nilai COD di perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mgl sedangkan di perairan tercemar dapat lebih dari 200 mgl Effendi, 2003.

B. Struktur Komunitas Plankton Kelimpahan dan Komposisi