PENGENDALIAN KONTINYU

4.3 PENGENDALIAN KONTINYU

Pengendali secara kontinyu membandingkan nilai sinyal pengukuran (variabel proses) dengan setpoint untuk memutuskan tindakan yang tepat. Jika ada error, pengendali mengatur nilai keluaran berdasar pada nilai parameter yang telah ditetapkan dalam pengendali. Sehingga perlu menala parameter. Penalaan parameter dibutuhkan untuk menentukan:

• Seberapa besar koreksi harus dilakukan? Besar koreksi atau perubahan nilai sinyal kendali ditentukan oleh bagian proporsional.

• Seberapa lama koreksi harus dilakukan? Lamanya koreksi ditentukan oleh bagian integral. • Seberapa cepat koreksi harus dilakukan? Kecepatan koreksi ditentukan oleh bagian derivatif.

Pengendali ditala dalam usaha menjodohkan antara karakteristik peralatan kendali dan sistem proses, sehingga sistem mampu merespon error secara cepat (variabel proses cepat mencapai setpoint), tepat (variabel proses sama dengan setpoint), dan stabil (variabel proses tak berosilasi di sekitar setpoint).

4.3.1 Pengendalian Proporsional

Karakteristik Pengendali . Pengendali proporsional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya “sebanding” (proporsional) dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan linier antara variabel proses (PV) dan sinyal kendali (posisi elemen kendali akhir). Persamaan pengendali proporsional adalah,

u = K c e + u o (4.3)

dengan, u = sinyal kendali (%), K c = proportional gain (tanpa satuan)

e = error (%) = (r – y) untuk reverse acting = (y – r) untuk direct acting

u o = bias, yaitu nilai (u) pada saat pengukuran sama dengan setpoint (%)

Gambar 4.6 Diagram blok pengendali proporsional.

Variabel pengukuran (y) dan setpoint (r) diubah ke dalam persentase dari lebar rentang pengukuran (span). Sehingga dari persamaan di atas, satuan sinyal kendali adalah persen. Tanggapan sinyal kendali terhadap perubahan error disajikan pada gambar berikut. Terlihat bahwa keluaran pengendali sebanding dengan besar error. Tanggapan sinyal

kendali terjadi seketika tanpa ada keterlambatan atau pergeseran fase ( φ c = 0).

Gambar 4.7 Tanggapan pengendali proporsional

Gain Proporsional . Penalaan pengendali dibuat untuk mengatur agar control valve (final control element) merespon error. Pengaturan gain pengendali dilakukan agar perubahan pada sinyal pengukuran (variabel proses) akan menghasilkan perubahan sinyal kendali yang akan mengubah posisi valve secukupnya sehingga mampu menghilangkan error. Gain proporsional adalah perbandingan antara perubahan sinyal kendali dan error atau sinyal pengukuran.

Pada proses cepat (volume kecil), perlu lebih gain kecil agar diperoleh kestabilan. Sebaliknya pada proses lambat (volume besar), perlu gain lebih besar agar diperoleh respon yang baik.

Gambar 4.8 Contoh proses cepat (kiri) dan lambat (kanan).

Proportional gain atau sensitivitas proporsional adalah perbandingan antara perubahan sinyal kendali (u) dan perubahan error (e). Di kalangan praktisi industri, besaran gain (K c ) kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran proportional band (PB), yaitu persentase perubahan error atau pengukuran yang menghasilkan perubahan sinyal kendali atau manipulated variable sebesar 100%.

Proportional band, PB =

Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan pengendalian dibanding gain proporsional, sebab PB pada dasarnya menunjukkan persentase lebar rentang pengukuran yang dapat dikendalikan.

Gambar 4.9 Hubungan antara sinyal kendali, error, pengukuran, dan PB

Modus Pengendalian Proporsional . Pengendalian proporsional merupakan jenis paling sederhana dalam pengendalian kotinyu. Meskipun demikian pengendalian ini menjadi dasar pengendalian lain. Dengan hanya proporsional, maka keluaran pengendali (setara dengan posisi elemen kendali akhir) sebanding atau proporsinal dengan besar nilai pengukuran. Pada moda proporsional, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada nilai pengukuran sebelumnya. Demikian juga, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada kecepatan perubahan pengukuran.

Satu-satunya problem pengendalian proporsional adalah selalu menghasilkan galat sisa (residual error, steady-state error, atau offset) yang disebabkan perubahan beban atau setpoint. Dengan perubahan beban, diperlukan nilai sinyal kendali yang berbeda. Nilai sinyal kendali baru diperoleh jika ada penambahan atau pengurangan dari nilai bias (sinyal kendali saat tidak ada error). Ini dilakukan dengan menambahkan atau mengurangkan dengan kelipatan nilai offset.

Sebagai ilustrasi disajikan contoh pengendalian level air dengan pengendalian proporsional seperti pada gambar 4.10 dan 4.11. Pada gambar 4.10 terlihat kondisi operasi normal. Tinggi air diinginkan 60%. Pada saat tinggi air nyata 60%, laju air masuk (beban) dan laju air keluar (manipulated varieble) sama dengan 25 L/menit. Perhatikan bukaan katup kendali pada aliran air keluar yang membuka kira-kira setengahnya.

Dalam gambar 4.11 diperlihatkan kondisi pada aliran air masuk (beban) 40 L/menit. Pada saat katup aliran air masuk diperbesar sehinga laju alir menjadi 40 L/menit sementara keluaran tetap 25 L/menit maka permukaan air dalam tangki akan naik. Kenaikan air akan mengangkat pelampung (sebagai sensor ketinggian) yang akan Dalam gambar 4.11 diperlihatkan kondisi pada aliran air masuk (beban) 40 L/menit. Pada saat katup aliran air masuk diperbesar sehinga laju alir menjadi 40 L/menit sementara keluaran tetap 25 L/menit maka permukaan air dalam tangki akan naik. Kenaikan air akan mengangkat pelampung (sebagai sensor ketinggian) yang akan

Air masuk

25 L/menit

Air keluar 25 L/menit

Gambar 4.10 Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban normal 25 L/menit.

Air masuk

40 L/menit

100% Tinggi air 70%

Setpoint 60%

Air keluar 40 L/menit

Gambar 4.11 Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban 40 L/menit.

Gambar 4.12 Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsional pada proportional band yang besar.

Gambar 4.13 Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsiona pada proportional band yang kecil.

Gambar 4.14 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan setpoint.

Gambar 4.15 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan beban.

Offset pada pengendalian proporsional dapat diperkecil dengan memperbesar gain proporsional (memperkecil proportional band, PB). Semakin kecil nilai proportional band (semakin besar gain) pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat), offset yang terjadi semakin kecil, tetapi sistem cenderung tidak stabil (terjadi osilasi). Sebaliknya, dengan proportional band yang besar sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka (lambat) dan offset besar. Pada proportional band sama dengan nol (secara nyata tidak dapat dilakukan) perilaku pengendali proporsional sama dengan pengendali dua posisi. Diperlukan kompromi terhadap nilai PB sehingga diperoleh tanggapan cepat, offset dapat diterima, tetapi sistem cukup stabil (gambar 4.14 dan 4.15).

Analisis tanpa banyak melibatkan banyak persamana matematika dapat dipelajari dari contoh pengendalian tinggi mermukaan air tersebut di atas. Variabel pengendali (manipulated variable) adalah laju alir air keluar. Beban proses adalah laju alir air masuk. Pada kenaikan bukaan katup kendali (atau sinyal kendali) tinggi permukaan air (variabel proses atau sinyal pengukuran) akan turun. Jadi gain sistem proses adalah negatif atau dengan kata lain sistem proses bersifat reverse acting. Agar terjadi umpan balik negatif, pengendali harus bersifat direct acting. Persamaan garis kendali proporsional direct acting adalah,

u = K c ( y − r ) + u o (4.5)

Titik keseimbangan (titik operasi)

Garis kendali

s se ) n ro ra

p u Setpoint k el u

b g ia en

ar Grafik proses

Sinyal kendali

Gambar 4.16. Hubungan grafik pengendalian proporsinal ketika tidak ada offset.

Pada perubahan beban, grafik proses berubah. Pada kasus pengendalian tinggi permukaan air dalam contoh di atas, kenaikan beban (laju alir air masuk) menyebabkan kenaikan tinggi permukaan. Akibatnya titik keseimbangan berubah ke atas mengikuti garis kendali. Pada kedudukan ini, titik keseimbangan tidak lagi bersesusaian dengan sepoint.

Gambar 4.17. Perubahan beban menghasilkan offset.

Grafik pada gambar 4.17 menjelaskan fenomena sebagaimana gambar 4.10 dan

4.11. Dengan pengendali proporsional hanya ada satu kondisi beban yang menghasilkan nilai pengukuran sama dengan setpoint. Pada nilai beban lain, selalu akan terjadi offset.

Offset lama

Offset baru

Garis kendali lama (gain kecil)

Garis kendali baru

se n ro (gain besar) ra p u Setpoint k

el u

b g ia en ar

Grafik proses baru

(p

Grafik proses lama

u (baru) 0%

Sinyal kendali u (lama)

Gambar 4.18. Perubahan gain untuk memperkecil offset.

Pengurangan atau penghilangan offset dapat dilakukan dengan memperbesar gain, mengubah setpoint atau mengubah bias. Gambar 4.18 memperlihatkan bahwa offset dapat diperkecil dengan memperbesar gain proporsional (memperkecil proportional band). Semakin besar gain garis kendali semakin mendatar sehingga perbedaan antara setpoint dan pengukuran semakin kecil.

Gambar 4.19 memperlihatkan bahwa offset dapat dihilangkan dengan mengubah nilai setpoint. Bila beban berubah, setpoint yang baru perlu diberikan. Namun dengan cara ini berarti mengubah target operasi (nilai variabel proses yang diinginkan).

Garis kendali lama Garis kendali baru

s ) se n ro ra Setpoint

p u k (lama) el u

b g ia en Setpoint ar

Grafik proses baru

V (p (baru)

Grafik proses lama

Sinyal kendali

Gambar 4.19. Perubahan setpoint untuk menghilangkan offset.

Garis kendali lama Garis kendali baru

s ) se n ro ra

u p Setpoint k el u

b g ia en

ar Grafik proses baru

V (p

Grafik proses lama

o u 100% (lama) (baru)

Sinyal kendali

Gambar 4.20. Perubahan bias untuk menghilangkan offset.

Penghilangan offset dapat juga dilakukan dengan mengubah nilai bias (u o ) pada pengendali proporsional. Dari kasus pengendalian tinggi permukaan air yang telah dibahas sebelumnya, bila offset berilai positif (tinggi permukaan melebihi setpoint), bias perlu diperbesar. Bila offset bernilai negatif (tinggi permukaan kurang dari setpoint), bias perlu diperkecil. Perhatikan, pernyataan tersebut hanya berlaku jika aksi pengendali pada direct acting. Untuk reverse acting, pernyataanya kebalikan dari direct acting.

Dari gambar 4.20 terlihat bawah penghilangan offset dapat dilakukan tanpa mengubah setpoint tetapi dengan menambahkan atau mengurangkan dari nilai bias sebagaimana gambar 4.19. Cara ini lebih baik dibanding sebelumnya. Oleh sebab itu, agar offset hilang, perlu ditambahkan mekanisme penambahan atau pengurangan nilai bias.

4.3.2 Pengendalian Proporsional-Integral (PI)

Karakteristik Pengendali . Besar keluaran pengendali proporsional-integral (PI) sebanding dengan besar galat (error) dan integral galat (error). Persamaan pengendali PI ideal (standar ISA) adalah sebagai berikut.

∫ e dt + u o (4.6)

dengan τ i adalah waktu integral atau waktu reset yang memiliki satuan detik atau menit tiap pengulangan. Pada pengendali PI, suku bias ( u o ) bisa ditiadakan. Sebab suku integral mampu memberikan nilai bias yang tepat. Tanggapan pengendali PI dengan aksi reverse acting disajikan pada gambar 3.10.

Gambar 4.21 Diagram blok pengendali proporsional-integral (PI).

Sebuah integrator adalah piranti ideal untuk mengatur nilai bias . Jika pengaturan nilai bias dilakukan secara manual, disebut manual reset . Sebaliknya, jika dilakukan secara otomatik dengan memakai integrator, disebut automatic reset atau lebih populer dengan reset saja. Dengan demikian fungsi utama bagian integral adalah menghilangkan offset .

Gambar 4.22 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral (PI) reverse acting.

Pengendalian Proporsional-Integral . Gambar berikut kembali memperlihatkan respon pengendalian level dengan pengendali proporsional. Jika ingin mengembalikan variabel proses (level) ke setpoint, maka manipulated variable (laju alir keluar) harus diperbesar melebihi kebutuhan. Setelah mencapai setpoint aliran keluar dikembalikan hingga tercapai keseimbangan massa. Penambahan laju alir keluar adalah untuk mengganti kehilangan volume dan kemudian mengembalikan ke keseimbangan massa (gambar 4.24). Penambahan sinyal kendali harus dilakukan hingga error hilang. Ini dikenal sebagai aksi reset. Artinya mampu melakukan reset pada proses ke setpoint. Dalam matematika aksi reset adalah integrasi dari error oleh sebab itu disebut juga aksi integral.

Gambar 4.23 Respon pengendalian proporsional.

Besar aksi integral ditentukan oleh waktu integral atau reset ( τ i ). Beberapa produsen, melakukan kalibrasi terhadap besaran 1/ τ i (pengulangan per menit) yang dikenal dengan reset rate dan bukan τ i (menit per pengulangan). Istilah ini dapat difahami dengan

melihat tanggapan step untuk loop terbuka. Dapat dilihat, bahwa pada awalnya keluaran pengendali adalah K c e (belum ada pengaruh integral). Setelah satu periode τ i , maka hasil integrasi adalah, melihat tanggapan step untuk loop terbuka. Dapat dilihat, bahwa pada awalnya keluaran pengendali adalah K c e (belum ada pengaruh integral). Setelah satu periode τ i , maka hasil integrasi adalah,

e τ i = K c e (4.7)

Artinya aksi integral telah “mengulang” aksi proporsional. Pengulangan ini terjadi setiap periode waktu τ i . Oleh sebab itu aksi integral disebut juga aksi reset. Waktu reset adalah

waktu yang dibutuhkan aksi integral untuk mengulang aksi proporsional.

Gambar 4.24 Penambahan sinyal kendali mengembalikan variabel proses ke setpoint.

Aksi integral menyebabkan keluaran pengendali (u) berubah terus selama ada error (e) sampai error hilang. Aksi integral pada pengendali PI secara kontinyu menggeser letak proportional-band (PB) dalam usaha mengubah bias. Penggeseran letak PB tidak mengubah besar PB. Mekanisme ini menyebabkan variabel proses selalu sama dengan setpoint (SP) untuk segala perubahan beban dalam batas pengendalian.

Gambar 4.25 Perubahan beban pada pengendali PI.

Sebagai contoh, pengendali PI memiliki PB = 50%. Mula-mula pada saat tidak ada error (e = 0) sinyal kendali, u = 40%. Pada keadaan ini perubahan nilai variabel proses (y) yang menyebabkan perubahan sinyal kendali sebesar 100% adalah dari 30% hingga 80%.

u = 2 e + 40 (4.8)

Bila dimisalkan terjadi perubahan beban sehingga mengharuskan sinyal kendali, u = 70%, maka dengan PB tetap 50% dan tidak ada error rentang perubahan variabel proses menjadi 45% hingga 95%. Persamaan keluaran pengendali yang baru adalah,

u = 2 e + 70 (4.9)

Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral ( τ i ) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh lebih kecil dibanding waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu

mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan sistem proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan.

Keterangan: (1) τ i terlalu besar

(2) τ i cukup (3) τ i terlalu kecil

Gambar 4.26 Tanggapan loop tertutup pengendali proporsional-integral pada perubahan beban.

4.3.3 Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif (PID)

Karakteristik Pengendali . Besar sinyal kendali yang yang dihasilkan sebanding dengan besar error, integral error, dan derivasi error. Suku derivatif bereaksi terhadap “kecepatan perubahan” error. Persamaan pengendali PID adalah,

K c de

∫ e dt + K c τ d + u o (4.10)

dt

dengan τ d adalah waktu derivatif.

Gambar 4.27 Diagram blok pengendali proporsional-integral-derivatif (PID).

Gambar 4.28 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif . Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan menambah aksi derivatif (preact). Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Hal ini dapat terjadi, karena suku derivatif sebanding dengan besar laju perubahan error (atau pengukuran). Oleh sebab itu dengan penambahan derivatif pengendali dapat mengantisipasi perubahan beban atau dengan kata lain mengurangi total penyimpangan.

Berbeda dengan penambahan integral yang bertujuan menghilangkan offset, penambahan derivatif hanya memperbaiki perilaku lingkar (loop) pengendalian. Sehingga muncul pertanyaan penting, “dimana perlu menerapkan derivatif?” Atau pertanyaan “dimana tidak perlu memakai derivatif?”

Derivatif tidak diperlukan atau tidak boleh dipakai dalam lingkar pengendalian yang menghasilkan banyak derau (noise) atau turbulensi. Penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise atau perubahan cepat pada pengukuran. Ini disebabkan karena derivatif memperkuat noise dan muncul dalam sinyal kendali. Dengan demikian lingkar pengendalian laju alir dan level tidak cocok memakai derivatif.

Proses yang memiliki karakterisitk cepat tidak perlu memakai derivatif untuk lebih mempercepat respons. Sehingga laju alir dan tekanan gas tidak perlu memakai derivatif.

Sebaliknya proses dengan respons lambat dan bebas noise, seperti pada pengendalian suhu dan komposisi, perlu memakai derivatif. Demikian juga pada proses tak stabil, seperti reaktor eksotermik, pengendalian suhunya lebih baik jika ditambahkan derivatif untuk menstabilkan sistem. Tetapi, penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan (lebih dari setengah konstanta waktu).

4.3.4 Pengendalian Proporsional-Derivatif (PD)

Karakteristik Pengendali . Bentuk persamaan pengendali PD adalah,

de

u = K c e + K c τ d + u o (4.11)

dt

Respons terahadp masukan step diperlihatkan pada gambar di bawha ini.

Gambar 4.29 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Derivatif . Modus ini hampir tidak pernah dipakai di industri. Disebabkan kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan, pengendali PD banyak menimbulkan masalah dalam pengendalian. Meskipun demikian, sebenarnya pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses tumpak ( batch ), dan proses lain yang memiliki tanggapan lambat.

Pada proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar dibanding waktu mati, penambahan aksi derivatif dapat memperbaiki kualitas pengendalian. Proses dengan waktu mati dominan, penambahan aksi derivatif dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab adanya keterlambatan ( lag ) respons pengukuran.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24